OLEH :
KELOMPOK II
Gambar 3. Lobus-lobus
A. Serebrum
Serebrum atau otak besar terdiri dari dari 2 bagian, hemispherium serebri
kanan dan kiri. Setiap henispher dibagi dalam 4 lobus yangterdiri dari lobus
frontal, oksipital, temporal dan pariental. Yang masing-masing lobus memiliki
fungsi yang berbeda, yaitu:
1) Lobus frontalis
Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan keahlian
motorik misalnya menulis, memainkan alat musik atau mengikat tali
sepatu. Lobus frontalis juga mengatur ekspresi wajah dan isyarat tangan.
Daerah tertentu pada lobus frontalis bertanggung jawab terhadap aktivitas
motorik tertentu pada sisi tubuh yang berlawanan. Efek perilaku dari
kerusakan lobus frontalis bervariasi, tergantung kepada ukuran dan lokasi
kerusakan fisik yang terjadi. Kerusakan yang kecil, jika hanya mengenai
satusisi otak, biasanya tidak menyebabkan perubahan perilaku yang nyata,
meskipun kadang menyebabkan kejang. Kerusakan luas yang mengarah ke
bagian belakang lobus frontalis bisa menyebabkan apati, ceroboh, lalai
dan kadang inkontinensia. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian
depan atau samping lobus frontalis menyebabkan perhatian penderita
mudah teralihkan, kegembiraan yang berlebihan, suka menentang, kasar
dan kejam.
2) Lobus parietalis
Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesandari bentuk,
tekstur dan berat badan ke dalam persepsi umum. Sejumlah kecil
kemampuan matematikan dan bahasa berasal dari daerah ini. Lobus
parietalis juga membantu mengarahkan posisi pada ruang di sekitarnya
dan merasakan posisi dari bagian tubuhnya. Kerusakan kecil di bagian
depan lobus parietalis menyebabkan mati rasa pada sisi tubuh yang
berlawanan. Kerusakan yang agak luas bisa menyebabkan hilangnya
kemampuan untuk melakukan serangkaian pekerjaan keadaan ini disebut
ataksia dan untuk menentukan arah kiri-kanan. Kerusakanyang luas bisa
mempengaruhi kemampuan penderita dalam mengenali bagian tubuhnya
atau ruang di sekitarnya atau bahkan bisa mempengaruhi ingatan akan
bentuk yang sebelumnya dikenal dengan baik misalnya, bentuk kubus atau
jam dinding. Penderita bisa menjadi linglung atau mengigau dan tidak
mampu berpakaianmaupun melakukan pekerjaan sehari-hari lainnya.
3) Lobus temporalis
Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi menjadi dan
mengingatnya sebagai memori jangka panjang. Lobustemporalis juga
memahami suara dan gambaran, menyimpan memori dan mengingatnya
kembali serta menghasilkan jalur emosional. Kerusakan pada lobus
temporalis sebelah kanan menyebabkan terganggunya ingatan akan suara
dan bentuk. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri menyebabkan
gangguan pemahaman bahasa yang berasal dari luar maupun dari dalam
dan menghambat penderita dalam mengekspresikan bahasanya.
Penderita dengan lobus temporalis sebelah kanan yang non-dominan, akan
mengalami perubahan kepribadian seperti tidak suka bercanda, tingkat
kefanatikan agama yang tidak biasa, obsesif dan kehilangan gairah
seksual.
4) Lobus oksipitalis
Fungsinya untuk visual center. Kerusakan pada lobus ini otomatis akan
kehilangan fungsi dari lobus itu sendiri yaitu penglihatan.
B. Cereblum
Terdapat dibagian belakang kranium menepati fosa serebri posterior dibawah
lapisan durameter. Cereblum mempunyai aski yaitu; merangsang dan
menghambat serta mempunyai tanggunag jawab yang luas terhadap
koordinasi dan gerakan halus. Ditambah mengontrolgerakan yang benar,
keseimbangan posisi dan mengintegrasikan input sensori.
C. Brainstem
Batang otak terdiri dari otak tengah, pons dan medula oblomata. Otak tengah
midbrain/ ensefalon menghubungkan pons dan sereblum dengan hemisfer
sereblum. Bagian ini berisi jalur sensorik dan motorik, sebagai pusat reflek
pendengaran dan penglihatan. Ponsterletak didepan sereblum antara otak
tengah dan medula, sertamerupakan jembatan antara 2 bagian sereblum dan
juga antara medulla dengan serebrum. Pons berisi jarak sensorik dan motorik.
Medula oblomata membentuk bagian inferior dari batang otak, terdapat pusat-
pusat otonom yang mengatur fungsi-fungsi vital seperti pernafasan, frekuensi
jantung, pusat muntah, tonus vasomotor, reflek batuk dan bersin.
D. Etiologi/ Predisposisi
Menurut Tarwoto (2010), penyebab dari Cedera Kepala adalah:
1) Kecelakaan lalu lintas.
2) Terjatuh
3) Pukulan atau trauma tumpul pada kepala.
4) Olah raga
5) Benturan langsung pada kepala.
6) Kecelakaan industri.
F. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran
darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian
pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak
boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar
glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi
cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi
penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan
asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit /
100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas
atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan
otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia,
fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan
berkontraksi. Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh
darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua:
1. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acclerasi-decelerasi otak) yang
menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi:
Gegar kepala ringan
Memar otak
Laserasi
2. Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti:
Hipotensi sistemik
Hipoksia
Hiperkapnea
Udema otak
Komplikai pernapasan
Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain (Kowalak, 2011).
Etiologi
(Kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, kecelakaan olahraga, pukulan)
Trauma Kepala
Herniasi unkus
Bersihan jalan
Tonsil cerebelum tergeser Kompresi medula
nafas tidak efektif
oblongata
Mesesenfalon tertekan
Intoleransi
immobilisasi aktivitas
Gangguan kesadaran
Cemas
K. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal penderita cedera kepala bertujuan untuk memantau
sedini mungkin. Untuk penatalaksanaan penderita cedera kepala, Advanced
cedera Life Support telah menempatkan standar yang sesuai dengan tingkat
keparahan cedera. Penatalaksanaan penderita cedera kepala meliputi Survei
primer yang di prioritaskan adalah: A (airway), B (Breathing), C (Circulation), D
(Disability), dan E (Exposure/ environmental Control) kemudian dilanjutkan
dengan resusitasi. Pada penderita cedera kepala berat, survei primer sangatlah
penting untuk mencegah cedera otak sekunder dan menjaga homeostasis otak.
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien cedera kepala berat adalah
dengan:
a. Dexamethason / kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral,
dosis sesuai dengan berat ringannya trauma
b. Therapi hiperventilasi untuk mengurangi vasodilatasi
c. Pemberian analgetik
d. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%,
glukosa 40% atau gliserol.
e. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidazole.
f. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan
makanan lunak.
g. Pembedahan. (Smelzer, 2010)
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Nama, jenis kelamin, alamat, pekerjaan. Terdapat identitas lengkap penderita
CKR
2. Keluhan utama
Sering terjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan tergantung
seberapa jauh dampak dari trauma kepala disertai penurunan tingkat
kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala yang akibat dari kecelakaan
lalu lintas, jatuh dari ketinggian, trauma langsung ke kepala. Pengkajian yang
didapat, meliputi tingkat kesadaran menurun, konfulse, muntah, sakit kepala,
lemah, liquor dari hidung dan telinga serta kejang.
4. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu dipertanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi,
riwayat cidera sebelumnya, DM, dan penggunaan obat-obatan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan DM
a. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum penurunan kesadaran pada CKR umumnya GCS 13-
15.
b. Pola aktivitas sehari-hari
1) Pola makan atau cairan
Kaji pola nutrisi sebelum MRS dan saat MRS biasanya pada klien
CKR timbul mual dan muntah serta mengalami selera makan
2) Pola istirahat tidur
Kaji perubahan pola tidur sebelum dan saat sakit. Biasanya klien
mengalami perubahan pada pola istirahat tidur karena nyeri dan
ansietas
3) Pola eliminasi
Kaji bagaimana pola defekasi sebelum dan saat sakit
4) Pola katifitas dan latihan
Klien dengan CKR biasanya mengalami kelemahan, letih, dan
terkadang terjadi perubahan kesadaran.
5) Pola presepsi dan konsep diri
Kaji bagaimana klien mamandang dirinya serta penyakit yang
dideritanya
6) Pola peran hubungan
kaji bagaimana peran dan fungsi serta hubungan dengan masyarakat
7) Pola nilai dan kepercayaan
Kaji bagaimana pengaruh agama terhadap penyakit yang dialami klien
8) Pola kebersihan diri
Kaji bagaimana tidankan klien dalam menjaga kebersihan dirinya.
Rencana Keperawatan
No. Dx
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
D. EVALUASI
Evaluasi adalah sebagian yang direncanakan dan diperbandingkan yang
sistematis pada status kesehatan klien. Dengan mengukur perkembangan klien
dalam mencapai suatu tujuan. Evaluasi ini dilakukan dengan menggunakan
format evaluasi SOAP meliputi data subyektif, data obyektif, data analisa dan
data perencanaan (Nursalam, 2009). Evaluasi berdasarkan NOC 2016:
1. Nyeri akut evaluasinya yaitu:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ....x…. jam diharapkan pasien
dapat mengontrol rasa nyerinya dengan kriteria hasil:
a. Pengetahuan
1. Strategi untuk mengontrol nyeri dipertahankan pada 2 (pengetahuan
terbatas) ditingkatkan ke 4 (pengetahuan banyak)
b. Kontrol Nyeri
1. Mengenali kapan nyeri terjadi dari skala 3 (kadang-kadang
menunjukkan) ke skala 5 (secara konsisten menunjukkan)
2. Menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa analgesic dari skala 2
(jarang menunjukkan) ke skala 4 (sering menunjukkan)
3. Melaporkan nyeri yang terkontrol dari skala 2 ( jarang menunjukkan)
ke skala 4 (sering menunjukkan)
c. Tingkat nyeri
1. Nyeri yang dilaporkan dari skala 3 (nyeri sedang) ke skala 5 (tidak ada
nyeri) dengan tanda nyeri sedang skala 4 (kisaran normal) ke skala 0
(tidak ada nyeri)
2. Intoleransi aktivitas evaluasinya yaitu:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ....x…. jam diharapkan pasien
dapat meningkatkan partisipasi dalam aktivitas dengan kriteria hasil:
a. Kelelahan: Efek yang mengganggu
1. Gangguan aktifitas fisik dipertahankan pada 2 (cukup berat)
ditingkatkan ke 4 (ringan)
3. Ansietas evaluasinya yaitu:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …..x…..jam diharapkan cemas
pasien teratasi dengan kriteria hasil:
a. Tingkat kecemasan
1. Perasaan gelisah dari skala 3 (sedang) ditingkatkan ke skala 5 (tidak
ada)
2. Rasa takut yang disampaikan secara lisan dari skala 4 (ringan)
ditingkatkan ke skala 5 (tidak ada)
b. Tingkat rasa takut
1. Ketakutan dari skala 4 (ringan) ditingkatkan ke skala 5 (tidak ada)
4. Risiko infeksi evaluasinya yaitu:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …..x…..jam diharapkan pasien
tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:
a. Deteksi Risiko
1. Monitor perubahan status kesehatan dipertahankan pada 2 (jarang
menunjukkan) ditingkatkan ke 4 (sering menunjukkan)
2. Mengenali tanda dan gejala yang mengindikasikan resiko
dipertahankan pada 2 (jarang menunjukkan) ke 4 (sering
menunjukkan)
5. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas evaluasinya:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x… jam diharapkan jalan
nafas efektif dengan kriteria hasil:
a. Menunjukkan jalan nafas yang paten
b. Mampu mengindentifikasikan dan mencegah factor yang dapat
menghambat jalan nafas.
6. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak evaluasinya:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x… jam diharapkan pasien
mampu perfusi jaringan otak berfungsi dengan kriteria hasil :
a. tidak ada tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial.
b. Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan
DAFTAR PUSTAKA
Arief Mutaqin. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Brunner & Suddarth. 2016. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 12. Jakarta: EGC.
Bulechek, G.M., et all. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC), Edisi
Keenam. Singapore: Elsivier.
Heather, Herdman T. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2018-2020, Edisi 11. Jakarta: EGC.
Johnson, M., et all. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC), Edisi Kelima.
Singapore: Elsivier.
Kowalak, J. P. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2.Edisi ke 3. Jakarta: FK UI
press.
Nursalam. 2009. Proses Dan Dokumentasi Keperawatan, Edisi 2. Jakarta: Salemba
Medika.
Pearce, Evelyn C. 2008. Anatomi dan Fisiologi Untuk Para Medis. Jakarta: PT
Gramedia.
Smeltzer, Suzanne C. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 3 ed-8.
Jakarta: EGC.
Tarwoto. 2010. Cedera Kepla Ringan. Jakarta: Salemba Medika.