Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA ANANDA H. DENGAN DIAGNOSA DHF


DI RUANG KANTHIL RSUD BANYUMAS

LAPORAN PENDAHULUAN

Oleh :
SATRIA AL GHIFARI
1911040015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2019
1. DEFINISI
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak-anak
dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya
memburuk setelah 2 hari pertama. Dengue Hemoragic Fever (DHF) adalah penyakit
demam akut yang disebabkan oleh empat serotip virus dengue dan ditandai dengan empat
gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali dan
tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya perdarahan sebagai akibat kebocoran
plasma yang dapat menyebabkan kematian (Soegijanto, 2002)
Demam dengue / DF dan DBD atau DHF adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan nyeri
sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis
hemoragik (Sudoyo, 2010). Penyakit DBD mempunyai perjalanan penyakit yang sangat
cepat dan sering menjadi fatal karena banyak pasien yang meninggal akibat penanganan
yang terlambat. Demam berdarah dengue (DBD) disebut juga dengue hemoragic fever
(DHF), dengue fever (DF), demam dengue, dan dengue shock sindrom (DDS)
(Widoyono, 2008).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah contoh dari penyakit yang disebabkan oleh
vektor. Penyakit ini disebabkan oleh virus yang disebarkan melalui populasi manusia
yaitu oleh aedes aegypti
1. Derajat I :
Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positi,
trombositopeni dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II :
Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di bawah
kulit seperti peteki, hematoma dan perdarahan dari lain tempat.
3. Derajat III :  
Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi kegagalan
system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi dengan kulit yang
lembab, dingin dan penderita gelisah.
4. Derajat IV :
Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan manifestasi
renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak teraba

Kesimpulannya : dengue hemorogik fever atau demam berdarah dengue merupakan


deman oleh infeksi akut yang disebabkan oleh virus atau arto virus dengan melalui
gigitan nyamuk aedes dengan ditandai pelebaran permiabilitas kapiler, kelainan
nomeostasis, perdarahan dan bertendensi menyebabkan syok.

2. ETIOLOGI
1. Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus
(Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3
dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan
satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus
flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada
berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya
sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes
Albopictus. (Soedarto, 1990; 36).
2. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa
spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu
serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan
tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer
&Suprohaita; 2002)
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan
virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes
Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah
pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes
berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana – bejana yang
terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di
lubang – lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air
bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap
darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari.
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih
mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe
lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah
mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk
kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus
dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari
ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990).

3. MANIFESTASI KLINIS
Kasus DBD derajat I dan II

Pada hari ke-3, 4, dan 5 panas dianjurkan rawat inap karena penderita ini
mempunyai risiko terjadinya apabila syok.Untuk mengantisipasi kejadian syok tersebut,
penderita disarankan diinfus cairan kritaloid dengan tetesan brdasarkan 7, 5, 3.Pada saat
fase panas, penderita dianjurkan banyak minum air buah atau oralit yang biasa dipakai
untuk mengatasi diare, hematocrit yang meningkat lebih dari 20% dari harga normal
merupakan indicator adanya kebocoran plasma dan sebaiknya penderita dirawat di ruang
observasi di pusat rehidrasi selama kurun waktu 12-24 jam.

Gejala klinis utama pada DBD adalah demam dan manifestasi perdarahan baik
yang timbul secara spontan maupun setelah uji torniquet. a. Demam tinggi mendadak
yang berlangsung selama 2-7 hari b. Manifestasi perdarahan 1) Uji tourniquet positif 2)
Perdarahan spontan berbentuk peteki, purpura, ekimosis, epitaksis, perdarahan gusi,
hematemesis, melena. c. Hepatomegali d. Renjatan, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun (<20mmHg) atau nadi tak teraba, kulit dingin, dan anak gelisah

a) Demam tinggi selama 5 – 7 hari


b) Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
c) Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.
d) Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
e) Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
f) Sakit kepala.
g) Pembengkakan sekitar mata.
h) Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
i) Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah  menurun,
gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).

4. PATHOFISIOLOGI
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan viremia. Hal
tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di hipotalamus sehingga
menyebabkan (pelepasan zat) bradikinin, serotinin, trombin, Histamin) terjadinya:
peningkatan suhu. Selain itu viremia menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh
darah yang menyebabkan perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke intersisiel
yang menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia dapat terjadi akibat dari, penurunan
produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi melawan virus (Murwani, 2011). Pada
pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit seperti petekia atau
perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan adanya kehilangan kemampuan
tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis secara normal. Hal tersebut dapat
menimbulkan 9 perdarahan dan jika tidak tertangani maka akan menimbulkan syok. Masa
virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari (Soegijanto, 2006). Menurut Ngastiyah
(2005) virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aeygypty.
Pertama tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita menalami
demam, sakit kepala, mual, nyeri otot pegal pegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik
bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi
pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (hepatomegali). Kemudian virus
bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus antibodi. Dalam sirkulasi dan
akan mengativasi sistem komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan akan di lepas C3a
dan C5a dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator
kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang
mengakibtkan terjadinya pembesaran plasma ke ruang ekstraseluler. Pembesaran plasma
ke ruang eksta seluler mengakibatkan kekurangan volume plasma, terjadi hipotensi,
hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).
Hemokonsentrasi (peningatan hematokrit >20%) menunjukan atau menggambarkan
adanya kebocoran (perembesan) sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk
patokan pemberian cairan intravena (Noersalam, 2005). 10 Adanya kebocoran plasma ke
daerah ekstra vaskuler di buktikan dengan ditemukan cairan yang tertimbun dalam
rongga serosa yaitu rongga peritonium, pleura, dan pericardium yang pada otopsi
ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan
intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukan kebocoran plasma telah teratasi,
sehingga pemberian cairan intravena harus di kurangi kecepatan dan jumlahnya untuk
mencegah terjadi edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapat cairan
yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang akan mengakibatkan
kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik
berlangsung lam akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila
tidak segera diatasi dengan baik (Murwani, 2011).

