Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hernia merupakan suatu penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui suatu
defek pada dinding perut, secara kongenital yang memberi jalan keluar pada setiap alat
tubuh melalui dinding tersebut. Lubang dapat timbul karena lubang embrional yang tidak
menutup atau melebar akibat adanya tekanan rongga perut yang meninggi (Mansjoer,
2011). Hernia inguinalis lateralis mempunyai nama lain yaitu hernia indirect karena
keluarnya tidak langsung menembus dinding abdomen. Hernia inguinalis lateralis adalah
suatu penonjolan dinding perut yang terjadi di daerah

inguinal disebelah lateral

pembuluh epigastrika inferior. Penyebab terjadinya hernia inguinalis lateralis yaitu


karena anomali kongenital atau karena sebab yang didapat (Sjamsuhidayat, 2010).
Angka kejadian hernia inguinalis (medialis/direk dan lateralis/indirek) 10 kali lebih
banyak daripada hernia femoralis dan keduanya mempunyai persentase sekitar 75-80 %
dari seluruh jenis hernia, hernia insisional 10 %, hernia ventralis 10 %, hernia umbilikalis
3 %, dan hernia lainnya sekitar 3 % (Sjamsuhidajat, 2010). Hernia inguinalis lebih
banyak diderita oleh laki-laki daripada perempuan. Angka perbandingan kejadian hernia
inguinalis yaitu 99,3% pada laki-laki dan 0,7% pada perempuan (Rawis, Limpeleh,
Wowiling, 2015). Hal tersebut dikarenakan pada laki-laki dalam waktu perkembangan
janin terjadi penurunan testis dari rongga perut. Jika saluran testis tidak menutup secara
sempurna, maka akan menjadi jalan lewatnya hernia inguinalis (Oswari, 2006).
Salah satu tindakan penatalaksanaan adalah dengan tindakan operatif atau
pembedahan. Setiap tahun diperkirakan terdapat 20 juta kasus prosedur bedah mengenai
hernia inguinalis. Insiden dan prevalensi di seluruh dunia tidak diketahui pasti. Tingkat
prosedur operasi dalam berbagai negara memiliki tingkat yang bervariasi, berkisar antara
100 hingga 300 prosedur per 100.000 orang dalam satu tahun (Burney, 2012).
Pembedahan seringkali mengganggu proses fisiologi normal percernaan dan penyerapan.
Mual, muntah dan nyeri dapat timbul selama pembedahan. Selain itu, nyeri pada luka
operasi juga akan timbul akibat terputusnya kontinuitas jaringan sehingga terjadi
penekanan pada pembuluh darah. Hal ini mengakibatkan terjadinya gangguan pergerakan
sehingga aktivitas sehari-hari dapat terganggu (Smeltzer & Bare, 2009). Kondisi tersebut
mengharuskan adanya asuhan keperawatan yang tepat agar dapat mencapai kesehatan

yang optimal serta untuk menghindari terjadinya komplikasi. Apabila tidak dilakukan
tindakan keperawatan yang tepat, hernia inguinalis dapat menyebabkan penyumbatan
dan perdarahan pada saluran usus yang kemudian dapat menimbulkan edema sehingga
terjadi penekanan pembuluh darah dan terjadi nekrosis (Price, 2006).
B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian HILS
2. Mengetahui etiologi HILS
3. Mengetahui patofisiologi HILS
4. Mengetahui manifestasi klinis HILS
5. Mengetahui komplikasi HILS
6. Mengetahui penatalaksanaan HILS
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang HILS
8. Mengetahui pathway HILS
9. Mengetahui pengkajian HILS
10. Mengetahui diagnosa keperawatan pada pasien dengan HILS
11. Mengetahui fokus intervensi untuk HILS

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Hernia adalah protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah

dari dinding rongga yang bersangkutan. Hernia terdiri atas cincin, kantong dan isi hernia
(Sjamsudin, 2010). Hernia adalah benjolan atau kelemahan otot dinding abdomen
dimana suatu bagian dari satu atau beberapa organ lewat lubang yang abnormal (Wong,
Chan & Chair, 2009). Hernia inguinalis lateralis merupakan penonjolan organ intestinal
masuk ke rongga melalui defek atau bagian dinding yang tipis atau lemah (Erikson,
2009). Menurut Sjamsudin (2010) klasifikasi hernia yaitu:

Berdasarkan letaknya, hernia digolongkan kedalam 7 jenis sebagai berikut:


1. Hernia hiatal
Adalah kondisi dimana kerongkongan (pipa tenggorokan) turun melewati diafragma
melalui celah yang disebut hiatus sehingga sebagian perut menonjol ke dada (toraks).
2. Hernia epigastrik
Hernia epigastrik terjadi di antara pusar dan bagian bawah tulang rusuk di garis
tengah perut, biasanya terdiri dari jaringan lemak dan jarang yang berisi usus.
Terbentuk di bagian dinding perut yang relatif lemah. Hernia jenis ini sering
menimbulkan rasa sakit dan tidak dapat didorong kembali ke dalam perut ketika
pertama kali ditemukan.
3. Hernia umbilikal
Hernia umbilikal berkembang di dalam dan sekitar umbilikus (pusar) yang disebabkan
bukaan pada dinding perut. Seharusnya menutup sebelum kelahiran akan tetapi tidak
menutup sepenuhnya. Apabila kecil (kurang dari 1 cm) maka hernia jenis ini biasanya
dapat menutup secara bertahap sebelum usia 2 tahun.
4. Hernia inguinalis

Hernia inguinalis merupakan hernia yang paling umum terjadi dan muncul sebagai
tonjolan di selangkangan atau skrotum. Hernia ini terjadi ketika dinding abdomen
berkembang sehingga usus menerobos ke bawah melalui celah.
5. Hernia femoralis
Hernia femoralis muncul sebagai tonjolan di pangkal paha dan lebih sering terjadi
pada wanita dibandingkan pada pria.
6. Hernia insisional
Hernia insisional dapat terjadi melalui luka paska operasi perut, muncul sebagai
tonjolan di sekitar pusar yang terjadi ketika otot sekitar pusar tidak menutup
sepenuhnya.
7. Hernia nukleus pulposi (HNP)
HNP adalah hernia yang melibatkan cakram tulang belakang. Di antara setiap tulang
belakang ada diskus intervertebralis yang menyerap goncangan cakram dan
meningkatkan elastisitas dan mobilitas tulang belakang, karena aktivitas dan usia,
terjadi herniasi diskus invertebralis yang menyebabkan saraf terjepit (sciatica). HNP
umumnya terjadi di punggung bawah pada tiga vertebra lumbal bawah.
Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas:
1. Hernia bawaan atau kongenital
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus, yaitu saluran berbentuk
tabung yang merupakan jalan tempat turunnya testis (buah zakar) dari perut ke dalam
skrotum (kantung zakar) sesaat sebelum bayi dilahirkan. Pada bulan ke-8 kehamilan,
terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis akan menarik
peritonium ke daerah skrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut
dengan prosesus vaginalisperitonei. Pada bayi yang sudah lahir, umumnya prosesus
ini telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis
tersebut. Namun pada beberapa kasus, kanalis ini tidak menutup. Karena testis kiri
turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka. Namun
apabila kanalis kiri terbuka, maka kanalis kanan juga terbuka. Dalam keadaan normal,
kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. Akan tetapi bila prosesus
terus terbuka karena tidak mengalami obliterasi maka akan timbul hernia inguinalis
lateralis kongenital. Meskipun pada orang tua kanalis tersebut telah menutup, namun
karena merupakan lokus minoris resistensie maka pada keadaan yang menyebabkan
tekanan intra abdominal meningkat, kanal tersebut dapat terbuka kembali dan timbul
hernia inguinalis lateralis akuisita.
2. Hernia dapatan atau akuisita
Yakni hernia yang timbul karena berbagai faktor pemicu.
Berdasarkan sifatnya, hernia dapat digolongkan menjadi sebagai berikut:

a. Hernia reponibel/reducible, yaitu jika isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar
jika berdiri atau mengedan dan masuk kembali jika berbaring atau didorong
masuk. Tidak terdapat keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus pada hernia jenis
ini.
b. Hernia ireponibel, yaitu jika isi hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga.
Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritonium kantong
hernia. Hernia ini juga disebut hernia akreta (accretus = perlekatan karena
fibrosis). Tidak terdapat keluhan nyeri ataupun tanda sumbatan usus pada hernia
jenis ini.
c. Hernia strangulata atau inkarserata (incarceratio = terperangkap, carcer = penjara),
yaitu jika isi hernia terjepit oleh cincin hernia. Hernia inkarserata berarti isi
kantong terperangkap, tidak dapat kembali ke dalam rongga perut disertai
akibatnya yang berupa gangguan pasase atau vaskularisasi. Hernia strangulata
mengakibatkan nekrosis dari isi abdomen di dalamnya karena tidak mendapatkan
suplai darah akibat pembuluh pemasoknya terjepit. Hernia jenis ini merupakan
keadaan gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera.
Tipe hernia pada dinding abdomen berdasarkan sifatnya, yaitu:
1. Hernia inguinalis tidak langsung
Hernia jenis ini disebabkan oleh hernia kongenital dan dapat berupa turunnya
skrotum pada bayi laki-laki. Kondisi ini biasanya disebabkan pelemahan marjin
facial dari cincin inguinal internal (Lewis, et al, 2011). Pada hernia inguinalis
tidak langsung, isi hernia melalui dua pintu yaitu anulus dan kanalis inguinalis.
Hernia jenis ini dapat terjadi dari berbagai usia (sebagian besar usia 50-60 tahun)
dan jenis kelamin (laki-laki prevalensinya lebih tinggi dibanding perempuan).
Hernia jenis ini dapat dimasukkan dengan tekanan oleh jari-jari di sekitar cincin
inguinalis interna, tapi dapat mengalami penyulit dan kasus ini biasanya terjadi di
usia muda (Grace & Borley, 2007).
2. Hernia inguinalis langsung
Hernia terjadi melalui dinding abdomen melalui fasil kanal inguinal yang
melemah. Hernia disebut langsung karena menonjol melalui segitiga hasselbach.
Isi hernia keluar melalui dinding inguinal posterior dan melalui cincin eksternal.
Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan hernia adalah kondisi batuk kronik,
kelebihan berat badan, dan konstipasi (Potter & Perry, 2009). Hernia ini sangat
sulit dimasukkan dengan penekanan jari-jari tangan dan berpotensi mengalami
strangulasi, serta biasanya terjadi di usia tua (Grace & Borley, 2007).
B. Etiologi

Hernia dapat timbul disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:


1. Penutupan sakus peritoneal yang tidak tepat
Penyebab terjadinya hernia disebabkan kelainan rongga peritoneum yang tidak
menutup secara sempurna dan prosesus vaginalis yang terbuka (baik kongenital
maupun didapat). Lubang isi hernia bisa berupa usus (omentum, ileum) dan dapat
masuk ke kantung hernia (Wilkins, 2011).
2. Kenaikan tekanan intraabdomen
Tekanan di dalam rongga abdomen dapat mengalami kenaikan ketika mengejan,
membawa benda berat, dan batuk (Ignatavicius & Workman, 2006). Orang yang
mempunyai kebiasaan mengejan akibat kesulitan buang air besar menyebabkan
tekanan pada rongga abdomen, sehingga mendorong organ tubuh masuk ke lubang
cincin hernia. Kenaikan tekanan intra abdomen juga dapat terjadi pada orang dengan
trauma abdomen, hipertrofi prostat, asites (Black & Hawks, 2009).
3. Kelemahan otot abdominal
Kelemahan otot abdominal menyebabkan organ tubuh (usus, momentum, ileum)
dapat memasuki kantung hernia melalui cincin hernia. Masuknya organ tubuh
mengakibatkan benjolan dan menyebabkan sakit jika isi hernia terjepit sampai
menimbulkan pembusukan (Black & Hawks, 2009). Otot yang kuat tidak terjadi
hernia karena otot kanalis inguinalis berjalan miring, adanya struktur obliqus internus
yang menutup sewaktu inguinalis internus berkontraksi dan adanya fasia transversa
yang kuat yang menutupi Hasselbach. Kelemahan otot dinding perut dapat karena
usia, defisiensi otot, dan hancurnya jaringan penyambung oleh karena merokok,
penuaan atau penyakit sistemik (Lewis, et al, 2011).
C. Patofisiologi
Hernia inguinalis dapat terjadi disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor kongenital yang
merupakan kegagalan penutupan prosesus vaginalis pada waktu kehamilan sehingga
menyebabkan masuknya isi rongga perut melalui kanalis inguinalis, dan faktor yang
didapat seperti asites, hamil, batuk kronis, pekerjaan mengangkat benda berat serta faktor
usia. Tanda dan gejala klinis dapat ditentukan oleh keadaan isi hernia. Pada hernia
reponibel keluhan satu-satunya adalah benjolan dilipat paha yang muncul pada saat
berdiri, batuk, bersin atau mengejan dan menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri
biasanya dirasakan di epigastrium atau para umbilical berupa nyeri visceral karena
regangan pada mesentrium sewaktu, satu segmen usus halus masuk kedalam kantung
hernia (Sjamsuhidayat, 2010).
Hernia irredusibel dan hernia inkarserata adalah hernia yang tidak dapat
dipindahkan atau dikurangi dengan manipulasi. Nyeri akan terasa jika cincin hernia
terjepit, jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan, isi hernia

menjadi nekrosis dan kantong hernia akan terisi transudat berupa cairan serosangoinus.
Hal tersebut adalah kedaruratan bedah karena usus terlepas, usus ini cepat menjadi
gangrene. Hernia irredusibel dan inkarserata menimbul gejala ileus, yaitu perut
kembung, muntah, obstipasi, nyeri, serta daerah benjolan menjadi merah (Sjamsuhidayat,
2010).
D. Tanda Gejala
Pada umumnya keluhan orang dewasa berupa benjolan di inguinalis yang timbul pada
waktu mengejan, batuk, atau mengangkat beban berat dan menghilang pada waktu
istirahat berbaring. Pada inspeksi perhatikan keadaan asimetris pada kedua inguinalis,
skrotum, atau labia dalam posisi berdiri dan berbaring. Pasien diminta mengejan atau
batuk sehingga adanya benjolan atau keadaan asimetris dapat dilihat. Palpasi dilakukan
dalam keadaan ada benjolan hernia, diraba konsistensinya, dan dicoba mendorong
apakah benjolan dapat direposisi. Setelah benjolan dapat direposisi dengan jari telunjuk,
kadang cincin hernia dapat diraba berupa anulus inguinalis yang melebar
(Sjamsuhidayat, 2010).
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), tanda dan gejala yang dapat muncul pada pasien
hernia yaitu sebagai berikut:
1. Terdapat benjolan keluar masuk atau keras dan yang tersering adalah di lipat paha.
2. Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan bila isinya terjepit disertai rasa mual (pada
hernia inkarserata dan strangulata).
3. Apabila terjadi hernia inguinalis strangulata, perasaan sakit akan bertambah hebat
serta kulit di atasnya menjadi merah dan panas.
4. Hernia femoralis kecil mungkin berisi dinding kandung kencing sehingga
menimbulkan gejala sakit kencing (disuria) disertai hematuria (kencing darah),
disamping adanya benjolan di bawah sela paha.
5. Hernia diafragmatika menimbulkan perasaan sakit di daerah perut disertai sesak
nafas.
6. Apabila pasien mengejan atau batuk, maka benjolan hernia akan bertambah besar.
E. Penatalaksanaan
Terdapat dua macam penatalaksanaan hernia, yaitu:
1. Konservatif
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian
penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi.
Bukan merupakan tindakan definitive sehingga dapat kambuh kembali (Paramitha,
2008). Menurut Lewis, Dirksen, Heitkemper, Bucher, & Camera (2011) penanganan
konservatif terdiri atas:

a. Reposisi, adalah suatu usaha untuk mengembalikan isi hernia ke dalam cavum
peritonii atau abdomen. Reposisi dilakukan secara bimanual pada pasien dengan
hernia reponibel menggunakan dua tangan. Reposisi tidak dilakukan pada hernia
inguinalis strangulata kecuali pada anak-anak.
b. Suntikan, dilakukan penyuntikan cairan sklerotik berupa alkohol atau kinin di
daerah sekitar hernia yang menyebabkan pintu hernia mengalami sclerosis atau
penyempitan.
c. Sabuk hernia, diberikan pada pasien dengan hernia yang masih kecil dan menolak
dilakukan tindakan operasi.
2. Operatif
Operasi merupakan tindakan paling baik dan dapat dilakukan pada hernia reponibel,
hernia ireponibel, hernia strangulata dan hernia incarserata, karena dapat
meminimalkan kekambuhan (Simons, et al, 2009). Operasi dilakukan dalam 3 tahap,
yaitu:
a. Herniotomy, yaitu membuka dan memotong kantong hernia serta mengembalikan
isi hernia ke cavum abdominalis.
b. Hernioraphy, mulai dari mengikat leher hernia dan menggantungkannya pada
conjoint tendon.
c. Hernioplasty, menjahitkan conjoint tendon pada ligamentum inguinalis agar LMR
(Locus minoris resistensiae) hilang/tertutup dan dinding perut menjadi lebih kuat
karena tertutup otot. LMR merupakan sebuah lubang atau kantong yang terbentuk
karena proses organogenesis yang tidak sempurna , trauma mekanis yang terusmenerus, atau karena trauma mendadak, misal pada kecelakaan. LMR biasanya
terjadi pada daerah inguinal (selangkangan), scrotal (skrotum), atau pada
abdomen.
d. Laparoskopi, menurut penelitian operasi dengan

laparoskopi lebih minimal

kerusakan jaringan dan proses penyembuhannya lebih cepat (Wauschkuhn, et.al,


2010). Tindakan operasi melalui laparoscopi merupakan tindakan memasukan
alat laparoskop extraperitoneal (TEP) melalui insisi kecil abdomen (Uchida, et al,
2011). Keuntungan operasi TEP dibanding dengan insisi abdomen yaitu nyeri
yang ditimbulkan lebih kecil dibanding operasi melalui insisi kulit abdomen (Coll
& Ameen, 2006). Hal ini sesuai dengan Black dan Hawks (2009) bahwa
keuntungan operasi TEP yaitu nyeri yang dirasakan minimal dan kekambuhannya
kecil.
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), pemeriksaan penunjang pada pasien hernia meliputi:

1. Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus atau obstruksi
usus
2. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit menunjukkan homokonsentrasi
(peningkatan hematokrit), peningkatan sel darah putih dan ketidakseimbangan
elektrolit.
Adapun menurut Nurarif dan Kusuma (2015), pemeriksaan penunjang foto rontgen
biasanya tidak diperlukan untuk mendiagnosis hernia. Rontgen hanya diperlukan untuk
hernia interna, misalnya hernia diafragmatica. Sedangkan USG bisa digunakan untuk
menyingkirkan diagnosis massa yang berada di dalam dinding abdomen atau untuk
menyingkirkan diagnosis bengkaknya testis, membedakan masa di paha atau dinding
perut dan sumber pembengkakannya. Pada hernia inkarcerata dan strangulata perlu
dilakukan foto toraks untuk melihat adanya udara bebas di bawah diafragma akibat
perforasi. Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya tinggi kadar gas dalam usus atau
obstruksi usus. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit), peningkatan sel darah putih, dan
ketidakseimbangan elektrolit.

G. Pathway

H. Pengkajian pada Pasien HIL


Pengkajian merupakan dasar utama dan yang penting didalam
melakukan asuhan keperawatan baik saat pasien pertama kali masuk
rumah sakit ataupun selama pasien dirawat di rumah sakit. Menurut
Black dan Hawks (2009); Oswari (2006); Sjamsudin (2010) pengkajian
pada pasien HIL yaitu:
1. Pengkajian

demografi

sangat

berekaitan

dengan

masalah

kesehatan klien dengan hernia inguinalis meliputi:


a. Hernia dapat dijumpai pada setiap usia. Untuk hernia inguinalis
lateralis,

insiden tertinggi pada anak muda. Insiden tinggi pula

terjadi pada klien dengan usia 50 60 tahun dan berangsurangsur menurun pada kelompok lansia
b. Jenis kelamin. Laki-laki lebih banyak menderita hernia inguinalis
lateral daripada perempuan. Hal ini disebabkan pada laki-laki saat
perkembangan janin terjadi penurunan testis dari rongga perut.
Sehingga jika saluran testis ini tidak menutup dengan sempurna,
maka akan menjadi jalan lewatnya hernia inguinalis.
c. Pekerjaan. Pekerjaan mengangkat berat dalam jangka waktu yang
lama dapat melemahkan dinding perut. Aktivitas mengejan dan
sering mengangkat beban berat, duduk, mengemudi dalam waktu
lama bisa memicu timbulnya hernia.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama. Keluhan utama klien post herniotomi adalah
merasakan nyeri daerah operasi diarea inguinal.
b. Riwayat kesehatan dahulu. Latar belakang kehidupan klien
sebelum masuk rumah sakit yang menjadi faktor predisposisi
seperti riwayat bekerja mengangkat benda-benda berat,
riwayat penyakit menular dan atau penyakit keturunan, serta
riwayat operasi sebelumnya pada daerah abdomen atau
operasi hernia yang pernah dialami klien sebelumnya.
c. Riwayat kesehatan sekarang. Dimulai sejak kapan keluhan
dirasakan, berapa lama keluhan terjadi, bagaimana sifat dan
hebatnya keluhan, dimana keluhan timbul, keadaan apa yang
memperberat dan memperingan keluhan pada pasien hernia
inguinalis.
3. Pemeriksaaan fisik

a. Keadaan umum. Keadaan klien dengan hernia biasanya


mengalami kelemahan, dan periksa status gizinya serta
tingkat kesadaran composmentis.

b. Tanda-tanda vital
Pada pemeriksaan ini dilakukan pemeriksaan vital sign.
Biasanya

pada

pasien

dengan

post

herniotomy

terjadi

penurunan tekanan darah, peningkatan suhu dan demam,


pernapasan cepat dan dangkal.
c. Inspeksi pada kondisi post operasi luka tertutup balutan steril
untuk

mencegah

masuknya

mikroorganisme

yang

bisa

menyebabkan infeksi. Tanda infeksi perlu diperhatikan seperti


ada lesi/ kemerahan pada luka insisi. Pada hernia inguinalis
tampak adanya benjolan di lipat paha. Benjolan tersebut bisa
mengecil

atau

menghilang

pada

waktu

tidur

dan

bila

menangis, mengejan, batuk, mengangkat benda berat atau


bila

posisi

pasien

berdiri

dapat

timbul

kembali

( Sjamsuhidayat, 2010).
d. Perubahan pola fungsi
1) Sirkulasi. Gejala : riwayat masalah jantung, gagal
jantung kongestif (GJK), edema pulmonal, penyakit
vaskular perifer, atau stasis vaskular (peningkatan risiko
pembentukan trombus).
2) Pernapasan. Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk,
merokok.
3) Integritas ego. Gejala : perasaan cemas, takut, marah,
apatis, faktor-faktor stress multiple, misalnya finansial,
hubungan, gaya hidup. Tanda : tidak dapat beristirahat,
peningkatan

ketegangan/

peka

rangsang,

stimulasi

simpatis.
4) Makanan / cairan. Gejala: insufisiensi pankreas/ diabetes
mellitus

(DM),

(predisposisi

untuk

ketoasidosis),

malnutrisi (termasuk obesitas), membran mukosa yang

kering

(pembatasan

pemasukkan

periode

puasa

hipoglikemia pra operasi).


5) Aktivitas atau istirahat. Tanda : mengangkat beban
berat,

duduk,

mengemudi

dalam

waktu

lama,

membutuhkan papan matras untuk tidur, penurunan


rentang gerak, tidak mampu melakukan aktivitas seperti
biasa, atrofi otot, gangguan dalam berjalan.
6) Keamanan. Gejala : alergi terhadap obat, makanan,
plester, dan larutan ; Defisiensi imun (peningkaan risiko
infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan), Riwayat
transfusi darah/ reaksi transfusi.
7) Neurosensori. Gejala : kesemutan, kekakuan, kelemahan
tangan atau kaki, penurunan reflek tendon dalam, nyeri
tekan atau nyeri abdomen.Tanda : munculnya proses
infeksi yang melelahkan ; demam.
8) Kenyamanan. Gejala: nyeri seperti di tusuk-tusuk, fleksi
pada kaki, keterbatasan mobilisasi.
9) Penyuluhan / Pembelajaran. Gejala:
antikoagulasi,

steroid,

antibiotik,

penggunaan
antihipertensi,

kardiotonik glikosid, antidisritmia, bronkodilator, diuretik,


dekongestan,

analgesik,

antiinflamasi,

antikonvulsan

atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau


obat-obatan rekreasional. Penggunaan alkohol (risiko
akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi
dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan
diri pasca operasi).
4. Pemeriksaan penunjang
a. Darah lengkap : peningkatan darah lengkap adalah indikasi
indikasi dari proses inflamasi, penurunan darah lengkap dapat
mengarah pada proses-proses viral (membutuhkan evaluasi
karena sistem imun mungkin tidak berfungsi).
b. Elektrolit : ketidakseimbangan akan mengganggu fungsi
organ,

misalnya

penurunan

kalium

akan

mempengaruhi

kontraktilitas otot jantung, mengarah kepada penurunan curah


jantung.

c. Urinalisis : Munculnya sel darah merah atau bakteri yang


mengindikasikan infeksi.
d. Gas Darah Arteri : mengevaluasi status pernafasan terakhir.
e. Elektrokardiografi (EKG) : penemuan akan sesuatu yang tidak
normal membutuhkan prioritas perhatian untuk memberikan
anestesi.
I. Diagnosa fokus pasien dengan HIL
Diagnosa yang dapat ditegakkan menurut Herdman dan Kamitsuru
(2015) adalah sebagai berikut:
1. Nyeri berhubungan dengan luka post pembedahan
2. Ketidakseimbangan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan

tubuh

berhubungan dengan proses penyakit


3. Resiko perdarahan berhubungan dengan luka post pembedahan
4. Resiko Infeksi berhubungan dengan luka post pembedahan
J. Intervensi fokus keperawatan
Intervensi fokus keperawatan pada pasien HIL menurut Bulechek,
Butcher, Dochterman, Wagner (2016) dan Moorhead, Johnson, Maas,
Swanson (2016) yaitu:

Diagnosa
Nyeri
berhubung
an dengan
luka post 1.
2.
pembedaha
n
3.

4.

Tujuan
Intervensi
NOC: Pain level, pain
NIC: Pain Management,
control
Analgesic
Kriteria hasil:
Administration
Mampu mengontrol nyeri. 1. Lakukan pengkajian
Mampu menggunakan
nyeri (skala,
teknik nonfarmakologi
intensitas, frekuensi,
untuk mengurangi
lokasi, tanda nyeri)
nyeri
2. Ajarkan teknik nonMampu mengenali nyeri
farmakologi untuk
(skala, intensitas,
menurunkan nyeri
frekuensi, tanda nyeri) 3. Berikan terapi
Melaporkan nyeri
analgesik sesuai
berkurang
instruksi dokter
4. Cek riwayat alergi
5. Berikan analgesik
ketika nyeri hebat

Rasional
1. Mengetahui skala,
intensitas, frekuensi,
lokasi, tanda nyeri
2. Menjadi
penatalaksanaan
pendamping
3. Penatalksanaan yang
cepat
4. Menghindari
munculnyamasalah
lainnya
5. Memberikan obat
tepat waktu

Ketidaksei
NOC: Nutritional status,
NIC: Nutrition
1. Mengatasi penyebab
mbangan
Intake
management, Nutrition
masalah intake
Kriteria
hasil:
nutrsisi
monitoring
nutrisi
2. Menjamin
kurang dari 1. Tidak terjadi penurunan 1. Monitor mual dan
berat badan yang
muntah
terpenuhinya
kebutuhan
berarti
2.
Monitor
kalori
dan
kebutuhan nutrisi
tubuh
2. Menunjukkan
intake
nutrisi
pasien
berhubung
peningkatan fungsi
3. Ajarkan pasien
3.
Menjadwalkan intake
an dengan
pengecapan dari
bagaimana membuat
nutrisi untuk makan
prosespeny
menelan
catatan harian
sedikit tapi sering
akit

3. Mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
Resiko
NOC: Blood lose severity
NIC: Bleeding
1.
1.
Tekanan
darah
dalam
perdarahan
precuations
batas normal sistole
1. Monitor tanda-tanda
berhubung
dan diastole
perdarahan
2.
an dengan
2.
Tidak
ada
distensi
2.
Gunakan
ice
pack
luka post
abdomen
pada area perdarahan 3.
pembedaha
3. Tidak ada hematuria
3. Berikan terapi
n
dan hematemesis
farmakologis
mencegah perdarahan
Resiko
NOC: Knowladge:infection NIC: Infection control
1.
1. Berikan terapi
Infeksi
control, risk control
antibotik
2.
berhubung 1. Bebas dari tanda dan
2.
Monitor
tanda
gejala
gejala
infeksi
an dengan
2. Menunjukkan
infeksi sistemik dan
luka post
kemampuan mencegah
lokal
3.
pembedaha
3. Pertahankan teknik
infeksi
n
3. Leukosit normal
isolasi
4.
4. Tingkatkan intake
nutrisi

Mencegah
perdarahan
memburuk
Mengkontriksikan
vaskuler area insisi
Mencegah
perdarahan masif

Proteksi terhadap
infeksi
Memberikan tata
laksana secara cepat
dan tepat
Mencegah adanya
jalur infeksi
Meningkatkan
pertahanan dari
dalam tubuh

DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2009). Medical-Surgical Nursing : Clinical Management for
Positive Outcomes. USA: Sounders Elsevier.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., Wagner, C. M. (2016).
Nursing intervention classification. Philadelphia: Elsevier Inc.
Burney, R. (2012). Inguinal hernia. Retrieved from
https://online.epocrates.com/u/2911723/inguinalis+hernia

Erickson, S. K. (2009). Nonalcoholic fatty liver disease. JLR Papers in Press.


Grace, P. A., & Borley, N. R. (2007). Ilmu Bedah. Jakarta: Erlangga.
Herdman, T. H & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis keperawatan: definisi &
klasifikasi 2015-2017. Ed. 10. Jakarta: EGC.
Ignatavicius, D. D.& Workman, M. L. (2006). Medical surgical nursing : critical thinking for
collaborative care. USA: Elsevier Sounders.
Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., Bucher, L., & Camera, I. M. (2011).
Medical-surgical nursing : assesment and management of clinical problems. USA:
Elsevier-Mosby.
Mansjoer, A. (2011). Kapita selekta kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., Swanson, E. (2016). Nursing
outcome classification. Philadelphia: Elsevier Inc
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis dan nanda nic noc. Jogjakarta: Mediaction Publishing.
Oswari. (2006). Bedah dan perawatannya. Jakarta: FKUI.
Potter, A. P& Perry, A. G. (2009). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses,
praktik. Jakarta: EGC.
Price, S. A. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit edisi 6. Jakarta: EGC.
Rawis, C. G., Limpeleh, H. P., Wowiling, P. A. V. (2015). Pola hernia inguinalis di RSUP DR.
R. D. Kandou Manado periode Agustus 2012 Juli 2014. Jurnal e-Clinic, 3(2), 695699.
Simons, M. P., Campanelli, G., Kingsnorth, A., Smedberg, S., Aufenacker, T., & Conze, J., et
al. (2009). European Hernia Society Guidelines On The Treatment of Inguinal
Hernia In Adults Patient. Hernia Journal, 343-403.
Sjamsuhidajat. (2010). Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. (2009). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta : EGC
Wilkins, W. (2011). Nursing : Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta: PT Indeks.
Wong, E. M. L., Chan, S. W. C., & Chair, S. Y. (2009). Effectiveness of An Educational
Intervention on Level of Pain, Anxiety and Self Efficacy for Patient With
Musculoskeletal Trauma. Journal of Advanced Nursing, 1120-1131.

Anda mungkin juga menyukai