Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF)

Disusun Oleh : Indra Kurniawan


Iqbal Abdal Hadi
Neng Gumi Sri Rahayu
Nur Aziz Al Apipi
Putri Dian
Purnamasari
Rian Bahrul Ulum
Rina Fazriah
Rina Marselina
Rini Sumarni
Risma Purnama S

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA

GARUT
a. Laporan Pendahuluan

1. Definisi
Pengertian DHF
Dengue Haemoragic Fever (DHF) merupakan penyakit infeksi virus akut yang
disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne virus, genus
flavivirus, famili flaviviridae. DHF ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes
spp, aedes aegypti, dan aedes albopictus merupakan vektor utama penyakit
DHF. Penyakit DHF dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang
seluruh kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan
perilaku masyarakat (Dinkes, 2015).
Penyakit dengeu adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengeu
dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai
dengan ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan ditesis hemoragik. ( Nanda
nic-noc, 2015 : 170 )
Berdasarkan definisi yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa
penyakit DHF adalahpenyakit yang disebabkan oleh Virus dengueyang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegyptidan Aedes albopictusyang
menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem
pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan yang bertendensi
mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian
2. Etiologic
DHF merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan
disebarkan oleh nyamuk terutama spesies nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk
penular dengue tersebut hampir ditemukan di seluruh pelosok Indonesia,
kecuali di tempat yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas permukaan
laut (Rahayu & Budi, 2017).
Penyebab penyakit adalah virus dengue kelompok Arbovirus B, yaitu
arthropod-bornevirus atau virus yang disebabkan oleh artropoda. Virus ini
termasuk genus Flavivirus dan family Flaviviridae. Sampai saat ini dikenal
ada 4 serotipe virus yaitu :
a. Dengue 1 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
b. Dengue 2 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
c. Dengue 3 diisolasi oleh Sather.
d. Dengue 4 diisolasi oleh Sather.

Keempat virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia dan


yang terbanyak adalah tipe 2 dan tipe 3. Penelitian di Indoneisa menunjukkan
Dengue tipe 3 merupakan serotipe virus yang dominan menyebabkan kasus
DHF yang berat (Masriadi, 2017).
Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibody terhadap serotipe yang
bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotipe lain
sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai
terhadap serotipe lain (Wijaya, 2013).

3. Faktor Risiko

Demam berdarah dapat dipicu oleh faktor risiko tertentu. Beberapa faktor
risiko demam berdarah, yaitu:

 Pernah mengalami infeksi virus dengue sebelumnya;


 Tinggal atau bepergian ke daerah tropis; dan
 Bayi, anak-anak, orang lanjut usia, dan orang dengan kekebalan
tubuh yang lemah.

4. Klasifikasi Penyakit

Suriadi, (2010) mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi


4 golongan, yaitu :
a.Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan
spontan.Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan
hemokonsentrasi.
b.Derajat II : Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala
perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena,
perdarahan gusi.
c.Derajat III : Ditandai olehgejala kegagalan peredaran darah seperti nadi
lemah dan cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit (120 mmHg),
tekanan darah menurun, (120/80 , 120/100 , 120/110, 90/70, 80/70, 80/0,
0/0)
d.DerajatIV :Terjadi syok beratdimana nadi tidak teaba/ sangat lemah,
tekanan darah tidak teatur (denyut jantung140x/mnt) anggota gerak
teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru
5. Patofisiologi

Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan
dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal
seluruh tubuh, hyperemia di tenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang
mungkin terjadi pada system retikolo endhothelial seperti pembesaran
kelenjarkelenjar getah bening, hati dan limpa. Reaksi yang berbeda nampak
bila seseorang mendapatkan infeksi berulang dengan tipe virus yang berlainan.
Berdasarkan hal 11 itu, akan timbul the secondary heterologous infection atau
the sequential infection of hypothesis.
Re-infeksi akan menyebabkan suatu reaksi anamnetik antibody, sehingga
menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibody (kompleks virus
antibody) yang tinggi. Terdapatnya kompleks virus antibody dalam sirkulasi
darah mengakibatkan hal sebagai berikut :
a. Kompleks virus antibody akan mengaktivasi system komplemen, yang
berakibat dilepasnya anafilatoksin C3a dan C3a. C3a menyebabkan
meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya
plasma melalui endotel dinding tersebut, suatu keadaan yang sangat berperan
terjadinya renjatan.
b. Timbulnya agregasi trombosit yang melepas ADP akan mengalami
metamorphosis. Trombosit yang mengalami kerusakan metamorphosis akan
dimusnahkan oleh system retikuloendotelial dengan akibat trombositopenia
hebat dan perdarahan. Pada keadaan agregasi, trombosit akan melepaskan
vasoaktif (histmin dan serotonini) yang bersifat meningkatkan permeabilitas
kapiler dan melepaskan trombosit faktor III yang merangsang koagulasi
intravascular.
c. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor III) dengan akibat akhir
terjadinya pembekuan intravaskular yang meluas. Dalam proses aktivasi ini,
plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan
anafilatoksin dan penghancuran fibrin menjadi fibrinogen degradation product.
Disamping itu aktivas akan merangsang sistim klinin yang berperan dalam
proses meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah (Wijaya, 2013).
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis Menurut Soedarto,(2008) tanda dan gejala demam berdarah
sebagai berikut:
a.Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 -40 derajat Celsius).Demam
tinggi mendadak selama 2 sampai 7 hari kemudian menuju suhu normal atau
lebih rendah disertai nyeri kepala, nyeri punggung, nyeri tulangdan
persendian, rasa lemah serta nyeri perut.
b.Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya jentik (purpura)perdarahan.

c.Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam (konjungtiva),


Mimisan (Epitaksis), Buang air besar dengan kotoran (Faeses) berupa lendir
bercampur darah (Melena), dan lain-lainnya.

d.Terjadi pembesaran hati (Hepatomegali).Pada permulaan dari demam


biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga
sudah teraba. Bila terjadi peningkatan dari hepatomigali dan hati teraba kenyal
harus diperhatikan kemungkinan akan terjadi renjatan pada penderita.

e.RenjatanPermulaan syok biasanya terjadi pada hari ke-3 sejak sakitnya


penderita, dimulai dengan tanda-tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab,
dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut.
Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukkan prognosis
yang buruk.
f.Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok.
g.Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke 3 -7 terjadi penurunan
trombosit dibawah 100.000 /mm3 (Trombositopeni), terjadi peningkatan nilai
Hematokrit diatas 20% dari nilai normal (Hemokonsentrasi).
h.Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual, muntah,
penurunan nafsu makan (anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang dan
sakit kepala.
i.Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi.j.Demam yang
dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal/sakit pada persendian

7. Komplikasi

Adapun komplikasi dari DHF (Hadinegoro, 2006: 23) adalah:


1. Perdarahan Disebabkan oleh perubahan vaskuler, penurunan jumlah
trombosit dankoagulopati, dan trombositopeni dihubungkan
meningkatnya megakoriositmuda dalam sel-sel tulang dan pendeknya
masa hidup trombosit. Tendensiperdarahan dapatdilihat pada uji torniquet
positif, ptekie, ekimosis, danperdarahan saluran cerna, hematemesis, dan
melena (Hadinegoro, 2006: 24).
2. Kegagalan sirkulasi DSS (Dengue Syock Syndrom) terjadi pada hari ke 2-
7 yang disebabkanoleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi
kebocoran plasma,efusi cairan serosa ke ronnga pleura dan
peritoneum, hiponatremia,hemokonsentrasi, dan hipovolemi yang
mngekaibatkan berkurangnya alranbalik vena, penurunan volume
sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi disfungsi atau penurunan
perfusi organ. DSS juga disertai kegagalanhemeostasis yang
mengakibatkan aktivitas dan integritas sistem kardiovaskular,perfusi miokard
dan curah jantung menurun, sirkulasi darah terganggu danterjadi iskemi
jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif danirreversible,
terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan meninggaldalam
wakti 12-24 jam (Hadinegoro, 2006: 25).
3. Hepatomegali Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang
dihubungkan dengannekrosis karena perdarahanyang terjadi pada lobulus
hati dan sel-sel kapiler.Terkadang tampak sel metrofil dan limphosit yang
lebih besar dan lebih banyakdikarenakan adanya reaksi atau komplek virus
antibody (Hadinegoro, 2006:15).4. Efusi PleuraTerjadi karena kebocoran
plasma yang mngekibatkan ekstrasi cairanintravaskuler sel, hal tersebut
dibuktikan dengan adanya cairan dalam ronggapleura dan adanya dipsnea
(Hadinegoro, 2006: 23)

8. Penatalaksanaan

Menurut Mubarak, (2009) Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah


sebagai berikut :
A. Tirah baring atau istirahat baring.
B .Diet makan lunak.
C .Minum banyak (2 –2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis,
sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal
yang paling penting bagi penderita DHF.
D Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali)
merupakan cairan yang paling sering digunakan.
E. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika
kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
F Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
G. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
H .Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
I .Pemberian antibiotik bila terdapat kehawatiran infeksi sekunder.
J. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum,
perubahan tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang
memburuk.

K. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.Pada kasus dengan renjatan


pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai
pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan
plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20 –30 ml/kg BB.

L. Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit


dipertahankan 12 –48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan
telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan
sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10
ml/kg BB/jam.
M.Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan
gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada
penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan
abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.
N. Pada DHF tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter
dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan
orang tua. Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila :
Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga
mengancam terjadinya dehidrasi
9. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan
usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama
orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.

2.Keluhan Utama

Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke rumah


sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.

3.Riwayat Penyakit Sekarang Didapatkan adanya keluhan panas


mendadak yang disertai menggigil dan saat demam kesadaran
composmentis.Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 sampai ke-7, dan
anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai dengan keluhan batuk,
pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala,
nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mataterasa pegal,
serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV),
melena atau hematesis.

4.Riwayat penyakit dahulu Penyakit apa saja yang pernah di derita pada
DHF, anak bisa mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang
lain. 5.Riwayat penyakit keluargaPenyakit apa saja yang pernah di derita sama
keluarga klien

6.Riwayat imunisasi Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka


kemungkinan akan timbulnya komplikasi dapat dihindari

7.Riwayat gizi Status gizi anak menderita DHF dapat bervariasi.Semua


anak dengan status gizi baik maupun buruk dapat beresiko, apabila
terdapat faktor predisposisinya.Anak yang menderita DHF sering
mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi
ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang
mencukupi, maka anak akan mengalami penurunan berat badan
sehinggastatus gizinya menjadi kurang.
8.Kondisi lingkungan Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya
dan lingkungan yang kurang bersih (seperti air yang mengenang dan
gantungan baju di kamar).

9.Pola kebiasaan

a.Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pentangan,nafsu makan


berkurang, dan nafsu makan menurun.

b.Eliminasi alvi (buang air besar). Kadang-kadang anak mengalami


diar/konstipasi. Sementara DHF pada Grade III-IV bisa terjadi melena.
c.Eliminasi urine (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering kencing,
sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
d.Tidur dan istirahat. Anak sering mrngalami kurang tidur karena mengalami
sakit/nyeriotot dan persendian sehingga kualitas dan kuantitas tidur maupun
istirahat kurang.

e.Kebersihan upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan


lingkungan cenderung terutama untuk membersihkan tempat sarang
nyamuk aedes aegypti.

f.Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk
menjaga kesehatan.

10. .Pemeriksaan Fisik

. Pemeriksaan fisik secara umum:

1)Grade I : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda vital dan


nadi lemah.

Grade II : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan spontan


petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.\

Grade III :Kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah, kecil dan tidak
teratur, serta tensi menurun.

Grade IV : Kesadaran koma, tanda-tanda vital nadi tidak teraba, tensi tidak terukur,
pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit.

2)Tanda-tanda vital (TTV)


Tekanan nadi lemah dan kecil (grade III), nadi tidak teraba (grade IV), tekanan darah
menurun ( sistolik menurun sampai 80mmHg atau kurang), suhu tinggi (diatas 37,5oC)

3)Kepala : kepala bersih, ada pembengkakan atau tidak, Kepala terasa nyeri, muka
tampak kemerahan karena demam.

4. Mata Konjungtiva anemis

5)Hidung : Hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II,III, IV.

6)Telinga tidak ada perdarahan pada telinga, simetris, bersih tidak ada serumen, tidak ada
gangguan pendengaran.

7)MulutPada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering,terjadi perdarahan gusi,


dan nyeri telan. Sementaratenggorokkan hyperemia pharing.

8)Leher : Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak mengalami pembesaran

9)Dada / thorakI : Bentuk simetris, kadang-kadangtampak sesak.Pal : Biasanya fremitus kiri


dan kanan tidak samaPer : Bunyi redup karena terdapat adanya cairan yang
tertimbun pada paruA : Adanya bunyi ronchi yang biasanya terdapat pada grade III,
dan IV.

10)AbdomenI : Abdomen tampak simetris dan adanya asites.

Pal:Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali)

Per: Terdengarredup

A: Adanya penurunan bising usus

11) Sistem integument Adanya petekia pada kulit spontan dan dengan melakukan
ujitourniquet. Turgor kuit menurun, dan muncul keringat dingin,dan lembab.
Pemeriksaan uji tourniket dilakukan denganterlebih dahulu menetapkan tekanan darah
anak. Selanjutnya diberikan tekanan antara sistolik dan diastolic pada alatukur yang
dipasang pada tangan. Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit, perhatikan
timbulnya petekie di bagian volar lenga bawah (Soedarmo,2008).

12)Genitalia Biasanya tidak ada masalah

13)Ekstremitas Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang. Pada kuku
sianosis/tida
14)Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :

 Hb dan PCV meningkat (> dari 20 %).


 Trobositopenia (< dari 100.000/ml).
 Leucopenia (mungkin normal atau lekositosis).
 Ig. D. dengue positif.
 Hasil pemeriksaan kimia darahmenunjukkan : hipoproteinemia, hipokloremia, dan
hiponatremia.
 Urium dan pH darah mungkin meningkat.
 Asidosis metabolik : pCO2< 35 –40 mmHg dan HCO3 rendah.
 SGOT / SGPT mungkin meningkat

Pemeriksaan Penunjang

a)Darah

Trombosit menurun

Hb Meningkat lebih 20 %

Ht Meningkat Lebih 20 %

Leukosit menurun pada hari ke –2 dan ke –3

Protein darah rendah

Ureum PH bias meningkat

Na dan Cl rendah

b)Rontgen thorax

c)Uji tourniket ( Positif )

10. Diagnosa Keperawatan

a. Kekurangan volume cairan ( Hipovolemia ) berhubungan denganpeningkatan


permeabilitas kapilerditandai dengan mukosa bibir kering
b.Defisit Nutrisi berhubungan dengan psikologis (keengganan untuk makan) makanan
ditandai dengan berat badan menurun

c.Resiko Perdarahan berhubungan dengan gangguaan koagulasi (penurunan trombosit)


ditandai dengan trombositopenia

d.Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengueditandai dengan suhu tubuh
diatas nilai normal

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisikditandai dengan mengeluh Lelah

11.Rencana Asuhan Keperawatan

N0 Diagnose Tujuan Intervensi


1. Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen hypovolemia Observasi :
berhubungan dengan keperawatan 1 x 24 jam Periksa tanda dan gejala hipovolemik (
kehilangan cairan aktif diharapkan hipovolemia tekanan darah menurun, membrane
ditandai dengan mukosa terpenuhi.Kriteria Hasil mukosa kering, hematocrit meningkat )
bibir kering :Status Cairan -Monitor intake dan output
 Turgor kulit Cairan
 Perasaan lemah
 Keluhan haus Terapeutik :

 Tekanan darah -Hitung kebutuhan cairan


-Berikan posisi modified trendelenburg
 Intake cairan
-Berikan asupan cairan oral
membaik
Edukasi : -Anjurkan memperbanyak
 Suhu tubuh
asupan cairan oral
-Anjurkan menghindari perubahan
posisi mendadak
Kolaborasi :-Kolaborasi pemberian
cairan IV
isotonis ( misalnya : NaCl, RL )
-Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis ( missal : glukosa 2,5%, NaCl
0,4% )
-Kolaborasi pemberian cairan koloid (
misal : albumin, plasmanate )-
Kolaborasi pemberian produk darah
2. Defisit Nutrisi Setelah dilakuan tindakan Manajemen nutrisi
berhubungan dengan keperawatan 1 x 24 jam Observasi:
psikologis (keengganan diharapkan -Identifikasi status nutrisi-Identifikasi
untuk makan) makanan ketidakseimbangan alergidan intoleransi makanan
ditandai dengan berat nutrisi kurang dari -Identifikasi makanan yang disukai
badan menurun kebutuhan tubuh -Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
terpenuhi. nutrient
Kriteria Hasil :Status -Identifikasi perlunya penggunaan
NutrisiPorsi makanan selang nasogastric
yang dihabiskan sedang -Monitor asupan makanan-Monitor berat
 Frekuensi makan badan
 Nafsu makan -Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
cukup membaik
 Mermban mukosa Terapeutik :
sedang -Lakukan oral hygiene, jika perlu
-Fasilitasi menentukan pedoman dier
( mis. Piramida makanan )
- Sajikan makanan secara menarik dan
suhu yang sesuai
-Berikan makanan tinggi serat
untuk menjegah konstipasi
-Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
-Berikan suplemen makanan, jika perlu
-Hentikan pemberian makan melalui
selang nasogatrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
-Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
Edukasi :
-Anjurkan posisi duduk jika mampu-
Anjurkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi:
-Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan ( mis. Pereda nyeri,
antiemetic ), jika perlu
-kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrisi yang dibutuhkan
3. Resiko Perdarahan Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Perdarahan
berhubungan dengan keperawatan 1 x 24 jam Observasi :-
gangguaan koagulasi diharapkan tingkat Monitor tanda dan gejala perdarahan
(penurunan trombosit) perdarahan menurun -Monitor nilai hematocrit / hemoglobin
ditandai dengan .Kriteria Hasil : sebelum dan sesudah kehilangan darah
trombositopenia  Tingkat Perdarahan -Monitor tanda dan gejala ortostatik
 Kelembapan -Monitor koagulasi ( mis. Prothrombin
membrane mukosa time (PT), Partial thromboplastin time
 Suhu tubuh (PTT), fibrinogen, deradasi fibrin
meningkat dan/atau platelet )
 Hematokrit Terapeutik :
membaik -Pertahankan bedrest selama perdarahan-
Batasi tindakan invasive, jika perlu
-Gunakan kasur pencegah decubitus
-Hindari pengukuran suhu rektal
Kolaborasi :
-Kolaborasi pemberian obat pengontrol
perdarahan, jika perlu
-Kolaborasi pemberian produk darah, jika
perlu
-Kolaborasi pemberian pelunak tinja

4. Hipertermi Setelah dilakukan tindakan  Manajemen Hipertermia


berhubungan dengan keperawatan 1 x 24 jam Observasi :
proses infeksi virus diharapkan hipertermi -Identifikasi penyebab
dengue membaik. hipertemia ( mis. Dehidrasi,
Kriteria Hasil : terpapar lingkungan panas,
 Termoregulasi penggunaan incubator )
 Menggigil -Monitor suhu tubuh-Monitor
 Kulit merah kadar elektrolit-Monitor haluan

 Kejang urine

 Pucat -Monitor komplikasi akibat


hipertermia
 Suhu tubuh
 Tekanan darah
Terapeutik :
-Sediakan lingkungan yang dingin
-Longgarkan atau lepaskan
pakaian
-Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
-Berikan cairan oral
-Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika mengalami
hyperhidrosis ( keringat
berlebihan )
-Lakukan pendinginan eksternal
( mis. Seliput hipotermia
atau kompres dingin di dahi,
leher, dada, abdomen, aksila )
-Hindari pemberian antipiretik
atau aspirin
-Berikan oksigen jika perlu

Edukasi :-Anjurkan tiring baring


Kolaborasi :-
Kolaborasi pemberian cairan
elektrolit intravena, jika perlu
5. Intoleransi aktivitas setelah dilakukan tindakan  Manajemen energi
berhubungan dengan keperawatan 1 x 24 jam Observasi :
kelemahan fisik diharapkan intoleransi -Identifikasi gangguan fungsi tubuh
aktivitas meningkat. yang mengakibatkan kelelahan
Kriteria Hasil -Monitor kelelahan fisik dan
 Toleransi aktivitas emosional
 Frekuensi nadi -Monitor pola dan jam tidur-Monitor

 Kemudahan dalam lokasi dan ketidak nyamanan selama

melakukan melakukan aktivitas

aktivitas sehari-
hari Terapeutik :
-Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus ( mis. Cahaya,
suara, kunjungan )
-Lakukan latihan rentang gerak
pasif atau aktif
-Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
–Fasilitasi duduk di sisi tempat
tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan
Edukasi :-
Anjurkan tirah baring-Anjurkan
melakukan aktivitas secara bertahap
-Anjurkan menghubungi perawatb
jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
-Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi :
-Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makana

Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh perawat


maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses penyembuhan dan
perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya disusun
dalam rencana keperawatan (Nursallam, 2011).
Evaluasi

Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :

a.Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi
dilakukan sampai dengan tujuan tercapai

b.Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini
menggunakan SOAP

Anda mungkin juga menyukai