Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER

Disusun Oleh
Mawar Sekar Arum
P27220023 352

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
2023/2024
A. KONSEP DEMAM BERDARAH DENGUE
1. DEFINISI
Menurut Suriadi tahun 2013 Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit
yang disebabkan oleh virus dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui
gigitan nyamuk aedes aegypti. Pendapat lain mendefinisikan Dengue Hemorrhagic
Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus
akut yang disebabkan oleh virus dengue, ditularkan dengan gigitan nyamuk aedes
aegypti yang masuk ke dalam tubuh penderita akan muncul manifestasi klinis yaitu
demam tinggi.
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang ditandai
dengan empat gejala klinis utama yaitu demam tinggi, perdarahan, hepatomegali,
dan tanda kegagalan sirkulasi sampai timbul rejatan (sindrom rejatan dengue)
sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian (Padila,
2013). Penyakit Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau biasa disebut dengan
Demam Berdarah Dengue (DBD) menjadi suatu penyakit endemik terutama di
daerah tropis dan subtropis. Sedangkan menurut WHO tahun 2016, Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue yang ditularkan melalui nyamuk terutama Aedes aegypti dan Aedes
albopictus yang sering ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Penyakit demam
berdarah dengue ini pertama kali dilaporkan di Asia Tenggara pada tahun 1954 yaitu
di Filipina, selanjutnya menyebar keberbagai negara.

2. KLASIFIKASI
Menurut Hadinegoro dan Satari (2006), klasifikasi demam berdarah antara lain:
a. Derajat I
Adalah demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket
positif, trombositopenia dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II
Adalah derajat I disertai perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain.
c. Derajat III
adalah kegagalan sirkulasi ditandai dengan nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit
dingin dan lembab, gelisah.
d. Derajat IV
Adalah renjatan berat, denyut nadi dan tekana darah tidak dapat diukur
3. ETIOLOGI
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001), etiologi dari demam berdarah adalah
virus dengue sejenis arbovirus. Penyebaran virus dengan perantaraan nyamuk aedes
aegypti atau aedes ebopictus, biasanya nyamuk aedes aegypti yang menggigit tubuh
manusia adalah nyamuk betina, sedangkan cara kerja nyamuk aedes aegypti adalah
dengan menggigit atau menghisap darah secara berganti-ganti sehingga dalam waktu
yang tidak begitu lama banyak penderita yang terinfeksi virus dengue
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.
Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 serotipe terbanyak. Virus
dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Infeksi salah satu serotipe
akan menimbulkan antibody terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan
antibody yang terbentuk terhadap serotype lain sangat kurang, sehingga tidak dapat
memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang
yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama
hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia (Nurarif & Kusuma 2015)

4. PATOFISIOLOGI
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan
viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di
hipotalamus sehingga menyebabkan (pelepasan zat bradikinin, serotinin, trombin,
histamin) terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu viremia menyebabkan pelebaran
pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan perpindahan cairan dan plasma
dari intravascular ke intersisiel yang menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia
dapat terjadi akibat dari penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi
melawan virus (Murwani 2018).
Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit
seperti petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan adanya
kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis secara
normal. Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan jika tidak tertangani maka
akan menimbulkan syok. Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Pertama -
tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam,
sakit kepala, mual, nyeri otot pegal pegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik bintik
merah pada kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi
pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati atau hepatomegali (Murwani
2018)
Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus
antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen. Akibat aktivasi
C3 dan C5 akan di lepas C3a dan C5a dua peptida yang berdaya untuk melepaskan
histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas
dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya pembesaran plasma
ke ruang ekstraseluler. Pembesaran plasma ke ruang eksta seluler mengakibatkan
kekurangan volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia
serta efusi dan renjatan atau syok. Hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit
>20% menunjukan atau menggambarkan adanya kebocoran atau perembesan
sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena
(Murwani 2018)
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan dengan
ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium,
pleura, dan perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan
melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit
menunjukan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena
harus di kurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru dan
gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup, penderita akan
mengalami kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan
bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan
timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi
dengan baik (Murwani 2018)
5. PATHWAY

6. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Sitoris (2008), manifestasi dari demam berdarah sebagai berikut,
gejala klinis penyakit demam berdarah yang tampak menurut patokan dari WHO
tahun 1986 adalah demam tinggi yang mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari
dengan manifestasi perdarahan, termasuk uji torniket positif dan salah bentuk
perdarahan lain, yaitu petekie (bintik-bintik merah akibat perdarahan
intradermak/submukosa), purpura (perdarah di kulit), ekomosis, epistaksis (mimisan),
perdarahan gusi, hematemesis, dan melena (tinja berwarna hitam karena adanya
perdarahan.
Adanya pembesaran hati, rejatan hipovelemik yang ditandai dengan nadi
lemah dan cepat, tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang) disertai kulit
yang terasa dingin dan lembab, terutama di ujung hidung, jari kaki, dan tangan.
Penderita menjadi gelisah, timbul sianosis (warna kebiruan di kulit dan mukosa
karena hemoglobin tereduksi secara berlebihan dalam darah kapiler) di sekitar mulut
(Sitorus,2008).
Sedangkan menurut Nurarif & Kusuma tahun 2015, mengklasifikasikan
manefestasi klinis berdasarkan tingkatan / derajat DHF, yaitu:
a. Demam dengue
1) Demam akut selama 2-7 hari
2) Nyeri kepala, nyeri retro-orbital
3) Myalgia atau arthralgia
4) Manifestasi perdarahan seperti petekie atau uji bending positif
5) Leukopenia
b. Demam berdarah dengue
1) Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari
2) Uji tourniquet positif
3) Petekie, ekimosis, atau purpura
4) Trombositopenia
5) Hematemesis atau melena
c. Sindrom syok dengue
1) Penurunan kesadaran, gelisah
2) Nadi cepat, lemah
3) Hipotensi
4) Perfusi perifer menurun

7. PENATALAKSANAAN
Menurut Sitorus (2008), penatalaksanaan pasien dengan demam berdarah dibedakan
menjadi tiga yaitu:
a. Penatalaksanaan Pasien Tersangka DBD
1) Pada pasien yang diduga menderita demam berdarah, ditentukan adanya
kedaruratan atau tidak, maksud dari kedaruratan adalah tanda-tanda pre-shoch
atau shoch (renjatan), muntah secara terus- menerus, kejang, kesadaran
menurun, muntah darah, dan buang air besar berdarah, kemudian untuk suhu
dijumpai kedaruratan maka pasien harus segera dirujuk ke dokter untuk
diberikan perawatan yang intensif
2) Jika tanda-tanda kedaruratan tidak ada maka harus dilakukan tes Rumple
Lencar (Tes Torniket) untuk menegetahui kadar haemoglobin, hematokrit, dan
hitung trobosit (termasuk hitung leukosit dan hitung jenis), kemudian tes
torniket menunjukkan positif atau negatif dan trombosit rendah (kurang dari
150.000/iu), sebaiknya pasien dirawat di rumah sakit
3) Pada pasien dengan trombosit normal dan hasil tes torniket negatif, pasien
boleh pulang, tetapi dianjurkan melakukan kontrol setiap hari untuk
pemeriksaan haemoglobin, hematokrit, dan trombosit berkala sampai
demamnya turun, tetapi jika hematokrit cenderung meningkat dan sebaliknya
trombosit cenderung menurun segera rujuk pasien ke rumah sakit terdekat.
b. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Tanpa Syok
1) Berikan banyak asupan minum, larutan oralit atau jus buah, air sirup, susu
untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam,
muntah, dan diare.
2) Berikan parasetamol bila demam, jangan berikan asetosal atau ibuprofen
karena dapat merangsang terjadinya perdarahan
3) Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang
4) Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana sesuai dengan
tatalaksana syok terkompensasi
c. Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever Dengan Syok
1) Perlakukan sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secara nasal
2) Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti ringer laktat/asetan secepatnya
3) Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20
ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian
koloid 10-20 ml/kg BB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
4) Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi: berikan transfusi darah
atau komponen.
5) Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10 ml/kgBB
dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi
klinis laboratorium
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Wijayaningsih, 2017 pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penderita
DHF antara lain:
a. Pemeriksaan darah lengkap
Dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit.
Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai pada DHF merupakan
indikator terjadinya perembesan plasma.
b. Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test)
Uji serologi didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita yang terjadi
setelah infeksi. Untuk menentukan kadar antibody atau antigen didasarkan pada
manifestasi reaksi antigen-antibody
c. Uji hambatan hemaglutinasi
Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG berdasarkan
pada kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat reaksi hemaglutinasi
darah angsa oleh virus dengue yang disebut reaksi hemaglutinasi inhibitor (HI)
d. Uji ELISA anti dengue
Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination Inhibition (HI).
Dan bahkan lebih sensitive dari pada uji HI. Prinsip dari metode ini adalah
mendeteksi adanya antibody IgM dan IgG di dalam serum penderita.
e. Rontgen Thorax
pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan sebagian besar grade II) di
dapatkan efusi pleura.

9. KOMPLIKASI
Menurut Hadinegoro dan Satari, (2006), komplikasi dari demam berdarah antara lain:
a. Ensefalopati dengue
Pada umumnya ensefalopati sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan
dengan perdarahan, tetapi juga terjadi pada demam berdarah yang tidak disertai
syok, karena gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau
perdarahan dapat menjadi penyebab terjadinya enfefalopati, kemudian pada
ensefalopati dengue mengalamai penurunan kesadaran menjadi somnolen atau
apati, selain itu pada ensefalopati dengue juga dijumpai peningkatan kadar
transaminase (SGOT/SGPT), PT dan PPT memanjang, kadar gula darah turu,
alkalosis pada analisa gas darah, dan hiponatremia.
b. Kelainan Ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari
syok yang tidak teratasi dengan baik, kemudian dapat dijumpai sindrom uremik
hemolitik. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok teratasi dengan
menggantikan volume intravascular.
c. Udem Paru
Udem paru adalah komplikasi terjadi akibat pemberian cairan yang berlebihan,
jika pemberian cairan berlebihan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai
panduan yang diberikan makan tidak terjadi udema paru, tetapi pada saat terjadi
reabsorbsi dari ruang ekstravaskuler apabila cairan yang diberikan berlebihan
maka pasien akan mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak
mata, dan ditunjang dengan gambaran udem paru pada rontgen dada.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan, upaya pengumpulan data
secara lengkap dan sistematis yang diawali dengan pengumpulan data, identifikasi
dan pengkajian status kesehatan. adapun hal-hal yang perlu dikaji, antara lain:
a. Identitas pasien dan penanggung jawab
b. Keluhan Utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang kerumah sakit
adalah panas tinggi dan anak lemah.
c. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan penjelasan dari permulaan pasien merasakan keluhan sampai dibawa
ke RS. Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan
saat demam kesadaran composmetis. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan
ke-7 dan anak semakin lemah. Kadangkadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri
telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, dan
persendian, nyeri ulu hati, dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya
manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III. IV), melena atau hematemesis.
d. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF anak biasanya mengalami
serangan ulangan DHF dengan tipe virus lain.
e. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat kesehatan keluarga dihubungkan dengan kemungkinan adanya penyakit
keturunan, kecenderungan alergi dalam keluarga, serta penyakit menular akibat
kontak langsung maupun tidak langsung antar anggota keluarga. Pada DHF anak
biasanya mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus lain.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Pada derajat I II dan III biasanya klien dalam keadaan composmentis
sedangkan pada derajat IV klien mengalami penurunan kesadaran. Pada
pemeriksaan didapatkan hasil demam naik turun serta menggigil, penurunan
tekanan darah, frekuensi nadi cepat dan teraba lemah
2) Kulit/Integumen
Kulit tampak kemerahan merupakan respon fisiologis dan demam tinggi,
pada kulit tampak terdapat bintik merah (petekhie), hematom, ekmosis
(memar).
3) Kepala
Pada klien dengan DHF biasanya terdapat tanda pada ubun-ubun cekung
4) Wajah
Wajah tampak kemerahan, kemungkinan tampak bintik-bintik merah atau
ptekie
5) Mulut
Terdapat perdarahan pada gusi, mukosa tampak kering, lidah tampak kotor
6) Leher
Tidak tampak pembesaran JPV.
7) Dada
Pada pemeriksaan dada biasanya ditemui pernapasan dangkal, pada perkusi
dapat ditemukan bunyi napas cepat dan sering berat, redup karena efusi
pleura. Pada pemeriksaan jantung ditemui suara abnormal, suara jantung S1
S2 tunggal, dapat terjadi anemia karena kekurangan cairan, sianosis pada
organ tepi.
8) Abdomen
Nyeri tekan pada perut, saat dilakukan pemeriksaan dengan palpasi terdapat
pembesaran hati dan limfe
9) Anus dan genetalia
Pada pemeriksaan anus dan genetalia terkadang dapat ditemukannya
gangguan karena diare atau konstipasi, misalnya kemerahan, lesi pada kulit
sekiatar anus
10) Ekstermitas atas dan bawah
Pada umumnya pada pemeriksaan fisik penderita DHF ditemukan
ekstermitas dingin, lembab, terkadang disertai sianosis yang menunjukkan
terjadinya renjatan

