0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
3 tayangan9 halaman
Bab 2 membahas tentang tinjauan teori DHF meliputi definisi DHF, etiologi penyakit DHF yang disebabkan oleh virus dengue, tanda dan gejala klinis seperti demam dan perdarahan, patofisiologi DHF yang melibatkan aktivasi sistem komplemen, dan penatalaksanaan keperawatan penderita DHF.
Bab 2 membahas tentang tinjauan teori DHF meliputi definisi DHF, etiologi penyakit DHF yang disebabkan oleh virus dengue, tanda dan gejala klinis seperti demam dan perdarahan, patofisiologi DHF yang melibatkan aktivasi sistem komplemen, dan penatalaksanaan keperawatan penderita DHF.
Bab 2 membahas tentang tinjauan teori DHF meliputi definisi DHF, etiologi penyakit DHF yang disebabkan oleh virus dengue, tanda dan gejala klinis seperti demam dan perdarahan, patofisiologi DHF yang melibatkan aktivasi sistem komplemen, dan penatalaksanaan keperawatan penderita DHF.
demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Manjoer & Suprohaita; 2000; 419).
Demam berdarah dengue adalah penyakit yang
terutama terdapat pada anak dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya memburuk pada dua hari pertama (Soeparman, 1987;16).
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat
disimpulkan bahwa Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypty yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam.
2.2 Etiologi Penyakit DHF
2.2.1 Virus Dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab
penyakit ini termasuk kedalam Arbovirus (Arthropodborn virus) groub B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flafovirus ini berdiameter 40 nanometer 16
dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam
kultur jaringan baik yang berasal dari sel-sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel- sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus.
2.2.2 Vektor
Virus dengue serotipe 1,2,3 dan 4 yang ditularkan
melalui vektor yaitu nyamuk aedes aegypty, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya. (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000;420).
2.3 Tanda dan Gejala Penyakit DHF
2.3.1 Manifestasi Klinik
1. Demam
Demam terjadi secara mendadak
berlangsung selama 2-7 hari kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala-gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung, nyeri tulang dan persendian, nyeri kepala, dan rasa lemah dapat menyertainya. (Soedarto, 1990;39).
2. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke-2
dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia 16
dan purpura. (Soedarto, 1990;39). Perdarahan
ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis. (Nelson, 1993;296). Perdarahan gastrointestinat biasanya didahului dengan nyeri perut yang hebat. (Ngastiyah, 1995;349).
3. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati
sudah teraba, meskipun paada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus diperhatikan kemungkinan akan terjadi renjatan pada penderita. (Soederita, 1995;39).
4. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari
ke-3 sejak sakitnya pendderita, dimulai dengan tanda-tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukkan prognosis yang buruk. (Soedarto;39).
muntah, annoreksia, diare, atau konnstipasi, nyeri ulu hati 16
3. Nyeri sendi, nyeri kepala, nyeri otot, rasa sakitt
di daerah belakang bola mata (retro orbita), hepatomegali, splenomegali.
4. Kadang ditemui keluhan batuk pilek dan sakit
menelan. Gejala klinik lain yaitu nyeri epigasstrium, muntah-muntah, diare maupun obstipasi dan kejang- kejang. (Soedarto, 1995;39).
2.4 Patofisiologi dan Pathway DHF
Virus akan masuk kedalam tubuh melalui gigitan
nyamuk aedes aegypty. Pertama-tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-egal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali)
Kemudian virus akan bereaksi dengan antibodi dan
terbentuklah kompleks virus antibodi. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai faktor kuat meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler.
perembesan plasma ke ruang ekstra seluler
mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20%) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai 16
hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian
cairan intravena.
Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi
trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat, terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra
vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan
jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama
akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi.
Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda
perdarahan hampir di seluruh tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal. 16
2.5 Pemeriksaan dan Penatalaksanaan Keperawatan
2.5.1 DHF tanpa renjatan
1. Beri minum banyak (1 ½ - 2 liter/hari)
2. Obat anti piretik, untuk menurunkan panas, dapat
juga dilakukan kompres
3. Jika kejang maka dapat diberi luminal
(antionvulsan) untuk anak <1th dosis 50 mg Im dan untuk anak >1 th 75 mg Im. Jika 15 menit kejang belum teratasi, beri lagi luminal dengan dosis 3 mg/ kb BB (anak <1th dan pada anak >1th diberikan 5 mg/kg BB).
4. Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit
meningkat.
2.5.2 DHF dengan renjatan
1. Pasang iinfus RL
2. Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan
plasma expander (20-30 ml/kg BB)
3. Tranfusi jika Hb dan Ht turun
Keperawatan Pengawasan tanda-tanda vital secara
kontinue tiap jam
1. Pemeriksaan Hb, Ht, Trombocyt tiap 4 jam
2. Observasi Intake dan Output 3. Pada pasien DHF derajat I : Pasien diistirahatkan, observasi tanda vital tiap 3 jam, periksa Hb, Ht, Trombosit tiap 4 jam beri minum 1 ½ liter – 2 liter per hari, beri kompres 4. Pada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda vital, pemeriksaan Hb, Ht, Trombosit, perhatikan gejala seperti nadi lemah, kecil dan 16
cepat, tekanan darah, menurun, anuria, dan sakit
perut, beri infus. 5. Pada pasien DHF derajat III : infus guyur, posisi semi fowler, beri O2 pengawasan tanda- tanda vital tiap 15 menit, pasang kateter, observasi produksi urine tiap jam, periksa Hb, Ht dan trombosit 1.) Resiko Perdarahan (1.)Observasi perdarahan : Pteckie, Epistaksis, Hematomesis dan melena (2.)Catat banyak, warna dari perdarahan (3.)Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan tractus Gastro Intestinal 2.) Peningkatan Suhu Tubuh (1.) Observasi / ukur suhu tubuh secara periodik (2.) Beri minum banyak (3.) Berikan kompres
Penatalaksanaan penderita dengan DHF
adalah sebagai berikut :
1. Tirah baring atau istirahat baring.
2. Diet makan lunak. 3. Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF. 4. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl faali) merupakan cairan yang paing sering digunakan. 5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam. 16
6. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari
pemberian obat antiseptik sebaiknya dari golongan asetaminopen. 7. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut. 8. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran iinfeksi sekunder 9. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk. 10. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam. Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20-30 ml/kg BB. Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12-48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar , tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam. Tranfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila : 1.) Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi. 2.) Hematokrit yang cenderung mengikat. 16