Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn” D” DENGAN DIAGNOSA MEDIS


DHF PADA MASALAH KEPERAWATAN HIPERTERMIA DI RUANG
ICU RSUD PATUT PATUH PATJU GERUNG LOMBOK BARAT

DISUSUN OLEH:

Nama: MIMIN HULTANIA SEPTIANA


Nim: 043STYC19

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG S1

MATARAM 2022/2023

9
LEMBAR PENGESAHAN

LAMPIRAN PENGALAMAN BELAJAR PRAKTIK

MAHASISWA TINGKAT IV SEMESTER VII PRODI S1


KEPERAWATAN

DI RSUD PATUT PATUH PATJU

GERUNG LOMBOK BARAT

Waktu Pelaksanaan

4 Januari – 4 Februari 2023

Laporan pendahuluan ini telah diperiksa, disetujui, dan dievaluasi oleh


pembimbing lahan dan pembimbing pendidikan.

Hari / Tanggal :

Mengetahui:

Pembimbing Pendidikan Pembimbing Lahan

__________________________________ _______________________________

10
KONSEP DASAR

DHF

A. Pengertian DHF (Dengue Hemorrhagic Fever)


Demam Berdarah Dengue atau lebih dikenal dengan Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan
oleh virus Dengue yang masuk ke dalam tubuh melaui gigitan nyamuk
Aedes aegypti. Demam berdarah ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti
dan Aedes albopictus (Nurlaila, 2018).
DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) adalah penyakit yang disebabkan
oleh infeksi virus Dengue yang memiliki gejala klinis demam tinggi secara
mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus- menerus selama 2-7
hari, penderita merasa sakit kepala, nyeri di belakang bola mata (retro-
orbital), rasa pegal, nyeri pada otot (mialgia), nyeri sendi (arthragia),
badan terasa lesu dan lemah terdapat ruam (tampak bercak- bercak merah)
pada kulit terutama di tangan dan kaki, mual muntah, nafsu makan
menurun dan apabila kondisinya cukup parah akan terjadi tanda-tanda
pendarahan sebagai komplikasi yang berupa epistaksis, petechie,
pendarahan gusi, saluran cerna dan menoraghia (Nurarif, 2016).
Demam Berdarah Dengue atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
adalah suatu penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk genus
Aedes, terutama nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang dapat
muncul sepanjang tahun yang memiliki gejala klinis tertentu dan dapat
menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi
lingkungan, iklim, kepadatan penduduk, dan perilaku masyarakat.

B. Klasifikasi DHF
Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus Dengue, Menurut (Nurarif,
2016):
1. Derajat I : demam mendadak selama 2-7 hari disertai gejala
tidak khas dan hanya terdapat manifestasi pendarahan (uji

11
Torniquet positif).
2. Derajat II : seperti derajat 1 disertai dengan pendarahan
spontan dikulit dan pendarahan lain.
3. Derajat III : ditemukan kegagalan sirkulasi dengan adanya nadi
cepat, tekanan nadi menurun (≤ 20 mmHg(hipotensi) disertai
kulit dingin dan lembab, gelisah.
4. Derajat IV : syok berat disertai dengan nadi tidak teraba dan
tekanan darah tidak dapat diukur.

C. Etiologi DHF
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) disebabkan oleh salah satu dari
empat serotipe virus dari genus genus Flavivirus, famili Flaviridae.
Penyebab penyakit DHF adalah virus Dengue. Di Indonesia, virus tersebut
sampai saat ini telah diisolasi menjadi 4 serotipe virus Dengue yang
termasuk dalam Grup B artharopediborne viruses arboviruses, yaitu DEN-
1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Virus ini bisa masuk ke dalam tubuh
manusia dengan perantara nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia
(Herdman, 2018).

D. Manifestasi Klinis DHF


1. Demam Dengue
Merupakan penyakit demam tinggi yang berlangsung secara
mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari ditandai dengan dua
atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut :
a. Nyeri kepala
b. Nyeri di belakang bola mata (retro-orbital)
c. Nyeri pada otot (Mialgia)
d. Ruam kulit (tampak bercak-bercak merah)
e. Manifestasi pendarahan (uji tourniquet positif atau petekie)
f. Leukopenia
g. Pemeriksaan serologi Dengue positif (Ariyati, 2017).

2. Demam Berdarah Dengue

12
Menurut kriteria (WHO, 2016) Diagnosa Demam berdarah dengue
dapat ditegakkan bila semua hal dibawah ini terpenuhi, yaitu:
a. Demam tinggi antara 2-7 hari, biasanya bersifak bifasik
b. Manifestasi pendarahan :
1. Uji torniquet positif
2. Petekie (ruam), ekimosis atau pupura (lebab atau memar)
3. Pendarahan mukosa (epitaksis (pendarahan dihidung),
pendarahan gusi)
4. Hematemesis atau melena (muntah darah)
c. Trombositopenia < 100.000/ml
d. Kebocoran plasma yang ditandai dengan :
1. Peningkatan nilai hematokrit ≥ 20% dari nilai baku
sesuai umur dan jenis kelamin.
2. Penurunan nilai hematrokit ≥ 20% setelah pemberian
cairan yang adekuat.
3. Tanda kebocoran plasma seperti: hipoproteinemi, asietas
(gelisah), efusi pleura (penumpukan cairan dirongga
pleura).

3. Sindrome Syok Dengue


Seluruh kriteria DBD diatas disertai dengan tanda kegagalan
sirkulasi, yaitu:
a. Penurunan kesadaran
b. Gelisah
c. Hipotensi (tekanan darah menurun) < 20mmHg
d. Nadi cepat, lemah
e. Perfusi perifer menurun
f. Kulit dingin-lembab (Ariyati, 2017)

13
E. Patofisiologi DHF
Virus Dengue yang pertama kali masuk ke dalam tubuh manusia
melalui gigitan nyamuk aedes dan menginfeksi pertama kali dengan
memberikan gejala demam fever. Pasien akan mengalami viremia seperti
demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemia
ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada
reticuloendothelial system (RES) seperti pembesaran kelenjar getah
bening, hati dan limfa. Pada DHF yang disebabkan oleh gigitan nyamuk
aedes aegypti yang mengandung virus dengue ini masuk ke dalam tubuh,
saat bakteri dan virus tersebut masuk ke dalam tubuh kemungkinan besar
akan memproteksi virus yang masuk dengan cara memproduksi sel darah
putih lebih banyak untuk meningkatkan pertahanan tubuh melawan
infeksi. Selain itu pusat pengaturan suhu yaitu hipotalamus juga akan
berperan dalam hal hipotalamus akan meningkatkan sekresi prostglandin
yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Sehingga
terjadilah masalah hipertermi pada kasus DHF (Nugroho, 2011).
Selain itu reaksi yang berbeda tampak bila seseorang mendapatkan
infeksi berulang dengan tipe virus yang berlainan. Berdasarkan hal itu
timbulah the secondary heterologous infection atau the sequental
infection of hypothesis. Re-infeksi dalam sirkulasi mengaktifkan sistem
komplemen yang akan menyebabkan suatu reaksi anammetik antibodi,
sehingga menimbulkan kosentrasi kompleks antigen antibodi lalu
terbentuklah kompleks virus antibody yang tinggi. Terdapatnya kompleks
virus antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal sebagai berikut :
kompleks virus antibodi akan mengakibatkan sistem komplemen, yang
berakibat dilepasnya anafilatoksin C3a dan C5a. C5a menyebabkan
meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya
plasma melalui endotel dinding terjadilah renjatan. Maka timbulah
agregasi trombosit yang melepas ADP akan mengalami metamorfosis.
Trombosit yang mengalami kerusakan metamorfosis akan dimusnahkan
oleh sistem retikuloendotelial dengan akibat trombositopenia hebat dan

