Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATANp

DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF)

Oleh :
LUH PUTU WIDYANTARI
NIM. 209012533

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2020
DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF)

A. TINJAUAN KASUS
1. Pengertian
Demam dengue atau DF dan demam berdarah dengue atau DBD (dengue
hemorrhagic fever disingkat DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DHF
terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokosentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue yang
ditandai oleh renjatan atau syok (Nurarif & Kusuma, 2015).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) menular melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti. DHF merupakan penyakit berbasis vektor yang menjadi penyebab kematian
utama di banyak negara tropis. Penyakit DHF bersifat endemis, sering menyerang
masyarakat dalam bentuk wabah dan disertai dengan angka kematian yang cukup tinggi,
khususnya pada mereka yang berusia dibawah 15 tahun (Harmawan, 2017).

2. Klasifikasi
Menurut WHO, DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu (Nurarif & Kusuma, 2015):
a. Derajat I yaitu demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan dalam uji tourniquet positif, trombositopenia, himokonsentrasi.
b. Derajat II yaitu seperti derajat I, disertai dengan perdarahan spontan pada kulit atau
perdarahan di tempat lain.
c. Derajat III yaitu ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi cepat dan
lemah, tekanan darah menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi disertai
dengan sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab dan anak tampak gelisah.
d. Derajat IV yaitu syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak teratur.

3. Etiologi
Menurut Soedarto (2012), Demam Haemorrhagic Fever (DHF) disebabkan oleh :
a. Virus Dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Artropod Born Virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue
tipe 1,2,3 dan 4, keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat
dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam
gen flavirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada
berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel-sel mamalia misalnya sel
BHK (Babby Homster Kiney) maupun sel-sel Arthropoda misalnya sel aedes
Albopictuus.
b. Vektor.
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa
spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu
serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan
tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya.
4. Patofisiologi
Virus dengue yang telah masuk ke tubuh penderita akan menimbulkan viremia.
Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di hipotalamus sehingga
menyebabkan (pelepasan zat bradikinin, serotinin, trombin, histamin) terjadinya:
peningkatan suhu. Selain itu viremia menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh
darah yang menyebabkan perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke intersisiel
yang menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia dapat terjadi akibat dari penurunan
produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi melawan virus (Murwani, 2018).
Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit seperti
petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan adanya kehilangan
kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis secara normal. Hal tersebut
dapat menimbulkan perdarahan dan jika tidak tertangani maka akan menimbulkan syok.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus akan masuk ke dalam
tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Pertama-tama yang terjadi adalah viremia
yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot pegal
pegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokan
dan hal lain yang mungkin terjadi pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati
atau hepatomegali (Murwani, 2018).
Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus
antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen. Akibat aktivasi C3
dan C5 akan di lepas C3a dan C5a dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamin
dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding
kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya pembesaran plasma ke ruang
ekstraseluler. Pembesaran plasma ke ruang eksta seluler mengakibatkan kekurangan
volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan
renjatan atau syok. Hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit >20% menunjukan
atau menggambarkan adanya kebocoran atau perembesan sehingga nilai hematokrit
menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena (Murwani, 2018).
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukan
cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium, pleura, dan
perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukan
kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus di kurangi
kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru dan gagal jantung,
sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup, penderita akan mengalami
kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa
mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul
anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan
baik (Murwani, 2018).

5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada penderita DHF antara lain adalah (Nurarif & Kusuma
2015):
a. Demam dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau
lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
1) Nyeri kepala
2) Nyeri retro-orbital
3) Myalgia atau arthralgia
4) Ruam kulit
5) Manifestasi perdarahan seperti petekie atau uji bending positif
6) Leukopenia
7) Pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan DD/DBD yang sudah di
konfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
b. Demam berdarah dengue
Berdasarkan kriteria WHO (2011) diagnosis DHF ditegakkan bila semua hal
dibawah ini dipenuhi :
1) Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat bifastik
2) Manifestasi perdarahan yang berupa :
a) Uji tourniquet positif
b) Petekie, ekimosis, atau purpura
c) Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna, tempat bekas
suntikan
d) Hematemesis atau melena
3) Trombositopenia <100.00/ul
4) Kebocoran plasma yang ditandai dengan :
a) Peningkatan nilai hematokrit > 20% dari nilai baku sesuai umur dan jenis
kelamin
b) Penurunan nilai hematokrit > 20% setelah pemberian cairan yang adekuat
5) Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi pleura
c. Sindrom syok dengue
Seluruh kriteria DHF diatas disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu:
1) Penurunan kesadaran, gelisah
2) Nadi cepat, lemah
3) Hipotensi
4) Tekanan darah turun < 20 mmHg
5) Perfusi perifer menurun
6) Kulit dingin lembab

