R
DI BANGSAL AROFAH RS PKU AISYIYAH BOYOLALI
Disusun oleh :
SIDQON MUSTOFA
J230215083
B. ETIOLOGI
Penyakit DHF merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue
dan disebarkan oleh nyamuk terutama spesies nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk
penular dengue tersebut hampir ditemukan di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di
tempat yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut (Rahayu &
Budi, 2018).
Penyebab penyakit adalah virus dengue kelompok Arbovirus B, yaitu arthropod-
bornevirus atau virus yang disebabkan oleh artropoda. Virus ini termasuk genus
Flavivirus dan family Flaviviridae. Sampai saat ini dikenal ada 4 serotipe virus yaitu :
1. Dengue 1 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
2. Dengue 2 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
3. Dengue 3 diisolasi oleh Sather.
4. Dengue 4 diisolasi oleh Sather.
Keempat virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia dan yang
terbanyak adalah tipe 2 dan tipe 3. Penelitian di Indoneisa menunjukkan Dengue tipe
3 merupakan serotipe virus yang dominan menyebabkan kasus DHF yang berat
(Masriadi, 2017). Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibody terhadap
serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotipe lain
sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai
terhadap serotipe lain (Wijaya, 2017).
C. KLASIFIKASI
WHO dalam buku Nurarif Kusuma, (2017) membagi DBD/DHF menjadi 4
derajat, yaitu sebagai berikut :
1. Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat manifestasi
perdarahan(uji tourniquiet positif).
2. Derajat II : Seperti derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan
perdarahan lain.
3. Derajat III : Ditemukannya kegagalan sirkulasi seperti nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun.
4. Derajat IV : Terdapat Dengue Shock Sindrome (DSS) dengan nadi tak teraba dan
tekanan darah tidak dapat diukur.
D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Susilaningrum (2019) manifestasi klinis dari DHF adalah :
1. Demam.
Demam tinggi sampai 40 derajat C dan mendadak, Demam terjadi secara mendadak
berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun menuju suhu normal atau lebih
rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala – gejala klinik yang tidak
spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri
kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.
2. Perdarahan.
Uji tourniquet positif h. Perdarahan, petekia, epitaksis, perdarahan massif.
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi
pada kulit dan dapat berupa uji torniguet yang positif mudah terjadi perdarahan
pada tempat fungsi vena, petekia ( bintik-bintik merah akibat perdarahan
intradermak/submukosa ) purpura ( perdarahan di kulit ), epistaksis ( mimisan ),dan
perdarahan gusi. Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna
bagian atas hingga menyebabkan haematemesis, dan melena ( tinja berwarna hitam
karena adanya perdarahan).
3. Anoreksia
4. Mual muntah
5. Nyeri perut kanan atas atau seluruh bagian perut
6. Nyeri kepala
7. Nyeri otot dan sendi
8. Trombositopenia (< 100.000/ mm3 )
9. Hepatomegali : Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba
kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita.
10. Renjatan (Syok) : Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak
sakitnya penderita, dimulai dengan tanda–tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit
lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar
mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yg
buruk.
E. PATOFISIOLOGI
Menurut (Nurarif Kusuma, 2017) Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh,
pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala,
mual, nyeri otot, pegal seluruh tubuh, hyperemia di tenggorokan, timbulnya ruam dan
kelainan yang mungkin terjadi pada system retikolo endhothelial seperti pembesaran
kelenjar- kelenjar getah bening, hati dan limpa. Reaksi yang berbeda nampak bila
seseorang mendapatkan infeksi berulang dengan tipe virus yang berlainan.
Berdasarkan hal itu, akan timbul the secondary heterologous infection atau the
sequential infection of hypothesis.
Re-infeksi akan menyebabkan suatu reaksi anamnetik antibody, sehingga
menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibody (kompleks virus antibody) yang
tinggi. Terdapatnya kompleks virus antibody dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal
sebagai berikut :
1. Kompleks virus antibody akan mengaktivasi system komplemen, yang
berakibat dilepasnya anafilatoksin C3a dan C3a. C3a menyebabkan meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya plasma melalui
endotel dinding tersebut, suatu keadaan yang sangat berperan terjadinya renjatan.