14
pendarahan. Pada keadaan agresif, trombosit akan melepaskan vasoskatif
(histamin dan serotonin) yang bersifat meningkatkan permeabilitas kapiler
dan melepaskan trombosit faktor III yang merangsang koagulasi
intravaskuler. Terjadinya aktivasi faktor homogen (faktor XII) dengan
akibat terjadinya pembekuan intravaskuler yang meluas. Dalam proses
aktivasi ini, plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan dalam
pembentukan anafilatoksin dan penghancuran fibrin menjadi fibrinogen
degradation product. Disamping itu aktivitas akan menggiatkan juga
system kinin yang berperan dalam proses meningginya permeabilitas
dinding pembuluh darah (Nugroho, 2011)

15
F. PATHWAY

16
G. Tempat Perkembangbiakan Nyamuk
Tempat perkembangan nyamuk adalah tempat-tempat penampungan
air di dalam atau di sekitar rumah atau tempat-tempat umum, biasanya
tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah (Marni, 2017). Jenis-jenis
perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti dikelompokkan sebagai
berikut :
1. Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari, seperti drum,
tangki, bak mandi, ember.
2. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti
tempat minum burung, perangkap semut, dan barang-barang bekas
yang dapat menampung air.
3. Tempat penampungan alamiah, seperti lubang pohon, lubang batu,
pelepah daun, dan potongan bumbu.
Berdasarkan berbagai tempat perkembangbiakan nyamuk, bak mandi
merupakan tempat penampungan air yang paling banyak mengandung
larva nyamuk aedes aegypti. Hal ini dikarenakan kamar mandi masyarakat
indonesia pada umumnya lembab, kurang sinar matahari, dan sanitasi atau
kebersihannya kurang terjaga.

H. Ciri-ciri Nyamuk Demam Berdarah


Menurut (Marni, 2017) nyamuk aedes aegypti telah lama diketahui
sebagai vektor utama dalam penyebaran penyakit DBD/DHF, adapun ciri-
cirinya adalah sebagai berikut :
1. Badan kecil berwarna hitam dengan bintik-bintik.
2. Jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter.
3. Umur nyamuk betina dapat mencapai umur 1 bulan.
4. Menghisap darah pada pagi hari sekitar pukul 09.00-10.00 dan sore
hari pukul 16:00-17:00.
5. Nyamuk betina menghisap darah untuk pematangan sel telur,
sedangkan nyamuk jantan memakan sari-sari tumbuhan.
6. Hidup di genangan air yang bersih bukan got atau comberan.

17
7. Di dalam rumah dapat hidup di bak mandi, tempayan, vas bungan dan
tempat air minum burung.
8. Diluar rumah dapat hidup di tampungan air yang ada di dalam drum,
dan ban bekas.

I. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
1. Pemeriksaan Darah lengkap
a. Haemoglobin biasanya meningkat, apabila sudah terjadi
pendarahan yang banyak dan hebat. Hb biasanya menurun.
Nilai normal : Hb 10-16 gr/dL
b. Hematokrit meningkat 20% karena darah mengental dan
terjadi kebocoran plasma.
Nilai normal : 33-38%
c. Trombosit biasanya menurun akan mengakibatkan,
Trombositopenia ≤ 100.000/ml
Nilai normal : 200.000-400.000/ml
d. Leukosit mengalami penurunan dibawah normal
Nilai normal : 9.000-12.000/ml
2. Pemeriksaan Kimia darah
Hipoproteinemia, hiponatremia (Nilai normal: 135-147 meq/l),
hipokloremia (Nilai normal: 100-106 meq/1)
3. Pemeriksaan analisa gas darah :
a. PH darah biasanya meningkat Nilai normal: 7,35-7,45
b. Dalam keadaan lanjut biasanya terjadi asidosis metabolic
mengakibatkan PCO2 menurun dari nilai normal (35-
40mmHg) dan HCO3 rendah.
c. Isolasi virus
d. Uji Serologi
e. Uji hemaglutinasi inhibisi (HI Test)
f. Uji komplemen fiksasi (CF Test)
g. Uji neutralisasi (Nt Test)

18
h. IgM ELISA
i. Pada renjatan yang berat, periksa : PCV (setiap jam), faal
hemostatis, FDP, EKG, BUN, kreatinin serum (Kozier, 2011).
4. Radiologi
Pada foto dada terdapat efusi pleura, terutama pada hemitoraks
kanan tetapi bila terjadi pembesaran plasma hebat, efusi pleura
ditemui dikedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada
sebaiknya dalam posisi lateral (Wijayaningsih, 2013).

J. Komplikasi
a. Komplikasi yang muncul pada DHF ada 6 yaitu :
b. Komplikasi susunan syaraf pusat
c. Komplikasi pada sumsum syaraf pusat dapat berbentuk konfulsi,
kaku kuduk, perubahan kesadaran dan paresis.
d. Ensefalopati
e. Komplikasi neurologi ini terjadi akibat pemberian cairan hipotonik
yang berlebihan.
f. Infeksi
g. Pneumonia, sepsis atau flebitis akibat pencermaran bakteri gram-
Negatif pada alat-alat yang digunakan pada waktu pengobatan,
misalnya pada waktu tranfusi atau pemberian infus cairan.
h. Kerusakan hati
i. Kerusakan otak
j. Renjatan (syok)
k. Syok biasa dimulai dengan tanda-tanda kegagalan sirkulasi yaitu
kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan dan jari kaki
serta sianosis disekitar mulut (Hidayat, 2014).

K. Penatalaksanaa
1. Penatalaksanna Medik DHF tanpa renjatan
a. Diberikan minum banyak (1,5-2 liter/hari)
b. Pemberian obat antipiretik golongan asetaminofen, eukinin, atau

19
dipiron untuk menurunkan panas
c. Jangan berikan asetasol karena bahaya pendarahan
d. Lakukan kompres hangat untuk menurunkan panas
e. Jika kejang, maka dapat beriluminal (antionvulsan).
f. Berika infus jka terus muntah dan hematokrit meningkat
2. Penatalaksanaan Medik DHF dengan renjatan
a. Pasang infus RL
b. Jika dengan infus tidak ada respon, maka berikan plasma
expander (20-30 m/kgBB)
c. Tranfusi darah jika Hb dan Ht turun (Ariyati, 2017).
3. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Memantau tanda-tanda vital
b. Pemeriksaan Hb, Ht, trombosit setiap 4 jam
c. Observasi intake output
d. Pada pasien DHF derajat I : pasien diistirahatkan, observasi tanda
vital tiap 3 jam, pemeriksaan Hb, Ht, trombosit tiap 4 jam, beri
(1,5-2 liter/hari), beri kompres hangat.
e. Pada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda vital, pasang
infus, pemeriksaan Hb, Ht, trombosit setiap 4 jam, perhatikan
gejala seperti nadi lemah, kecil dan cepat, tekanan darah
menurun, anuria dan sakit perut.
f. Pada pasien DHF derajat III : infus guyur, posisi sei fowler, beri
O2, pengawasan tanda vital tiap 15 menit, pasang kateter,
observasi produksi urine tiap jam periksa Hb, Ht, trombosit.
g. Pada pasien DHF dengan resiko pendarahan : observasi
pendarahan (peteckie, epistaksis, hematemesis dan melena), catat
banyak dan warna dari pendarahan, pasang NGT Pada pasien
dengan pendarahan tractus gastrointestinal.
h. Penatalaksanaan pada peningkatan suhu tubuh : observasi atau
ukur suhu tubuh secara periodic, beri banyak minum dan berikan
komres hangat (Ariyati, 2017)

20
L. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan,
nama orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
b. Keluhan Utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke
rumah sakit adalah panas tinggi dan lemah.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai
menggigil dan saat demam kesadaran composmentis. Turunnya
panas terjadi antara hari ke-3 sampai ke-7, dan semakin lemah.
Kadang-kadang disertai dengan keluhan batuk, pilek, nyeri telan,
mual, muntah, anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot
dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa
pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade
III, IV), melena atau hematesis.
d. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita pada DHF, anak bisa
mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang lain.
e. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit apa saja yang pernah di derita sama keluarga klien
f. Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan
yang kurang bersih (seperti air yang mengenang dan gantungan
baju di kamar).
g. Pola kebiasaan
1. Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pentangan, nafsu
makan berkurang, dan nafsu makan menurun.
2. Eliminasi alvi (buang air besar). Kadang-kadang mengalami
diare/konstipasi. Sementara DHF pada Grade III-IV bisa

21
terjadi melena.

3. Eliminasi urine (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering


kencing, sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada DHF grade IV
sering terjadi hematuria.
4. Tidur dan istirahat. Sering mrngalami kurang tidur karena
mengalami sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kualitas
dan kuantitas tidur maupun istirahat kurang.
5. Kebersihan upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri
dan lingkungan cenderung terutama untuk membersihkan
tempat sarang nyamuk aedes aegypti.
6. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta
upaya untuk menjaga kesehatan

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari
ujung rambut sampai jung kaki.
1) Pemeriksaan fisik secara umum:
a. Grade I: kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda
vital dan nadi lemah.
b. Grade II: kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi
lemah, kecil, dan tidak teratur.
c. Grade III: Kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi
lemah, kecil dan tidak teratur, serta tensi menurun.
d. Grade IV: Kesadaran koma, tanda-tanda vital nadi tidak teraba, tensi
tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin,
berkeringat, dan kulit.
2) Tanda-tanda vital (TTV)
Tekanan nadi lemah dan kecil (gradeIII), nadi tidak teraba (grade IV),
tekanan darah menurun ( sistolik menurun sampai 80mmHg atau
kurang), suhu tinggi (diatas 37,5oC)

22
3) Kepala : kepala bersih, ada pembengkakan atau tidak, Kepala terasa
nyeri, muka tampak kemerahan karena demam.
4) Mata Konjungtiva anemis
5) Hidung: Hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada
gradeII,III, IV
6) Telinga tidak ada perdarahan pada telinga, simetris, bersih tidak ada
serumen, tidak ada gangguan pendengaran.
7) Mulut Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi
perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokkan hyperemia
pharing.
8) Leher: Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak mengalami
pembesaran
9) Dada / thorak
I: Bentuk simetris, kadang-kadang tampak sesak.
Pal: Biasanya fremitus kiri dan kanan tidak sama
Per: Bunyi redup karena terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru
A: Adanya bunyi ronchi yang biasanya terdapat pada grade III, dan IV.
10) Abdomen
I: Abdomen tampak simetris dan adanya asites.
Pal:Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali)
Per: Terdengar redup
A: Adanya penurunan bising usus
11) Sistem integument
Adanya petekia pada kulit spontan dan dengan melakukan uji tourniquet.
Turgor kuit menurun, dan muncul keringat dingin, dan lembab.
Pemeriksaan uji tourniket dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan
tekanan darah anak. Selanjutnya diberikan 24 tekanan antara sistolik dan
diastolic pada alat ukur yang dipasang pada tangan. Setelah dilakukan
tekanan selama 5 menit, perhatikan timbulnya petekie di bagian
volarlenga bawah (Soedarmo,2008).
12) Genitalia Biasanya tidak ada masalah
13) Ekstremitas

23
Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang. Pada kuku
sianosis/tidak
14) Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
a. Hb dan PCV meningkat (> dari 20 %).
b. Trobositopenia (< dari 100.000/ml).
c. Leucopenia (mungkin normal atau lekositosis).
d. Ig. D. dengue positif.
e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan: hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hiponatremia.
f. Urium dan pH darah mungkin meningkat.
g. Asidosis metabolik : pCO2< 35 – 40 mmHg dan HCO3 rendah.
h. SGOT / SGPT mungkin meningkat.

3. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan (Hipovolemia) berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas kapiler ditandai dengan mukosa bibir kering
b. Defisit Nutrisi berhubungan dengan psikologis (keengganan untuk
makan) makanan ditandai dengan berat badan menurun
c. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif
ditandai dengan kurang informasi
d. Resiko Perdarahan berhubungan dengan gangguaan koagulasi
(penurunan trombosit) ditandai dengan trombositopenia
e. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue ditandai
dengan suhu tubuh diatas nilai normal
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai
dengan mengeluh Lelah

24
4. Intervensi

No DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


1 Hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen hipovolemia
berhubungan tindakan Observasi :
dengan keperawatan 1 x 24 1. Periksa tanda dan gejala
kehilangan jam diharapkan hipovolemik (tekanan darah
cairan aktif hipovolemia
menurun, membrane mukosa
ditandai dengan terpenuhi.
mukosa bibir Kriteria Hasil : kering, hematocrit meningkat)
kering Status Cairan 2. Monitor intake dan output cairan
1. Turgor kulit
2. Perasaan lemah Terapeutik :
3. Keluhan haus 1. Hitung kebutuhan cairan
4. Tekanan darah 2. Berikan posisi modified
5. Intake cairan trendelenburg
membaik 3. Berikan asupan cairan oral
6. Suhu tubuh
Edukasi :
1. Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
2. Anjurkan menghindari perubahan
posisi mendadak

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian cairan
IV isotonis (misalnya: NaCl,
RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan
IV hipotonis (missal: glukosa
2,5%, NaCl 0,4%)
3. Kolaborasi pemberian cairan
koloid (miosal: albumin,
plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian produk
darah

Pemantauan cairan

Observasi:
1. Monitor status hidrasi (mis.
Frekuensi nadi, kekuatan nadi,

25
akral, pengisian kapiler,
kelembaban mukosa, turgor
kulit, tekanan darah)
2. Monitor berat badan
3. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium (mis. MAP, CVP,
PAP, PCWP jika tersedia)

Terapeutik:
1. Catat intake-output dan hitung
balans cairan 24 jam
2. Berikan asupan cairan, sesuai
kebutuhan
3. Berikan cairan intravena,
jika perlu

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian diuretik,
jika perlu

2 Defisit Nutrisi Setelah dilakuan Manajemen nutrisi


berhubungan tindakan Observasi :
dengan keperawatan 1 x 24 a. Identifikasi status
psikologis jam diharapkan nutrisi
(keengganan ketidakseimbangan b. Identifikasi alergi
untuk makan) nutrisi kurang dari
dan intoleransi
makanan kebutuhan tubuh
ditandai dengan terpenuhi. makanan
berat badan Kriteria Hasil : c. Identifikasi makanan
menurun Status Nutrisi yang disukai
1. Porsi makanan d. Identifikasi
yang kebutuhan kalori dan
dihabiskan jenis nutrient
sedang e. Identifikasi perlunya
2. Frekuensi makan penggunaan selang
3. Nafsu makan nasogastric
cukup membaik f. Monitor asupan
4. Memban mukosa makanan
sedang g. Monitor berat badan
h. Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium

Terapeutik :
2. Lakukan oral hygiene, jika
perlu

26
3. Fasilitasi menentukan
pedoman dier (mis. Piramida
makanan)
4. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
5. Berikan makanan tinggi
serat untuk menjegah
konstipasi
6. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
7. Berikan suplemen makanan,
jika perlu
8. Hentikan pemberian makan
melalui selang nasogatrik
jika asupan oral dapat
ditoleransi
9. Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi

Edukasi :
1. Anjurkan posisi duduk jika
mampu
2. Anjurkan diet yang
diprogramkan

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
antiemetic ), jika perlu
2. kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan

Pemantauan nutrisi

Observasi :
1. Identifikasi factor
yang mempengaruhi asupan

27
gizi (mis. Pengetahuan,
ketersediaan makanan,
agama/kepercayaan, budaya,
mengunyah tidak adekuat,
gangguan menelan,
penggunaan obat-obatan atau
pascaoperasi )
2. Identikasi perubahan berat
badan
3. Identifikasi kelainan pada
kulit
4. Identintifikasi kelainan
eliminas ( mis. Kering, tipis,
kasar, dan mudah patah )
5. Identifikasi pola makan (mis.
Kesukaan/ketidaksukaan
makanan, konsumsi
makanan cepat saji, makan
terburu-buru )
6. Identifikasi kelainan pada
kuku ( mis. Diare, darah,
lender, dan eliminasi yang
tidak teratur )
7. Identifikasi kemampuan
menelan (mis. Fungsi motoric
wajah, reflex menelan, dan
reflex gag)
8. Identifikasi kelainan rongga
mulut ( mis. Peradangan, gusi
berdarah, bibir kering dan
retak, luka )
9. Identifikasi kelainan eliminasi
( mis. Diare, darah, lender.
Dan eliminasi yang tidak
teratur)
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor asupan oral
12. Monitor warna konjungtiva
13. Monitor hasil laboratorium
(mis. Kadar kolestrol,
albumin serum, transferrin,
kreatinin, hemoglobin,
hematocrit, dan elektrolit
darah )

28
Terapeutik :
1. Timbang berat badan
2. Ukur antropometrik
komposisi tubuh (mis.
Indeks massa tubuh,
pengukuran pinggang, dan
ukuran lipatan kulit )
3. Hitung perubahan berat badan
4. Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
5. Dokumentasi hasil
pemantauan

Edukasi:
1. Jelaskan tujuan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

3 Defisit Setelah dilakukan Edukasi


Pengetahuan tindakan Kesehatan
berhubungan keperawatan 1 x 24 Observasi :
dengan jam diharapkan 1. Identifikasi kesiapan dan
gangguan deficit pengetahuan
kemampuan menerima
fungsi kognitif meningkat.
ditandai dengan Kriteria Hasil : informasi
kurang Tingkat Pengetahuan 2. Identifikasi faktor-faktor
informasi  Kemampuan yang dapay meningkatkan
menjelaskan dan menurunkan motivasi
pengetahuan perilaku hidup bersih dan
tentang suatu sehat
topik meningkat Terapeutik :
 Pertanyaan 1. Sediakan materi dan
tentang masalah media pendidikan
yang dihadapi
kesehatan
meningkat
2. Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
3. Berikan kesempatan
untuk bertanya

Edukasi :
1. Jelaskan factor risiko yang

29
dapat mempengaruhi
kesehatan
2. Ajarkan perilaku hidup
bersih dan sehat
3. Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup
bersih dan sehat

Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan
gejala perdarahan
2. Anjurkan menggunakan
kaus kaki saat ambulasi
3. Anjurkan meningkatkan
asupan untuk menghindari
konstipasi
4. Anjurkan menghindari
aspirin atau antikoagulan
5. Anjurkan meningkatkan
asupan makanan dan
vitamin K
6. Anjurkan segera melapor
jika terjadi perdarahan

4 Resiko Setelah dilakukan Pencegahan


Perdarahan tindakan Perdarahan
berhubungan keperawatan 1 x 24 Observasi:
dengan jam diharapkan 1. Monitor tanda dan gejala
gangguaan tingkat perdarahan
perdarahan
koagulasi menurun .
(penurunan Kriteria Hasil : 2. Monitor nilai hematocrit /
trombosit) Tingkat Perdarahan hemoglobin sebelum dan
ditandai dengan  Kelembapan sesudah kehilangan darah
trombositopenia membran 3. Monitor tanda dan gejala
mukosa ortostatik
 Suhu tubuh 4. Monitor koagulasi (mis.
meningkat Prothrombin time (PT),
 Hematokrit Partial thromboplastin time
membaik (PTT), fibrinogen, deradasi
fibrin dan/atau platelet)

Terapeutik :
1. Pertahankan bedrest

30
selama perdarahan
2. Batasi tindakan invasive,
jika perlu
3. Gunakan kasur pencegah
decubitus
4. Hindari pengukuran suhu
rektal

Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan
gejala perdarahan
2. Anjurkan menggunakan
kaus kaki saat ambulasi
3. Anjurkan meningkatkan
asupan untuk menghindari
konstipasi
4. Anjurkan menghindari
aspirin atau antikoagulan
7. Anjurkan meningkatkan
asupan makanan dan
vitamin K
8. Anjurkan segera melapor
jika terjadi perdarahan

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
obat pengontrol
perdarahan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
produk darah, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian
pelunak tinja
5 Hipertermi Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia
berhubungan tindakan Observasi:
dengan proses keperawatan 1 x 24 1. Identifikasi penyebab
infeksi virus jam diharapkan
hipertemia (mis. Dehidrasi,
dengue hipertermi
membaik. terpapar lingkungan panas,
Kriteria Hasil : penggunaan incubator)
Termoregulasi 2. Monitor suhu tubuh
 Menggigil 3. Monitor kadar elektrolit
 Kulit merah 4. Monitor haluan urine
 Kejang 5. Monitor komplikasi akibat

31
 Pucat hipertermia
 Suhu tubuh
 Tekanan darah Terapeutik:
1. Sediakan lingkungan yang
dingin
2. Longgarkan atau lepaskan
pakaian
3. Basahi dan kipasi permukaan
tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika
mengalami hyperhidrosis
(keringat berlebihan)
6. Lakukan pendinginan
eksternal (mis. Seliput
hipotermia atau kompres
dingin di dahi, leher, dada,
abdomen, aksila)
7. Hindari pemberian antipiretik
atau aspirin
8. Berikan oksigen jika perlu

Edukasi :
1. Anjurkan tiring baring
Kolaborasi :
2. Kolaborasi pemberian
cairan
3. elektrolit intravena, jika
6 Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen energi
aktivitas tindakan Observasi :
berhubungan keperawatan 1 x 24 1. Identifikasi gangguan fungsi
dengan jam diharapkan tubuh yang
kelemahan fisik intoleransi aktivitas
mengakibatkan kelelahan
meningkat.
Kriteria Hasil 2. Monitor kelelahan fisik
Toleransi aktivitas dan emosional
 Frekuensi nadi 3. Monitor pola dan jam tidur
 Kemudahan 4. Monitor lokasi
dalam dan ketidaknyamanan
melakukan selama melakukan
aktivitas sehari-
aktivitas
hari

32
Terapeutik :
1. Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah stimulus
( mis. Cahaya, suara,
kunjungan )
2. Lakukan latihan rentang
gerak pasif atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan
4. Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan

Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi
perawatb jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
4. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi kelelahan

Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
Makanan

33
5. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang


dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu
pasien dalam proses penyembuhan dan perawatan serta masalah
kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam
rencana keperawatan (Nursallam, 2011).
6. Evaluasi
Menurut Nursalam, 2011, evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis
yaitu :
a. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan
dimana evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai
b. Evaluasi somatif, merupakan evaluasi akhir dimana dalam
metode evaluasi ini menggunakan SOAP.

34
DAFTAR PUSTAKA

Harmawan. 2018. Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta

Amin Huda Nurarif & Kusuma, Hardhi. 2015.

Wijayaningsih, Kartika Sari. 2017.

Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: TIM. Murwani. 2018.

Patofisiologi Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta Pangaribuan, Anggy. 2017.


<Faktor Prognosis Kematian Sindrom Syok Dengue.= 15(5).

Rampengan. 2017. Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever.

SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. SIKI DPP
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. SLKI DPP PPNI. 2019.
Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta.

WHO. 2016. Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever.

35

Anda mungkin juga menyukai