6. Pemeriksaan Penunjang/ Diagnostik


Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita DHF antara lain
adalah (Wijayaningsih, 2013) :
a. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai
pada DHF merupakan indikator terjadinya perembesan plasma.
1) Pada demam dengue terdapat leukopenia pada hari kedua atau hari ketiga.
2) Pada demam berdarah terdapat trombositopenia dan hemokonsentrasi.
3) Pada pemeriksaan kimia darah: hipoproteinemia, hipokloremia, SGPT, SGOT,
ureum dan pH darah mungkin meningkat.
b. Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test)
Uji serologi didasarkan atas timbulnya antibody pada penderita yang terjadi
setelah infeksi. Untuk menentukan kadar antibody atau antigen didasarkan pada
manifestasi reaksi antigen-antibody. Ada tiga kategori, yaitu primer, sekunder, dan
tersier. Reaksi primer merupakan reaksi tahap awal yang dapat berlanjut menjadi
reaksi sekunder atau tersier. Yang mana tidak dapat dilihat dan berlangsung sangat
cepat, visualisasi biasanya dilakukan dengan memberi label antibody atau antigen
dengan flouresens, radioaktif, atau enzimatik. Reaksi sekunder merupakan lanjutan
dari reaksi primer dengan manifestasi yang dapat dilihat secara in vitro seperti
prestipitasi, flokulasi, dan aglutinasi. Reaksi tersier merupakan lanjutan reaksi
sekunder dengan bentuk lain yang bermanifestasi dengan gejala klinik.
c. Uji hambatan hemaglutinasi
Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG berdasarkan
pada kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat reaksi hemaglutinasi
darah angsa oleh virus dengue yang disebut reaksi hemaglutinasi inhibitor (HI).
d. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue.
Menggunakan metode plague reduction neutralization test (PRNT). Plaque adalah
daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas yang jelas akan dilihat terhadap sel di
sekitar yang tidak terkena infeksi.
e. Uji ELISA anti dengue
Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination Inhibition
(HI). Dan bahkan lebih sensitive dari pada uji HI. Prinsip dari metode ini adalah
mendeteksi adanya antibody IgM dan IgG di dalam serum penderita.
f. Rontgen Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan sebagian besar grade
II) didapatkan efusi pleura.
7. Penatalaksanaan Medis
Dasar pelaksanaan penderita DHF adalah pengganti cairan yang hilang sebagai
akibat dari kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan peninggian permeabilitas
sehingga mengakibatkan kebocoran plasma. Selain itu, perlu juga diberikan obat
penurun panas (Rampengan & Laurentz, 2007). Penatalaksanaan DHF yaitu :
a. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Tanpa Syok
Penatalaksanaan disesuaikan dengan gambaran klinis maupun fase, dan untuk
diagnosis DHF pada derajat I dan II menunjukkan bahwa anak mengalami DHF
tanpa syok sedangkan pada derajat III dan derajat IV maka anak mengalami DHF
disertai dengan syok. Tatalaksana untuk anak yang dirawat di rumah sakit meliputi:
1) Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air sirup, susu untuk
mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam, muntah, dan
diare.
2) Berikan parasetamol bila demam, jangan berikan asetosal atau ibuprofen karena
dapat merangsang terjadinya perdarahan.
3) Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
a) Berikan hanya larutan isotonik seperti ringer laktat atau asetat.
b) Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium
(hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam.
c) Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan jumlah
cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena biasanya
hanya memerlukan waktu 24-48 jam sejak kebocoran pembuluh kapiler
spontan setelah pemberian cairan.
d) Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan tatalaksana sesuai dengan
tatalaksana syok terkompensasi.
b. Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever Dengan Syok
Penatalaksanaan DHF menurut WHO (2011), meliputi:
1) Perlakukan sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secara nasal.
2) Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti ringer laktat/asetan secepatnya.
3) Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20
ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian koloid
10-20 ml/kg BB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
4) Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi: berikan transfusi darah atau
komponen.
5) Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10 ml/kgBB
dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi klinis
laboratorium.
6) Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36- 48 jam. Perlu
diingat banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu banyak dari
pada pemberian yang terlalu sedikit.

8. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami demam berdarah dengue yaitu
perdarahan massif dan dengue shock syndrome (DSS) atau sindrom syok dengue (SSD).
Syok sering terjadi pada anak berusia kurang dari 10 tahun. Syok ditandai dengan nadi
yang lemah dan cepat sampai tidak teraba, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg
atau sampai nol, tekanan darah menurun dibawah 80 mmHg atau sampai nol, terjadi
penurunan kesadaran, sianosis di sekitar mulut dan kulit ujung jari, hidung, telinga, dan
kaki teraba dingin dan lembab, pucat dan oliguria atau anuria (Pangaribuan,
Prawirohartono, & Laksanawati, 2016).
9. WOC
B. TINJAUAN ASKEP
1. Pengkajian
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan
hal yang penting dilakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun
selama pasien dirawat di rumah sakit (Widyorini, dkk., 2017).
a. Identitas Pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia
kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
b. Keluhan Utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke rumah sakit
adalah panas tinggi dan anak lemah.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan saat
demam kesadaran composmentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 sampai ke-
7, dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai dengan keluhan batuk, pilek,
nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan
persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya
manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematesis.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita pada DHF, anak bisa mengalami
serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang lain.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit apa saja yang pernah diderita sama keluarga klien
f. Riwayat Imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan
timbulnya komplikasi dapat dihindari.
g. Riwayat Gizi
Status gizi anak menderita DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status
gizi baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya.
Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu
makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan
nutrisi yang mencukupi, maka anak akan mengalami penurunan berat badan
sehingga status gizinya menjadi kurang.
h. Kondisi Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang
bersih (seperti air yang mengenang dan gantungan baju di kamar).
i. Pola Kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pentangan, nafsu makan berkurang,
dan nafsu makan menurun.
2) Eliminasi alvi (buang air besar). Kadang-kadang anak mengalami
diare/konstipasi. Sementara DHF pada Grade III-IV bisa terjadi melena.
3) Eliminasi urine (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering kencing,
sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
4) Tidur dan istirahat. Anak sering mrngalami kurang tidur karena mengalami
sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan kuantitas tidur maupun
istirahat kurang.
5) Kebersihan upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes aegypti.
6) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk menjaga
kesehatan.
j. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung
rambut sampai jung kaki. Pemeriksaan fisik secara umum:
1) Grade I : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda vital dan
nadi lemah.
Grade II : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan
spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak
teratur.
Grade III : Kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah, kecil
dan tidak teratur, serta tensi menurun.
Grade IV : Kesadaran koma, tanda-tanda vital nadi tidak teraba, tensi tidak
terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit.
2) Tanda-tanda vital (TTV) : tekanan nadi lemah dan kecil (grade III), nadi tidak
teraba (grade IV), tekanan darah menurun (sistolik menurun sampai 80mmHg
atau kurang), suhu tinggi (diatas 37,5oC).
3) Kepala : kepala bersih, ada pembengkakan atau tidak, Kepala terasa nyeri, muka
tampak kemerahan karena demam.
4) Mata : konjungtiva anemis.
5) Hidung : hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II, III,
IV.
6) Telinga : tidak ada perdarahan pada telinga, simetris, bersih tidak ada serumen,
tidak ada gangguan pendengaran.
7) Mulut : pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan
gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokkan hyperemia pharing.
8) Leher : kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak mengalami pembesaran.
9) Dada / thorak
Inspeksi : Bentuk simetris, kadang-kadang tampak sesak.
Palpasi : Biasanya fremitus kiri dan kanan tidak sama.
Perkusi : Bunyi redup karena terdapat adanya cairan yang tertimbun
pada paru.
Auskultasi : Adanya bunyi ronchi yang biasanya terdapat pada grade III, dan
IV.
10) Abdomen
Inspeksi : Abdomen tampak simetris dan adanya asites.
Auskultasi : Adanya penurunan bising usus.
Palpasi : Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali).
Perkusi : Terdengar redup.
11) Sistem Integument
Adanya petekia pada kulit spontan dan dengan melakukan uji tourniquet.
Turgor kuit menurun, dan muncul keringat dingin, dan lembab. Pemeriksaan uji
tourniket dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan darah anak.
Selanjutnya diberikan 24 tekanan antara sistolik dan diastolic pada alat ukur yang
dipasang pada tangan. Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit, perhatikan
timbulnya petekie di bagian volarlenga bawah (Soedarmo, et al., 2008).
12) Genitalia : biasanya tidak ada masalah.
13) Ekstremitas : akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang. Pada kuku
sianosis/tidak.
14) Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
a) Hb dan PCV meningkat (> dari 20 %).
b) Trobositopenia (< dari 100.000/ml).
c) Leucopenia (mungkin normal atau lekositosis).
d) Ig. D dengue positif.
e) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hiponatremia.
f) Urium dan pH darah mungkin meningkat.
g) Asidosis metabolik : pCO2< 35 – 40 mmHg dan HCO3 rendah.
h) SGOT / SGPT mungkin meningkat.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik berlangsung
aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi
respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan. Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus DHF yaitu (Erdin,
2018) (SDKI DPP PPNI, 2017) :
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas.
b. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh diatas
nilai normal.
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan pasien
mengeluh nyeri.
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan untuk makan).
e. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler ditandai
dengan kebocoran plasma darah.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
g. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
h. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional.
i. Risiko perdarahan ditandai dengan koagulasi (trombositopenia).
j. Risiko syok ditandai dengan kekurangan volume cairan.
3. Perencanaan
a. Prioritas Masalah
1) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas.
2) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh
diatas nilai normal.
3) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan
pasien mengeluh nyeri.
4) Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan untuk makan).
5) Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler ditandai
dengan kebocoran plasma darah.
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
7) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
8) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional.
9) Risiko perdarahan ditandai dengan koagulasi (trombositopenia).
10) Risiko syok ditandai dengan kekurangan volume cairan.
b. Rencana Perawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat
yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan (SIKI DPP PPNI, 2018) (SLKI DPP PPNI, 2019).
1) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
Tujuan : Mempertahankan pola pernafasan normal/efektif.
Kriteria Hasil :
a) Kapasitas vital meningkat.
b) Dispneu menurun.
c) Frekuensi napas membaik.
Intervensi :
Observasi
a) Monitor pola napas (frekuensi, usaha napas).
Rasional : Mengetahui tanda dan gejala awal pola nafas tidak efektif
b) Monitor bunyi napas tambahan (mis, gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
basah).
Rasional : Mengetahui adanya sumbatan pada jalan nafas dan perkembangan
status kesehatan pasien
c) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma).
Rasional : Mengetahui produksi sputum yang dihasilkan dan untuk
menegakkan diagnose.
Terapeutik
d) Posisikan semi fowler atau fowler.
Rasional : Memberikan posisi yang nyaman untuk pasien, mengurangi sesak
nafas.
e) Berikan minum hangat.
Rasional : Membantu mengencerkan produksi sputum.
f) Berikan oksigen, jika perlu.
Rasional : Memberikan tambahan oksigen dan mengurangi perburukan
keadaan.
Edukasi
g) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi.
Rasional : Mencukupi jumlah kebutuhan cairan klien untuk mencegah
dehidrasi
Kolaborasi
h) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
Rasional : . Mengencerkan sputum sehingga melancarkan saluran pernafasan.
2) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.
Tujuan : Suhu tubuh agar tetap berada pada rentang normal Kriteria Hasil :
a) Menggigil menurun.
b) Kulit merah menurun.
c) Suhu tubuh membaik.
d) Tekanan darah membaik.
Intervensi :
Observasi
a) Identifikasi penyebab hipertermia (mis. dehidrasi, terpapar
lingkungan panas, penggunaan incubator).
Rasional : Untuk mengetahui penyebab hipertermi.
b) Monitor suhu tubuh.
Rasional : Untuk memantau keadaan suhu tubuh pasien.
c) Monitor kadar elektrolit.
Rasional : Elektrolit sebagai indikator keadaan status cairan dalam tubuh.
d) Monitor haluaran urine.
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan dan tingkatan dehidrasi.
Terapeutik
e) Sediakan lingkungan yang dingin.
Rasional : Irigasi pendingin dan pemajanan permukaan kulit ke udara
mungkin dibutuhkan untuk menurunkan suhu.
f) Longgarkan atau lepaskan pakaian.
Rasional : Mendorong kehilangan panas melalui konduksi dan konveksi.
g) Basahi dan kipasi permukaan tubuh.
Rasional : Mempercepat dalam penurunan produksi panas.
h) Berikan cairan oral.
Rasional : Untuk mencegah terjadinya hidrasi yang akan menyebabkan
peningkatan suhu tubuh.
i) Lakukan pendinginan eksternal (mis, kompres dingin pada dahi, leher, dada,
abdomen, aksila).
Rasional : Untuk membantu menurunkan suhu tubuh.
j) Hindari pemberian antipiretik atau aspirin.
Rasional : Meningkatkan resiko perdarahan.

k) Berikan oksigen, jika perlu.


Rasional : Memberikan tambahan oksigen dan mengurangi perburukan
keadaan.
Edukasi
l) Anjurkan tirah baring.
Rasional : Aktivitas yang tinggi dapat meningkatkan suhu tubuh anak dengan
demam.
Kolaborasi
m) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu.
Rasional : Untuk menggantikan kehilangan cairan.

3) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.


Tujuan : Diharapkan nyeri yang dirasakan klien berkurang.
Kriteria Hasil :
a) Keluhan nyeri menurun.
b) Meringis menurun.
c) Gelisah menurun.
d) Pola napas membaik
Intervensi :
Observasi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
Rasional : Mempengaruhi pilihan / pengawasan keefektifan intervensi.
b) Identifikasi skala nyeri.
Rasional : Untuk mengetahui berat nyeri yang dialami pasien.
c) Identifikasi respons nyeri nonverbal.
Rasional : Tingkat ansietas dapat mempengaruhi persepsi/reaksi terhadap
nyeri.
d) Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri.
Rasional : Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut maka perawat dapat
melakukan intervensi yang sesuai dengan masalah klien.
Terapeutik
e) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis, terapi
musik, kompres hangat/dingin, terapi bermain).
Rasional : Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan kontrol dan
meningkatkan harga diri dan kemampuan koping
f) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis, suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan).
Rasional : Memberikan ketenangan kepada pasien sehingga nyeri tidak
bertambah.
g) Fasilitasi istirahat dan tidur.
Rasional : Dapat membantu meningkatkan istirahat dan tidur.
Edukasi
h) Jelaskan strategi meredakan nyeri.
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan pasien.
i) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
Rasional : Mengetahui perkembangan nyeri.
j) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan pasien.
Kolaborasi
k) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.
Rasional : Analgetik dapat mengurangi pengikatan mediator kimiawi nyeri
pada reseptor nyeri sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.

4) Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan untuk makan).


Tujuan : Anoreksia dan kebutuhan nutrisi dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
a) Porsi makanan yang dihabiskan meningkat.
b) Frekuensi makan membaik.
c) Nafsu makan membaik
Intervensi :
Observasi
a) Identifikasi status nutrisi.
Rasional : Membantu mengkaji keadaan pasien.
b) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan.
Rasional : Menentukan makanan yang cocok untuk pasien.
c) Identifikasi makanan yang disukai.
Rasional : Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam
perencanaan makan, maka dapat meningkatkan nafsu makan pasien.
d) Monitor asupan makan.
Rasional : Mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi hingga dapat
ditetapkan intervensi selanjutnya.
e) Monitor berat badan.
Rasional : Untuk mengetahui status gizi pasien.
f) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium.
Rasional : Monitor status nutrisi.
Terapeutik
g) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein.
Rasional : Makanan yang tinggi kalori dibutuhkan untuk sumber energi,
sedangkan makanan yang tinggi protein berfungsi untuk mengganti sel-sel
tubuh yang telah rusak.
h) Berikan suplemen makanan, jika perlu.
Rasional : Membantu memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
Edukasi
i) Anjurkan posisi duduk, jika mampu.
Rasional : Mencegah terjadinya refluks isi lambung.
j) Ajarkan diet yang diprogramkan.
Rasional : Memenuhi kebutuhan asupan nutisi sesuai dengan kebutuhan.
Kolaborasi
k) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis, Pereda nyeri,
antimietik), jika perlu.
Rasional : Mengurangi perasaan tidak nyaman saat makan.
l) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu.
Rasional : Diet sesuai dengan kebutuhan nutrisi pasien.

5) Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler.


Tujuan : Gangguan volume cairan tubuh dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
a) Turgor kulit meningkat.
b) Output urine meningkat.
c) Tekanan darah dan nadi membaik.
d) Kadar Hb membaik.
Intervensi :
Observasi
a) Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis, frekuensi nadi meningkat, nadi
terasa lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit
menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit
meningkat, haus lemah).
Rasional : Mengetahui adanya tanda-tanda dehidrasi dan mecegah syok
hipovolemik.
b) Monitor intake dan output cairan.
Rasional : Membantu dalam menganalisa keseimbangan cairan dan derajat
kekurangan cairan.
Terapeutik
c) Berikan asupan cairan oral.
Rasional : Mengganti kehilangan cairan.
Edukasi
d) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral.
Rasional : Memenuhi dan mempertahankan kebutuhan cairan tubuh.
Kolaborasi
e) Kolaborasi pemberian cairan IV sesuai program.
Rasional : Untuk memberikan hidrasi cairan tubuh secara parenteral.
f) Kolaborasi pemberian produk darah.
Rasional : Tubuh tidak kekurangan pasokan darah sehingga terjadi penurunan
trombosit.

6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.


Tujuan : Aktivitas sehari-hari klien kembali normal.
Kriteria Hasil :
a) Frekuensi nadi meningkat.
b) Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat.
c) Frekuensi napas membaik.
Intervensi :
Observasi
a) Monitor kelelahan fisik dan emosional.
Rasional : Untuk mengetahui status kelelahan klien dan tingkat emosi.
b) Monitor pola dan jam tidur.
Rasional : memantau pola tidur klien agar tidak terjadi kelelahan.
Terapeutik
c) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis, cahaya, suara,
kunjungan).
Rasional : Meningkatkan kenyamanan istirahat serta dukungan
fisiologis/psikologis.
d) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan klien saat melakukan aktivitas secara
bertahap.
Edukasi
e) Anjurkan tirah baring.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan istirahat serta dukungan
fisiologis/psikologis.
f) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap.
Rasional : Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, mencegah
terjadinya kontraktur.
g) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang.
Rasional : Segera mendapatkan intervensi lebih lanjut.
Kolaborasi
h) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan.
Rasional : Mempercepat proses penyembuhan.

7) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.


Tujuan : Pengetahuan klien/keluarga bertambah.
Kriteria Hasil :
a) Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik meningkat.
b) Perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat.
c) Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun
Intervensi :
Observasi
a) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi.
Rasional : Memahami kemampuan pasien dalam menerima
informasi.
Edukasi
b) Jelaskan factor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan.
Rasional : Klien/keluarga mengetahui factor risiko yang dapat mempengaruhi
kesehatan.
c) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat.
Rasional : Meningkatkan kualitas kesehatan dan mecegah timbulnya masalah
kesehatan.
d) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup
bersih dan sehat.
Rasional : Memotivasi dalam meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat.

8) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional.


Tujuan : Rasa cemas klien akan berkurang/hilang.
Kriteria Hasil :
a) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun.
b) Perilaku gelisah menurun.
c) Konsentrasi membaik
Intervensi :
Observasi
a) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal).
Rasional : Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien
sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
Terapeutik
b) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan.
Rasional : Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga
pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
c) Dengarkan dengan penuh perhatian.
Rasional : Dapat meringankan beban pikiran pasien.
d) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.
Rasional : Menumbuhkan sikap/rasa saling percaya antar perawat-pasien.
Edukasi
e) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien.
Rasional : Klien dapat merasa masih ada orang yang memperhatikannya.
f) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi.
Rasional : Untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, kecemasan yang
dirasakan klien.
Kolaborasi
g) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu.
Rasional : Mengurangi kecemasan.

9) Risiko perdarahan ditandai dengan koagulasi (trombositopenia).


Tujuan : Perdarahan tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
a) Kelembapan kulit meningkat.
b) Hemoglobin membaik.
c) Hematokrit membaik.
Intervensi :
Observasi
- Monitor tanda dan gejala perdarahan.
Rasional : Agar tidak terjadi perdarahan.
- Monitor nilai hamatokrit atau hemoglobin sebelum dan setelah kehilangan
darah.
Rasional : Untuk mengetahui nilai Hb dan Ht sesuai dengan nilai normal.
- Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : Mengetahui keadaan umum pasien.
Terapeutik
- Pertahankan bed rest selama perdarahan.
Rasional : Aktivitas yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan.
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala perdarahan.
Rasional : Klien mengetahui dan mampu mengidentifikasi tanda dan gejala
perdarahan secara mandiri.
- Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K.
Rasional : Membantu proses pembekuan darah.
- Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan.
Rasional : Agar segera mendapatkan pertolongan oleh tenaga medis.
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu.
Rasional : Mencegah perburukan kondisi perdarahan.
- Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu.
Rasional : Tubuh tidak kekurangan pasokan darah sehingga terjadi penurunan
trombosit.