2. Timbulnya agregasi trombosit yang melepas ADP akan mengalami
metamorphosis. Trombosit yang mengalami kerusakan metamorphosis akan
dimusnahkan oleh system retikuloendotelial dengan akibat trombositopenia hebat
dan perdarahan. Pada keadaan agregasi, trombosit akan melepaskan vasoaktif
(histmin dan serotonini) yang bersifat meningkatkan permeabilitas kapiler dan
melepaskan trombosit faktor III yang merangsang koagulasi intravascular.
3. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor III) dengan akibat akhir terjadinya
pembekuan intravaskular yang meluas. Dalam proses aktivasi ini, plasminogen akan
menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin dan
penghancuran fibrin menjadi fibrinogen degradation product. Disamping itu aktivas
akan merangsang sistim klinin yang berperan dalam proses meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah
F. PENATALAKSANAAN
Menurut Nursalam (2018), penatalaksanaan pasien yg perlu diperhatikan ialah
bahaya kegagalan sirkulasi darah, resiko terjadi pendrahan, gangguan suhu tubuh,
akibat infeksi virus dengue, ganggan rasa aman dan nyaman, dan kurangnya
pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
1. Kegagalan sirkulasi darah : Dengan adanya kebocoran plasma dari pembuluh
darah ke dalam jaringan ekstrovaskular, yang puncaknya terjadi pada saat renjatan
akan terlihat pada tubuh pasien menjadi sembab (edema) dan darah menjadi kental.
Pengawasan tanda vital (nadi, TD, suhu dan pernafasan) perlu dilakukan secara
kontinu, bila perlu setiap jam. Pemeriksan Ht, Hb dan trombosit sesuai
permintaan dokter setiap 4 jam. Perhatikan apakah pasien kencing / tidak.
2. Risiko terjadi pendarahan : Adanya thrombocytopenia, menurunnya fungsi
trombosit dan menurunnya faktor koagulasi merupakan faktor penyebab terjadinya
pendarahan utama pada traktus gastrointestinal. Pendarahan grastointestinal
didahului oleh adanya rasa sakit perut yang hebat atau daerah retrosternal. Bila
pasien muntah bercampur darah atau semua darah perlu diukur. Karena melihat
seberapa banyak darah yang keluar perlu tindakan secepatnya. Makan dan minum
pasien perlu dihentikan. Bila pasien sebelumnya tidak dipasang infus segera
dipasang. Formulir permintaan darah disediakan. Perawatan selanjutnya seperti
pasien yang menderita syok. Bila terjadi pendarahan (melena, hematesis) harus
dicatat banyaknya/warnanya serta waktu terjadinya pendarahan. Pasien yang
mengalami pendarahan gastrointestinal biasanya dipasang NGT untuk membantu
mengeluarkan darah dari lambung.
3. Gangguan suhu tubuh : Gangguan suhu tubuh biasanya terjadi pada
permulaan sakit atau hari ke-2 sampai ke-7 dan tidak jarang terjadi hyperpyrexia
yang dapat menyebabkan pasien kejang. Peningkatan suhu tubuh akibat infeksi virus
dengue maka pengobatannya dengan pemberian antipiretika dan anti konvulsan.
Untuk membantu penurunan suhu dan mencegah agar tidak meningkat dapat
diberikan kompres dingin, yang perlu diperhatikan,bila terjadi penurunan suhu
yang mendadak disertai berkeringat banyak sehingga tubuh teraba dingin dan
embab, nadi lembut halus waspada karena gejala renjatan. Kontrol TD dan nadi harus
lebih sering dan dicatat secara baik dan memberitahu dokter.
4. Gangguan rasa aman dan nyaman : Gangguan rasa aman dan nyaman dirasakan
pasien karena penyakitnya dan akibat tindakan selama dirawat. Hanya pada pasien
DHF menderita lebih karena pemeriksaan darah Ht, trombosit, Hb secara periodik
(setiap 4 jam) dan mudah terjadi hematom, serta ukurannya mencari vena jika sudah
stadium II. Untuk megurangi penderitaan diusahakan bekerja dengan tenang,
yakinkan dahulu vena baru ditusukan jarumnya. Jika terjadi hematom segera oleskan
trombophub gel / kompres dengan alkohol. Bila pasien datang sudah kolaps
sebaiknya dipasang venaseksi agar tidak terjadi coba-coba mencari vena dan
meninggalkan bekas hematom di beberapa tempat. Jika sudah musim banyak
pasien DHF sebaiknya selalu tersedia set venaseksi yang telah seteril.
d. Riwayat penyakit dahulu : Penyakit apa saja yang pernah diderita pada DHF,
anak bisa mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang lain.
e. Riwayat penyakit keluarga : Penyakit apa saja yang pernah di derita sama
keluarga klien
f. Riwayat imunisasi : Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka
kemungkinan timbulnya komplikasi dapat dihindari
g. Riwayat gizi Status gizi : Anak menderita DHF dapat bervariasi.Semua anak
dengan status gizi baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor
predisposisinya.Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual,
muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak
disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak akan
mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang.
h. Kondisi lingkungan : Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan
lingkungan yang kurang bersih (seperti air yang mengenang dan gantungan baju
di kamar).
i. Pola kebiasaan
a. Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pentangan, nafsu makan
berkurang, dan nafsu makan menurun.
b. Eliminasi alvi (buang air besar). Kadang-kadang anak mengalami
diar/konstipasi. Sementara DHF pada Grade III-IV bisa terjadi melena.
c. Eliminasi urine (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering kencing,
sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi
hematuria.
d. Tidur dan istirahat. Anak sering mrngalami kurang tidur karena mengalami
sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan kuantitas tidur maupun
istirahat kurang.
e. Kebersihan upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes
aegypti.
f. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk
menjaga kesehatan.
j. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung
rambut sampai jung kaki. Pemeriksaan fisik secara umum :
1. Grade :
a) Grade I : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda- tanda vital
dan nadi lemah.
b) Grade II : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah,
kecil, dan tidak teratur.
c) Grade III : Kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi
lemah, kecil dan tidak teratur, serta tensi menurun.
d) Grade IV : Kesadaran koma, tanda-tanda vital nadi tidak teraba, tensi tidak
terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit.
2. Tanda-tanda vital (TTV) Tekanan nadi lemah dan kecil (gradeIII), nadi tidak
teraba (grade IV), tekanan darah menurun ( sistolik menurun sampai 80mmHg
atau kurang), suhu tinggi (diatas 37,5oC)
3. Kepala : kepala bersih, ada pembengkakan atau tidak, Kepala terasa nyeri,
muka tampak kemerahan karena demam.
4. Mata Konjungtiva anemis
5. Hidung : Hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II,III,
IV.
6. Telinga tidak ada perdarahan pada telinga, simetris, bersih tidak ada serumen,
tidak ada gangguan pendengaran.
7. Mulut : Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi
perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokkan hyperemia pharing.
8. Leher : Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak mengalami
pembesaran
9. Dada / thorak
10. Abdomen tampak simetris dan adanya asites.
11. Integument : Adanya petekia pada kulit spontan dan dengan
melakukan uji tourniquet. Turgor kuit menurun, dan muncul keringat dingin, dan
lembab. Pemeriksaan uji tourniket dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan
tekanan darah anak.
12. Genitalia Biasanya tidak ada masalah
13. Ekstremitas : Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan berdasarkan SDKI
Menurut diagnosis keperawatan SDKI (2017), diagnosa keperawatan yang dapat
diambil pada pasien dengan DHF adalah:
a. Defisit nutrisi (D.0019)
1) Definisi: asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
2) Penyebab: ketidak mampuan menelan makanan,ketidakmampuan mencerna
makanan, ketidak mampuan mengabsorbsi nutrisi, peningkatan kebutuhan
metabolisme, faktor ekonomi(finansial tidak mencukupi), faktor psikologis(mis,
stress, keenganan untuk makan)
3) Gejala dan tanda mayor: subjektif:tidak tersedia. Objektif:berat badan menurun
minimal 10% dibawah rentan ideal
4) Gejala dan tanda minor: subjektif: cepat kenyang setelah makan,kram/nyeri
abdomen, nafsu makan menurun. Objektif: bising usus hiperaktif,otot
mengunyah lemah,otot menelan lemah, membran mukasa pucat, sariawan,
serum albumin menurun, rambut rontok berlebih.
