Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN ASUHAN KEPERAWATAN

BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)

TEMU 13

Disusun Oleh : Kelompok 4A ( A12-B )

1. Ni Kadek Ayu Mirnayanti ( 18.321. 2878 )


2. Ni Kadek Dian Kusuma Erawati ( 18.321. 2879 )
3. Ni Kadek Dinda Putri Mariachi ( 18.321. 2880 )
4. Ni Kadek Hartaningsih ( 18.321. 2881 )

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

WIRA MEDIKA BALI

DENPASAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa ( Tuhan Yang Maha
Kuasa ) atas segala rahmat yang diberikan-Nya sehingga tulisan yang berjudul “
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH) “ ini dapat penulis selesaikan. Tulisan ini, penulis
selesaikan sebagai kewajiban untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah
II.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang dalam
kepada semua pihak yang telah membantu menyumbangkan ide dan pikiran
mereka demi terwujudnya tulisan ini,terima kasih juga penulis ucapkan kepada
dosen Keperawatan Medikal Bedah II Ibu Ns. Ni Kadek Yuni Lestari,S.Kep.,
M.Fis yang telah membimbing penulis. Jika ada kekurangan materi penulis
mohon maaf,karena penulis hanya mengerti sampai di sana.

Namun seperti kata pepatah, Tak ada gading yang tak retak. Demikian
halnya dengan tulisan ini, oleh karena itu penulis membutuhkan saran dan kritikan
dari pembaca sekalian, Terima kasih.

Denpasar, April 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Defenisi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)


Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dapat didefinisikan sebagai
pembesaran kelenjar prostat yang memanjang ke atas, ke dalam kandung
kemih, yang menghambat aliran urin, serta menutupi orifisium uretra
(Smeltzer & Bare, 2003). Secara patologis, BPH dikarakteristikkan dengan
meningkatnya jumlah sel stroma dan epitelia pada bagian periuretra prostat.
Peningkatan jumlah sel stroma dan epitelia ini disebabkan adanya proliferasi
atau gangguan pemrograman kematian sel yang menyebabkan terjadinya
akumulasi sel (Roehrborn, 2011).
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh
penuaan. Price&Wilson (2005).
Kesimpulan BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit
yang disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat mengalami
pembesaran memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat
aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra.

1.2 Etiologi

Penyebab pasti BPH belum diketahui. Namun, IAUI (2003)


menjelakan bahwa terdapat banyak faktor yang berperan dalam hiperplasia
prostat, seperti usia, adanya peradangan, diet, serta pengaruh hormonal.
Faktor tersebut selanjutnya mempengaruhi prostat untuk mensintesis protein
growth factor, yang kemudian memicu proliferasi sel prostat. Selain itu,
pembesaran prostat juga dapat disebabkan karena berkurangnya proses
apoptosis. Roehrborn (2011) menjelaskan bahwa suatu organ dapat
membesar bukan hanya karena meningkatnya proliferasi sel, tetapi juga
karena berkurangnya kematian sel.
BPH jarang mengancam jiwa. Namun, keluhan yang disebabkan BPH
dapat menimbulkan ketidaknyamanan. BPH dapat menyebabkan timbulnya
gejala LUTS (lower urinary tract symptoms) pada lansia pria. LUTS terdiri
atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi (storage symptom)
yang meliputi: frekuensi berkemih meningkat, urgensi, nokturia, pancaran
berkemih lemah dan sering terputus-putus (intermitensi), dan merasa tidak
puas sehabis berkemih, dan tahap selanjutnya terjadi retensi urin (IAUI,
2003).
Menurut Purnomo (2000), hingga sekarang belum diketahui secara pasti
penyebab prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa
hiperplasi prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar
dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan.

1.3 Patofisiologi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya
sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram.
Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya Purnomo (2000),
membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer,
zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra
(Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia
lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena
produksi testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi
estrogen pada jaringan adipose di perifer. Dehidrotestosteron inilah yang
secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk
mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat.
Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya
perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan
patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan
oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher
vesika dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor
dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan
prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran
prostat akan terjadi resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah
prostat. Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan
jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat
detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti
balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos
keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan
sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini
disebut Fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan
berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi
retensi urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu
obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal
berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus
(mengganggu permulaan miksi), miksi terputus, menetes pada akhir miksi,
pancaran lemah, rasa belum puas setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena
pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan
merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum
penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor (frekuensi miksi
meningkat, nokturia, miksi sulit ditahan/urgency, disuria) karena produksi
urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak mampu lagi
menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan
sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow
incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter dan
dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal.
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan
yang menambal. Keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam
vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang
dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan
pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).
1.4 Pathway

Etimologi

Penuaan

Mesenkim sinus
Perubahan keseimbangan uragential
testosterone + estrogen
Mitrotrouma : trauma, Kebangkitan /
ejakulasi, infeksi Prod. Testosteron ↓ reawakening

↑ stimulasi sel stroma yang BPH Berproliferasi


dipengaruhi GH

Pre operasi Post operasi

Terjadi kompresi utera TURP. Prostatektomi

Folley cateter
Trauma bekas
↑ resistensi leher V.U Kerusakan Penekanan
insisi
dan daerah V.U mukosa serabut-serabut
urogenital syaraf Obstruksi oleh darah
kental post OP
↑ ketebalan otot Dekstrusor
(fase kompensasi) Nyeri

Terbentuknya sakula/
trabekula MK : MK : Nyeri
Intoleransi Akut
Kelemahan otot
Aktivitas
Dekstrusor
Penurunan
↓ kemampuan pertahanan
fungsi V.U tubuh

Refluk urin Residu urin


berlebihan
Hidronefrosis Media pertumbuhan MK : Resiko
kuman Infeksi

MK : Gangguan Eliminasi
Urin : Retensi Urin
Wilkinson M. Judith & Nancy R. Ahern. 2012.
Buku saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta.
EGC
1.5 Manifestasi Klinis