10) Risiko syok ditandai dengan kekurangan volume cairan.


Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik.
Kriteria Hasil :
a) Tingkat kesadaran meningkat.
b) Tekanan darah, frekuensi nadi dan napas membaik.
Intervensi :
Observasi
a) Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi
napas, TD).
Rasional : Mengetahui keadaan umum pasien.
b) Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT).
Rasional : Untuk mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk
mengatur keseimbangan cairan.
c) Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil.
Rasional : Mengetahui status kesadaran pasien.
Terapeutik
d) Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%.
Rasional : Untuk mencegah dan memperbaiki hipoksia jaringan.
Edukasi
e) Jelaskan penyebab atau faktor risiko syok.
Rasional : Klien mengetahui penyebab atau faktor risiko terjadinya syok.
f) Anjurkan melapor jika menemukan atau merasakan tanda dan gejala awal
syok.
Rasional : Agar segera mendapatkan pertolongan oleh tenaga medis.
Kolaborasi
g) Kolaborasi pemberian IV, jika perlu.
Rasional : Untuk memberikan hidrasi cairan tubuh secara parenteral.
h) Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu.
Rasional : Tubuh tidak kekurangan pasokan darah sehingga terjadi penurunan
trombosit.

4. Implementasi
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan yang
telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu klien untuk
mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respons yang ditimbulkan oleh
masalah keperawatan dan kesehatan (Ali & SKM, 2016).

5. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa
jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses
menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian,
diagnosa, perencanaan, tindakan dan evaluasi (Ali & SKM, 2016). Evaluasi merupakan
tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan keperawatan yang telah
dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu masalah.
Menurut Nursalam (2011), evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :
a. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi
dilakukan sampai dengan tujuan tercapai.
b. Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini
menggunakan SOAP.
Hasil evaluasi yang diharapkan dari pasien dengan DHF antara lain :
a. Mempertahankan pola pernafasan normal/efektif.
b. Suhu tubuh agar tetap berada pada rentang normal.
c. Diharapkan nyeri yang dirasakan klien berkurang.
d. Anoreksia dan kebutuhan nutrisi dapat teratasi.
e. Gangguan volume cairan tubuh dapat teratasi.
f. Aktivitas sehari-hari klien kembali normal.
g. Pengetahuan klien/keluarga bertambah.
h. Rasa cemas klien akan berkurang/hilang.
i. Perdarahan tidak terjadi.
j. Tidak terjadi syok hipovolemik.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, H. Z., & SKM, M. M. (2016). Dasar -Dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC.
Erdin. (2018). Pathway Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.
Harmawan, D. (2017). Hubungan Karakteristik Klien Demam Berdarah Dengue (DBD)
dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Wilayah Kerja Puskesmas I
Purwokerto Timur Kabupaten Banyumas (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Purwokerto).
Murwani. (2018). Kasus Hipertermi pada DHF. 6-27.
Nurarif, A.H. & Kusuma, H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
Nursalam. (2011). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalan Praktek Keperawatan
Profesional edisi.3. Jakarta: Salemba Medika.
Pangaribuan, A., Prawirohartono, E. P., & Laksanawati, I. S. (2016). Faktor Prognosis
Kematian Sindrom Syok Dengue. Sari Pediatri, 15(5), 332-40.
PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Rampengan T.H & Laurentz I.R. (2007). Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Jakarta: EGC.
Soedarmo, et al. (2008). Buku Ajar : Infeksi dan Pediatri Tropis, edisi 2, Jakarta : IDAI.
Soedarto. (2012). Demam Berdarah Dengue/Dengue Haemorrhagic Fever. Jakarta: Sagung
Seto.
Widyorini, P., Shafrin, K. A., Wahyuningsih, N. E., & Murwani, R. (2017). Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) Cases in Semarang City are Related to Air Temperature,
Humidity, and Rainfall. Advanced Science Letters, 23(4), 3283-3287.
Wijayaningsih, K. S. (2013). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: CV. Trans Info Media.
World Health Organization (WHO). (2011). Comprehensive Guidelines for Prevention and
Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. India: WHO Press Regional
South-East Asia.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. N
DENGAN DHF
DI RUANG ABIMANYU

A. PENGKAJIAN
1. Data Umum
Identitas Klien
Nama ( Initial) : Tn. N
Umur : 23 tahun
Agama : Hindu
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Marital : Belum menikah
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Mahasiswa
Suku Bangsa : Bali, Indonesia
Alamat : Kutri, Singapadu
Tanggal Masuk : 20 April 2021
Tanggal Pengkajian : 21 April 2021
No. Register : 696960
Diagnosa Medis : DHF grade I

Identitas Penanggung Jawab


Nama (Initial) : Ny. N
Umur : 47 tahun
Hub. Dengan Klien : Ibu
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Kutri, Singapadu

2. Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama
Pasien mengeluh badan terasa panas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang di antar oleh orang tua ke UGD RSUD Sanjiwani tanggal 20 April 2021
dengan keluhan panas sejak 4 hari yang lalu, lemas (+) pusing (+) mual (+),sesak (-). Saat
dirumah diberikan oabat paracetamol 500mg 3x1. Dilakukan pemeriksaan di UGD di dapat
hasil k/u baik kes CM, TD :110/80 mmHg N :87x/mnt RR :20x/mnt S : 37,5 0c SpO2 : 98%
ptechie (+). Hasil Lab DL : PLT 50 10^3/uL, diberikan terapi IVFD RL 100 tpm 1 jam, 50
tpm 1 jam, 30 tpm maintenance, paracetamol 3x1 fl iv, ranitidin 2x1 amp iv, diagnosa
medis : DBD grade I

Riwayat Kesehatan Dahulu


Pasien mengatakan tidak pernah di rawat di rumah sakit sebelumnya karena mengalami
penyakit yang sama dan penyakit menular.

Riwayat Kesehatan Keluarga


Pasien mengatakan di dalam keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit keturunan
seperti, hipertensi, diabetes dan penyakit menular seperti TBC.
Genogram :

Tn.N

Riwayat Sosiokultural
Tn. N berumur 23 tahun merupakan anak pertama dari 3 bersaudara, dua adik Tn N adalah
perempuan dan masih hidup. TN. Tinggal bersama kedua orang tua dan 2 saudara
perempuannya. Kakek dan nenek dari keluarga ayah masih lengkap, dari keluarga ibu
kakek tn. Sudah meninggal. Tn. N memiliki hubungan yang dekat dengan ayah dan ibu bila
terdjadi masalah Tn N akan menceritakan masalah tersebut kepada kedua orang tuanya.
3. Pola Fungsi Kesehatan Gordon
a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Paien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit keturunan atau alergi serta menjaga
kesehatan dengan rutin berolahraga. Pasien mengatakan saat ini ingin cepat sembuh dan
dapat melakukan aktivitas seperti biasa.
b. Pola Nutrisi-Metabolik
Sebelum sakit : pasien mengatakan makan 3 kali sehari habis 1 porsi nasi lauk sayur dan
terkadang buah. Di sertai dengan beberapa cemilan. Minum 1500 sampai 2000ml
Saat sakit : pasien mengatakan terkadang mengalami mual dan sedikit pahit di lidah
namun tidak begitu menggganggu, pasien mengatakan masih bisa makan seperti biasa.
Makanan yang diberikan di rumah sakit habis. Minum kurang lebih 1500-2000ml
c. Pola Eleminasi
Sebelum sakit : pasien mengatakan sebelum sakit BAK kurang lebih 4-5 kali sehari.
BAB terkadang 2 hari sekali
Saat sakit : pasien mengatakan belum dapat BAB sejak masuk rumah sakit, BAK 6-8
kali
d. Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelum sakit : pasien mengatakan biasa melakukan aktivitas secara mandiri, serta rutin
berolahraga
Saat sakit : pasien mengatakan beberapa aktivitas dibantu oleh keluarga, karena tangan
terpasang infus dan terkadang merasa lemas.
e. Pola koqnitif dan Persepsi
Sebelum dan saat sakit pasien tidak mengalami masalah dalam fungsi kognitif berpikir
serta sistem indra.
f. Pola Persepsi-Konsep diri
Pasien mengatakan mengetahui penyakit yang di alami saat ini adalah karena infeksi
virus dan memerlukan istirahat penuh agar cepat pulih dan tidak memperburuk kondidi
saat ini.
g. Pola Tidur dan Istirahat
Sebelum sakit : pasien mengatakan biasa tidur 7 atau 8 jam sehari, tidur malam dan
terkadang tidur siang.
Saat sakit : pasien mengatakan agak sulit tidur dengan lelap di ruang rawat karena
suasana yang baru dan juga karena ada pasien lain. Pasien tidur 8-9 jam
h. Pola Peran-Hubungan
Pasien mengatakan merupakan anak pertama
i. Pola Seksual-Reproduksi
Pasien sudah mengalami akil balik
j. Pola Toleransi Stress-Koping
Pasien memahami sakitnya saat ini dan mampu mengendalikan emosi yang di alami
akibat penyakit,
k. Pola Nilai-Kepercayaan
Pasien mengatakan hanya berdoa di tempat tidur saat bangun pagi dan saat tidur

4. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum
Keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, kulit teraba hangat
b. Tanda Vital
TD : 120/80 mmHg, N 88x/menit, Rr 20 x/menit, S 37.50C
c. Kepala
Kepala normalchepali, bentuk simetris, rambut hitam lurus, tidak ada lesi, tidak ada
nyeri tekan, tidak ada sianosis, dan tidak ada bengkak, wajah tampak kemerahan.
d. Mata
Mata simetris, tidak menggunakan alat bantu lihat, terdapat bulu mata dan alis, tidak
ada nyeri tekan.
e. Hidung
Dapat mencium aroma dan bau dengan baik tidak megalamai masalah, tidak ada lesi,
tidak ada nyeri tekan, tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada secret.
f. Telinga
Telinga kanan dan kiri simetris, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan, tidak ada secret
yang keluar, tidak menggunakan alat bantu dengar..
g. Mulut
Bibir agak kering, tidak ada stomatitis, tidak ada lesi.
h. Leher
Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid dan limfa, tidak ada
nyeri saat menelan, tidak ada lesi
i. Dada dan Punggung
Dada simetris dan punggung simetris, S1 S2 tunggal reguler, tidak ada lesi, dan nyeri
tekan
j. Abdomen
Tidak teraba benjolan, tidak ada lesi dan nyeri tekan, tidak ada pembesaran hepar,
bising usus 10 kali permenit
k. Ekstremitas
5555 5555
Kekuatan otot
5555 5555

CRT < 2 detik, reflek patela +/+


l. Genetalia
Tidak ada masalah
m. Anus
Tidak ada masalah

5. DATA PENUNJANG (Pemeriksaan Diagnostik) :


Hematologi 21 April 2021
PLT 50 10^3/uL 150-450
Eritrosit 6.05 10^6/uL 3.50-5.50
Hematokrit 52.5 % 37.0-54.0
Leukosit 5.74 10^3/uL 3.50-5.50

Kimia klinik 20 April 2021


Natrium 132 mmol/l 135-147
Chlorida 100 mmol/l 95-108
Kalium 4.7 mmol/l 3.5-5.0
7. THERAPI
No Tanggal awal Nama Dosis Rute Indikasi
diberikan
1 20 april 2021 RL 30 tpm IVFD Hidrasi cairan
2 20 april 2021 PSIDII 3x1 tab oral Meningkatkan trombosit
3 20 april 2021 paracetamol 3x1 flas IV Menurunkan panas
Menurunkan asam
4 20 april 2021 ranitidine 2x1 amp IV
lambung

B. ANALISA DATA
Data Etiologi Masalah
Keperawatan
DS : Pasien mengeluh badan terasa terinfeksi virus DHF Hipertermia
panas
respon tubuh terhadap
DO virus
Kulit pasien teraba hangat dan
tampak kemerahan di bagian wajah, proses infeksi penyakit
bibir pasien tampak agak kering
TD : 120/80 mmHg, N 88x/menit, Rr peningkatan suhu tubuh
20 x/menit, S 37.50C
Hipertermia
DS : Pasien mengeluh badan terasa Gangguan koagulasi Risiko perdarahan
panas
DO Penurunan jumlah
Kulit pasien teraba hangat dan trombosit
tampak kemerahan di bagian wajah,
bibir pasien tampak agak kering Risiko perdarahan
TD : 120/80 mmHg, N 88x/menit, Rr
20 x/menit, S 37.50C ptechie (+).
Hasil Lab DL : PLT 50 10^3/uL
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS
1. Hipertermia berhubungan denga proses infeksi penyakit (DHF) di tandai dengan pasien
mengeluh badan terasa panas. Kulit pasien teraba hangat dan tampak kemerahan di
bagian wajah, bibir pasien tampak agak kering TD : 120/80 mmHg, N 88x/menit, Rr 20
x/menit, S 37.50C
2. Risiko perdaraham dibuktikan dengan hasil lab PLT 50 10^3/uL

D. PERENCANAAN
No Diagnosa Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
keperawatan
1 Hipertermia Setelah diberikan asukan Manajemen hipertermia
keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi
diharapkan suhu tubuh berada - Identifikasi penyebab hipertermia
pada rentang normal dengan (mis. dehidrasi, terpapar lingkungan
kriteria hasil: panas, penggunaan incubator)
- Menggigil menurun. - Monitor suhu tubuh.
- Kulit merah menurun. - Monitor kadar elektrolit.
- Suhu tubuh membaik. - Monitor haluaran urine.
- Tekanan darah membaik.
Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang dingin.
- Longgarkan atau lepaskan pakaian.
- Basahi dan kipasi permukaan tubuh.
- Berikan cairan oral.
- Lakukan pendinginan eksternal (mis,
kompres dingin pada dahi, leher, dada,
abdomen, aksila).
- Hindari pemberian antipiretik atau
aspirin.
- Berikan oksigen, jika perlu.

Edukasi
- Anjurkan tirah baring.

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu.

2 Risiko Setelah diberikan asukan Pencegahan perdarahan


perdarahan keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi
diharapkan perdarahan tidak - Monitor tanda dan gejala perdarahan.
terjadi dengan kriteria hasil : - Monitor nilai hamatokrit atau
- Kelembapan kulit meningkat. hemoglobin sebelum dan setelah
- Hemoglobin membaik. kehilangan darah.
- Hematokrit membaik. - Monitor tanda-tanda vital.
- Trombosit membaik
Terapeutik
- Pertahankan bed rest selama
perdarahan.

Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala perdarahan.
- Anjurkan meningkatkan asupan
makanan dan vitamin K.
- Anjurkan segera melapor jika terjadi
perdarahan.

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat
pengontrol perdarahan, jika perlu.
- Kolaborasi pemberian produk darah,
jika perlu.

E. IMPLEMENTASI
Hari/tgl No Respon Nama
Implementasi
Jam Dx TTD
Rabu, I & II - Memonitor tanda-tanda vital DS : Pasien mengeluh badan terasa
- Memonitor tanda dan gejala
21 April panas
perdarahan.
2021 - Mertahankan bed rest/ tirah baring. DO
- Menjelaskan tanda dan gejala
08.00 Kulit pasien teraba hangat dan
perdarahan.
- Menganjurkan memberikan cairan oral. tampak kemerahan di bagian wajah,
- Kolaborasi pemberian cairan dan
bibir pasien tampak agak kering
elektrolit intravena
- Kolaborasi pemberian antipiretik TD : 120/80 mmHg, N 88x/menit, Rr
20 x/menit, S 37.50C ptechie (+).
IVFD RL 30 tpm, pct 1 fls 100 ml
11.00 II - Menganjurkan segera melapor jika DS : pasien mengatakan akan
terjadi perdarahan.
melapor bila terjadi perdarahan
- Memonitor nilai laboratorium
DO : Hasil Lab DL : PLT 50
10^3/uL
16.00 I &II - Memonitor tanda-tanda vital DS : pasien mengatakan seikit mual
- Kolaborasi pemberian antipiretik
DO : paracetamol fls 100ml IVFD,
TD 100/70, N 79, S 37,1 spo2 99%
rr 20
24,00 I - Kolaborasi pemberian antipiretik DS : pasien mengatakan sudah tidak
ada keluhan
DO : IVFD paracetamol 1 fls 100ml,
pasien istirahat
Kamis, II - Mertahankan bed rest/ tirah baring. DS : pasien mengatakan merasa
- Memonitor haluaran urine.
22 April sedikit mual dan tetap di tempat tidur
2021 DO : pasien tetap di tempat tidur,
08.00 bak tidak mengalami masalah
10.00 I & II - Menganjurkan segera melapor jika DS :pasien mengatakan akan
terjadi perdarahan.
melaporkan bila mengalami tanda
- Memonitor tanda-tanda vital
- Memonitor nilai laboratorium tanda perdarahan
DO : TD 100/70, N 79, S 36,3 spo2
99% rr 20 PLT 69 10^3/uL
16.00 I & II - Memonitor tanda-tanda vital DS : pasien mengatakan badannya
- Kolaborasi pemberian antipiretik
terasa hangat
- Mertahankan bed rest/ tirah baring.
DO : TD 100/70, N 79, S 37,4 spo2
99% rr 20
Pct 100ml 1fls IV
Pasien tampak tetap di tempat tidur
Jumat, I & II - Memonitor tanda-tanda vital DS : pasien mengatakan tidak ada
- Menganjurkan segera melapor jika
23 April keluhan
terjadi perdarahan.
2021 - Memonitor nilai laboratorium DO : TD 110/80, N 82, S 36,1 spo2
10.00 99% rr 20 PLT 80 10^3/uL
14.00 I & II - Menganjurkan memberikan cairan DS : pasien mengatakan tidak ada
oral
keluhan
- Menganjurkan bed rest
DO : pasien tetap di tempat tidur,
pasien mau minum per oral air
mineral
18.00 II - Menganjurkan memberikan cairan DS : pasien mengatakan tidak ada
oral
keluhan
- Memonitor haluaran urine.
DO : pasien tetap di tempat tidur,
pasien mau minum per oral air
mineral BAK warna kuning jernih
Sabtu, I & II - Mertahankan bed rest/ tirah baring. DS : pasien mengatakan tidak ada
24 April keluhan
2021 DO : pasien tampat tetap di tempat
08.00 tidur, tidak ada tanda tanda
perdarahan
10.00 - Memonitor haluaran urine. DS : pasien mengatakan sudah tidak
- Memonitor tanda dan gejala
ada keluhan
perdarahan.
- Memonitor nilai laboratorium DO : Wajah pasien sudah tidak
- Memonitor tanda-tanda vital
tampak kemerahan, kulit tidak teraba
panas, TD 110/80mmHg, N 87x/mnt
S 36,10C SpO2 99% Rr 20x/mnt,
ptechie (-). Hasil Lab DL : PLT 98
10^3/uL

F. EVALUASI
No. Dx Tgl /Jam Evaluasi Paraf
1 24 april 2021 S : Pasien mengatakan sudah tidak ada keluhan
10.00 wita O : Wajah pasien sudah tidak tampak kemerahan, kulit
tidak teraba panas, TD 110/80mmHg, N 87x/mnt S
36,10C SpO2 99% Rr 20x/mnt
A : tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
2 24 april 2021 S : Pasien mengatakan sudah tidak ada keluhan
10.00 wita O : Wajah pasien sudah tidak tampak kemerahan, ptechie
(-). Hasil Lab DL : PLT 98 10^3/uL, TD
110/80mmHg, N 87x/mnt S 36,10C SpO2 99% Rr
20x/mnt
A : tujuan belum tercapai
P : lanjutkan intervensi
Analisis Jurnal
No judul P I C O T
1 Manajemen Jumlah Metode yang dilakukan Pelaksanaan Penerapan absolute discharge (pulang mutlak atau Partisipan di
Discharge partisipan pada penelitian ini discharge planning selamanya) ini baik karena secara kondisi wawancarai
Planning pada dalam adalah dengan di Rumah Sakit memungkin pasien untuk pulang. Sejalan dengan kurang lebih
Klien dengan penelitian wawancara mendalam. Umum Daerah penelitian yang dilakukan Suprapti, Nur, & Madya 2 minggu
Demam ini Dalam penelitian ini Ambarawa, ruang (2013), pasien dikatakan siap untuk pulang bila dengan
Berdarah sebanyak 2 jenis data yang anggrek didukung pasien dan keluarga dapat melakukan perawatan di frekuensi 3
Dengue (DBD) orang dikumpulkan ada dua dengan fasilitas dan rumah secara mandiri. Kesiapan adalah kondisi kali
Jurnal dengan jenis yaitu data primer SDM yang memadai. secara keseluruhan yang dapat membuat seseorang
Kesehatan kriteria dan data sekunder. Data Dalam pelaksanaan, mampu menghadapi situasi dengan cara
Volume 10, perawat primer adalah data yang discharge planning menyesuaikan diri. Dalam hal ini, perawat
Nomor 2, yang dikumpulkan, diolah tidak lepas dari tim mempunyai peranan yang penting dalam
Agustus 2019 merawat sendiri oleh peneliti kesehatan seperti perencanaan pulang, dalam berkomunikasi harus
ISSN 2086- kasus DBD langsung dari dokter, ahli gizi dan terarah agar hal yang sudah di sampaikan dapat di
7751 (Print), di RSUD responden. Data melibatkan keluarga mengerti pasien maupun keluarga pasien untuk
ISSN 2548- Ambarawa. sekunder merupakan dalam proses perawatan di rumah. Dapat ditarik kesimpulan
5695 (Online) data yang diperoleh discharge planning. pasien siap pulang apabila mampu melakukan
http://ejurnal.po dalam bentuk yang Penelitian ini masih perawatan lanjutan secara mandiri.
ltekkes- sudah jadi, yang membahas secara Dalam discharge planning, salah satu peran
tjk.ac.id/index.p diperoleh dari sumber umum tentang perawat yaitu sebagai planner yang bertugas untuk
hp/JK dokumenter yang ada di discharge planning menentukan tujuan bersama pasien dan keluarga,
RSUD Ambarawa, untuk itu perlu mengevaluasi kesinambungan asuhan keperawatan,
khususnya data yang dilakukan penelitian memulihkan kembali kondisi pasien secara
berhubungan dengan lebih lanjut. optimal, mengkaji setiap pasien dengan
penelitian, yang mengumpulkan informasi atau data yang
meliputi data tentang berhubungan untuk mengidentifikasi masalah
kasus penyakit DBD. aktual dan potensial.
Dapat ditarik kesimpulan, dalam memberikan
edukasi kepada pasien maupun keluarga pasien
harus disampaikan dengan tidak tergesa-gesa agar
mereka dapat menerima informasi dengan jelas
untuk menjamin terjadinya kontinuitas perawatan
di rumah.
2 Studi Partisipan Data primer diambil Partisipan memiliki Berdasarkan kutipan wawancara diatas, tindakan Penelitian
fenomenologi : sebanyak 7 dengan cara wawancara pengetahuan baik sebelum partisipan terkena demam berdarah dan berlangsung
faktor yang orang yaitu langsung kepada tentang hal yang setelah terkena demam berdarah mengalami selama 6
mempengaruhi individu- partisipan dengan berkaitan dengan perubahan. Partisipan melakukan tindakan bulan, dari
kejadian demam individu perekaman alat demam berdarah menguras bak mandi, tidak menggantung pakaian bulan
berdarah dengue yang menggunakan tape dengue. partisipan yang sudah dipakai serta membuang dan membakar Februari –
di puskesmas memiliki recorder terkait tentang memiliki sikap yang sampah jika keberadaannya sudah sangat Juli 2019.
ambacang pengalama pekerjaan, pendidikan, negatif karena tidak mengganggu. Hal ini merupakan indikator harus
padang n yang pengetahuan, sikap dan mengambil sikap adanya stimulus yang tidak baik dulu. Jika sudah
Al-Asalmiya sesuai tindakan, sedangkan dan perilaku yang ada stimulus partisipan baru melakukan tindakan
Nursing Jurnal dengan data sekunder diperoleh baik sebelum terkena pencegahan. Hasil penelitian ini sejalan dengan
Ilmu fenomena melalui data Puskesmas demam berdarah penelitian Ekawati (2015) partisipan bersikap
Keperawatan yang diteliti dengan observasi dengue. Partisipan melakukan pencegahan demam berdarah setelah
(Journal of dan telah langsung ke lokasi baru mengambil mengalami demam berdarah dengue agar tidak
Nursing mencapai penelitian. Teknik tindakan pencegahan terjadi demam berdarah lagi. Dengan demikian,
Sciences) saturasi pengumpulan data apabila sudah perilaku sebelum partisipan terkena demam
https://jurnal.sti jawaban dilakukan secara mengalami penyakit berdarah dengue dan setelah terkena demam
kes- yang akan bersamaan / simultan demam berdarah berdarah dengue mengalami perubahan.
alinsyirah.ac.id/i di capai dengan proses analisis
ndex.php/kepera sesuai data. Data yang
watan/ Volume dengan dihasilkan pada
9, Nomor 1, kriteria penelitian ini berbentuk
Tahun 2020 inklusi. kutipan langsung baik
p-ISSN: 2338- dari hasil wawancara,
2112 observasi lapangan, dan
e-ISSN: 2580- studi dokumen. Data
0485 dianalisa dengan
abstraksi data,
interpretasi data, dan
tahap penyajian hasil
penelitian.

Anda mungkin juga menyukai