b. Hipertermia (D.0130)
1) Definisi: Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh
2) Penyebab: Dehidrasi,Terpapar lingkungan panas,Proses penyakit (mis: infeksi,
kanker), ketidaksesuaian pakaian dengan susu lingkungan, peningkatan laju
metabolisme, respon trauma, aktivitas berlebihan,penggunaan inkubator
3) Gejala dan tanda mayor: subjektif:tidak tersedia. Objektif: suhu tubuh diatas
nilai normal
4) Gejala dan tanda minor: subjektif: tidak tersedia. Objektif: Kulit
merah,kejang,takikardi,takipnea, kulit terasa hangat
c. Nyeri akut (D.0077)
1) Definisi: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat
dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan
2) Penyebab: 1) Agen pencedera fisiologis (mis., inflamasi, iskemia, neoplasma)
2)Agen pencedera kimiawi (mis., terbakar, bahan kimia iritan) 3)Agen
pencedera fisik (mis., abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
3) Gejala dan tanda mayor: subjektif: mengeluh nyeri. Objektif: Tampak
meringis, bersikap protektif (mis.,waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah,
frekuensi nadi meningkat, sulit tidur
4) Gejala dan tanda minor: subjektif: tidak tersedia. Objektif: Tekanan darah
meningkat,pola napas berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir
terganggu menarik diri, berfokus pada diri sendiri
d. Hipovolemi (D.0023)
1) Definisi: Peningkatan volume cairan intravaskular, interstisial, dan/atau
intraselular.
2) Penyebab: Kehilangan cairan aktif, Kegagalan mekanisme regulasi, Peningkatan
permeabilitas kapiler, Kekurangan intake cairan, Evaporasi
3) Gejala dan tanda mayor: subjektif: tidak tersedia. Objektif: Frekuensi nadi
meningkat, Nadi teraba lemah, Tekanan darah menurun, Tekanan Nadi
menyempit, Turgor kulit menyempit
4) Gejala dan tanda minor: subjektif: merasa lemah,mengeluh haus. Objektif:
Pengisian vena menurun, Status mental berubah, Suhu tubuh meningkat,
Konsentrasi urin meningkat, Berat badan turun tiba-tiba
e. Resiko perdarahan (D.0012)
1) Definisi: Berisiko mengalami kehilangan darah baik internal (terjadi di dalam
tubuh )maupun eksternal (terjadi hingga keluar tubuh)
2) Faktor resiko: Aneurisma, Gangguan gastrointestinal (mis. ulkus
lambung,polip,varises),Gangguan fungsi hati (mis. sirosis hepatis ), Komplikasi
kehamilan (mis. ketuban pecah sebelum waktunya, plasenta previa atau
abrupsio,kehamilan kembar), Komplikasi pasca partum (mis atoni uterus,
retensi plasenta), Gangguan koagulasi (mis. trombossitopenia), Agen
farmakologis, Tindakan pembedahan, Trauma, Kurang terpapar informasi
tentang pencegahan pembedahan, Proses keganasan
3) Kondisi klinis terkait: Aneurisma, Gangguan gastrointestinal (mis. ulkus
lambung,polip,varises), Gangguan fungsi hati (mis. sirosis hepatis), Komplikasi
kehamilan (mis.ketuban pecah sebelum waktunya, plasenta previa atau
abrupsio,kehamilan kembar) Komplikasi pasca partum (mis atoni uterus, retensi
plasenta) Gangguan koagulasi (mis. trombossitopenia)Agen farmakologis,
Tindakan pembedahan, Trauma, Kurang terpapar informasi tentang pencegahan
pembedahan, Proses keganasan.
f. Ganggaun pola tidur (D.0055)
1) Definisi: Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal
2) Penyebab: Hambatan lingkungan (mis. kelembapan lingkungan sekitar, suhu
lingkungan, pencahayaan, kebisingan, bau tidak sedap, jadwal
pemantauan/pemeriksaan/tindakan), Kurang kontrol tidur, Kurang privasi,
Restraint fisik, Ketiadaan teman tidur, Tidak familiar dengan peralatan tidur
3) Gejala dan tanda mayor: subjektif: mengeluh sulit tidur,mengeluh sering
terjaga,mengeluh sulit tidak tidur. Objektif: tidak tersedia
4) Gejala dan tanda minor: subjektif: mengeluh kemampuan beraktivitas menurun.
Objektif: tidak tersedia
NYERI AKUT
hemokonsentrasi RESIKO HIPOVOLEMI DEFISIT
HIPERTERMIA NUTRISI
PERDARAHAN
Lingkungan yang
Resiko syok tidak nyaman
hipovolemik
Hilangnya
Kematian Hospitalisasi ketenangan
Nursalam, DR., susilaningrum, R., utami S. (2018). Asuhan Keperawatan Bayi Dan
Anak Untuk Perawat Dan Bidan : Salemba Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. ( 2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta Selatan : DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta Selatan : DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta Selatan : DPP PPNI