Gambaran tanda dan gejala secara klinis pada hiperplasi prostat


digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi
disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga
mengakibatkan: pancaran miksi melemah, rasa tidak puas sehabis miksi,
kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan
(straining) kencing terputus-putus (intermittency), dan waktu miksi
memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen karena
overflow.
Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau
pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering
berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas
otot detrusor dengan tanda dan gejala antara lain: sering miksi (frekwensi),
terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang
mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria) (Mansjoer, 2000)
Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4
stadium :
1) Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine
sampai habis.
2) Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine
walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa
ridak enak BAK atau disuria dan menjadi nocturia.
3) Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
4) Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes
secara periodik (over flow inkontinen).
Menurut Brunner and Suddarth (2002) menyebutkan bahwa Tanda dan
gejala dari BPH adalah peningkatan frekuensi penuh, nokturia, dorongan
ingin berkemih, anyang-anyangan, abdomen tegang, volume urine yang turun
dan harus mengejan saat berkemih, aliran urine tak lancar, dribbing (urine
terus menerus setelah berkemih), retensi urine akut.
Adapun pemeriksaan kelenjar prostat melalui pemeriksaan di bawah ini :
1) Rectal Gradding
Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :
1. Grade 0 : Penonjolan prosrar 0-1 cm ke dalam rectum.
2. Grade 1 : Penonjolan prosrar 1-2 cm ke dalam rectum.
3. Grade 2 : Penonjolan prosrar 2-3 cm ke dalam rectum.
4. Grade 3 : Penonjolan prosrar 3-4 cm ke dalam rectum.
5. Grade 4 : Penonjolan prosrar 4-5 cm ke dalam rectum.
2) Clinical Gradding
Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur, disuruh
kencing dahulu kemudian dipasang kateter.
1. Normal : Tidak ada sisa
2. Grade I : sisa 0-50 cc
3. Grade II : sisa 50-150 cc
4. Grade III : sisa > 150 cc
5. Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa kencing.

1.6 Penatalaksanaan
1. Medis
Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH
tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis
1) Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah,
diberikan pengobatan konservatif, misalnya menghambat
adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat
ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak
mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya
adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.
2) Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan
biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)
3) Stadium III
Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila
diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan
selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka.
Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika,
retropubik dan perineal.
4) Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan
penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter atau
sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok
melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau
pembedahan terbuka.
Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan
dilakukan pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif
dengan memberikan obat penghambat adrenoreseptor alfa.
Pengobatan konservatif adalah dengan memberikan obat anti
androgen yang menekan produksi LH.
Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan
pada BPH dapat dilakukan dengan:
1) Observasi
Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat
dekongestan, kurangi kopi, hindari alkohol, tiap 3 bulan kontrol
keluhan, sisa kencing dan colok dubur.
2) Medikamentosa
1. Mengharnbat adrenoreseptor α
2. Obat anti androgen
3. Penghambat enzim α -2 reduktase
4. Fisioterapi
3) Terapi Bedah
Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria,
penurunan fungsi ginjal, infeksi saluran kemih berulang,
divertikel batu saluran kemih, hidroureter, hidronefrosis jenis
pembedahan:
1. TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)
Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar
prostat melalui sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan
malalui uretra.
2. Prostatektomi Suprapubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang
dibuat pada kandung kemih.
3. Prostatektomi retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada
abdomen bagian bawah melalui fosa prostat anterior tanpa
memasuki kandung kemih.
4. Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah
insisi diantara skrotum dan rektum.
5. Prostatektomi retropubis radikal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula,
vesikula seminalis dan jaringan yang berdekatan melalui
sebuah insisi pada abdomen bagian bawah, uretra
dianastomosiskan ke leher kandung kemih pada kanker
prostat.
4) Terapi Invasif Minimal
1. Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)
Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang
disalurkan ke kelenjar prostat melalui antena yang dipasang
melalui/pada ujung kateter.
2. Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced
Prostatectomy (TULIP)
3. Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD)
2. Keperawatan
1) Pre operasi
1. Pemeriksaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl, Golongan
Darah, CT, BT, AL)
2. Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPh kebanyakan
lansia
3. Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Rongen thorax
4. Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam. 
Sebelum pemeriksaan IVP pasien diberikan diet bubur kecap 2
hari, lavemen puasa minimal 8 jam, dan mengurangi bicara untuk
meminimalkan masuknya udara
2) Post operasi
1. Irigasi/Spoling dengan Nacl
1) Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit
2) Hari pertama post operasi  : 60 tetes/menit
3) Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/menit
4) Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/menit
5) Hari ke 4 post operasi diklem
6) Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada
masalah (urin dalam kateter bening)
2. Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada masalah
(cairan serohemoragis < 50cc)
3. Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi
selama 2 hari, bila pasien sudah mampu makan dan minum
dengan baik obat injeksi bisa diganti dengan obat oral.
4. Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam
post operasi
5. Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post
oprasi dengan betadin
6. Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)
7. DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
8. Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.
9. Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
10. Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan
dorongan untuk berkemih, merasakan tekanan atau sesak pada
kandung kemih dan perdarahan dari uretral sekitar kateter.
Medikasi yang dapat melemaskan otot polos dapat membantu
mengilangkan spasme. Kompres hangat pada pubis dapat
membantu menghilangkan spasme.
11. Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk berjalan-
jalan tapi tidak duduk terlalu lama karena dapat meningkatkan
tekanan abdomen, perdarahan
12. Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai kembali
kontrol berkemih. Latihan perineal harus dilanjutkan sampai
passien mencapai kontrol berkemih.
13. Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda kemerahan
kemudian jernih hingga sedikit merah muda dalam 24 jam setelah
pembedahan.
14. Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat dan
sejumlah bekuan biasanya menandakan perdarahan arteri. Darah
vena tampak lebih gelap dan kurang kental. Perdarahan vena
diatasi dengan memasang traksi pada kateter sehingga balon yang
menahan kateter pada tempatnya memberikan tekannan pada
fossa prostatik.
1.7 Askep Teoritis
1. Pengkajian keperawatan
1) Biodata 
Nama, umur,  jenis kelamin, status, alamat, pekerjaan, penanggung
jawab.Data dasar   pasien tergantung pada keparahan dan keterlibatan
organ-organ  lainnya  (misalnya  mata,   jantung,  paru-paru,  ginjal),
tahapan  misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan
keberadaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.

2) Sebelum Operasi (Pre Operasi)

Data Subyektif
1) Klien mengatakan nyeri saat berkemih
2) Sulit kencing
3) Frekuensi berkemih meningkat
4) Sering terbangun pada malam hari untuk miksi
5) Keinginan untuk berkemih tidak dapat ditunda
6) Nyeri atau terasa panas pada saat berkemih
7) Pancaran urin melemah
8) Merasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak
kosong dengan baik, merasa letih, tidak nafsu makan, mual
dan muntah
9) Klien merasa cemas dengan pengobatan yang akan dilakukan
Data Obyektif
1. Ekspresi wajah tampak menhan nyeri
2. Terpasang kateter

3) Sesudah Operasi (Post Operasi)

Data Subyektif

1) Klien mengatakan nyeri pada luka post operasi


2) Klien mengatakan tidak tahu tentang diet dan pengobatan setelah
operasi
Data Obyektif
1. Ekspresi tampak menahan nyeri
2. Ada luka post operasi tertutup balutan
3. Tampak lemah
4. Terpasang selang irigasi, kateter, infus
4) Riwayat kesehatan : riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit keluarga, pengaruh BPH terhadap
gaya hidup, apakah masalah urinari yang dialami pasien.

5) Sirkulasi
Pada kasus BPH sering dijumpai adanya gangguan sirkulasi; pada
kasus preoperasi dapat dijumpai adanya peningkatan tekanan darah
yang disebabkan oleh karena efek pembesaran ginjal. Penurunan
tekanan darah; peningkatan nadi sering dijumpai pada. kasus
postoperasi BPH yang terjadi karena kekurangan volume cairan.

6) Integritas Ego
Pasien dengan kasus penyakit BPH seringkali terganggu integritas
egonya karena memikirkan bagaimana akan menghadapi
pengobatan yang dapat dilihat dari tanda-tanda seperti kegelisahan,
kacau mental, perubahan perilaku.

7) Eliminasi
Gangguan eliminasi merupakan gejala utama yang seringkali
dialami oleh pasien dengan preoperasi, perlu dikaji keragu-raguan
dalam memulai aliran urin, aliran urin berkurang, pengosongan
kandung kemih inkomplit, frekuensi berkemih, nokturia, disuria
dan hematuria. Sedangkan pada postoperasi BPH yang terjadi
karena tindakan invasif serta prosedur pembedahan sehingga perlu
adanya obervasi drainase kateter untuk mengetahui adanya
perdarahan dengan mengevaluasi warna urin. Evaluasi warna urin,
contoh : merah terang dengan bekuan darah, perdarahan dengan
tidak ada bekuan, peningkatan viskositas, warna keruh, gelap
dengan bekuan. Selain terjadi gangguan eliminasi urin, juga ada
kemugkinan terjadinya konstipasi. Pada preoperasi BPH hal
tersebut terjadi karena protrusi prostat ke dalam rektum, sedangkan
pada postoperasi BPH, karena perubahan pola makan dan
makanan.

8) Makanan dan cairan


Terganggunya sistem pemasukan makan dan cairan yaitu karena
efek penekanan/nyeri pada abomen (pada preoperasi), maupun efek
dari anastesi pada postoperasi BPH, sehingga terjadi gejala:
anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan, tindakan yang
perlu dikaji adalah awasi masukan dan pengeluaran baik cairan
maupun nutrisinya.
9) Nyeri dan kenyamanan
Menurut hierarki Maslow, kebutuhan rasa nyaman adalah
kebutuhan dasar yang utama. Karena menghindari nyeri
merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Pada pasien
postoperasi biasanya ditemukan adanya nyeri suprapubik, pinggul
tajam dan kuat, nyeri punggung bawah.
10) Keselamatan/ keamanan
Pada kasus operasi terutama pada kasus penyakit BPH faktor
keselamatan tidak luput dari pengkajian perawat karena hal ini
sangat penting untuk menghindari segala jenis tuntutan akibat
kelalaian paramedik, tindakan yang perlu dilakukan adalah kaji
adanya tanda-tanda infeksi saluran perkemihan seperti adanya
demam (pada preoperasi), sedang pada postoperasi perlu adanya
inspeksi balutan dan juga adanya tanda-tanda infeksi baik pada
luka bedah maupun pada saluran perkemihannya.
11) Seksualitas
Pada pasien BPH baik preoperasi maupun postoperasi terkadang
mengalami masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan
seksualnya, takut inkontinensia/menetes selama hubungan intim,
penurunan kekuatan kontraksi saat ejakulasi, dan pembesaran atau
nyeri tekan pada prostat.

12) Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan pada pasien preoperasi
maupun postoperasi BPH. Pada preoperasi perlu dikaji, antara lain
urin analisa, kultur urin, urologi., urin, BUN/kreatinin, asam fosfat
serum, SDP/sel darah putih. Sedangkan pada postoperasinya perlu
dikaji kadar hemoglobin dan hematokrit karena imbas dari
perdarahan. Dan kadar leukosit untuk mengetahui ada tidaknya
infeksi.

2. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agent injuri fisik ( spasme kandung
kemih)
2) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan sumbatan saluran
pengeluaran pada kandung kemih
3) Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan

Post Operasi

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik


2) Resiko infeksi area pembedahan berhubungan dengan prosedur invasif
3) Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. Intervensi
Pre Operasi

Rencana Keperawatan
No. Dx
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
( NOC ) ( NIC )

Setelah diberikan asuhan Manajemen Nyeri:


1.
keperawatan selama 1. Monitor kepuasan pasien 1. Untuk mengetahui
....x…. jam diharapkan terhadap terhadap manajemen kepuasan pasien
pasien dapat mengontrol nyeri dalam interval yang terhadap manajemen
rasa nyerinya dengan spesifik. nyeri.
kriteria hasil: 2. Monitor tanda - tanda vital 2. Untuk mengetahui
- Keluhan nyeri dengan tepat perubahan nyeri pada
berkurang pasien.
- Menggunakan 3. Observasi adanya petunjuk 3. Untuk mengetahui
analgetik yang nonverbal mengenai penyebab
direkomendasikan. ketidaknyamanan ketidaknyamanan px
- Melaporkan nyeri 4. Lakukan pengkajian nyeri 4. Untuk mengetahui
yang terkontrol. secara komprehensif yang kondisi px serta
- Mengenali apa yang meliputi, lokasi, durasi, memantau nyeri px
terkait dengan gejala kualitas atau beratnya nyeri
nyeri. atau factor pencetus.
- Pasien rileks dan 5. Gunakan strategi komunikasi 5. Komunikasi terapiutik
skala nyeri 2 terapiutik untuk mengetahui merupakan komunikasi
pengalaman nyeri dan yang baik dan paling
sampaikan penerimaan px sering digunakan untuk
terhadap nyeri berkomunikasi dengan
px
6. Lakukan tindakan pengontrol 6. Untuk mencegah nyeri
nyeri sebelum nyeri pada pada px
bertambah berat bertambah
7. Berikan informasi mengenai 7. Agar px mengetahui
nyeri seperti pnyebab nyeri, dan mengenali nyeri
berapa lama nyeri dirasakan yang dialami dan agar
dan antisipasi perawat mengetahui
ketidaknyamanan akibat perkembangan nyeri
prosedur yang dirasakan px
8. Ajarkan prinsip-prinsip 8. Untuk meringankan
manajemen nyeri seperti rasa nyeri
tehnik distraksi nafas dalam
9. Ajarkan penggunaan teknik 9. Agar px mengetahui
non farmakologi ( relaksasi, bagaimana cara
terapi musik, terapi aktivitas ) mengalihkan rasa nyeri
10. Kolaborasi dengan dokter 10. Untuk menindaklanjuti
terkait pemberian obat keluhan nyeri pada
analgesik. pasien
11. Kolaborasi dengan keluarga 11. Agar keluarga pasien
pasien untuk mampu melaksanakan
mengimplementasikan tindakan penurun nyeri
tindakan penurun nyeri terhadap px
Setelah diberikan asuhan Manajemen Cairan
2.
keperawatan selama 1. Monitor tanda-tanda vital 1. Untuk mengetahui
....x…. jam diharapkan pasien kondisi umum pasien
eliminasi urin pasien 2. Monitor status gizi pasien 2. Untuk mengetahui
kembali normal dengan asupan cairan yang
kriteria hasil: masuk atau keluar
- Pasien mampu 3. Berikan cairan dengan tepat 3. Untuk mengurangi
mengosongkan terjadinya dehidrasi
kandung kemih 4. Berikan terapi IV, seperti 4. Untuk melanjutkan
sepenuhnya yang ditentukan terapi yang diberikan
5. Informasikan pasien 5. Agar pasien
- Pola eliminasi urin mengenai NPO ( Nutrisi Per mengetahui tentang
pasien tidak Oral) asupan nutrisi yang
terganggu dibutuhkan
6. Konsultasikan dengan dokter 6. Untuk mengurangi
- Tidak merasakan jika tanda-tanda dan gejala terjadinya
nyeri saat berkemih kelebihan/kekurangan komplikasiterhadap
volume cairan menetap atau penyakit pasien
memburuk
3. Setelah dilakukan asuhan Managemen Energi :
keperawatan selama 1. Monitor lokasi dan sumber 1. Untuk mengetahui
….x… jam diharapkan ketidaknyamanan/ nyeri yang penyebab
tingkat kelelahan pasien dialami pasien selama aktivitas ketidaknyamanan
teratasi dengan kriteria pasien.
hasil: 2. Monitor/catat waktu dan lama 2. Agar pasien dapat
- Pasien tidak istirahat / tidur pasien tidur sesuai
mengalami kebutuhan (8
kelelahan jam/hari).
- Kelesuan pasien 3. Berikan kegiatan pengalihan 3. Agar pasien merasa
berkurang yang menenangkan untuk tenang.
- Kualitas istirahat meningkatkan relaksasi
tidak terganggu 4. Bantu pasien untuk 4. Agar pola tidur
menjadwalkan periode tidur pasien teratur.