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Hipertermia (D.0130) berhubungan dengan proses penyakit dibuktikan dengan
suhu tubuh diatas nilai normal.
b. Nyeri akut (D.0077) berhubungan dengan agen pencedera fisiologis dibuktikan
dengan adanya keluhan nyeri.
c. Hipovolemia (D.0023) berhubungan dengan gangguan absorbsi cairan dibuktikan
dengan mual dan muntah.
d. Risiko perdarahan (D.0012) dibuktikan dengan adanya gangguan koagulasi.
3. PERENCANAAN KEPERAWATAN

NO Diagnosa Luaran Rencana Keperawatan


1 Hipertermia (D.0130) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Hipertermia
berhubungan dengan proses diharapkan Termoregulasi membaik Observasi
penyakit dibuktikan dengan suhu dengan kriteria hasil: a. Identifikasi penyebab peningkatan suhu tubuh
tubuh diatas nilai normal. 1. Suhu tubuh membaik (5) b. Monitor suhu tubuh
2. Takikardi menurun (5) c. Monitor haluaran urine
3. Kulit merah menurun (5) Terapeutik
4. Ventilasi membaik (5) a. Berikan cairan oral
b. Sediakan lingkungan yang dingin
c. Longgarkan pakaian pasien
Edukasi
a. Anjurkan untuk tirah baring
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena
b. Kolaborasi pemberian antipietik

2 Nyeri akut (D.0077) berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri
dengan agen pencedera fisiologis diharapkan Tingkat nyeri menurun dan Observasi
dibuktikan dengan adanya keluhan kontrol nyeri meningkat dengan kriteria a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas serta intensitas
nyeri. hasil: nyeri
1. Keluhan nyeri menurun (5) b. Identifikasi faktor apa saja yang dapat mengurangi dan memperberat
2. Penggunaan analgesik menurun (5) nyeri
3. Anoreksia menurun (5) c. Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Kemampuan menggunakan teknik Terapeutik
non farmakologis meningkat (5) a. Berikan teknik non farmakologis sesuai indikasi
b. Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri
c. Fasilitasi Istirahat dan tidur
Edukasi
a. Jelaskan strategi meredakan nyeri dengan mengajarkan teknik non-
farmakologis sesuai kondisi dan kemampuan pasien
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgesik bila diperlukan

