Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI)

Disusun Oleh :
TRI AGUNG NUGROHO
SN171201

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2017
A. KONSEP BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI
1. Definisi
BPH (Benigna Prostat Hipertropi) adalah pembesaran atau hypertropi
prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam
kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan
hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya
tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat,
tetapi kelenjar-kelenjar periuretra lah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya
bertambah banyak). Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi
gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna hiperplasia
of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum
dipakai (Price . 2009).
.
2. Etilogi

Penyebab BPH belum jelas namun terdapat faktor resiko umur dan hormon

androgen. Ada beberapa hipotesis yang menyebutkan bahwa hiperplasia prostat

erat kaitannya dengan peningkatan kadar Dehidrotestosteron (DHT) dan proses

aging (menjadi tua) (Smeltzer. 2012). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai

penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah:

a. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen


pada usia lanjut
b. Peranan dari growth faktor sebagai pemicu pertumbuhan stroma kelenjar
prostat
c. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati
d. Teori sel steam menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel steam
sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat
menjadi berlebihan
3. Patofisiologi
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan seiring dengan
bertambahnya usia sehingga terjadi perubahan keseimbangan hormonal yaitu
terjadi reduksi testosteron menjadi Dehidrotestosteron dalam sel prostat yang
kemudian menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel. Hal ini
dapat menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya
sintesis protein yang kemudian menjadi hiperplasia kelenjar prostat.
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, maka akan terjadi
penyempitan lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urine.
Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intra vesikel. Untuk dapat
mengeluarkan urine buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan tersebut, sehingga akan terjadi resistensi pada buli-buli dan daerah
prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan meregang sehingga timbul
sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi.
Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga
terjadi retensi urine.
WOC BPH (Benigna Prostat Hipertropi)

Etilogi
Mesenkim sinus
Mitrouma : trauma,
uragential
infeksi Perubahan keseimbangan
testosteron + estrogen
Reawakening
Stimulus sel stroma
yg di pengaruhi GH Prod
testosteron Berpoliferasi

BPH

Pre operasi Post operasi

Terjadi kompresi Penekan serabut Trup


utera syaraf prostatektomi

Resistensi leher V.U


dan daerah V.U Mk : Nyeri akut Trauma bekas
insisi

Ketebalan otot
dekstrusor Mk: Resiko
injury
Kelemahan otot pendarahan
dekstrusor
Penurunan pertahanan
tubuh
Kemampuan
fungsi V.U
Media pertumbuhan Mk : resiko
Residu urin kuman terjadi infeksi
berlebih
Mk : gangguan
eliminasi urin

Smeltzer dan Bare (2012), Price (2009)

4. Manifestasi klinik
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan
di luar saluran kemih.
a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinari Tract Symptoms
(LUTS) terdiri atas gejala iritatif dan gejala obstruktif.
Gejala iritatif yaitu sering miksi (frekuensi) terbangun untuk miksi pada malam
hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi), dan nyeri
pada saat miksi (disuria).
Gejala obstruktif meliputi: pancaran lemak, rasa tidak lampias sehabis miksi,
kalau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan (straining)
anyang-anyangen (intermittency) dan waktu miksi yang memanjang yang
akhirnya menjadi retensi urine dan inkontinensia karena overflow.
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan saluran kemih sebelah bawah,
beberapa ahli urology membuat sistem scoring yang secara subyektif dapat diisi
dan dihitung sendiri oleh pasien.
b. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas,
berupa gejala obstruksi antara lain: nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang
merupakan tanda dari hidronefrosis), yang selanjutnya dapat menjadi gagal
ginjal dapat ditemukan uremia, peningkatan tekanan darah, perikarditis,
foetoruremik dan neuropati perifer.
c. Gejala di luar saluran kemih
Pasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya hernia inguinalis dan
hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat
miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal.
5. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Analisis urine dan pemeriksaan mikroskopik urine penting untuk melihat adanya
sel leukosit, bakteri, dan infeksi. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah
merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan fungsi metabolik.
Pemeriksaan prostate specific Antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan
perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan.
b. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen, pielografi
intravena, USG dan sistoskopi. Tujuan pemeriksaan pencitraan ini adalah untuk
memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi buli-buli dan
volume residu urine. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus
urinarius, pembesaran ginjal dan buli-buli. Dari pielografi intravena dapat dilihat
supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter.
c. Pemeriksaan Uroflowmetri dan Colok Dubur
 Uroflowmetri untuk mengetahui derajat obstruksi, yaitu dengan mengukur
pancaran urine pada waktu miksi. Kecepatan aliran urine dipengaruhi oleh
kekuatan kontraksi detrusor, tekanan intra buli-buli, dan tahanan uretra.
 Colok Dubur pada perabaan colok dubur, harus diperhatikan konsistensi
prostat (biasanya kenyal), adakah asimetri, adakah nodul pada prostat, apakah
batas atas teraba.
6. Penatalaksanaan
a. Observasi (Watchfull Waiting) biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan
ringan, nasehat yang diberikan yaitu mengurangi minum setelah makan malam
untuk mengurangi nocturia, menghindari obat-obatan dekongestan, mengurangi
minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol.
b. Terapi medikamentosa
 Penghambat adrenergic alfa, contoh: prazosin, doxazosin, terazosin,
afluzosin.
 Penghambat enzim 5 alfa reduktasi, contoh: firasterid (proscar).
c. Terapi bedah
 TURP
 TUIP
 Prostatektomi terbuka
d. Terapi invasif minimal
 TUMT (Trans Urethral Micro web Thermotherapy)
 Dilatasi balon trans uretra (TUBD)\
 High Intensity Focus Ultrasound
 Ablasi jarum trans uretra
 Stent Prostat
B. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian ini penulis menggunakan teori
konseptual menurut GORDON dengan 11 pola kesehatan fungsional
sesuai dengan post operasi benigna prostat hipertrophy.
1. Pola persepsi kesehatan dan management kesehatan
Menggambarkan pola pikir kesehatan pasien, keadaan sehat dan
bagaimana memelihara kondisi kesehatan. Termasuk persepsi
individu tentang status dan riwayat kesehatan, hubungannya
dengan aktivitas dan rencana yang akan datang serta usaha-usaha
preventif yang dilakukan pasien untuk menjaga kesehatannya.
2. Pola Nutrisi – Metabolik
Mengambarkan pola konsumsi makanan dan cairan untuk
kebutuhan metabolik dan suplai nutrisi, kualitas makanan setiap
harinya, kebiasaan makan dan makanan yang disukai maupun
penggunaan vitamin tambahan. Keadaan kulit, rambut, kuku,
membran mukosa, gigi, suhu, BB, TB, juga kemampuan
penyembuhan.
3. Pola Eliminasi
Yang menggambarkan:
 pola defekasi (warna, kuantitas, dll)
 penggunaan alat-alat bantu
 penggunaan obat-obatan.
4. Pola Aktivitas
 pola aktivitas, latihan dan rekreasi
 pembatasan gerak
 alat bantu yang dipakai, posisi tubuhnya.
5. Pola Istirahat – Tidur
Yang menggambarkan:
 Pola tidur dan istirahat
 Persepsi, kualitas, kuantitas
 Penggunaan obat-obatan.
6. Pola Kognitif – Perseptual
 Penghilatan, pendengaran, rasa, bau, sentuhan
 Kemampuan bahasa
 Kemampuan membuat keputusan
 Ingatan
 Ketidaknyamanan dan kenyamanan
7. Pola persepsi dan konsep diri
Yang menggambarkan:
 Body image
 Identitas diri
 Harga diri
 Peran diri
 Ideal diri.
8. Pola peran – hubungan sosial
Yang menggambarkan:
 Pola hubungan keluarga dan masyarakat
 Masalah keluarga dan masyarakat
 Peran tanggung jawab.
9. Pola koping toleransi stress
Yang menggambarkan:
 Penyebab stress
 Kemampuan mengendalikan stress
 Pengetahuan tentang toleransi stress
 Tingkat toleransi stress
 Strategi menghadapi stress.
10. Pola seksual dan reproduksi
Yang menggambarkan:
 Masalah seksual
 Pendidikan seksual.
11. Pola nilai dan kepercayaan
Yang menggambarkan:
 Perkembangan moral, perilaku dan keyakinan
 Realisasi dalam kesehariannya.
B. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agent cidera biologis
2) Gangguan eliminasi berhubungan dengan obtruksi anatomik
3) Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah/operasi
C. Perencanaan keperawatan
Diagnosa Perencanaan
No
Keperawatan Tujuan dan kriteri hasil Intervensi
1 Nyeri akut NOC NIC
berhubungan  Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
dengan agent  pain control, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
cidera biologis  comfort level kualitas dan faktor presipitasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam 2. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
Pasien tidak mengalami nyeri, dengan Kriteria hasil 3. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu 4. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi 5. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
nyeri, mencari bantuan) 6. Tingkatkan istirahat
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan 7. Kolaborasikan dengan dokter jika keluhan dan
manajemen nyeri tindakan nyeri tidak berhasil\
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan 8. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
tanda nyeri) nyeri sebelum pemberian obat
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang 9. Tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan
5. Tanda vital dalam rentang normal beratnya nyeri
10. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgetik pertama kali berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
2 Gangguan NOC NIC
eliminasi  Urinary elimination 1. Lakukan penilaian kemih yang komprehensif
berhubungan  Urinary Contiunence berfokus pada inkontinensia (misalnya, output urin,
dengan obtruksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pola berkemih kemih, fungsi kognitif, dan masalah
anatomik Pasien tidak mengalami gangguan eliminasi, dengan kencing praeksisten)
Kriteria hasil : 2. Memantau penggunaan obat dengan sifat
1. Kandung kemih kosong secara penuh antikolinergik atau properti alpha agonis
2. Tidak ada residu urine > 100-200 cc 3. Memonitor efek dari obat-obatan yang diresepkan,
3. Intake cairan dalam rentang normal seperti calcium channel blockers dan antikolinergik
4. Bebas dari ISK 4. Merangsang refleks kandung kemih dengan
5. Tidak ada spasme bladder menerapkan dingin untuk perut, membelai tinggi
6. Balance cairan seimbang batin, atau air
5. Sediakan waktu yang cukup untuk pengosongan
kandung kemih (10 menit)
6. Gunakan spirit wintergreen di pispot atau urinal
7. Menyediakan manuver Crede, yang diperlukan
8. Gunakan double-void teknik
9. Masukkan kateter kemih, sesuai
10. Anjurkan pasien / keluarga untuk merekam output
urin, sesuai
11. Memantau asupan dan keluaran
12. Memantau tingkat distensi kandung kemih dengan
palpasi dan perkusi
3 Resiko infeksi NOC : NIC :
berhubungan  Immune Status 1. Beri lingkungan yang nyaman dan bersih
dengan luka insisi  Knowledge : Infection control 2. Pertahankan teknik aseptif
bedah/operasi  Risk control 3. Lakukan ganti balut tiap hari
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam 4. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil: keperawatan
1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 5. Tingkatkan intake nutrisi
2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya 6. Berikan terapi kolaborasi antibiotik
infeksi inj Ceftriaxone 1x 2gramMonitor TTV
3. Jumlah leukosit dalam batas normal 7. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
4. Menunjukkan perilaku hidup sehat 8. Monitor TTV
D. Evaluasi
1. Diagnosa 1 : Nyeri akut berhubungan dengan agent cidera biologis
Evaluasi : Nyeri dapat berkurang, nyeri dapat terkontrol dan pasien tenang
2. Diagnosa 2 : Gangguan eliminasi berhubungan dengan obtruksi anatomik
Evaluasi : Kandung kemih kosong secara penuh, tidak ada residu urine > 100-
200 cc, Intake cairan dalam rentang normal, Bebas dari ISK dan Balance
cairan seimbang
3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah/operasi
Evaluasi : Bebas dari tanda dan gejala infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Amin Nurarif, dkk. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan NANDA NIC-NOC.Jogjakarta : MediAction.

Herdman, T.H.(2012). Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi,


Jakarta: EGC.
Price, S.A. & Wilson, L.M. (2009). Pathophysiology: Clinical concepts of
dissease processes. Philadelphia: by Mosby Year Booc Inc.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., Cheever, K.H. (2008). Texbook of
medical surgical nursing. 12th Edition. Philadelphia: Lipincott Williams &
Wilkins.
Syamsuhidayat R dan De Jong W. (2009). Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai