Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA TN. “J” DENGAN DIAGNOSA MEDIS BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA DI


RUANG PERAWATAN TULIP RS TK II PELAMONIA MAKASSAR

INAYATU DZIL IZZATI, S.Kep


22007037

CI. LAHAN CI. INSTITUSI

( Hariati, S.Kep, NS, M.Kes ) ( Halmina Ilyas, S.Kep, Ns, M.Kep )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAKASSAR
2021
BAB I

KONSEP MEDIS

A. DEFINISI

BPH ( Benigna Prostat Hyperplasia ) adalah suatu keadaan dimana

kelenjar prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam

kandung kemih dan menyumbat aliran urine dengan menutup orifisium

uretra. Hyperplasia merupakan pembesaran ukuran sel dan diikuti oleh

penambahan jumlah sel. BPH merupakan suatu kondisi patologis yang paling

umum di derita oleh laki-laki dengan usia rata-rata 50 tahun ( Prabowo dkk,

2016 ).

Hiperplasia prostat jinak (benign prostate hyperplasia-BPH) merupakan

tumor jinak yang paling sering terjadi pada laki-laki. Insidennya terkait

pertambahan usia, prevelensi yang meningkat dari 20 % pada laki-laki berusia

41-50 tahun menjadi lebih dari 90% pada laki-laki berusia lebih dari 80 tahun

(Tanto, 2014)

Gambar 1 anatomi prosta normal


Sumber, Azizah 2017
Gambar 2 anatomi prosta abnormal
Sumber, Aziza 2017

B. ETIOLOGI

BPH umumnya bersifat multifactorial dan pengaruh oleh sistem endokrin,

selain itu ada pula yang menyatakan bahwa penuaan menyebabkan

peningkatan kadar estrogen yang menginduksi reseptor adrogen sehingga

meningkat sensitivitas prostat terhadap testosteron bebas, secara patologis,

pada BPH terjadi proses hiperplesia sejati disertai peningkatan jumlah sel.

Pemeriksaan micropis menunjukan bahwa BPH tersusun atas stroma dan epitel

dengan rasio yang bervariasi. (Tanto,2014)

Menurut Prabowo dkk (2014) etiologi BPH sebagai berikut:

1. Peningkatan DKT (dehidrotestosteron)

Peningkatan 5 alfa reduktase dan resepto androgen akan menyebabkan

epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hyperplasia.

2. Ketidak seimbangan esterogen-testosteron

Ketidak seimbangan ini terjadi karena proses degeneratif. Pada proses

penuaan, pada pria terjadi peningkan hormone estrogen dan penurunan

hormon testosteron. Hal ini yang memicu terjadinya hiperplasia stroma

pada prostat.

3. Interaksi antar sel struma dan sel epitel prostat

peningkatan kadar epidermal growth factor atau fibroblast growth factor

dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasia

stroma dan epitel, sehingga akan terjadi BPH.


4. Berkurangnya kematian sel ( apoptosis )

Estrogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan lama hidup

stroma dan epitel dari kelenjar prostat.

5. Teori stem sel

Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel transit dan

memicu terjadi BPH.

C. PATOFISIOLOGI

Pertama kali BPH terjadi salah satunya karena faktor bertambahnya usia,

dimana terjadi perubahan keseimbangan testosterone, esterogen, karena

produksi testosterone menurun, produksi esterogen meningkat dan terjadi

konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer.

Keadaan ini tergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel-sel

kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT)

dengan bantuan enzim alfa reduktase. (Azizah, 2018)

Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di

dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensistesis protein sehingga

mengakibatkan kelenjar prostat mengalami hyperplasia yang akan meluas

menuju kandung kemih sehingga mempersempit saluran uretra prostatika dan

penyumbatan aliran urine. (Azizah, 2018)

Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat

guna melawan tahanan itu (Presti et al, 2013). Kontraksi yang terus-menerus

ini menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa hipertrofi otot


detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli.

Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi. Perubahan struktur

pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih

sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal

dengan gejala-gejala prostatismus. (Azizah, 2018)

Semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam

fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi

sehingga terjadi retensi urin. Retensi urine ini diberikan obat-obatan non

invasif tetapi obat-obatan ini membutuhkan waktu yang lama, maka

penanganan yang paling tepat adalah tindakan pembedahan, salah satunya

adalah TURP (Joyce, 2014 dalam Azizah, 2018).

TURP (Transurethral Resection of Prostate) adalah suatu operasi

pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan resektroskop,

dimana resektroskop merupakan endoskop dengan tabung 10-3-F untuk

pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotongan dan counter

yang disambungkan dengan arus listrik. Trauma bekas resectocopy

menstimulasi pada lokasi pembedahan sehingga mengaktifkan suatu

rangsangan saraf ke otak sebagai konsekuensi munculnya sensasi nyeri

(Haryono, 2012)
D. MANIFESTASI KLINIS

Umumnya pasien BPH datang dengan gejala-gejala truktus urinarius

bawah (lower urinari tract symptoms -LUTS) yang terdiri atas gejala

obstruksi diantaranya. (Tanto, 2014)

1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah

a. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung

kemih sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai

miksi), pancaran miksi lemah, Intermiten (kencing terputus-putus),

dan miksi tidak puas (menetes setelah miksi)

b. Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin

miksi yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas

Keluhan akibat hiperplasi prostat pada sluran kemih bagian atas

berupa adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan

dipinggang (merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang

merupakan tanda infeksi atau urosepsis.

3. Gejala diluar saluran kemih

Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia inguinalis atau

hemoroid. Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada saan

miksi sehingga mengakibatkan tekanan intraabdominal. Adapun gejala dan

tanda lain yang tampak pada pasien BPH, pada pemeriksaan prostat
didapati membesar, kemerahan, dan tidak nyeri tekan, keletihan,

anoreksia, mual dan muntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik, dan gagal

ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis dan volume residual yang besar

E. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada hyperplasia prostat adalah

(Wulandari,2019):

1. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-uretra, hidroureter,

hidronefrosis, gagal ginjal.

2. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu

miksi.

3. Hernia/hemoroid.

4. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batu.

5. Hematuria.

6. Cystitis dan pielonefritis

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan colok dubur (recta toucer)

Pemeriksaan colok dubur adalah memasukkan jari telunjuk yang telah

diberi pelicin kedalam lubang dubur. Pada pemeriksaan colok dubur

biasa di temukan ada tidaknya nodul, selain itu sapat dilakukan ragio

suprapublita untuk menilai distensi vesika dan fungus neuromuskulae

ekstermitas baeaw: (Carr, et all,2019)

2. Laboratorium

a. Urinalisa
Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting dilakukan

untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi. Pemeriksaan

kultur urin berguna untuk menegtahui kuman penyebab infeksi dan

sensitivitas kuman terhadap beberapa antimikroba (Carr, et all,2019)

b. Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui kemungkinan adanya

penyulit yang menegenai saluran kemih bagian atas. Elektrolit, kadar

ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsin

ginjal dan status metabolic. (Prabowo, 2016)

c. Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan sebagai

dasar penentuan perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini

keganasan. Bila nilai PSA <4ng/ml tidak perlu dilakukan biopsy.

Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, hitunglah prostate specific

antigen density (PSAD) lebih besar sama dengan 0,15 maka

sebaiknya dilakukan biopsy prostat, demikian pula bila nila PSA >

10 ng/ml. (Prabowo, 2016)

Pemeriksaan lain

(Carr, et all,2019)

a. BNO/IVP untuk menentukan adanya divertikel, penebalan bladder.

b. USG dengan transurethral ultrasonografi prostat (TRUS P) untuk

menentukan Volume prostat.

c. Trans-abdominal USG: untuk mendeteksi bagian prostat yang

menonjol kebuli-buli yang dapat dipakai untuk meramalkan drajat

berat obstruksi apabila ada batu dalam vesika.


d. Cystoscopy untuk melihat adanya penebalan pada dinding bladder
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang

bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat

mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan

keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan). Pengkajian data

dasar dalam pengkajian klien dengan Benigh Prostatic Hyperplasia (BPH)

(Azizah, 2018)

Pengkajian pada klien BPH post oprasi secara umum berfokus pada pola

persepsi dan pemeliharaan kesehatan (konsep diri), pola nutrisi dan

metabolisme, pola eliminasi, pola aktivitas dan latihan, pola istirahat dan

tidur, pola kognitif (Azizah, 2018).

a. Kaji pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

Timbulnya perubahan pemeliharaan kesehatan karena tirah baring

selama 24 jam pasca Open Simple Prostatectomy, adanya keluhan

nyeri karena spasme buli-buli memerlukan antispasmodik sesuai

terapi dokter.

b. Kaji pola nutrisi dan metabolism

Klien yang dilakukan anastesi pasca operasi tidak boleh makan atau

minum sebelum flatus.


c. Kaji pola eliminasi

Pada klien dapat terjadi hematuri setelah tindakan operasi, retensi

urine dapat terjadi bila terdapat bekuan darah pada kateter, sedangkan

inkotenesia dapat terjadi setelah kateter dilepas.

d. Kaji pola aktifitas dan latihan

Adanya keterbatasan aktifitas karena kondisi pasien yang terpasang

kateter selama 6-14 hari, pada paha dilakukan perekatan kateter tidak

boleh fleksi selama traksi masih diperlukan.

e. Kaji pola istirahat dan tidur

Rasa nyeri dan perubahan situasi karena hospitalisasi dapat

mempengaruhi pola tidur dan istirahat.

f. Kaji pola kognitif

Sistem penglihatan, pendengaran, peraba, dan pembau tidak

mengalami gangguan pasca Open Simple Prostatectomy.

g. Pemeriksaan fisik

Nyeri post operatif berhubungan dengan luka bedah, drain dan

posisi intra operative. Kaji tanda fisik dan emosi; peningkatan nadi dan

tekanan darah, hypertensi, diaphorosis, gelisah, menangis. Kualitas nyeri

sebelum dan setelah pemberian analgetika.


B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan berdaarkan NANDA 2018

1. Nyeri akut b.d agen cedera fisik

(Domain 12, Kelas 1,Kode Diagnosis 00132)

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidak

mampuan makan

(Domain 2, Kelas 3, Kode diagnosis 00002)

3. Difisit Perawatan diri b.d kendala lingkunagan

(Domain 4, Kelas 5, Kode diagnosis 00008)

4. Risiko infeksi b.d prosedur invasi

(Doamin 11, Kelas , Kode Diagnosis 00004)


C. RENCANA ASUHAN KEERAWATAN

Diagnosa NOC NIC Rasional


Keperawatan
Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan keerawatan nyeri 1. Manajemen nyeri a. Untuk mengetahui tingkat nyeri
agen cedera akut, klien dapat a. Kaji secara menyeluruh tentang nyeri, meliputi: lokasi, b. Pemberian analgetih untuk mengendali
fisik karakteristik, waktu kejadian, lama, frekuensi, kualitas, untuk mengendalikan nyeri
Mengontol nyeri intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor pencetus c. Untuk mengetahui keefektifan
kriteria hasil b. Berikan analgetik sesuai dengan anjuran pengontrolan nyeri
a. Mengenali kapan nyeri terjadi c. Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol d. Meringankan atau mengurangi nyeri
b. Menggambarkan faktor penyebab nyeri yang telah digunakan sampai pada tingkat yang dapat diterima
nyeri d. Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi, (ex: pasien
c. Menggunakan tingkat prngukuran relaksasi, guided imagery, terapi musik, distraksi, e. Mengalihkan rasa nyeri yang dirasakan
(nyeri) tanpa analgesik aplikasi panas- dingin, massase) klien
d. Melaporkan perubahan terhadap e. Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup f. Memberikan pengetahuan mengenai
gejala pada profesional kesehatan f. Informasikan kepada klien tentang nyeri, seperti penyebab nyeri klien
e. Melaporkan nyeri yang terkontrol penyebab dan beberapa lama nyeri berlangsung

Ketidakseimb Setelah dilakukan tindakan keerawatan 1. Manajemen nutrisi a. Untuk mengetahui adanya alergi pada
angan nutrisi ketidak seimbangan nutrisi kurang dari a. Catat jika klien memiliki alergi pasien
kurang dari kebutuhan tubuh, klen dapat menunjjukan b. Catat makanan kesukaan klien b. Untuk menambah nafsu makan klien
kebutuhan c. Berikan makana tinggi kalori, protein dan minuman yang c. Agar pola diet klien akan
tubuh b.d 1. Status nutrisi yang baik mudah di konsumsi mengidentifikasi
ketidak Dengan riteria hasil d. Ajarkan klien membuat catatan makanan kekuastan/kebutuhan/defisiensi nutrisi
mampuan a. Masukkan nuteisi e. Timbang berat badan secra tertatur d. Mengetahui makanan kesukaan klien
makan b. Masukkan makanan dengan f. Kolaborasi dengan ahli gizi dan menyediakannya kepda klien
cairan e. Mengetahui perubahan BB klien setiap
c. Tingkatkan energi harinya
d. Berat badab stabil f. Agar kebutuhan nutrisi terpenuhi dan
e. Nilai laborturium tidak seenaknya sendiri memilih
makanan

Difisit Setelah dilakukan tindakan keerawatan 1. Bantu dalam perawatan diri (mandi, berpakaian, berhias, a. Membantu klien mencapai tingkat
Perawatan diri Difisit perawatan diri , klien dapat makan, toileting) fungsional tertinggi sesui
b.d kendala a. Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang kemampuannya
lingkunagan Dengan kriteria hasil mandiri. b. Membantu klien terhadap kemandirian
a. Makan b. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk klien
b. berpakaian kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan. c. Petugas dan penghargan dapat
c. toileting c. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang mendorong aktivitas sehari-hari
d. mandi normal sesuai kemampuan yang dimiliki. d. Mendorong kemandirian klien dan
e. berhias d. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri kepercayaan terhadap kemampuan
f. hygiene bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya. dirinya
g. oral hygiene e. Meyakinkan kepada klien terhadap
e. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian,
h. ambulasi: berjalan kemampuan dirinya
i. ambulasi: wheelchair
j. transfer performance
Risiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan keerawatan 1. Kontrol Infeksi a. Agar membuat kenyamanan klien dan
b.d prodesur resiko infeksi, klien dapat a. Bersikan lingkungan secara tepat setelah digunakan oleh mencegah penyeba infeksi
invasi klien b. Mencegah terjadinya infeksi
1. Pengetahuan klien tentang kontrol infeksi b. Ganti peralatan klien setiap selesai tindakan c. Menjaha kebersihan diri dan lingkungan
Kriteria hasil c. Anjurkan klien untuk cuci tangan dengan tepat agar tidak mengadirkan mokroorganisme
a. Menerangkan cara-cara penyebaran d. Berikan terapi antibiotik yang dapat meninfeksi
b. Menerangkan factor-faktor yang e. Ajarkan klien dan keluarga tentang tanda-tanda dan d. Mencegah infeksi terjadi
berkontribusi dengan penyebaran gejala dari infeksi e. Mengetahui penyebab tanda dan gejalal
c. Menjelaskan tanda-tanda dan gejala f. Ajarkan klien dan anggota keluarga bagaimana mencegah terjadinya infeksi
d. Menjelaskan aktivitas yang dapat infeksi f. Mengatasi terjadinya infekkssi
meningkatkan resistensi terhadap
infeksi

Sumber: NANDA (2018), NOC (2013), NIC (2013)


D. IMPLEMENTASI

Implementasi adalah tahap akhir dari sebuah asuhan keperawatan yang

diberikan sebelum evaluasi. Pada tahap ini semua rencana yang telah

diberikan baik itu prioritas maupun non prioritas akan diterapkan dan

dilaksanakan terhadap klien. Pada tahap ini dituntut sikap kompeten dan

profesional dari tenaga kesehatan guna mendapatkan hasil yang maksimal dan

memuaskan dari tahap pengkajian, perumusan diagnosa, hingga intervensi

yang ada. (Saurin, 2006 dalam Admaja 2017).

Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai

tujuan yang spesifik. Tahap implemntasi dimulai setelah rencana intervensi

disusun dan ditunjukkan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai

tujuan yang diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien

dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencangkup peningkatan

kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi

koping (Purwanto, 2013)

E. EVALUASI

Evaluasi merupakan tahap akhir dimana tindakan mulai dari pengkajian

hingga pelaksanaan akan dilakukan penilaian pencapaian tingkat

keberhasilannya. Pada tahap ini semua tindakan akan dikembangkan guna

mengetahui letak kekurangan dan kelebihan pada asuhan keperawatan.

Tingkat keberhasilan yang tinggi serta kemajuan dalam pola perubahan

kesehatan merupakan hasil yang paling diharapkan oleh tenaga kesehatan

(Purwanto, 2018).
Lampiran

PATHWAY

Perubahan Usia (Usia Lanjut)

Ketidak seimbangan produksi hormon ekstrogen dan progesteron

Kadar testoteron menurun Kadar ekstrogen meningkat

Mempengaruhi RNA dalam inti sel Hiperplasia sel prostat

Poliporisi sel prostat BPH

Post Oprasi

Insisi prostatelektom Pemasangan kateter Kerusakan jaringan


threeway piuretal

Terputusnya
kontinuitas jaringan Kerusakan jaringan
Bekuan darah
Trauma integritas
bekas Penurunan
resectocopy Spasmen Urin
pertahanan tubuh Risiko pendarahan

Retensi Urin
Rangsangan Resiko infeksi
saraf
diameter
kecil Saraf eferen Nyeri Akut
merespon

Sumber: Samsuhidajat dan De Jong, 2019


Daftar Pustaka

Admajaa. D. 2017 Asuhan Keperawatan pada Tn D dengan Riwayat Benigna


prostad Hyperplasia post oprasi open Prostactomu di Ruang Dahlia RSU
Banyundo Boyolali
Azizah, Lailatul. 2018. Asuhan Keperawatanklien Post BPH Benigt Prostad
Hyperplasia Dengan Masalah Nyeri Di Rumah Sakit Panti Wilayah Malang
Carr et all. 2019 Dasar Dasar Patofisiologi Terpan. Jakarta
Haryono Rudi. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Perkemihan. Edisi 1.
Jakarta. Penerbitan Andi
NANDA International Nursing diagnosa : defition dan Classition 2015-2017
Nanda NIC-NOC.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis Edisi Revisi Jilid 1. Jakarta: ECG
Prabowo, dkk. 2016. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Permemihan
Yogyakarta Nuha medika
Purwanto Hadi. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Perkemihan dan
Sistem Muskuluskeltal. Bandung. Medika Sains Indonesia
Sjamsuhidajat, R, & Jong, De.W. 2019 Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta.
Bumi Aksara
Tanto, 2014. Kapita Seleksi Kedokteran, Media Aeskalapius Jakarta
Wulandari, Tresna. 2119. Asuhan Keperawatan pada Tn N dengan Benigt
prostatic Hyperplasia (diruang Kelas utama Dahlia RSUD Hanatie Muara
Bugo

Anda mungkin juga menyukai