5. KOMPLIKASI
Dalam penyakit DHF atau demam berdarah jika tidak segera di tangani akan
menimbulkan kompikisi adalah sebagai berikut :
1. Perdarahan
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan jumlah
trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm³ dan koagulopati, trombositopenia,
dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda dalam sumsum tulang dan
pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan terlihat pada uji tourniquet
positif, petechi, purpura, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis dan
melena.
2. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2 – 7, disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan
serosa ke rongga pleura dan peritoneum, hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan
hipovolemi yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena (venous return),
prelod, miokardium volume sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi
atau kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan. DSS juga disertai dengan
kegagalan hemostasis mengakibatkan aktivity dan integritas system kardiovaskur,
perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi
iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversibel, terjadi
kerusakan sel dan organ sehingga pasien meninggal dalam 12-24 jam.
3. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan dengan nekrosis
karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel sel kapiler. Terkadang
tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar dan lebih banyak dikarenakan adanya
reaksi atau kompleks virus antibodi.
4. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan ekstravasasi aliran
intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga
pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi dispnea, sesak napas.

6. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pada dasarnya pengoobatan pasien DHF bersifat simtomatis dan suportif
1. DHF tanpa perdarahan (renjatan)
Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi dan haus.
Pada pasien ini perlu diberi banyak minum, yaitu 1,5 sampai 2 liter dalam 24 jam.
Dapat diberikan teh manis, sirup, susu, dan bila mau lebih baik oralit. Cara
memberikan minum sedikit demi sedikit dan orang tua yang menunggu dilibatkan
dalam kegiatan ini. Jika anak tidak mau minum sesuai ang dianjurkan tidak
dibenarkan pemasangan sonde karena merangsang resiko terjadi perdarahan.
2. Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat anti piretik dan kompres dingin. Jika
terjadi kejang diberi luminal atau anti konfulsan lainnya. Luminal diberikan dengan
dosis : anak umur kurang 1 tahun 50 mg IM, anak lebih 1 tahun 75 mg. Jika 15 menit
kejang belum berhenti lminal diberikan lagi dengan dosis 3 mg/kg BB. Anak diatas 1
tahun diveri 50 mg, dan dibawah 1 tahun 30 mg, dengan memperhatikan adanya
depresi fungsi vital.
Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila :
1. Pasien terus-menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam
terjadinya dehidrasi.
2. Hematokrit yang cenderung meningkat. Hematokrit mencerminkan kebocoran
plasma dan biasanya mendahului mnculnya secara klinik perubahan fungsi vital
(hipotensi, penurunan tekanan nadi), sedangkan turunya nilai trombosit biasanya
mendahului naiknya hematokrit. Oleh karena itu, pada pasien yang diduga menderita
DHF harus diperiksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari mlai hari ke-3 sakit sampai
demam telah turun 1-2 hari. Nilai hematokrit itlah yang menentukan apabila pasien
perlu dipasang infus atau tidak.
3. DHF disertai renjatan (DSS)
Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segera sipasang infus sebagai penganti
cairan yang hilang akibat kebocoran plasma. Caiaran yang diberikan bisanya Ringer
Laktat. Jika pemberian cairan tidak ada respon diberikan plasma atau plasma
ekspander, banyaknya 20-30 ml/kgBB.
Apabila renjatan telah teratasi, nadi sudah jelas teraba, amplitudo nadi besar, tekanan
sistolik 80 mmHg /lebih, kecepatan tetesan dikurangi 10 l/kgBB/jam. Mengingat
kebocoran plasma 24-48 jam, maka pemberian infus dipertahankan sampai 1-2 hari
lagi walaupn tanda-tanda vital telah baik.. Tranfusi darah diberikan pada pasien
dengan perdarahan gastrointestinal yang berat. Kadang-kadang perdarahan
gastrointestinal berat dapat diduga apabila nilai hemoglobin dan hematokrit menutun
sedangkan perdarahanna sedikit tidak kelihatan. Dengan memperhatikan evaluasi
klinik yang telah disebut, maka engan keadaan ini dianjurka pemberian darah.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien
tersangka demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit,
jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative
disertai gambaran limfosit plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun
deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve Transcriptase
Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes
serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody
total, IgM maupun IgG.
Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :
a) Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma
biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan
meningkat.
b) Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
c) Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3
demam.
d) Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau
FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan
darah.
e) Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
f) SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.
g) Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal. Universitas
Sumatera Utara
h) Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
i) Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan diberikan
transfusi darah atau komponen darah.
j) Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue. IgM:
terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang
setelah 60-90 hari. IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari
ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
k) Uji III: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang
dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans. (WHO, 2006)

8. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi
apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua
hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus
kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula
dideteksi dengan pemeriksaan USG. (WHO, 2006)
9. PATHWAYS

Nyamuk mengandus virus dengue

Menggigit manusia

Kurang
Virus masuk aliran darah pengetahuan

Viremia

Mekanisme tubuh melawan virus masuk ke pembuluh darah otak sehingga


mempengaruhi hipotalamus

Peningkatan asam lambung Komplemen anti bodi antigen meningkat

Mual muntah Suhu tubuh meningkat

pelepasan petida
Gangguan Hipertermi
pemenuhan nutrisi pembebasan histamin
kurang dari
kebutuhan

peningkatan permeabilitas dinding

darah

kebocoran plasma plasma banyak mengumpul

pedarahan ekstraseluler pada jaringan intrasitital tubuh

Hb turun
Resti syok
Nutrisi dan O2 kejaringan menurun hipovolemik oedema

Tubuh lemas menekan syaraf c

Intoleransi Gangguan rasa


akitivitas nyaman nyeri
10. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan infeksi virus
dengue.
b) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan)
berhubungan dengan intake nutrisi tidak adekuat
c) Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan pembengkakan
jaringan akibat perdarahan
d) Resiko tinggi terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan kehilangan
cairan tubuh, perdarahan berlebihan
e) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai O2
ditandai dengan kelemahan dan kelelahan
.

11. PERENCANAAN
a) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi oleh virus
Dengue (Aziz Alimul,2006).
Tujuan: Suhu tubuh normal
Intervensi:
- Beri penjelasan tentang penyebab demam/peningkatan suhu tubuh.
- Anjurkan pasien untuk banyak minum ± 1 – 2 liter/hari.
- Berikan kompres hangat
- Kajian saat tubuhnya demam.
- Observasi vital sign setiap 3 jam.
- Kolaborasi pemberian antipiretik.
b) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan)
berhubungan dengan intake nutrisi tidak adekuat (Aziz Alimul,2006:125).
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Intervensi:
- Kajian keluhan mual, muntah, sakit menelan yang dialami pasien.
- Kaji tingkat kekurangan nutrisi.
- Observasi penurunan tonus otot.
- Timbang berat badan setiap hari bila memungkinkan.
- Beri makanan porsi kecil, tetapi sering.
- Catat jumlah porsi yang dihabiskan pasien.
- Beri makanan yang lunak dan mudah dicerna.
c) Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan pembengkakan
jaringan akibat perdarahan (Aziz Alimul,2006:125).
Tujuan: Rasa nyaman terpenuhi dengan hilangnya nyeri
Intervensi:
- Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
- Atur posisi tidur pasien senyaman mungkin.
- Observasi keadaan umum pasien
- Batasi pengunjung.
- Anjurkan pasien untuk bedrest.
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik.
d) Resiko tinggi terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan kehilangan
cairan tubuh, perdarahan berlebihan (Doenges, 2000: 466)
Tujuan: Syok hipovolemik tidak terjadi
Intervensi:
- Kaji tanda-tanda syok hipovolemik.
- Observasi vital sign setiap 4 jam.
- Monitor intake, out put cairan.
- Observasi kesadaran dan perubahan tingkah laku.
- Observasi daerah akral dan turgor kulit.
- Cek Hb, HT, trombosit.
- Kolaborasi pemberian cairan parenteral.
e) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai O2
ditandai dengan kelemahan dan kelelahan (Doenges, 2000:467)
Tujuan: Pasien dapat beraktivitas kembali
Intervensi:
- Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas
- Monitor tanda-tanda vital
- Berikan lingkungan yang tenang.
- Prioritaskan asuhan keperawatan, untuk meningkatkan istirahat.
- Berikan bantuan dalam beraktivitas.
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, R.E., Kliegman, R.M. & Arvin, A.M. 1999.Ilmu Kesehatan Anak
Nelson Volume 2Edisi 15. Jakarta: EGC.

Behrman, R.E.,& Vaughan, V.C. 1992. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC.

Chin Ling, W.Y. & Sin Hock, J.T 1993.Kedaruratan pada Anak.Jakarta: Binarupa
Aksara.

Indrawati, E. Februari, 2012.Demam Berdarah Dengue.Warta RSUD, hlm 7.


Nursalam, Susilaningrum, R. & Utami, S. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan
Anak (untuk Perawat dan Bidan). Jakarta: Salemba Medika.

Rampengan, T. H. 1993. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta: EGC.


Soedarmo, S. S. P. 1988. Demam Berdarah (Dengue) pada Anak. Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia.

Soegijanto, S. 2002. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa & Penatalaksanaan. Jakarta:


Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai