Oleh:
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan tugas makalah berjudul benign prostatic hyperplasia (bph)
Kelompok 5
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di Amerika Serikat, terdapat lebih dari setengah (50%) pada laki-laki usia
60-70 tahun mengalami gejala-gejala BPH dan antara usia 70-90 tahun
sebanyak 90% mengalami gejala-gejala BPH. Hasil riset menunjukkan bahwa
laki-laki di daerah pedesaan sangat rendah terkena BPH dibanding dengan
laki-laki yang hidup di daerah perkotaan. Hal ini terkait dengan gaya hidup
seseorang. Laki-laki yang bergaya hidup modern kebih besar terkena BPH
dibanding dengan laki-laki pedesaan. Di Indonesia pada usia lanjut, beberapa
pria mengalami pembesaran prostat benigna. Keadaan ini di alami oleh 50% pria
yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun.
B. TUJUAN
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
B. ETIOLOGI
C. MANIFIESTASI KLINIS
D. PATOFISIOLOGI
Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40
tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan
patologi anatomi yang ada pada pria usia 50 tahunan. Perubahan hormonal
menyebabkan hiperplasia jaringan penyangga stromal dan elemen glandular pada
prostat.
Perubahan Usia
BPH
Retensi Urin
Prosedur pembedahan
Post op
Pre op
Kemungkinan operasi
Cemas/ Kurangnya
ansietas pengetahuan
Intoleransi
Luka operasi Aktivitas terganggu
aktivitas
Resiko
Nyeri akut
infeksi
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Urinalisa
Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya
sel leukosit, sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri
harus diperhitungkan adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran
kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat
menyebabkan hematuri. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah
merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan status metabolik
(Wibowo, 2012).
Pemeriksaan prostate spesific antigen (PSA) dilakukan sebagai
dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila
nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10
ng/ml, dihitung Prostate specific antigen density (PSAD) yaitu PSA serum
dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD > 0,15, sebaiknya dilakukan
biopsi prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml.
2. Pemeriksaan darah lengkap
Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif
maka semua defek pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan
pernafasan biasanya menyertai penderita BPH karena usianya yang sudah
tinggi maka fungsi jantung dan pernafasan harus dikaji.Pemeriksaan darah
mencakup Hb(normal), leukosit(normal), eritrosit(normal), hitung jenis
leukosit, CT, BT, golongan darah, Hmt, trombosit(normal), BUN,
kreatinin serum (Wibowo, 2012).
3. Pemeriksaan radiologis
Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena,
USG, dan sitoskopi. Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume
BPH, derajat disfungsi buli, dan volume residu urin. Dari foto polos dapat
dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-
buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastase dari
keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari
Pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal,
hidronefrosis dan hidroureter, gambaran ureter berbelok-belok di vesika
urinaria, residu urin. Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat,
memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urin dan batu ginjal. BNO
/IVP untuk menilai apakah ada pembesaran dari ginjal apakah terlihat
bayangan radioopak daerah traktus urinarius. IVP untuk melihat
/mengetahui fungsi ginjal apakah ada hidronefrosis. Dengan IVP buli-buli
dapat dilihat sebelum, sementara dan sesudah isinya dikencingkan.
Sebelum kencing adalah untuk melihat adanya tumor, divertikel. Selagi
kencing (viding cystografi) adalah untuk melihat adanya refluks urin.
Sesudah kencing adalah untuk menilai residual urin (Wibowo, 2012).
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan
semakin beratnya BPH, dapatterjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak
mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksisaluran kemih dan
apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal (Wibowo, 2012).
G. PENATALAKSANAAN
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
2. Keluhan Utama
1. Pre Operasi
a. Retensi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,
dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih untuk
berkontraksi secara adekuat
b. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa buli-buli, distensi kandung
kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.
c. Resiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan pasca obstruksi
diuresis.
d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau
menghadapi prosedur bedah.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
2. Post Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan inisi sekunder
pada TUR-P.
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive: alat selama
pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
c. Resiko tinggi cedera perdarahan berhubungan dengan tindakan
pembedahan.
d. Resiko tinggi disfungsi seksual berhbungan dengan ketakutan akan
impoten akibat dari TUR-P.
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri/efek pembedahan.
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Pre Operasi
a. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau
menghadapi proses bedah.
Tujuan : pasien tampak rileks.
Kriteria Hasil :
NOC : anxiety self control, anxiety level, coping
1) Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas.
2) Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk
mengontol cemas.
3) Vital sign dalam batas normal.
4) Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya kecemasan.
Intervensi :
NIC : Anxiety reduction
1) Gunakan pendekatan yang menenangkan
2) Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
3) Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
4) Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
5) Identifikasi tingkat kecemasan
6) Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
7) Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
8) Barikan obat untuk mengurangi kecemasan
2. Post Operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (insisi sekunder pada
TURP).
Kriteria Hasil :
Kriteria Hasil :
1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
BAB IV
JURNAL ILMIAH
DAFTAR PUSTAKA