5. Lakukan ROM aktif/pasif 5. Agar otot pasien


untuk menghilangkan rileks.
ketegangan otot
6. Ajarkan pasien mengenai 6. Untuk mencegah
pengelolaan kegiatan dan kelelahan pasien.
Teknik managemen waktu
untuk mencegahan kelelahan
7. Intruksikan pasien untuk
7. Agar pasien bisa
mengenali tanda dan gejala
memanage waktu
kelelahan yang memerlukan untuk istirahat.
pengurangan aktivitas 8. Untuk mengetahui
8. Kolaborasi dengan ahli gizi jenis makanan yang
menganai cara meningkatkan dapat meningkatkan
asupan energi dari makanan. nutrisi pasien.
Post Operasi

Rencana Keperawatan
No. Dx
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Setelah diberikan asuhan Manajemen Nyeri:


1.
keperawatan selama 1. Monitor kepuasan pasien 1. Untuk mengetahui
....x…. jam diharapkan terhadap terhadap kepuasan pasien
pasien dapat mengontrol manajemen nyeri dalam terhadap manajemen
rasa nyerinya dengan interval yang spesifik. nyeri.
kriteria hasil: 2. Monitor tanda - tanda vital 2. Untuk mengetahui
- Keluhan nyeri dengan tepat perubahan nyeri pada
berkurang pasien.
- Menggunakan 3. Observasi adanya petunjuk 3. Untuk mengetahui
analgetik yang nonverbal mengenai penyebab
direkomendasikan. ketidaknyamanan ketidaknyamanan px
- Melaporkan nyeri 4. Lakukan pengkajian nyeri 4. Untuk mengetahui
yang terkontrol. secara komprehensif yang kondisi px serta
- Mengenali apa yang meliputi, lokasi, durasi, memantau nyeri px
terkait dengan gejala kualitas atau beratnya nyeri
nyeri. atau factor pencetus.
- Pasien rileks dan 5. Gunakan strategi 5. Komunikasi terapiutik
skala nyeri 2 komunikasi terapiutik merupakan komunikasi
untuk mengetahui yang baik dan paling
pengalaman nyeri dan sering digunakan untuk
sampaikan penerimaan px berkomunikasi dengan
terhadap nyeri px
6. Untuk mencegah nyeri
6. Lakukan tindakan pada pada px
pengontrol nyeri sebelum bertambah.
nyeri bertambah berat 7. Agar px mengetahui
7. Berikan informasi dan mengenali nyeri
mengenai nyeri seperti yang dialami dan agar
pnyebab nyeri, berapa perawat mengetahui
lama nyeri dirasakan dan perkembangan nyeri
antisipasi yang dirasakan px
ketidaknyamanan akibat 8. Untuk meringankan
prosedur rasa nyeri
8. Ajarkan prinsip-prinsip
manajemen nyeri seperti 9. Agar px mengetahui
tehnik distraksi nafas bagaimana cara
dalam mengalihkan rasa nyeri
9. Ajarkan penggunaan 10. Untuk menindaklanjuti
teknik non farmakologi keluhan nyeri pada
( relaksasi, terapi musik, pasien
terapi aktivitas ) 11. Agar keluarga pasien
10. Kolaborasi dengan dokter mampu melaksanakan
terkait pemberian obat tindakan penurun nyeri
analgesik. terhadap px
11. Kolaborasi dengan
keluarga pasien untuk
mengimplementasikan
tindakan penurun nyeri
Setelah dilakukan asuhan Managemen Energi :
2.
keperawatan selama 1. Monitor lokasi dan sumber 1. Untuk mengetahui
….x… jam diharapkan ketidaknyamanan/ nyeri penyebab
tingkat kelelahan pasien yang dialami pasien selama ketidaknyamanan
teratasi dengan kriteria aktivitas pasien.
hasil:
- Pasien tidak 2. Monitor/catat waktu dan 2. Agar pasien dapat tidur
mengalami lama istirahat / tidur pasien sesuai kebutuhan (8
kelelahan jam/hari).
- Kelesuan pasien 3. Berikan kegiatan 3. Agar pasien merasa
berkurang pengalihan yang tenang.
- Kualitas istirahat menenangkan untuk
tidak terganggu meningkatkan relaksasi 4. Agar pola tidur pasien
4. Bantu pasien untuk teratur.
menjadwalkan periode
tidur

5. Lakukan ROM aktif/pasif


untuk menghilangkan 5. Agar otot pasien rileks.

ketegangan otot
6. Untuk mencegah
6. Ajarkan pasien mengenai
kelelahan pasien.
pengelolaan kegiatan dan
Teknik managemen waktu
untuk mencegahan
kelelahan
7. Intruksikan pasien untuk
7. Agar pasien bisa
mengenali tanda dan gejala
memanage waktu untuk
kelelahan yang
istirahat.
memerlukan pengurangan
8. Untuk mengetahui jenis
aktivitas
makanan yang dapat
8. Kolaborasi dengan ahli gizi
meningkatkan nutrisi
menganai cara
pasien.
meningkatkan asupan
energi dari makanan.
Setelah dilakukan asuhan Perlindungan infeksi :
3.
keperawatan …..x…... 1. Memonitor adanya tanda dan 1. Untuk mengetahui
diharapkan keparahan gejala infeksi sistemik dan keparahan infeksi
infeksi berkurang dengan lokal
kriteria hasil : 2. Monitor kerentanan terhadap 2. Untuk mengetahui
- Nyeri berkurang infeksi tingkat infeksi pasien
- suhu tubuhstabil
- Nafsu makan 3. Monitor hitung mutlak WBC. 3. Agar mengetahui kadar
meningkat sel darah putih dalam
tubuh yang dapat
menimbulkan infeksi
4. Berikan perawatan kulit yang 4. Agar luka pasien
tepat untuk area yang terluka terhindar dari infeksi

5. Berikan waktu untuk diskusi


dan mengajukan pertanyaan 5. Agar pasien memahami
terkait test diagnostic yang terkait test diagnostic
dilakukan yang dilakukan
6. Ajarkan pasien dan keluarga 6. Untuk mencegah
mengenai tanda dan gejala komplikasi dari luka
infeksi dan kapan harus pasien.
melaporkan kepada petugas
kesehatan

7. Kolaborasikan dengan dokter 7. Untuk memberikan


dalam pemberian antibiotic terapi lanjutan kepada
Lafixime 2 x 1 gram. pasien.
4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu
pasien dalam proses penyembuhan dan perawatan serta masalah
kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam rencana
keperawatan. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam
mencapai peningkatan kesehatan baik yang dilakukan secara mandiri
maupun kolaborasi dan rujukan ( Nursallam, 2011).
5. Evaluasi
Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis
yaitu :
1) Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana
evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai
2) Evaluasi sumatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode
evaluasi ini menggunakan SOAP.
Dimana evaluasi tersebut :
1) Evaluasi formatif
Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan, dimana evaluasi
dilakukan sampai dengan tujuan tercapai. Selama melakukan asuhan
keperawatan 3 x 24 jam, pasien diharapakan:
1) Nyeri berkurang
2) Mobilisasi pasien meningkat
3) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
2) Evaluasi sumatif
Evaluasi sumatif merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode
evaluasi ini menggunakan SOAP:
S : Data yang didapatkan melalui keluhan pasien
O: Data yang diamati atau diobservasi oleh perawat dan tenaga
medis lainnya
A : Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan tindakan
P :Rencana yang akan dilakuakan, bila tujuan tersebut tidaktercapai

1.8 Askep Kasus


Seorang laki-laki berusia 65 tahun dengan diagnosis BPH grade III +
Obs.Hematuri yang dirawat di ruang perawatan bedah karena akan
direncanakun prostatektomi. Pasien mengeluh sulit beraktivitas, nyeri pada
daerah sympisis pubis dengan skala 3. Pasien telah memasang selang kuteter
sejak 2 bulan yang lalu. Suhu 37,8 ° C dan dengan leukosit 10,72/mm3, TD
120/70 mmHg, frekuensi napas 24 x / menit, dan frekuensi nadi 103 x /
menit.
FORMAT LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN
BERDASARKAN FORMAT GORDON

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ........................................


DENGAN DIAGNOSA MEDIS ...........................................................
DI ...............................................................................................
TANGGAL…………………………………………………………………………

I. PENGKAJIAN
1. Identitas
1. Identitas Pasien
Nama : ..................................................................................
.......
Umur : 65 tahun
Agama
: ..................................................................................
.......
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : ..................................................................................
......
Pendidikan :...................................................................................
.......
Pekerjaan : ..................................................................................
.......
Suku Bangsa
:...................................................................................
......
Alamat : ..................................................................................
......
Tanggal Masuk
: ..................................................................................
.......
Tanggal Pengkajian
: ..................................................................................
.......
No. Register
: ..................................................................................
.......
Diagnosa Medis
: ..................................................................................
.......

2. Identitas Penanggung Jawab


Nama : ..................................................................................
.......
Umur : ..................................................................................
......
Hub. Dengan Pasien : ............................................................................
Pekerjaan : ..................................................................................
..
Alamat : ..................................................................................
..

2. Status Kesehatan
1. Status Kesehatan Saat Ini
1. Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini)
Pasien mengeluh
nyeri .............................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
.............................................................................

2. Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan


penyakit saat ini
Pasien dirawat di ruan perawatan beda, pasien tela didianosa BP ole
dokter dan akan direncanakan prostatektomi pasien terpasan kayeter sejak
2 bulan yan lalu, pasien menelu nyeri pada daera sympisi pubis denan
skala 3, pasien menelu sulit beraktivitas. Suhu 37.8oC dan dengan
leukosit 10.72/mm3. TD 120/70 mm/Hg, frekuensi napas 24 x/menit, dan
frekuensi nadi 103 x/menit.

3. Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya


Pasien mengatakan akan melakukan prostatektomi

2. Satus Kesehatan Masa Lalu


1. Penyakit yang pernah dialami
Pasien mengatakan tidak pernah memgalami penyakit lain selain penyakit yang
diderita sekarang.

2. Pernah dirawat
Pasien mengatakan tidak pernah dirawat di RS sebelumnya dengan penyakit
yang sama.

3. Alergi
Dapat ditemukan tidak memiliki riwayat alergi obat maupun makanan.

4. Kebiasaan (merokok/kopi/alkohol dll)


Dapat ditemukantidak memiliki kebiasaan merokok, minum kopi maupun
alkohol.

3. Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang sebelumnya mengalami penyakit
seperti yang dialami pasien saat ini

4. Diagnosa Medis dan therapy


Dianosa Medis : BPH
Therapy : -
3. Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-
spiritual)
a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Dapat ditemukan pasien mengeluh nyeri pada sympisi pubis, dan tidak dapat
melakukan aktivitas.
b. Pola Nutrisi-Metabolik
 Sebelum sakit :
Dapat ditemukan sebelum sakit pasien makan seperti biasa 3x sehari dengan
menu makaan sayur, daging dan buah.

 Saat sakit :
Pasien mengatakan saat sakit makan sedikit berkurang karena sakit saat
menelan makanan dan merasa mengganjal, pasien hanya makan makanan
yanh didapat dirumah sakit seperti bubur.

c. Pola Eliminasi
1) BAB
 Sebelum sakit :
Dapat ditemukan sebelum sakit BAB lancar 1x sehari dengan kosistensi padat
 Saat sakit :
Dapat ditemukan saat sakit BAB lancar 1x sehari namun hanya sedikit dengan
kosistensi lembek.
2) BAK
 Sebelum sakit :
Dapat ditemukan sebelum sakit BAK pasien normal, tidak berbau,berwarna
kuning jernih dengan jumlah 1.500 cc
 Saat sakit :
Dapat ditemukan saat sakit pasien merasa sakit saat BAK se hingga
harus dipasang kateter.

d. Polaaktivitas dan latihan


1) Aktivitas
Kemampuan 0 1 2 3 4
Perawatan Diri
Makan dan
minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain
dan alat, 4: tergantung total

2) Latihan
 Sebelum sakit
Dapat ditemukan sebelum sakit pasien dpt melakukan aktivitas dan
latihan serta pekerjaan dengan mandiri.
 Saat sakit
Dapat ditemukan saat sakit tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasa
karena masih dirawat di RS.

e. Pola kognitif dan Persepsi


Dapat ditemukan pasien menyadari bahwa nyeri yan g dirasakan pada sympisis
pubis adalah akibat dari sakit yang dialami yaitu BPH

f. Pola Persepsi-Konsep diri


Dapat ditemukan,
Citra Diri: Pasien mengatakan tidak merasa malu dengan dirinya dan percaya
diri meskipun dirawat di RS.
Ideal Diri: Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan segera pulang
Harga Diri: Pasien mengatakan tidak malu dengan kondisinya saat ini.
Peran Diri: Pasien mengatakan suami dari istrinya, dan ayah dari kedua
anaknya, saat sakit pasien merasakan adanya perubahan peran pada pada
dirinya.
Identitas Diri: Pasien dapat mengenali dirinya bahwa dia adalah seorang laki-
laki berusia 65 tahun.
g. Pola Tidur dan Istirahat
 Sebelum sakit :
Dapat ditemukan sebelum sakit dapat tidur dengan nyenyak dan normal 7-8
jam per hari.

 Saat sakit :
Dapat ditemukan saat sakit tidur pasien terganggu karena lingkungan RS ,
padien dapat tidur 5-6 jam per hari.

h. Pola Peran-Hubungan
Dapat ditemukan pasien memiliki hubungan baik dengan keluarga, dan
masyarakat dikarenakan keluarga yang menunggu selalu bergantian dan
banyak pula tetangga yang menjenguk pasien dan pasien mengatakan jika
pasien punya masalah selalu menceritakan dengan keluarga.

i. Pola Seksual-Reproduksi
 Sebelum sakit :
Dapat ditemukan tidak ada masaah pada organ reproduksinya .
 Saat sakit :
Dapat ditemukan saat sakit pasien merasa nyeri pada ba gian sympisis
pubisnya dan susa untuk BAK

j. Pola Toleransi Stress-Koping


Dapat ditemukan, pasien tidak stres karena pasien menganggap sakitnya
adalah ujian dari tuhan dan ketika pasien merasa strees dan ada masalah
pasien selalu menceritakannya dengan keluarganya.
k. Pola Nilai-Kepercayaan
Dapat ditemukan pasien beragama hindu, pasien tetap berdoa untuk
kesembuhannya

4. Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum : baik
Tingkat kesadaran : komposmetis
GCS : verbal: 5, Psikomotor: 6, Mata : 4
b. Tanda-tanda Vital : Nadi = 103 x/mnt , Suhu = 37.8 , TD = 120/70
mm /Hg, RR =24 x/mnt
c. Keadaan fisik
a. Kepala dan leher :
................................................................................................
..........................................................................................................
..........................................................................................................
....................................................................................................
b. Dada :
 Paru
................................................................................................
.......................................................................................................
...................................................................

 Jantung
................................................................................................
.......................................................................................................
.......................................................................................................
.........................................................................

c. Payudara dan ketiak :


Tidak terkaji

d. abdomen :
Dapat ditemukan Pada pemeriksaan abdomen didapatkan hasil:
Inspeksi: tidak ada lesi,
Auskultasi : terdengar bising usus dan peristaltik usus 15x/menit,
Perkusi : terdengar suara tympani ,
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, dan tidak ada penumpukan cairan)

e. Genetalia :
Inspeksi : Pasien terpasan kateter
Palpasi : terdapat nyeri tekan pada sympisis pubis

f. Integumen :
Dapat ditemukan
Inspeksi: tidak ada lesi,tidak ada benjolan, tidak ada odem
Palpasi: tidak ada nyeri tekan

g. Ekstremitas :
 Atas
Dapat ditemukan, Inspeksi ; tidak terdapat kelainan, lesi, maupun
jejas, terpasanh infus di tangan kiri
Palpasi; tidak ada nyeri tekan, tidak ada tonjolan
 Bawah
Dapat ditemukan, Inspeksi; tidak terdapat kelainan, lesi, maupun
jejas
Palpasi; tidak ada nyeri tekan, tidak ada tonjolan

h. Neurologis :
 Status mental da emosi :
Tidak terkaji
 Pengkajian saraf kranial :
Tidak terkaji
 Pemeriksaan refleks :
Tidak terkaji, Refleks patella pasien normal

b. Pemeriksaan Penunjang
1. Data laboratorium yang berhubungan
leukosit 10.72/mm3

2. Pemeriksaan radiologi
..................................................................................................................
..................................................................................................................
..................................................................................................................

3. Hasil konsultasi
............................................................................................................
..................................................................................................................
..................................................................

4. Pemeriksaan penunjang diagnostic lain


............................................................................................................
..................................................................................................................
..................................................................................................................
................................................................................................

5. ANALISA DATA
1) Tabel Analisa Data
DATA ETIOLOGI MASALAH

(Sesuai dengan patofisiologi)

Ds : pasien mengatakan nyeri. Nyeri akut


P : pasien mengatakan penyebab
nyeri yang dirasakan akibat dari
sakit yang dialaminya yaitu BPH

Q : pasien mengatakan nyeri


yang dirasakannya seperti
ditekan

R : pasien mengatakan lokasi


nyeri di bagian sympisis pubis

S : pasien mengatakan skala


nyeri 3

T : pasien mengatakan waktu


nyeri menetap

Do : Frekuensi nadi
meningkat 103 x/mnt
Ds : Pasien mengeluh sulit
beraktivitas
Intoleransi Aktivitas
Do :
2) Tabel Daftar Diagnosa Keperawatan /Masalah Kolaboratif Berdasarkan
Prioritas

NO TANGGAL / DIAGNOSA KEPERAWATAN TANGGAL Ttd


JAM
DITEMUKA TERATASI
N

1. Senin, 16 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik Rabu, 18 april 2020
april 2020 (inflamasi) ditandai dengan
P : pasien mengatakan penyebab nyeri yang dirasakan
09.00 akibat dari sakit yang dialaminya yaitu BPH
Q : pasien mengatakan nyeri yang dirasakannya seperti
ditekan
R : pasien mengatakan lokasi nyeri di bagian sympisis
pubis
S : pasien mengatakan skala nyeri 3
T : pasien mengatakan waktu nyeri menetap
Frekuensi nadi meningkat 103 x/mnt

2. Senin, 16 Rabu, 18 april 2020


Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
april 2020

09.30
3) Intervensi
Pre Operasi

Rencana Keperawatan
No. Dx
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
( NOC ) ( NIC )

Setelah diberikan asuhan Manajemen Nyeri:


1.
keperawatan selama 3 x 4 1. Monitor kepuasan pasien 1. Untuk mengetahui
jam diharapkan pasien terhadap terhadap manajemen kepuasan pasien
dapat mengontrol rasa nyeri dalam interval yang terhadap manajemen
nyerinya dengan kriteria spesifik. nyeri.
hasil: 2. Monitor tanda - tanda vital 2. Untuk mengetahui
- Keluhan nyeri dengan tepat perubahan nyeri pada
berkurang pasien.
- Menggunakan 3. Observasi adanya petunjuk 3. Untuk mengetahui
analgetik yang nonverbal mengenai penyebab
direkomendasikan. ketidaknyamanan ketidaknyamanan px
- Melaporkan nyeri 4. Lakukan pengkajian nyeri 4. Untuk mengetahui
yang terkontrol. secara komprehensif yang kondisi px serta
- Mengenali apa yang meliputi, lokasi, durasi, memantau nyeri px
terkait dengan gejala kualitas atau beratnya nyeri
nyeri. atau factor pencetus.
- Pasien rileks dan 5. Gunakan strategi komunikasi 5. Komunikasi terapiutik
skala nyeri 1 terapiutik untuk mengetahui merupakan komunikasi
pengalaman nyeri dan yang baik dan paling
sampaikan penerimaan px sering digunakan untuk
terhadap nyeri berkomunikasi dengan
px
6. Lakukan tindakan pengontrol 6. Untuk mencegah nyeri
nyeri sebelum nyeri pada pada px
bertambah berat bertambah
7. Berikan informasi mengenai 7. Agar px mengetahui
nyeri seperti pnyebab nyeri, dan mengenali nyeri
berapa lama nyeri dirasakan yang dialami dan agar
dan antisipasi perawat mengetahui
ketidaknyamanan akibat perkembangan nyeri
prosedur yang dirasakan px
8. Ajarkan prinsip-prinsip 8. Untuk meringankan
manajemen nyeri seperti rasa nyeri
tehnik distraksi nafas dalam
9. Ajarkan penggunaan teknik 9. Agar px mengetahui
non farmakologi ( relaksasi, bagaimana cara
terapi musik, terapi aktivitas ) mengalihkan rasa nyeri
10. Kolaborasi dengan dokter 10. Untuk menindaklanjuti
terkait pemberian obat keluhan nyeri pada
analgesik. pasien
11. Kolaborasi dengan keluarga 11. Agar keluarga pasien
pasien untuk mampu melaksanakan
mengimplementasikan tindakan penurun nyeri
tindakan penurun nyeri terhadap px
2. Setelah dilakukan asuhan Managemen Energi :
keperawatan selama 3 x 1. Monitor lokasi dan sumber 1. Untuk mengetahui
24 jam diharapkan tingkat ketidaknyamanan/ nyeri yang penyebab
kelelahan pasien teratasi dialami pasien selama aktivitas ketidaknyamanan
dengan kriteria hasil: pasien.
- Pasien tidak 2. Monitor/catat waktu dan lama 2. A
mengalami istirahat / tidur pasien gar pasien dapat tidur
kelelahan sesuai kebutuhan (8
- Kelesuan pasien jam/hari).
berkurang 3. Berikan kegiatan pengalihan
- Kualitas istirahat yang menenangkan untuk 3. A
tidak terganggu meningkatkan relaksasi gar pasien merasa
4. Bantu pasien untuk tenang.
menjadwalkan periode tidur
4. A
5. Lakukan ROM aktif/pasif gar pola tidur pasien
untuk menghilangkan teratur.
ketegangan otot
6. Ajarkan pasien mengenai 5. A
pengelolaan kegiatan dan gar otot pasien rileks.
Teknik managemen waktu
untuk mencegahan kelelahan 6. U
7. Intruksikan pasien untuk ntuk mencegah
mengenali tanda dan gejala kelelahan pasien.
kelelahan yang memerlukan
pengurangan aktivitas
8. Kolaborasi dengan ahli gizi
7. A
menganai cara meningkatkan
gar pasien bisa
asupan energi dari makanan.
memanage waktu
untuk istirahat.
8. U
ntuk mengetahui jenis
makanan yang dapat
meningkatkan nutrisi
pasien.
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Jika dalam penulisan ini terdapat kekurangan dan kesalahan, kami
mohon maaf. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun agar kami dapat membuat makalah yang lebih
baik dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA

Moorheed, Sue dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification Edisi 5 ( NOC ).


Indonesia: Elsevier Global Right

Bulechek, Gloria dkk. 2016. Nursing Interventions Classification Edisi 6 ( NIC ).


Indonesia: Elsevier Global Right

Anonim.2011. Pedoman Penatalaksanaan BPH Di Indonesia. (PDF)

Wilkinson M. Judith & Nancy R. Ahern. 2012. Buku saku Diagnosis


Keperawatan. Jakarta. EGC

Nursalam.2011. Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan


Profesional. Edisi 3. Penerbit: Selemba Medika

Roehrborn, C. G., & McConnell, J. D. (2011). Benign prostatic


hyperplasia:etiology, pathophysiology, epidemiology, and natural history.
CampbellWalsh Urology. (10th ed). Philadelphia: Saunders Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai