Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ILEUS
A. Definisi
Ileus
(kelumpuhan)

adalah

saluran

suatu

kondisi

gastrointestinal

hipomotilitas

tanpa

disertai

adanya obstruksi mekanik pada intestinal. Pada kondisi


klinik

sering

disebut

dengan

ileus

paralitik.Obstruksi

Ileus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang


saluran usus (Selvia A. Price).
Dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah
gangguan pada aliran normal atau suatu blok saluran usus
yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat
secara

mekanis

atau

fungsional

yang

segera

memerlukan

pertolongan atau tindakan.


Perawat sangat perlu melakukan pemantauan pada
pasien pascabedah abdominal dari kondisi ileus. Setelah
2-3

hari pasca-pembedahan abdomen, ileus merupakan suatu

kondisi fisiologis yang normal sekunder dari anastesia

dan efek intervensi bedah, namun istilah ileus kondisi


kelumpuhan intestinal dapat bertahan lebih dari 3 hari
pascabedah.
Sebagian besar kasus ileus terjadi setelah operasi
intra-abdomen. Kembali normalnya aktivitas usus setelah
pembedahan

abdominal

diprediksi.

Usus

fungsi

dalam

kecil

beberapa

mengikuti

pola

biasanya
jam.

yang

mendapatkan

Aktivitas

dapat
kembali

regains

lambung

dalam 1-2 hari dan usus besar aktivitas regains 3-5 hari
(Person, 2006).
B. Etiologi
Walaupun predisposisi ileus biasanya terjadi akibat
pascabedah abdomen, tetapi ada faktor predisposisi lain
yang

mendukung

peningkatan

resiko

terjadinya

diantaranya (Behm, 2003) sebagai berikut:


1. Sepsis
2. Obat-obatan (misalnya: opioid, antasid,
amitriptyline, chlorpromazine)
3. Gangguan
elektrolit
dan
hipokalemia,

hipomagnesemia,

metabolik
hipernatremia,

ileus,

coumarin,
(misalnya
anemia,

atau hiposmolalitas)
4. Infark miokard
5. Pneumonia
6. Trauma (misalnya: patah tulang iga, cedera spina)
7. Bilier dan ginjal kolik
8. Cedera kepala dan prosedur bedah saraf
9. Inflamasi intra abdomen dan peritonitis
10.
Hematoma retroperitoneal.

C. Manifestasi Klinis

Gejala-gejala penting dari obstruksi Ileus adalah :


1. Nyeri daerah umbilicus
2. Muntah, sering terjadi bila obstruksi pada usus halus
bagian atas
3. Konstipasi absolut dan peregangan abdomen

D. Klasifikasi
1. Ileus Obstruktif
Ileus

obstruktif

adalah

suatu

penyumbatan

mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan yang


sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus
(Sabara, 2007).Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan
tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif
ini dapat
kronis

akut seperti

akibat

intusepsi,

pada hernia

karsinoma

tumor

yang

polipoid

stragulata atau

melingkari.

dan

neoplasma

Misalnya
stenosis,

obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia


dan abses.
2. Ileus Paralitik
Ileus paralitik adalah ileus yang disebabkan
gerakan
tidak

(peristaltik)

ada

sumbatan.

usus
Ileus

yang

menghilang,

paralitik

adalah

disini
istilah

gawat abdomen atau gawat perut yang biasanya timbul


mendadak

dengan

nyeri

sebagai

keluhan

utama

karena

usus tidak dapat bergerak (mengalami motilitas) dan


menyebabkan
Obstruksi

pasien

yang

tidak

terjadi

dapat

karena

buang

suplai

air

saraf

besar.
ototnom

mengalami
sehingga

paralisis
tidak

Contohnya
endokrin

mampu

dan

peristaltik

mendorong

amiloidosis,
seperti

isi

terhenti

sepanjang

distropi

diabetes

usus

otot,

mellitus,

usus.

gangguan

atau

gangguan

neurologis seperti penyakit parkinson.

E. Patofisiologi
Menurut

beberapa

hipotesis,

ileus

pascabedah

dimediasi melalui penghambatan aktivasi refleks spinal.


Secara anatomis, refleks yang terlibat pada ileus adalah
pada pleksus ganglia prevertebral, (Mattei, 2006).
Respons dari stres bedah mengarah pada generasi
sistemik dari endokrin dan mediator inflamasi yang juga
mempromosikan
menunjukkan

perkembangan

bahwa

ileus.

laparotomi,

Model

penetrasi,

tikus
dan

telah

kompresi

usus menyebabkan peningkatan jumlah makrofag, monosit,


sel dendritik, sel T, sel-sel pembunuh alami, dan sel
mast,

seperti

yang

Kalsitonin-peptida,

ditunjukkan
nitrit

oleh

oksid,

imonohistokimia.

peptida

vasoaktif

intestina, dan substansi P berfungsi sebagai inhibitor


neurotransmiter pada sistem saraf usus, (Bauer, 2004).
Diferensiasi yang umum untuk ileus adalah pseudoobstruksi dan obstruksi usus mekanik. Seperti ileus pada
pseudo-obstruksi, terjadi dengan tidak adanya patologi
mekanis. Beberapa teks dan artikel cendrung menggunakan
ileus

disama

artikan

dengan

pseudo-obstruksi

atau

merujuk

pada

merupakan
jelas

ileus

dua

kolon.

entitas

terbatas

pada

Namun,

kondisi

yang

berbeda.

usus

besar,

ini

jelas

Pseudo-obstruksi
sedangkan

ileus

melibatkan baik usus kecil dan usus besar. Usus besar


yang

terlibat

dalam

pseudo-obstruksi

biasanya

terjadi

penyakit

ekstarintestinal

farmakologi,

pada

sepsis,

lanjut

dan

usia

serius

klasik,

dengan

atau

gambaran

trauma.

ketidakseimbangan

yang

Agen

elektrolit

dapat juga berkontribusi terhadap kondisi ini. Obstruksi


usus

mekanik

dapat

disebabkan

oleh

adhesi,

velvulus,

hernia, intususepsi, benda asing, atau neoplasma. Klinis


obstruksi hadir dengan kolik abdominal yang hebat atau
tanda-tanda

obstruksi

perforasi

yang

jelas,

(Loktus,

2012).
Ileus

Pseudo-obstruksi

Anamnesis

Nyeri
abdomen
ringan,
kembung,
mual,
muntah,
obstipasi,
konstipasi

Nyeri
kram
abdominal,
mual,
muntah,
anoreksia,
obstipasi,
konstipasi

Obstruksi mekanik
usus
Nyeri
kram
abdominal,
mual,
muntah, anoreksia,
obstipasi,
konstipasi

Pemeriksaa
n fisik
abdomen

Bising
hilang,
distensi,
timpani

Borborygmi,
timpani,
gelombang
peristaltic,

Borborygmi,
gelombang
peristaltic,

Ileus

usus

Pseudo-obstruksi
bising
hiperaktif
hipoaktif,
distensi,

usus
atau
nyeri

Obstruksi mekanik
usus
bising
usus
bernada
tinggi,
distensi,
nyeri
tekan local

Foto polos
abdomen

Tabel

Dilatasi
usus
kecil
&
usus
besar,
elevasi
diafragma

tekan local
Dilatasi
isolasi
pada
usus
besar,
elevasi diafragma

Berbentuk lesi gas


kolon
distal,
diafragma
agak
tinggi,
air-fluid
levels

Perbedaan
Dari
Ileus,
Pseudo-Obstruksi,
Obstruksi Usus Mekanik (Mukherjee, S, 2008).

dan

6. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium,
(indikasi

dari

peningkatan

dehidrasi),

kadar

leukositosis,

Haemoglobin
peningkatan

PCO2 / asidosis metabolik.


Foto polos abdomen (BOF) dengan posisi tegak atau
lateral dekubitus tampak distensi usus proksimal dari
hambatan dan fenomena anak tangga. Pada volvulus sigmoid
tampak sigmoid yang distensi berbentuk U yang terbalik
dan dapat juga di dapatkan :
a. Gambaran usus melebar (Darm Courtur)
b. Gambaran seperti duri ikan
c. Gambaran seperti anak tangga (Air Fluid Level)
Pemeriksaan CT scan, dikerjakan secara klinis dan
foto polos abdomen dicurigai adanya strangulasi. CT scan
akan mempertunjukkan secara lebih teliti adanya kelainan
pada dinding usus (obstruksi komplet, abses, keganasan),
kelainan mesenterikus, dan peritoneum. Pada pemeriksaan
ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari obstruksi.
Pemeriksaan
Pemeriksaan

ini

radiologi

mempunyai

suatu

dengan

barium

enema.

peran

terbatas

pada

klien

dengan

obstruksi

usus

halus.

Pengujian

enema

barium terutama sekali bermanfaat jika suatu obstruksi


letak

rendah

yang

tidak

dapat

pada

pemeriksaan

USG.

Pemeriksaan

foto

polos abdomen.
Pemeriksaan

ini

akan

mempertunjukkan gambaran penyebab dari obstruksi.


Pemeriksaan

MRI.

Teknik

ini

digunakan

untuk

mengevaluasi iskemia mesenteric kronis.


Pemeriksaan
superior
herniasi

telah

angiografi.

digunakan

internal,

Angiografi

untuk

intususepsi,

mesenteric

mendiagnosis
volvulus,

adanya

malrotation,

dan adhesi, (Suratun & Lusianah, 2010).

F. Penatalaksanaan
1. Dekompresi dengan pipa lambung.
2. Pemasangan infus untuk koreksi keseimbangan cairan dan
elektrolit juga keseimbangan asam basa.
3. Koreksi bedah, tindakan bedah yang di lakukan sesuai
dengan kelainan patologinya.
4. Antibiotika profilaksis atau
proses patologi penyebabnya.
G. Komplikasi
1. Nekrosis usus.
2. Perforasi
usus
dikarenakan

terapeutik

obstruksi

tergantung

yang

sudah

terjadi terlalu lama pada organ intra abdomen.


3. Peritonitis
karena
absorbsi
toksin
dalam
peritonium

sehingga

terjadi

peradangan

atau

yang hebat pada intra abdomen.


4. Sepsis infeksi akibat dari peritonitis,
tertangani dengan baik dan cepat.

rongga
infeksi

yang

tidak

5. Syok dehidrasi terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan


volume plasma.
6. Abses sindrom

usus

pendek

dengan

malabsorpsi

malnutrisi.
7. Pneumonia aspirasi dari proses muntah.
8. Gangguan elektrolit, refluk muntah
akibat

distensi

abdomen.

dapat

Muntah

dan

terjadi

mengakibatkan

kehilangan ion hidrogen dan kalium dari lambung, serta


menimbulkan penurunan klorida dan kalium dalam darah,
(Dermawan,2010).

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
Pengkajian

ileus

terdiri

atas

pengkajian,

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan evaluasi diagnostik.


Pada

anamnesis

keluhan

utama

yang

lazim

didapatkan

adalah keluhan kembung dan tidak bisa kentut (flatus).


Keluhan adanya kembung dan tidak bisa flatus bersifat
akut disertai mual, muntah, anoreksia, dan nyeri ringan
pada abdomen.
Pada pengkajian riwayat penyakit sekarang, perawat
mengkaji riwayat pembedahan abdominal, jenis pembedahan,
penyebab

adanya

intervensi

bedah,

kondisi

klinik

preoperatif,

pengetahuan

praoperatif,

dan

mobilisasi

dini

penyakit

sistemik

adanya

pasien
yang

memperberat, seperti adanya sepsis, gangguan metabolik,


penyakit jantung, pneumonia pasca bedah, prosedur bedah
saraf, dan trauma abdominal berat.
Pengkajian psikososial akan didapatkan peningkatan
kecemasan karena perut kembung dan belum bisa melakukan
flatus, serta perlunya pemenuhan informasi.
Pemeriksaan
fisik
yang
didapatkan
sesuai
manifestasi

klinis.

lemah.

biasa

TTV

Pada

survei

didapatkan

umum

adanya

pasien

dengan
terlihat

perubahan.

Pada

pemeriksaan fisik fokus akan didapatkan :


a. Inspeksi : Secara umum akan terlihat kembung dan
didapatkan adanya distensi abdominal.
b. Auskultasi : Bising usus atau tidak ada.
c. Palpasi : Nyeri tekan lokal pada abdominal.
d. Perkusi : Timpani akibat abdominal mengalami
kembung.
Pengkajian diagnostik yang dapat membantu, meliputi
pemeriksaan

laboratorium

untuk

mendeteksi

adanya

gangguan elektrolit atau metabolik, foto polos abdominal


untuk

mendeteksi

adanya

dilatasi

gas

berlebihan

dari

usus kecil dan usus besar.


a. Aktivitas atau istirahat
Gejala : Kelelahan dan ngantuk.
Tanda

: Kesulitan ambulasi

b. Sirkulasi
Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi (tanda syok)
c. Eliminasi

Gejala

Distensi

abdomen,

ketidakmampuan

defekasi

dan Flatus
Tanda

: Perubahan warna urine dan feces

d. Makanan atau cairan


Gejala : anoreksia, mual atau muntah dan haus terus
menerus
Tanda

muntah

berwarna

hitam

dan

fekal,

membran

mukosa pecah-pecah, kulit buruk.


e. Nyeri atau Kenyamanan
Gejala

: Nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan


bersifat kolik

Tanda

: Distensi abdomen dan nyeri tekan

f. Pernapasan
Gejala

: Peningkatan frekuensi pernafasan

Tanda

: Napas pendek dan dangkal

Pengkajian Penatalaksanaan Medis


a. Konservatif
Sebagian besar kasus ileus pasca bedah mendapat
intervensi konservatif. Pasien harus menerima hidrasi
intravena. Untuk pasien dengan muntah dan distensi,
penggunann

selang

nasogastrik

diberikan

untuk

menurunkan gejala, namun belum ada penelitian untuk


literature

yang

mendukung

nasogastrik

untuk

memfasilitasi

Panjang

selang

ke

saluran

penggunaan
resolusi

gastrointestinal

selang
ileus.
tidak

memiliki manfaat atas perbaikan ileus. Untuk pasien


dengan ileus berlarut-larut, obstruksi mekanis harus
diperiksa dengan studi kontras. Sepsis dan gangguan
elektrolit

yang

mendasari,

terutama

hipokalemia,

hiponatremia, dan hipomagnesemia, dapat memperburuk


ileus.Kondisi

ini

didiagnosis

dan

diperbaiki,

(Mukherjee, 2008).
Cara

lainnya

adalah

menghentikan

obat

yang

memproduksi ileus (misalnya : opiate). Dalam suatu


studi, jumlah morfin yang diberikan secara langsung
akan

berhubungan

dengan

terjadinya

ileus,

(Cali,

2000).
Penggunaan

narkotika

pasca

operasi

dapat

dikurangi dengan suplemen dengan obat anti-inflamasi


non-steroid
dengan

(OAINS).OAINS

menurunkan

mengurangi

jumlah

mioelektrik

dari

dapat

peradangan
narkotika
elektroda

menurunkan
local

yang

dan

digunakan.

ditempatkan

pada

ileus
dengan
Studi
usus

besar, dimana studi ini telah mengungkapkan resolusi


lebih cepat dari yang diberikan pada pasien ileus
versus

yang

kelemahan

diberikan
OAINS

ketorolac

digunakan

morfin,

mencakup

namun

disfungsi

trombosit dan ulserasi mukosa lambung. Kondisi ini


dapat

dipertimbangkan

dengan

penggunaan

agen

cyclooxygenase-2, untuk menurunkan efek samping ini,


(Ferraz, 1995).

Sampai saat ini belum ada suatu variabel yang


secara akurat memprediksi resolusi ileus.Pemeriksaan
kondisi klinis masih menjadi parameter penting untuk
mengevaluasi

asupan

oral

dan

fungsi

usus

yang

baik.Laporan dari pasien bahwa sudah terjadi flatus,


harus dinilai ulang dengan seksama secara pemeriksaan
fisik dan diagnostic yang akurat, serta tidak boleh
hanya

mengandalkan

dari

laporan

pasien

(Mukherjee,

2008).

b. Terapi Diet
Umumnya, menunda intake makan oral sampai tanda
klinis

ileus

menghalangi
enteral

berakhir.Namun,
pemberian

secara

kondisi

nutrisi

hati-hati

ileus

tidak

enteral.Pemberian

dan

dilakukan

secara

bertahap, (Ng WQ, 2003).Pada suatu studi pemberian


permen karet menunjukkan bahwa mengunyah permen karet
sebagai

bentuk

pemulihan

awal

laparoskopi

pemberian
dari

makanan

ileus

colectomy.19

pasca

pasien

palsu

pada

bedah
yang

fase

setelah
menjalani

elektif laparoskopi colectomy secara acak.10 pasien


yang

ditetapkan

ke

grup

permen

karet

dan

untuk

kelompok control.Kelompok permen karet yang digunakan


3x

sehari

intake

dari

oral.

pasca

operasi

Terjadinya

flatus

kelompok permen karet daripada

pertama
lebih

pagi
cepat

sampai
dalam

di kelompok control

buang air besar pertama tercatat pada 3,1 hari dalam


kelompok permen karet versus 5,8 hari pada kelompok
control, (Asao, 2002).
c. Terapi Aktivitas
Kebijakan

konvensional

pada

praktek

klinik

memberikan pemahaman bahwa ambulasi dini merangsang


fungsi

usus

dan

meningkatkan

ileus

pasca

bedah,

meskipun hal ini belum ditunjukkan dalam literature.


Dalam sebuah studi nonrandomized mengevaluasi 34
pasien, elektroda bipolar seromuscular ditempatkan di
segmen saluran gastrointestinal setelah laparotomi.10
pasien ditugaskan untuk ambulasi pada pasca operasi
hari pertama, dan yang lainnya 24 pasien ditugaskan
untuk ambulasi pada pasca bedah hari keempat.Hasil
yang

didapat,

ternyata

tidak

ada

perbedaan

yang

signifikan dari hasil mioelektrik dalam pemulihan di


lambung,

jejunum,

tersebut,

atau

(Waldhausen,

usus

antara

kelompok

1990).Walaupun

begitu,

ambulasi tetap bermanfaat dalam mencegah pembentukan


atelektasis, obstruksi vena profunda, dan pneumonia
tetapi tidak memiliki peran dalam mengobati ileus.
d. Terapi Farmakologi
Sampai
menilai

saat

manfaat

ini

belum

supositoria

terdapat
dan

studi
enema

yang
untuk

pengobatan ileus. Eritromisin, suatu agonis resptor


motilin, telah digunakan untuk paresis pasca operasi

lambung

namun

belum

ileus.Metoklopramid,

terbukti

sebuah

bermanfaat

antagonis

bagi

dopaminergik,

sebagai obat anti muntah dan prokinetik.Data telah


menunjukkan

bahwa

pemberian

obat

ini

dapat

benar-

benar memperburuk ileus, (Mukherjee, 2008).


Terapi
golongan

farmakologis

opioid

yang

antagonis

dianjurkan
selektif,

adalah
misalnya

alvimopan. Alvimopan ini ditunjukkan untuk membantu


mencegah ileus post operative reseksi usus (Maron,
2008).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Konstipasi b.d. hipomotilitas/kelumpuhan intestinal.
2. Resiko ketidakseimbangan cairan tubuh b.d. keluar
cairan tubuh dari muntah, ketidakmampuan absorpsi air
oleh intestinal.
3. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan kurangnya intake makanan yang
adekuat.
4. Actual/resiko tinggi syok hipovolemik b.d. penurunan
volume

darah,

sekunder

dari

penurunan

hidrasi,

ketikmampuan absorpsi cairan oleh kolon.


5. Kecemasan b.d. prognosis penyakit.
6. Pemenuhan informasi b.d. adanya intervensi medic dan
keperawatan, misinterpretasi informasi.
7. Nyeri b.d. iritasi intestinal, distensi abdominal.
C. Intervensi Keperawatan
Rencana intervensi disususn sesuai dengan tingkat
toleransi individu. Pada pasien ileus, intervensi pada
masalah

keperawatan

actual/resiko

tinggi

syok

hipovolemik dapat disesuaikan dengan masalah yang sama


pada

asuhan

intervensi
informasi

keperawatan
masalah

dapat

pasien

nyeri,

gastroenteritis.

kecemasan

disesuaikan

pada

dan

Untuk

pemenuhan

intervensi

masalah

pasien diverticulitis.
1. Konstipasi b.d. hipomotilitas/kelumpuhan intestinal.
Tujuan : Dalam waktu 5x24 jam terjadi perbaikan konstipasi.
Kriteria evaluasi :
1. Laporan pasien sudah mampu flatus dan keinginan untuk melakukan
BAB.
2. Bising usus terdengar normal, frekuensi 5-25 x / menit.
3. Gambaran foto polos abdomen tidak terdapat adanya akumulasi gas
di dalam intestinal.
INTERVENSI
RASIONAL
Kaji
factor Walaupun predisposisi ileus biasanya terjadi
predisposisi

akibat pasca bedah abdomen, tetapi ada factor

terjadinya ileus.

predisposisi lain yang mendukung peningkatan


resiko terjadinya ileus. Hal ini harus segera
dikolaborasikan

untuk

mendapat

intervensi

medis, misalnya adanya sepsis harus diatasi,


Monitoring

status

cairan.

kondisi gangguan elektrolit harus dikoreksi.


Penurunan volume cairan akan meningkatkan
resiko

ileus

gangguan

semakin

parah

elektrolit.

Peran

karena
perawat

terjadi
harus

mendokumentasikan kondisi status cairan dan


harus

melaporkan

apabila

didapatkan

adanya

Evaluasi

secara

perubahan yang signifikan.


Pemantauan secara rutin dapat memberikan data

berkala

laporan

dasar pada perawat atau sebagai pera untuk

pasien
flatus

dan

tentang

kolaborasi

periksa

perbaikan

dengan
ileus.

medis

tentang

Hasil

evaluasi

kondisi
harus

kondisi bising usus.

didokumentasikan secara hati-hati pada status

Pasang

medis.
Pemasangan selang nasogastrik dilakukan untuk

selang

nasogastrik.

menurunkan

keluhan

kembung

dan

distensi

abdomen. Perawat melakukan pemantauan setiap


4
Lakukan
ambulasi.

teknik

jam

dari

pengeluaran

pada

selang

yang

tidak

nasogastrik.
Walaupun
terdapat

studi

berhubungan

peningkatan

ileus.

dengan

Dalam

sebuah

mengevaluasi

studi

pasien,

seromuskular

ditempatkan

gastrointestinal

resolusi

non-randomized

elektroda

bipolar

di

saluran

setelah

segmen

laparotomi.

10

pasien ditugaskan untuk ambulasi pada pasca


operasi

hari

pertama,

dan

yang

lainnya

24

pasien ditugaskan untuk ambulasi pada pasca


bedah hari ke 4. Hasil yang didapat, ternyata
tidak

ada

perbedaan

yang

signifikan

dari

hasil mioelektrik dalam pemulihan di lambung,


jejunum atau usus antara 2 kelompok tersebut,
(Waldhausen, 1990). Akan tetapi pelaksanaan
ambulasi

tetap

pembentukan

bermanfaat

atelektasis,

profunda, dan pneumonia.


Kolaborasi :

dalam

mencegah

obstruksi

vena

Opioid

antagonis

selektif.

Alvimopan
mencegah

ini

ditunjukkan

ileus

post

untuk

operatif

membantu

reseksi

usus,

cairan

tubuh

(Maron, 2008).

2. Resiko

ketidakseimbangan

cairan

tubuh

b.d.

keluar

dari muntah, ketidakmampuan absorpsi air oleh intestinal.


Tujuan : Dalam waktu 5x24 jam tidak terjadi ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit.
Kriteria evaluasi :
1. Pasien

tidak

mengeluh

pusing,

membrane

mukosa

lembap,

kulit normal.
2. TTV dalam batas normal.
3. CRT < 3 detik, urin > 600 ml/hari.
4. Laboratorium : Nilai elektrolit normal.
INTERVENSI
RASIONAL
Monitoring
status Jumlah
dan
tipe
cairan
cairan
membrane

(turgor

kulit,

mukosa,

urine

output).

ditentukan

dari

Penurunan

volume

pengganti

status

cairan

cairan.

mengakibatkan

menurunnya produksi urin, monitoring yang


ketat

pada

produksi

merupakan
Kaji

keadaan

turgor

sumber

kehilangan

cairan.

urin

tanda-tanda

hipovolemik.
Kehilangan

cairan

<

600

ml/hari

terjadinya
darimuntah

syok
dapat

disertai dengan keluarnya natrium via oral


yang

Dokumentasikan

intake

juga

akan

meningkatkan

resiko

gangguan elektrolit.
Sebagai data dasar dalam pemberian terapi

dan output cairan.

cairan dan pemenuhan hidrasi tubuh secara

Monitor

umum.
Hipotensi

TTV

secara

dapat

terjadi

pada

hipovolemi

berkala.

yang

memberikan

terlibatnya

manifestasi

system

melakukan

kardiovaskular

kompensasi

tekanan darah.
Mengetahui
adanya

sianosis,

peningkatan tahanan perifer.

dan

diaphoresis

perifer

untuk

mempertahankan

Kaji warna kulit, suhu,


nadi

sudah

pengaruh

adanya

secara

teratur.
Kolaborasi :
Pertahankan
cairan

pemberian

Jalur yang paten penting untuk pemberian

secara

cairan cepat dan memudahkan perawat dalam

intravena.
Evaluasi

melakukan
kadar

elektrolit.

control

intake

dan

output

cairan.
Sebagai deteksi awal menghindari gangguan
elektrolit

sekunder

dari

muntah

pada

tubuh

b.d.

pasien peritonitis.

3. Ketidakseimbangan

nutrisi

kurang

dari

kurangnya intake makanan yang adekuat.


Tujuan
:
Setelah
7x24
jam
asupan

kebutuhan

nutrisi

dapat

optimal

dilaksanakan.
Kriteria evaluasi :
1.
2.
3.
4.

Bising usus kembali normal dengan frekuensi 5-25x/menit.


Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat.
Terjadi penurunan gejala kembung dan distensi abdomen
Berat badan pada hari ke 7 pasca bedah meningkat minimal 0,5 kg.
INTERVENSI
RASIONAL
Evaluasi secara berkala Sebagai data dasar teknik pemberian asupan

kondisi motilitas usus.


Hindari intake apapun

nutrisi.
Umumnya,

secara oral.

sampai tanda klinis ileus berakhir. Namun

menunda

intake

makanan

oral

kondisi ileus tidak menghalangi pemberian


Berikan

nutrisi

parenteral.
Berikan

nutrisi enteral.
Pemberian enteral diberikan secara hatihati

stimulant

permen karet.

dan

lakukan

secara

bertahap

tingkat toleransi dari pasien.


Pada suatu studi pemberian permen

sesuai
karet

menunjukkan bahwa mengunyah permen karet


sebagai

bentuk

pemberian

makanan

palsu

pada fase pemulihan awal dari ileus pasca


bedah

setelah

laparoskopi

colectomy.

19

pasien yang menjalani elektif laparoskopi


colectomy
ditetapkan

secara
ke

acak.

grup

10

permen

pasien
karet

yang
dan

untuk kelompok control. Pada kelompok yang


mendapat makanan palsu berupa permen karet
dengan durasi 3x sehari pada hari pertama
pasca operasi. Terjadi flatus lebih cepat
pada kelompok yang mendapat makanan palsu
Pantau

intake

dan

output,

anjurkan

untuk

timbang

berat

badan

permen karet daripada di kelompok control.


Berguna untuk mengukur keefektifan nutrisi
dan dukungan cairan.

secara periodic (sekali


seminggu).
Lakukan

perawatan

Intervensi

ini

untuk

menurunkan

resiko

mulut.
Kolaborasi
gizi

dengan

ahli

infeksi oral.
Ahli gizi harus terlibat dalam penentuan

mengenai

jenis

komposisi

yang

akan

diberikan

nitrisi

digunakan pasien.

dan

jenis

sesuai

makanan
dengan

yang

akan

kebutuhan

individu.

D. Implementasi
Pelaksanaan asuhan kerawatan merupakan realisasi dari
pada rencana tindakan keperawatan yang telah di terapkan
meliputi

tindakan

idependent,

dependetn,

interdependent.

Pada pelaksanaan terdiri dari bebrapa kegiatan, validasi,


rencana keperawatan, mendokumentasikan rencana keperawatan
memberikan asuhan keperawatan dan pengumpulan data, (Susan
Martin, 1998).

E. Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan
keperawatan adalah sebagai berikut :
1. Kemampuan motilitas pasien meningkat
2.
3.
4.
5.
6.
7.

dan

dapat teratasi
Tidak terjadi ketidakseimbangan cairan tubuh
Asupan nutrisi tubuh optimal
Pasien tidak mengalami syok hipovolemik
Terjadi penurunan respons kecemasan
Terpenuhinya informasi kesehatan
Nyeri terkontrol atau teradaptasi

konstipasi

DAFTAR PUSTAKA
Asao, T. Et al. Gum Chewing Enhances Early Recovery from
Postoperative Ileus after Laparoscopic Colectomy. J
Am Coll Surg. 195(1):30-2/Juli 2012
Bauer, A.J. dan Boeckxstaens G.E. Mechanisms of
Postoperative Ileus.Neurogastroenterol Motil. 16
Suppl 2:54-60/Oktober 2004
Behm, B. Dan Stollman N. Postoperative Ileus: Etiologies
and Interventions. Clin Gastroenterol Hepatol.
1(2):71-80/Maret 2003
Cali, R.L. et al. Effect of Morphine and Incision Length on
Bowel Function after Colectomy. Dis Colon Rectum.
43(2):163-8/Februari 2000.
Ferraz, A.A. et al. Nonopioid Analgesics Shorten The
Duration of Postoperative Ileus. Am Surg.
61(12):1079-83/Desember 1995
Muttaqin dan Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai