TEMU 13
DENPASAR
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa ( Tuhan Yang Maha
Kuasa ) atas segala rahmat yang diberikan-Nya sehingga tulisan yang berjudul “
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH) “ ini dapat penulis selesaikan. Tulisan ini, penulis
selesaikan sebagai kewajiban untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah
II.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang dalam
kepada semua pihak yang telah membantu menyumbangkan ide dan pikiran
mereka demi terwujudnya tulisan ini,terima kasih juga penulis ucapkan kepada
dosen Keperawatan Medikal Bedah II Ibu Ns. Ni Kadek Yuni Lestari,S.Kep.,
M.Fis yang telah membimbing penulis. Jika ada kekurangan materi penulis
mohon maaf,karena penulis hanya mengerti sampai di sana.
Namun seperti kata pepatah, Tak ada gading yang tak retak. Demikian
halnya dengan tulisan ini, oleh karena itu penulis membutuhkan saran dan kritikan
dari pembaca sekalian, Terima kasih.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Etiologi
1.3 Patofisiologi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya
sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram.
Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya Purnomo (2000),
membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer,
zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra
(Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia
lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena
produksi testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi
estrogen pada jaringan adipose di perifer. Dehidrotestosteron inilah yang
secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk
mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat.
Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya
perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan
patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan
oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher
vesika dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor
dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan
prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran
prostat akan terjadi resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah
prostat. Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan
jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat
detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti
balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos
keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan
sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini
disebut Fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan
berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi
retensi urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu
obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal
berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus
(mengganggu permulaan miksi), miksi terputus, menetes pada akhir miksi,
pancaran lemah, rasa belum puas setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena
pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan
merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum
penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor (frekuensi miksi
meningkat, nokturia, miksi sulit ditahan/urgency, disuria) karena produksi
urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak mampu lagi
menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan
sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow
incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter dan
dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal.
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan
yang menambal. Keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam
vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang
dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan
pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).
1.4 Pathway
Etimologi
Penuaan
Mesenkim sinus
Perubahan keseimbangan uragential
testosterone + estrogen
Mitrotrouma : trauma, Kebangkitan /
ejakulasi, infeksi Prod. Testosteron ↓ reawakening
Folley cateter
Trauma bekas
↑ resistensi leher V.U Kerusakan Penekanan
insisi
dan daerah V.U mukosa serabut-serabut
urogenital syaraf Obstruksi oleh darah
kental post OP
↑ ketebalan otot Dekstrusor
(fase kompensasi) Nyeri
Terbentuknya sakula/
trabekula MK : MK : Nyeri
Intoleransi Akut
Kelemahan otot
Aktivitas
Dekstrusor
Penurunan
↓ kemampuan pertahanan
fungsi V.U tubuh
MK : Gangguan Eliminasi
Urin : Retensi Urin
Wilkinson M. Judith & Nancy R. Ahern. 2012.
Buku saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta.
EGC
1.5 Manifestasi Klinis
1.6 Penatalaksanaan
1. Medis
Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH
tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis
1) Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah,
diberikan pengobatan konservatif, misalnya menghambat
adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat
ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak
mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya
adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.
2) Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan
biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)
3) Stadium III
Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila
diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan
selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka.
Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika,
retropubik dan perineal.
4) Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan
penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter atau
sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok
melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau
pembedahan terbuka.
Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan
dilakukan pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif
dengan memberikan obat penghambat adrenoreseptor alfa.
Pengobatan konservatif adalah dengan memberikan obat anti
androgen yang menekan produksi LH.
Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan
pada BPH dapat dilakukan dengan:
1) Observasi
Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat
dekongestan, kurangi kopi, hindari alkohol, tiap 3 bulan kontrol
keluhan, sisa kencing dan colok dubur.
2) Medikamentosa
1. Mengharnbat adrenoreseptor α
2. Obat anti androgen
3. Penghambat enzim α -2 reduktase
4. Fisioterapi
3) Terapi Bedah
Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria,
penurunan fungsi ginjal, infeksi saluran kemih berulang,
divertikel batu saluran kemih, hidroureter, hidronefrosis jenis
pembedahan:
1. TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)
Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar
prostat melalui sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan
malalui uretra.
2. Prostatektomi Suprapubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang
dibuat pada kandung kemih.
3. Prostatektomi retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada
abdomen bagian bawah melalui fosa prostat anterior tanpa
memasuki kandung kemih.
4. Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah
insisi diantara skrotum dan rektum.
5. Prostatektomi retropubis radikal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula,
vesikula seminalis dan jaringan yang berdekatan melalui
sebuah insisi pada abdomen bagian bawah, uretra
dianastomosiskan ke leher kandung kemih pada kanker
prostat.
4) Terapi Invasif Minimal
1. Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)
Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang
disalurkan ke kelenjar prostat melalui antena yang dipasang
melalui/pada ujung kateter.
2. Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced
Prostatectomy (TULIP)
3. Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD)
2. Keperawatan
1) Pre operasi
1. Pemeriksaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl, Golongan
Darah, CT, BT, AL)
2. Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPh kebanyakan
lansia
3. Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Rongen thorax
4. Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam.
Sebelum pemeriksaan IVP pasien diberikan diet bubur kecap 2
hari, lavemen puasa minimal 8 jam, dan mengurangi bicara untuk
meminimalkan masuknya udara
2) Post operasi
1. Irigasi/Spoling dengan Nacl
1) Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit
2) Hari pertama post operasi : 60 tetes/menit
3) Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/menit
4) Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/menit
5) Hari ke 4 post operasi diklem
6) Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada
masalah (urin dalam kateter bening)
2. Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada masalah
(cairan serohemoragis < 50cc)
3. Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi
selama 2 hari, bila pasien sudah mampu makan dan minum
dengan baik obat injeksi bisa diganti dengan obat oral.
4. Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam
post operasi
5. Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post
oprasi dengan betadin
6. Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)
7. DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
8. Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.
9. Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
10. Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan
dorongan untuk berkemih, merasakan tekanan atau sesak pada
kandung kemih dan perdarahan dari uretral sekitar kateter.
Medikasi yang dapat melemaskan otot polos dapat membantu
mengilangkan spasme. Kompres hangat pada pubis dapat
membantu menghilangkan spasme.
11. Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk berjalan-
jalan tapi tidak duduk terlalu lama karena dapat meningkatkan
tekanan abdomen, perdarahan
12. Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai kembali
kontrol berkemih. Latihan perineal harus dilanjutkan sampai
passien mencapai kontrol berkemih.
13. Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda kemerahan
kemudian jernih hingga sedikit merah muda dalam 24 jam setelah
pembedahan.
14. Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat dan
sejumlah bekuan biasanya menandakan perdarahan arteri. Darah
vena tampak lebih gelap dan kurang kental. Perdarahan vena
diatasi dengan memasang traksi pada kateter sehingga balon yang
menahan kateter pada tempatnya memberikan tekannan pada
fossa prostatik.
1.7 Askep Teoritis
1. Pengkajian keperawatan
1) Biodata
Nama, umur, jenis kelamin, status, alamat, pekerjaan, penanggung
jawab.Data dasar pasien tergantung pada keparahan dan keterlibatan
organ-organ lainnya (misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal),
tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan
keberadaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
Data Subyektif
1) Klien mengatakan nyeri saat berkemih
2) Sulit kencing
3) Frekuensi berkemih meningkat
4) Sering terbangun pada malam hari untuk miksi
5) Keinginan untuk berkemih tidak dapat ditunda
6) Nyeri atau terasa panas pada saat berkemih
7) Pancaran urin melemah
8) Merasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak
kosong dengan baik, merasa letih, tidak nafsu makan, mual
dan muntah
9) Klien merasa cemas dengan pengobatan yang akan dilakukan
Data Obyektif
1. Ekspresi wajah tampak menhan nyeri
2. Terpasang kateter
Data Subyektif
5) Sirkulasi
Pada kasus BPH sering dijumpai adanya gangguan sirkulasi; pada
kasus preoperasi dapat dijumpai adanya peningkatan tekanan darah
yang disebabkan oleh karena efek pembesaran ginjal. Penurunan
tekanan darah; peningkatan nadi sering dijumpai pada. kasus
postoperasi BPH yang terjadi karena kekurangan volume cairan.
6) Integritas Ego
Pasien dengan kasus penyakit BPH seringkali terganggu integritas
egonya karena memikirkan bagaimana akan menghadapi
pengobatan yang dapat dilihat dari tanda-tanda seperti kegelisahan,
kacau mental, perubahan perilaku.
7) Eliminasi
Gangguan eliminasi merupakan gejala utama yang seringkali
dialami oleh pasien dengan preoperasi, perlu dikaji keragu-raguan
dalam memulai aliran urin, aliran urin berkurang, pengosongan
kandung kemih inkomplit, frekuensi berkemih, nokturia, disuria
dan hematuria. Sedangkan pada postoperasi BPH yang terjadi
karena tindakan invasif serta prosedur pembedahan sehingga perlu
adanya obervasi drainase kateter untuk mengetahui adanya
perdarahan dengan mengevaluasi warna urin. Evaluasi warna urin,
contoh : merah terang dengan bekuan darah, perdarahan dengan
tidak ada bekuan, peningkatan viskositas, warna keruh, gelap
dengan bekuan. Selain terjadi gangguan eliminasi urin, juga ada
kemugkinan terjadinya konstipasi. Pada preoperasi BPH hal
tersebut terjadi karena protrusi prostat ke dalam rektum, sedangkan
pada postoperasi BPH, karena perubahan pola makan dan
makanan.
12) Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan pada pasien preoperasi
maupun postoperasi BPH. Pada preoperasi perlu dikaji, antara lain
urin analisa, kultur urin, urologi., urin, BUN/kreatinin, asam fosfat
serum, SDP/sel darah putih. Sedangkan pada postoperasinya perlu
dikaji kadar hemoglobin dan hematokrit karena imbas dari
perdarahan. Dan kadar leukosit untuk mengetahui ada tidaknya
infeksi.
2. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agent injuri fisik ( spasme kandung
kemih)
2) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan sumbatan saluran
pengeluaran pada kandung kemih
3) Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Post Operasi
Rencana Keperawatan
No. Dx
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
( NOC ) ( NIC )
Rencana Keperawatan
No. Dx
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
ketegangan otot
6. Untuk mencegah
6. Ajarkan pasien mengenai
kelelahan pasien.
pengelolaan kegiatan dan
Teknik managemen waktu
untuk mencegahan
kelelahan
7. Intruksikan pasien untuk
7. Agar pasien bisa
mengenali tanda dan gejala
memanage waktu untuk
kelelahan yang
istirahat.
memerlukan pengurangan
8. Untuk mengetahui jenis
aktivitas
makanan yang dapat
8. Kolaborasi dengan ahli gizi
meningkatkan nutrisi
menganai cara
pasien.
meningkatkan asupan
energi dari makanan.
Setelah dilakukan asuhan Perlindungan infeksi :
3.
keperawatan …..x…... 1. Memonitor adanya tanda dan 1. Untuk mengetahui
diharapkan keparahan gejala infeksi sistemik dan keparahan infeksi
infeksi berkurang dengan lokal
kriteria hasil : 2. Monitor kerentanan terhadap 2. Untuk mengetahui
- Nyeri berkurang infeksi tingkat infeksi pasien
- suhu tubuhstabil
- Nafsu makan 3. Monitor hitung mutlak WBC. 3. Agar mengetahui kadar
meningkat sel darah putih dalam
tubuh yang dapat
menimbulkan infeksi
4. Berikan perawatan kulit yang 4. Agar luka pasien
tepat untuk area yang terluka terhindar dari infeksi
I. PENGKAJIAN
1. Identitas
1. Identitas Pasien
Nama : ..................................................................................
.......
Umur : 65 tahun
Agama
: ..................................................................................
.......
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : ..................................................................................
......
Pendidikan :...................................................................................
.......
Pekerjaan : ..................................................................................
.......
Suku Bangsa
:...................................................................................
......
Alamat : ..................................................................................
......
Tanggal Masuk
: ..................................................................................
.......
Tanggal Pengkajian
: ..................................................................................
.......
No. Register
: ..................................................................................
.......
Diagnosa Medis
: ..................................................................................
.......
2. Status Kesehatan
1. Status Kesehatan Saat Ini
1. Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini)
Pasien mengeluh
nyeri .............................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
.............................................................................
2. Pernah dirawat
Pasien mengatakan tidak pernah dirawat di RS sebelumnya dengan penyakit
yang sama.
3. Alergi
Dapat ditemukan tidak memiliki riwayat alergi obat maupun makanan.
Saat sakit :
Pasien mengatakan saat sakit makan sedikit berkurang karena sakit saat
menelan makanan dan merasa mengganjal, pasien hanya makan makanan
yanh didapat dirumah sakit seperti bubur.
c. Pola Eliminasi
1) BAB
Sebelum sakit :
Dapat ditemukan sebelum sakit BAB lancar 1x sehari dengan kosistensi padat
Saat sakit :
Dapat ditemukan saat sakit BAB lancar 1x sehari namun hanya sedikit dengan
kosistensi lembek.
2) BAK
Sebelum sakit :
Dapat ditemukan sebelum sakit BAK pasien normal, tidak berbau,berwarna
kuning jernih dengan jumlah 1.500 cc
Saat sakit :
Dapat ditemukan saat sakit pasien merasa sakit saat BAK se hingga
harus dipasang kateter.
2) Latihan
Sebelum sakit
Dapat ditemukan sebelum sakit pasien dpt melakukan aktivitas dan
latihan serta pekerjaan dengan mandiri.
Saat sakit
Dapat ditemukan saat sakit tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasa
karena masih dirawat di RS.
Saat sakit :
Dapat ditemukan saat sakit tidur pasien terganggu karena lingkungan RS ,
padien dapat tidur 5-6 jam per hari.
h. Pola Peran-Hubungan
Dapat ditemukan pasien memiliki hubungan baik dengan keluarga, dan
masyarakat dikarenakan keluarga yang menunggu selalu bergantian dan
banyak pula tetangga yang menjenguk pasien dan pasien mengatakan jika
pasien punya masalah selalu menceritakan dengan keluarga.
i. Pola Seksual-Reproduksi
Sebelum sakit :
Dapat ditemukan tidak ada masaah pada organ reproduksinya .
Saat sakit :
Dapat ditemukan saat sakit pasien merasa nyeri pada ba gian sympisis
pubisnya dan susa untuk BAK
4. Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum : baik
Tingkat kesadaran : komposmetis
GCS : verbal: 5, Psikomotor: 6, Mata : 4
b. Tanda-tanda Vital : Nadi = 103 x/mnt , Suhu = 37.8 , TD = 120/70
mm /Hg, RR =24 x/mnt
c. Keadaan fisik
a. Kepala dan leher :
................................................................................................
..........................................................................................................
..........................................................................................................
....................................................................................................
b. Dada :
Paru
................................................................................................
.......................................................................................................
...................................................................
Jantung
................................................................................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................
.........................................................................
d. abdomen :
Dapat ditemukan Pada pemeriksaan abdomen didapatkan hasil:
Inspeksi: tidak ada lesi,
Auskultasi : terdengar bising usus dan peristaltik usus 15x/menit,
Perkusi : terdengar suara tympani ,
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, dan tidak ada penumpukan cairan)
e. Genetalia :
Inspeksi : Pasien terpasan kateter
Palpasi : terdapat nyeri tekan pada sympisis pubis
f. Integumen :
Dapat ditemukan
Inspeksi: tidak ada lesi,tidak ada benjolan, tidak ada odem
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
g. Ekstremitas :
Atas
Dapat ditemukan, Inspeksi ; tidak terdapat kelainan, lesi, maupun
jejas, terpasanh infus di tangan kiri
Palpasi; tidak ada nyeri tekan, tidak ada tonjolan
Bawah
Dapat ditemukan, Inspeksi; tidak terdapat kelainan, lesi, maupun
jejas
Palpasi; tidak ada nyeri tekan, tidak ada tonjolan
h. Neurologis :
Status mental da emosi :
Tidak terkaji
Pengkajian saraf kranial :
Tidak terkaji
Pemeriksaan refleks :
Tidak terkaji, Refleks patella pasien normal
b. Pemeriksaan Penunjang
1. Data laboratorium yang berhubungan
leukosit 10.72/mm3
2. Pemeriksaan radiologi
..................................................................................................................
..................................................................................................................
..................................................................................................................
3. Hasil konsultasi
............................................................................................................
..................................................................................................................
..................................................................
5. ANALISA DATA
1) Tabel Analisa Data
DATA ETIOLOGI MASALAH
Do : Frekuensi nadi
meningkat 103 x/mnt
Ds : Pasien mengeluh sulit
beraktivitas
Intoleransi Aktivitas
Do :
2) Tabel Daftar Diagnosa Keperawatan /Masalah Kolaboratif Berdasarkan
Prioritas
1. Senin, 16 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik Rabu, 18 april 2020
april 2020 (inflamasi) ditandai dengan
P : pasien mengatakan penyebab nyeri yang dirasakan
09.00 akibat dari sakit yang dialaminya yaitu BPH
Q : pasien mengatakan nyeri yang dirasakannya seperti
ditekan
R : pasien mengatakan lokasi nyeri di bagian sympisis
pubis
S : pasien mengatakan skala nyeri 3
T : pasien mengatakan waktu nyeri menetap
Frekuensi nadi meningkat 103 x/mnt
09.30
3) Intervensi
Pre Operasi
Rencana Keperawatan
No. Dx
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
( NOC ) ( NIC )