3 Hipovolemia (D.0023) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Hipovolemia


berhubungan dengan gangguan diharapkan Keseimbangan cairan Observasi
absorbsi cairan dibuktikan dengan meningkat dan status cairan membaik a. Periksa tanda dan gejala hipovolemia
mual dan muntah. dengan kriteria hasil: b. Monitor status hidrasi , intake dan output cairan
1. Asupan cairan meningkat (5) Terapeutik
2. Dehidrasi menurun (5) a. Hitung kebutuhan cairan
3. Perasaan lemah menurun (5) b. Beri asupam cairan oral
4. Asites menurun (5) Edukasi
5. Turgor kulit membaik (5) a. Anjurkan untuk memperbanyak asupan cairan oral
6. Membran mukosa membaik (5) b. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
a. Kolaboras pemberian cairan intravena dan pemberian produk darah

5 Risiko perdarahan (D.0012) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Infeksi


dibuktikan deengan adanya diharapkan Tingkat perdarahan menurun Observasi
gangguan koagulasi dengan kriteria hasil: a. Monitor Tanda tanda vital serta intake dan output cairan
1. Kelembapan kulit meningkat (5) b. Monitor kadar hematokrit dan hemoglobin serta tanda perdarahan lainnya
2. Hematokrit membaik (5) Terapeutik
3. Suhu tubuh membaik (5) a. Pertahankan bed rest selama perawatan
4. Distensi abdomen menurun (5) b. Batasi tindakan invasif
Edukasi
a. Anjurkan untuk meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian produk darah serta obat pengontrol perdarahan
4. INTERVENSI KEPERAWATAN
Menurut Dinarti (2019) implementasi merupakan pengawasan terhadap efektifitas
intervensi yang dilakukan, serta menilai perkembangan pasien terhadap pencapaian
tujuan atau hasil yang diharapkan. Pada tahap ini perawat harus melakukan tindakan
keperawatan yang ada dalam rencana keperawatan. Tindakan dan respon tersebut
dicatat dalam format tindakan keperawatan dan ditulis dalam kalimat aktif. Manfaat
dokumentasi tindakan keperawatan adalah untuk mengkomunikasikan tindakan yang
telah dilakukan terhadap pasien, serta menjadi dasar penentuan tugas perawat
selanjutnya.

5. EVALUASI
Evalusai mengharuskan perawat melakukan pemeriksaan secara kritikal dan
menyatakan respon pasien terhadap intervensi yang telah diberikan. Menurut Dinarti
(2019) evaluasi terdiri dari dua tingkat yaitu:
a. Evaluasi formatif yaitu evaluasi yang dilakukan terhadap respon yang segera
timbul setelah intervensi dilakukan. Respon yang dimaksud adalah bagaimana
reaksi pasien secara fisik, emosi, sosial dan spiritual terhadap intervensi yang
baru dilakukan.
b. Evaluasi sumatif disebut juga respon jangka panjang yaitu penilaian tehadap
perkembangan kemajuan ke arah yang tujuan atau hasil yang diharapkan.
Tujuannya adalah memberikan umpan balik rencana keperawatan, menilai apakan
tujuan dalam rencana tercapai atau tidak, menemtukan efektif atau tidaknya
tindakan yang telah diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

Hadinegoro & Satari.(2002). Demam Berdarah Dengan Naskah Lengkap Pelatihan Bagi
Pelatih Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tatalaksana
Kasus DBD. Jakarta: FK UI.
Harmawan. 2018. Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta. Jing & Ming. 2019. “Dengue
Epidemiology.” Global Health Journal 3(2): 37–45.
https://doi.org/10.1016/j.glohj.2019.06.002.
Mubarak dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Dasar. Jakarta: Salemba Medika
Murwani. 2018. Patofisiologi Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta
Nurarif, A. . dan K. H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan
Diagnosa Nanda, NIC,NOC Dalam Berbagai Kasus Edisi Revisi (Revisi). Mediaaction.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tarwoto & Wartonah. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai