Anda di halaman 1dari 40

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMASANGAN ELASTIS PERBAN

1. Pengertian
tindakan memfiksasi /mengimobilisasi bagian tubuh yang mengalami cidera
2. Tujuan
Membantu menopang dan memberikan penekanan (rekatan yang tepat)
3. Indikasi
 Pada luka terbuka yang memungkinkan terkontaminasi dengan lingkungan luar
 Adanya fraktur ,baik terbuka /tertutup.
 Dislokasi persendian
4. Persiapan Alat
 Perban elastis
 Plester
 Gunting
5. Persiapan pasien
 Memberikan salam
 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
 Menanyakan persetujuan/kesiapan klien
6. Prosedur Tindakan
Setiap kali membalut harus diperhatikan agar :
 Perban saling menutupi lapis demi lapis.
 Gulungan perban tidak boleh bergeser, walaupun saling bekerja.
 Lilitkan perban harus cukup kencang.
 Lilitan bagian distal lebih kuat dari bagian proksimal (semakin ke proksimal
semakin tidak kencang)
TEKNIK BALUTAN
 Cara balut silang pergelangan tangan
- Mulailah dengan melilitkan perban beberapa kali pada pergelangan tangan,
lalu arahkan perban ke distal melilit punggung tangan dan telapak tangan
- Masukkan lilitan diantara ibu jari dan jari telunjuk, miring pada punggung
tangan menuju pergelangan tangan. Lilitkan satu kali lalu ulangi pekerjaan itu
sambil menggeser perban sedikit demi sedikit sehingga seluruh pergelangan
tangan terbalut.
 Membalut sendi siku cara penyu keluar (Testudo cubiti Reversa)
- Bengkokkan sedikit siku yang akan dibalut
- Balutkan perban beberapa kali pada pertengahan siku
- Arahkan lilitan perban bergantian ke proksimal dan ke distal
- Lanjutkan lilitan perban ke lengan atas dan ke lengan bawah berulang –
ulang sampai seluruh sendi siku terbalut
- Ujung lilitan perban terakhir dilekatkan dengan plester.
 Cara-cara Membalut kaki (Membalut seluruh kaki/ex. Kaki kiri)
- Mulailah perban dari bagian punggung kaki menuju ke ujung jari – jari lalu ke
telapak kaki. Peganglah dengan tangan kiri ujung perban yang ada di
punggung. Dengan tangan kanan lilitkan perban untuk menutup jari – jari
kaki dengan cara tadi. Bergantian ke lateral dan medial. Geserlah sedikit
demi sedikit ke arah tengah jari – jari sehingga seluruh jari terbalut. Di
telapak kaki, arah balutan melintang, sedangkan telapak kaki arahnya miring
- Kemudian lilitkan perban melintang punggung dan telapak kaki sehingga
ujung – ujung perban tadi terhimpit. Buatlah lilitan perban sebanyak 3 lilitan
sambil menggeser ke arah pergelangan kaki
- Sewaktu lilitan ke empat berada di punggung kaki, perban diarahkan di
telapak kaki sekitar tumit. Kemudian dililitkan ke pergelangan kaki, terus ke
punggung kaki lagi
- Ulangi lagi balutan seperti tadi beberapa kali, sampai seluruh kaki terbalut.
Akhiri balutan pada pergelangan kaki.
7. Evaluasi Tindakan
 Mengevaluasi respon klien
 Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
 Berpamitan dengan klien
 Mencatat tindakan yang telah dilakukan dalam catatan keperawatan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMASANGAN AED

1. Pengertian
Perangkat seukuran laptop yang menganalisia irama jantung untuk setiap kelainan dan,
jika perlu, mengarahkan penyelamat untuk memberikan kejutan listrik untuk korban.
2. Tujuan
Menghilangkan aritmia ventrikel yang spesifik pada henti jantung dan kelainan organic jantung
lainnya
3. Indikasi
Korban/Pasien yang mengalami henti jantung dan henti napas
4. Persiapan alat
 Alat AED
 Kassa/kapas
 Alcohol
5. Persipan pasien
Posisikan pasien dalam posisi terlentang
6. Prosedur Tindakan
LANGKAH 1
 Buka penutup AED.
 Buka pakaian dari dada pasien.
 Pastikan agar bagian kulit bersih dan kering.
 Keringkan dada pasien dan cukur rambut yang berlebihan jika perlu
LANGKAH 2
 Robek paket PAD untuk membukanya dan keluarkan PAD.
 Lepaskan satu PAD dari pelapis plastik.

 Kenakan satu PAD pada bagian atas dada yang terbuka


 Lepaskan PAD kedua dan kenakan pada bagian bawah dada yang terbuka seperti
yang ditunjukkan pada gambar sebelumnya
LANGKAH 3
 Pesan suara dan teks akan memberikan pedoman kepada Anda.
“DO NOT TOUCH PATIENT! ANALYZING RHYTHM.” (JANGAN SENTUH PASIEN!
SEDANG MENGANALISA RITME)
 Jika ritme yang dapat dikejutkan terdeteksi, ikutilah petunjuk berikut:
“SHOCK ADVISED CHARGING.” (KEJUTAN YANG DIANJURKAN SEDANG DIISI)
“CHARGING” (PENGISIAN)
“STAND CLEAR! PUSH FLASHING BUTTON TO DELIVER SHOCK.”
(JAUHI DIRI! TEKAN TOMBOL
BERKELIP UNTUK MEMBERIKAN KEJUTAN)
 Jika ritme pasien berubah menjadi ritme yang tidak dapat dikejutkan sebelum
kejutan diberikan, AED akan memberi tahu bahwa ritme telah berubah dan
memberikan pesan “RHYTHM CHANGED, SHOCK CANCELLED.” (RITME
BERUBAH, KEJUTAN DIBATALKAN)
 AED akan membatalkan isian dan meminta pemakai untuk memulai CPR.
LANGKAH 4
 Sewaktu diarahkan, mulai CPR
 Berikan 30 kompresi diikuti dengan
2 embusan
 Di akhir waktu CPR, pesan suara
akan mengarahkan Anda untuk
Mengulangi langkah 3 dan 4 jika perlu
 Jika tindakan sudah selesai dilakukan, posisikan korban senyaman mungkin sampe
petugas kesehatan dating
7. Evaluasi Tindakan
 Kaji kembali keadaan umum pasien (nadi & pernapasan)
 Mencatat tindakan yang telah dilakukan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMASANGAN TRANSFUSI DARAH

1. Pengertian
Terapi invasive (medis) untuk memberikan darah / komponen darah dengan resiko tinggi,
berupa morbiditas dan mortalitas baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.
2. Tujuan
Memperbaiki sirkulasi darah, Hb dan kadar protein serum
3. Indikasi
 Anemia pada pendarahan akut setelah didahului penggantian volume dengan cairan
 Anemia kronis, jika Hb tidak bisa dinaikan dengan cara lain
 Gangguan trombilitik, karena defisiensi komponen darah
 Plasma loss/hipo albumin jika tidak dapat lagi di berikan plasma subtitle/larutan
albumin
4. Persiapan Alat
 1 set pemberian darah
 Vena cateter berukuran besar (18-19)
 Normal saline
 Transfuse set
 Produk darah yang tepat
 Hanscoeen steril
 Kapas alcohol
 Plester
 Format inform consen yang telah ditanda tangani Bila di perlukan
5. Persiapan Pasien
 Memberitahu prosedur tindakan pada klien
 Melakukan infornmed consent
 Memonitor tanda-tanda vital (minimal 30 menit sebelum tindakan)
 Cocokkan data klien dikantong darah dengan data yang ada dilembar observasi
 Kosongkan urobag
6. Prosedur Tindakan
 Mengucapkan salam, memperkenalkan diri, dan memberitahukan bahwa tindakan
akan segera dilakukan.
 Cuci tangan dan pasang sarung tangan
 Alat-alat didekatkan
 Jika pasien sudah terpasang infuse,ganti infuse dengan blood set
 Bilas atau ganti cairan infuse dengan cairan ns 0,9% kurang lebih 25cc
 Pasang darah/komponen darah yang akan ditransfusikan, kemudian atur kecepatan
tetesan darah ( batas aman transfuse dengan kondisi jantung yang baik, tidak ada
hipovolemi adalah 1ml/kg bb/ jam (satu kantong darah kira - kira 3 jam).
 Dokter atau perawat harus 15 menit disamping klien untuk mengawasi keadaan
umum, keluhan klien, dan memonitoring tanda - tanda vital srta tanda - tanda alergi
seperti : gatal, sesak nafas, rasa demam, mual, nyeri punggung dll.
 Evaluasi dan pengukuran perlu dilakukan tiap jam, sampai 1-2 jam setelah transfusi
berakhir
 Jika ditemukan tanda - tanda alergi, transfuse segera dihentikan, segera ganti blood
set dengan yang baru, berikan infuse Ns 0.9%, ukur tanda - tanda vital jika ada
gangguan hemodinamik lakukan tindakan berdasarkan pada penatalaksaan klien
dengan ganggguan hemodinamik.
 Rapikan pasien
 Bereskan alat-alat
 Cuci tangan
7. Evaluasi Tindakan
 Mengevaluasi respon klien
 Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
 Berpamitan dengan klien
 Mencatat tindakan yang telah dilakukan dalam catatan keperawatan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMERIKSAAN PERNAFASAN DENGAN
LOOK, LISTEN, FEEL

1. Pengertian
Tindakan yang dilakukan untuk memeriksa kepatenan jalan napas
2. Tujuan
Untuk mengetahui kepatenan jalan napas korban/pasien
3. Prosedur Tindakan
 Mencuci tangan
 Mengatur posisi klien sesuai kebutuhan
 Duduk disamping kanan pasien dengan kedua kaki dilipat kebelakang
 Dekatkan telinga ke wajah pasien dengan posisi kepala perawat mengadap atau
melihat kearah dada pasien
 Look : Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela iga,
warna mukosa/kulit dan kesadaran
 Listen : Dengar aliran udara pernafasan
 Feel : Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan pipi penolong
4. Evaluasi Tindakan
 Mencuci tangan
 Mencatat hasil pemeriksaan
 Mencatat tindakan yang telah dilakukan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENILAIAN GCS

1. Pengertian
Memeriksa tingkat kesadaran pasien dengan menggunakan Skala Koma Glasgow
2. Tujuan
 Mendapatkan data obyektif
 Evaluasi perkembangan pasien
3. Indikasi
 Dilakukan pada pasien baru
 Pasien yang sedang dirawat inap
4. Persiapan Alat
Alat tulis
5. Persiapan Pasien
 Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada keluarga / klien
 Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
6. Prosedur Tindakan
 Mengatur posisi klien : supinasi
 Menempatkan diri disebelah kanan pasien, bila mungkin
 Memeriksa reflek membuka mata dengan benar
 Memeriksa reflek verbal dengan benar
 Memeriksa reflek motorik dengan benar
 Menilai hasil pemeriksaan
Membuka Mata :
Spontan 4
Dengan perintah 3
Dengan rangsang nyeri 2
Tidak berespon 1
Respon Verbal
Berorientasi 5
Bicara membingungkan 4
Kata - kata tidak tepat 3
Suara tidak dapat dimengerti 2
Tidak berespon 1
Respon Motorik
Dengan perintah 6
Melokalisasi nyeri 5
Menarik area nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak berespon 1
7. Evaluasi Tindakan
 Mencuci tangan
 Mencatat hasil pemeriksaan
 Mencatat tindakan yang telah dilakukan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMASANGAN INFUS

1. Pengertian
Tata cara pemasangan infus kepada pasien yang kekurangan cairan tubuh
2. Tujuan
Sebagai acuan untuk melakukan tindakan memasang infus
3. Indikasi
Pasien yang mendapat terapi cairan
4. Persiapan Alat
 Infuse set  Kasa
 Cairan NS, D 5%, RL  Sarung tangan
 Venvlon no 22, 20  Verban
 Kapas alcohol dalam  Perlak dan pengalas
tempatnya
 Plester  Pembendung
 Gunting
5. Persiapan Pasien
 Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada keluarga / klien
 Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
6. Prosedur Tindakan
 Perawat cuci tangan sebelum melakukan tindakan.
 Memberi motivasi pada pasien dan keluarga, bila keluarga dan pasien setuju
diberikan persetujuan tindakan medik.
 perawat memakai sarung tangan
 Perlak dan pengalas dipasang.
 Memeriksa ulang cairan yang akan diberikan.
 Cairan digantungkan pada standar
 Tutup botol cairan didesinfeksi dengan kapas alkohol lalu ditusukkan slang infus,
kemudian alirkan sampai udara keluar.
 Menentukan vena yang akan ditusuk.
 Disinfeksi area yang akan ditusuk dnegan diameter 5 s/d 10 cm.
 Menusuk jarum infus/abocath/scalpen pada vena yang telah ditentukan.
 Bila berhasil darah akan keluar, maka pembendungan dilepas, penjepit
dilonggarkan untuk melihat kelancaran cairan.
 Bila tetesan lancar, pangkal jarum direkatkan pada kulit dengan plester kemudian
mengatur tetesan.
 Menutup bagian yang ditusuk dengan kasa steril

 Gunakan spalk bila perlu.


 Merapikan pasien dan mengatur senyaman mungkin.
 Memperhatikan reaksi pasien.
 Mencatat waktu pemasangan, jenis, jumlah tetesan.
 Alat-alat dibereskan.
 Perawat cuci tangan.
7. Evaluasi Tindakan
 Mengevaluasi respon klien
 Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
 Berpamitan dengan klien
 Mencatat tindakan yang telah dilakukan dalam catatan keperawatan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMERIKSAAN PRIMARY SURVEI &
SECONDARY SURVEI

I. PRIMARY SURVEY (C-A-B-D-E)


1. Circulation
Nadi : Teraba Tidak Teraba
Sianosis : Ya Tidak
CRT : < 2 detik > 2 detik
Pemeriksaan lain :
Tindakan :
2. Airway
Jalan Napas : Paten Tidak Paten
Obstruksi : Lidah Cairan Benda Asing N/A
Suara Napas : Snoring Gurgling/Ronchi Stridor N/A
Pemeriksaan lain :
Tindakan :

3. Breathing
Gerakan dada : Simetris Asimetris
Irama Nafas : Reguller Ireguller
Retraksi Otot dada : Ada N/A
Sesak napas : Ada N/A
RR : ……… x/menit
Pemeriksaan lain :
Tindakan :

4. Disability
Respon : Alert Verbal Pain Unresponsive
GCS : ......... Eye ......... Verbal ............ Motorik
Kesadaran : CM Delirium Somnolen .............
Pupil : Isokor Unisokor Midriasis
Refleks Cahaya : Ada Tidak Ada
Pemeriksaan lain :
Tindakan :

5. Exposure/Environment
Periksa Keamanan sekitar klien
II. SECONDARY SURVEY (-F-G-H-I)
1. Lakukan pemeriksaan Full Vital Sign (TD, RR, S, N)
2. Lakukan Pemeriksaan Fisik secara head too-toe mulai dari :
a. Kepala
Inspeksi :
Palpasi :
b. Wajah
Inspeksi :
Palpasi :
c. Mata
Inspeksi :
Palpasi :
d. Telinga
Inspeksi :
Palpasi :
e. Hidung dan Sinus
Inspeksi :
Palpasi :
f. Mulut dan Bibir :
g. Leher
Inspeksi :
Palpasi :
h. Dada
Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi :
i. Abdomen
Inspeksi :
Auskultasi :
Perkusi :
Palpasi :
j. Ekstermitas atas (bahu, siku, tangan)
Inspeksi :
Palapasi :
Perkusi :
k. Ekstermitas bawah (panggul, lutut, pergelangan kaki dan telapak kaki)
Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :
l. Genitalia (alat genital, anus, rectum) (Tergantung kasus)
1) Wanita
Inspeksi :
2) Pria
Inspeksi dan palpasi penis :
Inspeksi dan palpassi skrotum :
m. Bagian posterior tubuh
Inspeksi :
Palpasi
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMERIKSAAN NADI RADIALIS, BRACHIALIS
& KAROTIS

1. Pengertian
getaran/denyut darah yang terjadi didalam pembuluh darah arteri akibat kontraksi
ventrikel kiri jantung
2. Tujuan
untuk Mengukur nadi pasien yang sebagai salah satu bagian dari tanda-tanda vital
tubuh
3. Persiapan Alat
 Jam tangan
 Hanscoen
 APD lainnya
 Buku catatan dan alat tulis
4. Perisapan Pasien
 Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada keluarga / klien
 Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
5. Prosedur Tindakan
PEMERIKSAAN FREKUENSI DENYUT ARTERI RADIALIS
 Minta pasien untuk menyingsingkan baju yang menutupi lengan bawah
 Pada posisi duduk, tangan diletakkan pada paha dan lengan ekstensi. Pada posisi
tidur terlentang, kedua lengan ekstensi dan menghadap atas.
 Lakukan palpasi ringan arteri radialis dengan menggunakan jari telunjuk dan jari
tengah
 Lakukan palpasi sepanjang lekuk radial pada pergelangan tangan
 Rasakan denyut arteri radialis dan irama yang teratur
 Hitung denyut tersebut selama satu menit
PEMERIKSAAN FREKUENSI DENYUT ARTERI BRACHIALIS
 Menyingsingkan lengan baju pasien yang menutupi lengan atas
 Pada posisi duduk, tangan diletakkan pada paha dan lengan ekstensi. Pada posisi
tidur terlentang, kedua lengan ekstensi dan menghadap atas.
 Lakukan palpasi ringan arteri dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah
pada fossa kubiti (lekuk antara otot bisep dan trisep diatas siku)
 Rasakan denyut arteri brankialis dan irama yang teratur
 Hitung jumlah denyut selama satu menit
PEMERIKSAAN FREKWENSI DENYUT ARTERI KAROTIS
 Minta pasien melepaskan baju sehingga bagian leher terlihat jelas
 Pasien duduk dengan posisi tangan diistirahatkan diatas paha
 Inspeksi kedua sisi leher untuk melihat denyut arteri karotis
 Mintalah pasien untuk memalingkan kepala pada sisiarah yang berlawanan
dengan yang akan diperiksa
 Kemudian lakukan palpasi dengan lembut, jangan terlalu keras untuk
menghindari rangsangan sinus carotid
 Dengan menggunakan jari tengah dan telunjuk palpasi sekitar otot
sternokleidomastoideus bagian medial
 Perhatikan perubahan denyut pada saat menarik atau menghembuskan napas
6. Evaluasi Tindakan
 Ucapkan terimakasih kepada klien
 Bersihkan dan kembalikan peralatan yang digunakan pada tempatnya
 Buka APD dan cuci tangan
 Catat tindakan yang telah dilakukan
 Segera laporkan adanya temuan abnormal
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN INJEKSI INTRA VENA
LEWAT SALURAN INFUS

1. Pengertian
Memasukan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena dengan
melalui saluran infus.
2. Indikasi
 Pasien yang mendapatkan obat yang diberikan secara intravena (IV)
 Pasien yang mengalami penurunan kesadaran
3. Kontraindikasi
 Infeksi atau bengkak pada lokasi injeksi intravena
4. Tujuan
 Sebagai tindakan pengobatan
 Mendapatkan reaksi obat yang cepat diabsorbsi daripada injeksi parenteral lain
 Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit,
vitamin, protein, lemak dan kalori yang tidak dapat dipertahankan melalui oral.
 Menghindari terjadinya kerusakan jaringan.
5. Persiapan Alat & Bahan
 Obat yang akan diberikan
 Spuit atau disposibel steril
 Kapas alcohol
 Pengalas
 Bengkok
 Handscoon bersih
6. Persiapan Pasien
 Memberikan salam
 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
 Menanyakan persetujuan/kesiapan klien
7. Prosedur Pelaksanaan Tindakan
 Perawat mencuci tangan
 Memakai sarung tangan bersih
 Menyiapkan obat sesuai dengan prinsip 6 benar
 Mengatur posisi pasien untuk penyuntikan
 Memasang perlak dan pengalasnya pada area dibawah yang terpasang infus
 Mengecek kelancaran tetesan infuse sebelum obat dimasukkan
 Memastikan tidak ada udara pada suit disposible yang berisi obat
 Mematikan atau mengklame infuse
 Melakukan desinfektan pada area karet saluran infuse set pada saluran infuse
 Menusukkan jarum ke bagian karet saluran infuse dengan hati-hati degan
kemiringan jarum 15-45 derajat
 Memasukkan obat secara perlahan dengan mendorong pegangan disposible
spuit sampai obat habis
 Mencabut jarum dari bagian karet saluran infuse dengan perlahan-lahan
 Membuka klem cairan infuse dan mengobservasi kelancaran tetesan aliran
infuse
 Menghitung tetesan infuse sesuai dengan ketentuan program pemberian cairan
 Merapikan pasien dan alat-alat
 Melepas sarung tangan
 Mencuci tangan
8. Evaluasi Tindakan
 Mengevaluasi respon klien
 Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
 Berpamitan dengan klien
 Mencatat tindakan yang telah dilakukan dalam catatan keperawatan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN INFUS

1. Pengertian
Perawatan pada tempat pemasangan infus
2. Tujuan
Mencegah terjadinya infeksi
3. INDIKASI
 Pasien yang terpasang infus
 Pasien dengan pemasangan infus yang relative lama
 Pasien dengan kesulitan bergerak/bed rest
4. Persiapan Alat & Bahan
 Kasa steril
 Sarung tangan bersih
 Gunting plester
 Plester/hypavic
 Kapas Alkohol
 Bengkok
5. Persiapan Pasien
 Memberikan salam
 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
 Menanyakan persetujuan/kesiapan klien
6. Prosedur Pelaksanaan Tindakan
 Mencucui tangan
 Mengatur posisi pasien sesuai kebutuhan
 Memakai sarung tangan
 Membasahi plester dengan kapas alkohol dan buka balutan
 Membersihkan bekas plester
 Membersihkan daerah tusukan & sekitarnya dengan NaCl
 Menutup kembali daerah tusukkan dengan kassa steril
 Memasang plester penutup
 Mengatur tetesan infus sesuai program terapi
 Melepas sarung tangan
 Mencuci tangan
7. Evaluasi Tindakan
 Mengevaluasi respon klien
 Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
 Berpamitan dengan klien
 Mencatat tindakan yang telah dilakukan dalam catatan keperawatan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMASANGAN EKG
(ELEKTROKARDIOGRAFI)

1. Pengertian
Suatu tes diagnostik yang dapat membantu mengidentifikasi suatu kondisi patologis
jantung
2. Indikasi
a. Pasien tidak sadar
b. Pasien yang mengalami kelainan atau gangguan jantung
3. Tujuan
Memberikan suatu gambaran yang lebih lengkap tentang aktivitas listrik jantung
4. Persiapan Alat & Bahan
a. Mesin EKG yang dilengkapi 3 kabel (1 kabel listrik/power, 1 kabel untuk bumi/groun,
1 kabel untul pasien)
b. Alat elektroda (elektroda ekstremitas & elektroda dada)
c. Jelly elektroda
d. Kertas EKG
e. Kapas/kassa pembersih
f. Handscoen
g. Kabel elektroda
h. Alcohol
5. Persiapan Pasien
a. Memberikan salam
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
c. Menanyakan persetujuan/kesiapan klien
6. Prosedur Pelaksanaan
a. Mencuci tangan
b. Memakai handscoen
c. Mengatur posisi pasien, posisi supine atau terlentang
d. Memasang sampiran
e. Buka pakaian bagian atas pasien, jika pasien menggunakan gelang, ikat pinggang,
jam tangan atau logam-logam lainnya perintahkan untuk dilepas
f. Bersihkan dada pasien dengan menggunakan kapas, kedua pergelangan tangan
serta kedua tungkai dilokasi penempatan manset elektroda.
g. Mengoleskan jelly pada permukaan elektroda yang akan dipasang serta oleskan juga
pada daerah tubuh yang akan dipasang tepatnya sekitar dada.
h. Pasang elektroda ekstremitas (warna merah di pergelangan tangan kanan,
warna hijau di kaki kiri, warna hitam di kaki kanan, warna kuning di pergelangan
tangan kiri)
i. Pasang elektroda dada
 V1 (Merah) pada sela iga ke 4 kanan dari sternum
 V2 (Kuning) pada sela iga ke 4 kiri dari sternum
 V3 (Hijau) pada pertengahan antara V2 dan V4
 V4 (Coklat) pada sela iga ke 5 mid klavikula
 V5 (HItam) sejajar V4 pada bagian anterior aksilaris
 V6 (Ungu) sejajar V4 & V5 pada bagian mid aksilaris
j. Nyalakan mesin EKG dan pilih menu (manual atau otomatis)
k. Lakukan pencatatan identitas klien pada EKG
l. Lakukan perekaman dengan menekan tombol START
m. Print hasil rekaman
n. Matikan mesin EKG dengan menekan tombol Stop dan power
o. Lepaskan setiap elektroda dan rapikan klien
p. Mencuci tangan
7. Evaluasi Tindakan
a. Mengevaluasi respon klien
b. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
c. Berpamitan dengan klien
d. Mencatat tindakan yang telah dilakukan dalam catatan keperawatan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN LUKA

1. Pengertian
Membersihkan luka, mengobati luka dan menutup kembali luka dengan teknik steril
2. Indikasi
Pasien dengan luka baru, lama, luka post operasi, luka bersih dan luka kotor
3. Tujuan
 Mencegah masuknya kuman dan kotoran kedalam luka
 Memberi pengobatan pada luka
 Memberikan rasa aman dan nyaman pada pasien
 Mengevaluasi tingkat kesembuhan luka
4. Persiapan alat
 Bak instrumen
 Kassa steril
 Hand scone steril
 Hand scone bersih
 Gunting
 Plester
 Alkohol
 Kom 1 buah
 Perlak
5. Persiapan Pasien
 Memberikan salam
 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
 Menanyakan persetujuan/kesiapan klien
6. Prosedur Pelaksanaan Tindakan
 Cuci tangan dan pasang sarung tangan bersih
 Meletakkan alat didekat pasien.
 Mengatur posisi pasien sesuai kebutuhan
 Pasang alas/perlak dibawah luka
 Letakkan bengkok dekat dengan area luka yang akan dirawat
 Buka balutan lama, sebelumnya jangan lupa menggunakan kapas alkohol untuk
membuka plester dan buang dalam bengkok
 Lepaskan hand scone bersih
 Gunakan handscoen steril
 Inspeksi luka, perhatikan kondisinya, integritas jahitan, karakter drainase
 Bersihkan luka dengan larutan NaCl 0,9% pegang kassa yang telah dibasahi
larutan NaCl. Gunakan kassa untuk sekali usap, bersihkan dari daerah yang kurang
terkontaminasi ke daerah yang terkontaminasi
 Lakukan nekrotomi jika ada jaringan nekrosis
 Gunakan kassa baru untuk mengeringkan luka atau insisi
 Berikan obat sesuai program terapi
 Tutup luka dengan kassa steril
 Lepaskan hand scone
 Pasang plester
 Rapikan pasien dan alat-alat
 Cuci tangan
7. Evaluasi Tindakan
 Mengevaluasi respon klien
 Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
 Berpamitan dengan klien
 Mencatat tindakan yang telah dilakukan dalam catatan keperawatan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SUCTION

1. Pengertian
Upaya membersihkan lendir/secret pada jalan nafas ataupun cairan tubuh melalui
penghisapan dengan alat suction.
2. Indikasi
 Pasien yang koma
 Pasien yang tidak bias batuk karena kelumpuhan dari otot pernafasan
 Bayi atau anak dibawah umur 2 tahun
 Pasien yang secretnya sangat banyak dan kental, dimana dia sendiri sulit untuk
mengeluarkannya.
3. Kontraindikasi
 Pasien dengan dengan Stridor
 Pasien dengan kekurangan cairan cerebro spinal
 Pulmonary oedem.
4. Persiapan alat
 Bak instrument berisi: pinset anatomi 2, kasa secukupnya
 NaCl atau air matang
 Canule section
 Perlak dan pengalas
 Mesin suction
 Sarung tangan
5. Persiapan Pasien
 Memberikan salam
 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
 Menanyakan persetujuan/kesiapan klien
6. Prosedur Pelaksanaan Tindakan
 Cuci tangan.
 Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur pasien.
 Pakai sarung tangan.
 Berikan posisi yang nyaman pada pasien dengan kepala sedikit ekstensi
 Berikan Oksigen 2 – 5 menit
 Letakkan pengalas di bawah dagu pasien
 Hidupkan mesin, mengecek tekanan dan botol penampung
 Masukkan kanul section dengan hati-hati (hidung ± 5 cm, mulut ±10 cm)
 Hisap lendir dengan menutup lubang kanul, menarik keluar perlahan sambil
memutar (+ 5 detik untuk anak, + 10 detik untuk dewasa)
 Bilas kanul dengan NaCl, berikan kesempatan pasien bernafas
 Ulangi prosedur tersebut 3-5 kali suctioning
 Observasi keadaan umum pasien dan status pernafasannya
 Observasi secret tentang warna, bau dan volumenya Bereskan alat.
 Lepaskan handscoen.
 Rapikan kembali pasien.
 Berikan reinforcement positif pada pasien.
 Rapikan peralatan
 Cuci tangan
7. Evaluasi Tindakan
 Mengevaluasi respon klien
 Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
 Berpamitan dengan klien
 Mencatat tindakan yang telah dilakukan dalam catatan keperawatan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR MEMBUKA JALAN NAFAS DENGAN OPA

1. Pengertian
Pemasangan oropharingeal tube adalah suatu tindakan pemenuhan kebutuhan oksigen
dengan membebaskan jalan nafas menggunakan oropharingeal tube melalui rongga
mulut ke dalam pharing.
2. Tujuan
a. Membebaskan jalan nafas
b. Mencegah lidah jatuh atau melekat pada dinding posterior pharing
c. Memudahkan penghisapan lendir
3. Indikasi
a. Pasien yang tidak sadar
b. Kejang yang akan berkembang menjadi tonik atau gejala tonik
c. Memfasilitasi suction pada jalan nafas
4. Kontra Indikasi
a. Tidak boleh diberikan pada pasien dengan keadaan sadar ataupun semi sadar
karena dapat merangsang muntah, spasme laring.
b. Harus berhati-hati bila terdapat trauma oral.
5. Persiapan Lingkungan
a. Ciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman serta kooperatif
b. Siapkan sampiran atau sketsel
6. Persiapan Alat
a. Oropharingeal tube dengan berbagai ukuran
b. Kassa steril
c. Plester dan gunting
d. Nierbekken
e. Spatel lidah
f. Handschoen
g. Suction
h. Selang Penghisap
7. Persiapan Pasien
a. Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan yang akan dilakukan kepada keluarga
b. Menjelaskan prosedur tindakan termasuk selama pemasangan oropharing tube
pasien tidak diperbolehkan makan dan minum.
c. Menyiapkan klien dengan posisi terlentang
8. Prosedur Pelaksanaan
a. Cuci tangan dan gunakan handschoen
b. Buka mulut pasien, tahan lidah dengan menggunakan tongue spatel
c. Bersihkan mulut dengan kassa steril
d. Pilihlah ukuran airway yang sesuai dengan pasien, yaitu dengan menempatkan
OPA disamping wajah dengan ujung OPA pada sudut mulut, ujung yang lain pada
sudut rahang bawah. Bila OPA diukur dan dimasukkan dengan tepat, maka OPA
akan tetap sejajar dengan pangkal glottis
e. Masukkan oropharing tube melalui rongga mulut dengan ujung mengarah ke
palatum, setelah masuk dinding belakang pharing lalu putar oropharingeal tube 180º
sampai posisi ujung mengarah ke oropharing.
f. Jika reflek cegukan pasien terangsang, cabut jalan nafas dengan segera dan
masukkan kembali.
g. Fiksasi jalan napas dengan plester dan letakkan di pipi dan melintasi bagian datar
dari jalan napas, pada bibir pasien. Jangan menutupi bagian terbuka dari jalan
napas. Harus berhati- hati untuk menjamin pasien tidak cegukan terhadap jalan
napas ketika direkatkan pada tempatnya.
h. Rapikan pasien dan berikan posisi yang nyaman
i. Bereskan alat
j. Lepas handschoen
k. Cuci tangan
9. Evaluasi Tindakan
a. Periksa kembali keadaan umum pasien
b. Dokumentasikan atau catat tindakan yang telah dilakukan dalam buku catatan
keperawatan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR MENGHENTIKAN PERDARAHAN
DENGANPOSITIONING TOURNIQUET

1. Pengertian
Tindakan pemasangan tourniquet pada lokasi tubuh tertentu untuk menghentikan
perdarahan baik pada kasus bedah maupun non bedah.
Tourniquet adalah balutan balutan yang menjepit sehingga aliran darah dibawahnya
dapat terhenti sama sekali.
2. Indikasi
 Perdarahan eksternal yang massif
 Perdarahan arteri yang tidak terkendali
 Kasus amputasi tangan/kaki
3. Tujuan
 Untuk menghentikan perdarahan
 Menjaga sirkulasi
 Mencegah terjadinya syok
4. Persiapan Alat
 Alat perlindungan diri
 Balut tekan
 Kain kasa steril
 Tourniquet
Catatan :
 Bila dalam keadaan darurat tidak ditemukan APD, balutan tekan dan kasa steril
dapat digunakan kain/sapu tangan bersih untuk mengganti balutan tekan. Lakukan
penekanan dengan tangan yang tidak menggunakan handsscoen langsung diatas
kain bersih tersebut
 Bila dalam keadaan darurat tdk menemukan tourniquet, bahan lain seperti kain
lebar/panjang, handuk, mitela, karet ban sepeda, dll yang dapat digunakan untuk
mengikat.
 Panjang tourniquet/bahan pengganti harus minimal cukup untuk 2 kali lilitan
5. Persiapan Pasien
 Memberikan salam
 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
 Menanyakan persetujuan/kesiapan klien
6. Prosedur Pelaksanaan Tindakan
 Memakai APD bila ada
 Atur posisi pasien/korban dengan cara meninggikan daerah yang luka
 Tutup luka pada ujung tungkai yang putus (bila amputasi) dengan kain kasa
steril/bersih
 Tentukan daerah yang akan dilakukan pengikatan dengan tourniquet. Daerah yang
paling baik untuk pemasangan tourniquet adalh 5 jari atau ± 10 cm dibawah ketiak
(untuk perdarahan di lengan ) dan 5 jari atau ± 10 cm dibawah lipatan paha (untuk
perdarahan di kaki) sebelah proksimal luka.
 Alas daerah yang akan dilakukan pengikatan dengan kain bersih/kasa steril untuk
mencegah lecet pada kulit yang terkena tourniquet langsung
 Lilitkan/ikat tourniquet ditempat yang telah ditentukan dan ikat dengan kuat.
Catatan :
o Bila menggunakan kain sebagai pengganti tourniquet, buat 1 ikatan simpul
hidup
o Selipkan sebatang kayu/tongkat diatas simpul tersebut
o Ikat lagi dengan simpul mati
o Putar kayu/tongkat untuk mengencangkan ikatan sesuai yang dikehendaki,
hanya untuk menghentikan perdarahan, jangan terlalu kencang karena dapat
merusak jaringan dibawahnya.
o Buat ikatan lagi untuk salah satu ujung kayu/tongkat ke anggota tubuh di
atas/bawah ikatan tourniquet agar kayu/tongkat tidak memutar kembali
o Tanda tourniquet sudah kencang yaitu denyut nadi distal mulai menghilang dan
warna kulit menjadi pucat kekuningan.
 Kendorkan ikatan tourniquet setiap 10 menit sekali selama 30 detik secara periodic
untuk memberikan kesempatan aliran darah. Lakukan penekanan dengan kasa
steril pada luka sementara mengendorkan tourniquet
 Segera bawa/kirim pasien/korban ke rumah sakit
7. Evaluasi Tindakan
 Mengevaluasi respon klien
 Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
 Berpamitan dengan klien
 Mencatat tindakan yang telah dilakukan dalam catatan keperawatan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

1. Pengertian
Tindakan yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi pernapasan dan sirkulasi darah
pada henti napas dan jantung
2. Indikasi
 Ancaman gagal nafas
 Ancaman henti jantung
3. Kontraindikasi
 Fraktur Kosta, trauma thorax
 Pneumothorax, Emphysema berat
 Cardiac tamponade
 Cardiac arrest lebih dari 5-6 menit
4. Tujuan
 Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya pernafasan
 Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari pasien
 yang mengalami henti jantung atau henti nafas melalui resusitasi jantung paru
(RJP)
5. Prosedur Pelaksanaan Tindakan
 Pastikan keamanan penolong dan keamanan pasien
 Segera setelah aman :
o Hati-hati kemungkinan trauma leher
o angan pindahkan atau mobilisasi pasien bila tidak perlu
 Memeriksa kesadaran dengan cara memanggil pasien
 Memangil bantuan yang ada di sekitar penolong
 Mengatur posisi terlentang dengan kepala tengadah
 Periksa nadi arteri carotis pada leher pasien
 Periksa pernapasan pasien dengan teknik lihat, rasakan, dengarkan suara
napas
 Sedangkan bila pasien tidak bernafas, bersihkan jalan nafas dari
lendir/sumbatan
 Bila tidak ada denyut nadi maka lakukan teknik kombinasi antara nafas buatan
dengan pijat jantung luar:
o Satu/Dua penolong : 30 pijat jantung : 2 ventilasi buatan
o Kecepatan minimal 100x/menit
o Kedalaman 5cm
o Minimal interupsi
o Recoil dinding dada sempurna
o RJP dilakukan selama 5 siklus
 Lakukan nafas buatan (dari mulut ke mulut, dari mulut ke hidung atau dari mulut
ke alat ambu-bag)
 Bila pasien sadar posisikan pasien atur pasien pada posisi mantap pemulihan
tidur miring ke kanan, tangan kiri sebagai alas kepala , kaki kanan di tekuk, kaki
kiri lurus , tangan lurus di belakang tubuh penderita

 Bantuan napas dan pijat jantung di hentikan bila


- Ada respon pernapasan.
- Penolong kelelehan
- Bantuan datang
- Terdapat tanda tanda kematian secara biologis
6. Evaluasi Tindakan
 Periksa kembali keadaan umum pasien
 Dokumentasikan atau catat tindakan yang telah dilakukan dalam buku catatan
keperawatan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR MEMBUKA JALAN NAFAS DENGAN HEAD-
TILT, CHIN-LIFT & JAWTRUSH

1. Pengertian
Management jalan nafas / Airway Positioning adalah tindakan yang dilakukan untuk
membebaskan jalan napas dengan tetap memperhatikan kontrol servikal diantaranya
dengan menggunakan teknik Head-tilt, chin-lift,Jaw thrust kombinasi head tilt chin lift.
2. Tujuan
 Untuk mempertahankan dan memelihara kepatenan jalan napas
 Untuk menghilangkan obstruksi parsial maupun total akibat kesalahan letak dimana
lidah jatuh kebelakang pharynx dan/atau epiglotis setingkat laryng
3. Indikasi
 klien tidak sadar dimana jalan napasnya tidak adekuat.
4. Kontraindikasi
 Pada pasien trauma yg tidak sadar atau pasien yang diketahui atau dicurigai
mengalami cedera/trauma leher, maka kepala dan leher harus dipertahankan
dalam posisi netral tanpa hiperekstensi leher. Gunakan jaw thrust atau chin-lift utk
membuka jalan napas pd situasi tsb.
 Positioning saja mungkin belum/tidak mencukupi untuk mencapai,
mempertahankan dan memelihara jalan napas agar tetap terbuka. Intervensi
tambahan, seperti suction atau intubasi, mungkin diperlukan.
5. Persiapan Pasien
 Letakan/tempatkan pasien dalam posisi supine/terlentang
6. Prosedur Pelaksanaan Tindakan
a. Prosedur Airway Positioning “Head-tilt”
Dilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien.
Prosedur :
Letakan/tempatkan pasien dalam posisi supine/terlentang. Angkat dagu ke depan
untuk memindahkan mandibula ke depan sementara gerakan kepala pasien ke
belakang dengan satu tangan yang berada di dahi, Manuver ini mengakibatkan
hiperekstensi leher dan (kontraindikasi jika diketahui/dicurigai adanya trauma leher)
b. Prosedur Airway Positioning “Chin-lift”
Dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah kedepan.
Prosedur :
1) Letakan satu lengan (lengan kiri anda) pada dahi untuk menstabilkan kepala dan
leher pasien.
2) Pegang/tangkaplah mandibula pasien dengan ibu jari dan jari lainnya (lengan
kanan anda), kemudian angkat mendibula ke arah depan.
3) Kaji kembali (kaji ulang) kepatenan jalan napas setelah dilakukan tindakan.
c. Prosedur Airway Positioning “Jawtrush”
Tindakan ini dilakukan untuk menghindari adanya cidera lebih lanjut pada tulang
belakang bagian leher pasien.
Prosedur :
1) Letakan/tempatkan pasien dalam posisi supine/terlentang.
2) Angkat mandibula ke depan dengan jari telunjuk sambil mendorong melawan
arkus zigomatik dengan ibu jari. Ibu jari memberikan tekanan berlawanan untuk
mencegah pergerakan kepala saat mandibula didorong ke depan.
7. Evaluasi Tindakan
 Periksa kembali keadaan umum pasien
 Dokumentasikan atau catat tindakan yang telah dilakukan dalam buku catatan
keperawatan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMASANGAN NECK COLLAR

1. Pengertian
Adalah memasangn alat neck collar untuk immobilisasi leher (mempertahankan tulang
servikal)
2. Tujuan
 Mencegah pergerakan tulang serviks yang patah
 Mencegah bertambahnya kerusakan tulang serviks dan spinal cord
 Mengurangi rasa sakit
3. Indikasi
 Pasien cedera kepala disertai dengan penurunan kesadaran
 Adanya jejas daerah klavikula ke arah cranial
 Biomekanika trauma yang mendukung
 Patah tulang leher
4. Persiapan Alat
 Neck collar sesuai ukuran
5. Persiapan Pasien
 Berikan penjelasan tentagn tindakan yang akan dilakukan
 Posisi pasien terlentang dengan posisi leher segaris / anatomi
6. Prosedur Pelaksanaan Tindakan
 Pegang kepala dengan cara satu tangan memegang bagian kanan kepala mulai dari
mandibula ke arah temporal, demikian juga bagian sebelah kiri dengan tangan yang
lain dan cara yang sama
 Petugas lainnya memasukkan neck collar secara perlahan ke bagian belakang leher
dengan sedikit melewati leher
 Letakkan bagian Neck collar yang berlekuk tepat pada dagu
 Rekatkan 2 sisi neck collar satu sama lain
7. Evaluasi Tindakan
 Mengevaluasi respon klien
 Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
 Berpamitan dengan klien
 Mencatat tindakan yang telah dilakukan dalam catatan keperawatan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR HEIMLICH MANUVER

1. Pengertian
Tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan nafas dari sumbatan
2. Tujuan
Membebaskan jalan nafas untuk menjamin jalan masuknya udara ke paru secara normal
sehingga menjamin kecukupan oksigenasi tubuh
3. Prosedur Pelaksanaan Tindakan
 Heimlich Manuver pada posisi berdiri atau duduk
Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban& lingkari pinggang korban
dengankedua lengan penolong& kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi
jempol tangankepalan pada perut korban& sedikit di atas pusar dan di bawah ujung
tulang sternum.Pegang erat kepalan tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan
tangan ke perutdengan hentakan yang cepat ke atas. Setiap hentakan harus terpisah
dan gerakan yang jelas.
 Heimlich Manuver pada posisi tergeletak (tidak sadar)
Caranya : korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka ke atas.
Penolong berlutut di sisi paha korban. $etakkan salah satu tangan pada perut korban
di garis tengahsedikit di atas pusar dan jauh di bawah ujung tulang sternum& tangan
kedua diletakkan diatas tangan pertama. Penolong menekan ke arah perut dengan
hentakan yang cepat kearah atas.
 Heimlich Manuver pada diri sendiri
Pertolongan terhadap diri sendiri jika mengalami obstruksi jalan napas.

Caranya : kepalkan sebuah tangan& letakkan sisi ibu jari pada perut di atas pusar
dan di bawah ujung tulang sternum& genggam kepala itu dengan kuat& beri tekanan
ke atas kearah diafragma dengan gerakan yang cepat& jika tidk berhasil dapat
dilakukan tindakandengan menekan perut pada tepi meja atau belakang kursi.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR BALUT-BIDAI

Pengertian
Balut bidai adalah tindakan memfiksasi /mengimobilisasi bagian tubuh yang mengalami
cidera dengan menggunakan benda yang bersifat kaku maupun fleksibel sebagai
fiksator /imobilisator.
A. Balut
1. Tujuan
 Untuk mengurangi atau menghentikan perdarahan
 Untuk meminimalkan kontaminasi
 Untuk stabilisasi benda yang menancap
2. Indikasi
 Pada luka terbuka yang memungkinkan terkontaminasi dengan lingkungan
luar
 Ada perdarahan eksternal, sehingga darah mengalir melalui luka yang ada
 Ada luka tusuk dengan benda yang masih menancap, dengan
kemungkinan benda tersebut menembur arteri atau pembuluh darah besar
3. Kontraindikasi
 Luka dengan hipereksudat
 Luka terinfeksi
 Terdapat undermining dan tunneling
4. Persiapan Alat
 Balut tekan (balut elastik)
 Mitella
 Set perawatan luka
5. Persiapan Pasien
 Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan yang akan dilakukan kepada
keluarga
 Menjelaskan prosedur tindakan termasuk selama pemasangan oropharing
tube pasien tidak diperbolehkan makan dan minum.
 Menyiapkan klien dengan posisi terlentang
 Atur posisi pasien senyaman mungkin
6. Prosedur Tindakan
 Menempatkan alat ke dekat pasien
 Mencuci tangan
 Memeriksa bagian tubuh yang akan dibalut ; (lihat, raba dan gerakkan)
 Melakukan tindakan prapembalutan ; membersihkan atau perawatan luka,
mencukur rambut area pembalutan, tutup dengan kasa steril
 Memilih jenis pembalutan yang tepat
 Membalut dengan benar ; posisi, arah dan teknik
 Evaluasi hasil pembalutan ; mudah lepas/longgar, terlalu ketat
(mengganggu peredaran darah / gerakan)
7. Evaluasi Tindakan
 Mengevaluasi respon klien
 Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
 Berpamitan dengan klien
 Mencatat tindakan yang telah dilakukan dalam catatan keperawatan

B. Bidai
1. Tujuan
 Mencegah gerakan bagian yang stabil sehingga mengurangi nyeri dan
mencegah kerusakan lebih lanjut.
 Mempertahankan posisi yang nyaman.
 Mempermudah transportasi organ.
 Mengistirahatkan bagian tubuh yang cidera.
 Mempercepat penyembuhan.
2. Indikasi
 Adanya fraktur ,baik terbuka /tertutup.
 Adanya kecurigaan adanya fraktur
 Dislokasi persendian
 Multiple trauma
3. Persiapan Alat
 Spalk sesuai ukuran
 Kasa balutan panjang, elastis verban
 Gunting
4. Persiapan Pasien
 Menenangkan penderita ,jelaskan bahwa akan memberikan
pertolongan
 Pemeriksaan mencari tanda fraktur /dislokasi
 Menjelaskan prosedur tindakan yang dilakukan
 Meminimalkan gerakan daerah luka. Jangan menggerakkan
/memindahkan korban jika keadaan tidak mendesak.
 Jika ada luka terbuka tangani segera luka dan pendarahan dengan
menggunakan cairan antiseptik dan tekan perdarahan dengan kassa
steril
 Jika mengalami deformitas yang berat dan adanya gangguan pada
denyut nadi ,sebaiknya dilakukan telusuran pada ekstremitas yang
mengalami deformitas. Proses pelurusan harus hati-hati agar tidak
memperberat
 Periksa kecepatan pengisian kapiler. Tekan kuku pada ekstremitas
yang cedera dengan ekstremitas yang tidak cedera secara bersamaan.
Periksa apakah pengembalian warna merah secara bersamaan
/mengalami keterlambatan pada ekstremitas yang cedera.
 Jika terjadi gangguan sirkulasi segera bawa ke RS
 Jika terjadi edema pada daerah cedera ,lepaskan perhiasan yang
dipakai penderita
 Jika ada fraktur terbuka dan tampak tulang keluar. Jangan pernah
menyentuh dan membersihkan tulang tersebut tanpa alat steril karena
akan memperparah keadaan
5. Prosedur Pelaksanaan Tindakan
 Lihat bagian yang mengalami cedera dengan jelas
 Periksa dan catat sensasi, motoris dan sirkulasi distal sebelum dan
sesudah pembidaian
 Jika terdapat angulasi hebat dan denyut nadi tidak teraba, lakukan fiksasi
dengan lembut. Jika terdapat tahanan, bidai ekstremitas dalam posisi
angulasi.
 Tutup luka terbuka dengan kassa steril sebelum dibidai, pasang bidai di
sisi yang jauh dari luka tersebut
 Gunakan bidai yang dapat mengimobilisasi satu sendi di proksimal dan
distal jejas
 Pasang bantalan yang memadai
 Jangan mencoba untuk menekan masuk kembali segmen tulang yang
menonjol, jaga agar ujung segmen fraktur tetap lembab
 Jika ragu akan adanya fraktur, lakukan pembidaian pada cedera
ekstremitas
 Pembidaian meliputi 2 sendi, sendi yang masuk dalam pembidaian adalah
sendi dibawah dan diatas patah tulang .Contoh :jika tungkai bawah
mengalami fraktur maka bidai harus bisa memobilisasi pergelangan kaki
maupun lutut
 Luruskan posisi anggota gerak yang mengalami fraktur secara hati-hati
dan jangan memaksa gerakan ,jika sulit diluruskan maka pembidaian
dilakukan apa adanya
 Fraktur pada tulang panjang pada tungkai dan lengan dapat dilakukan
traksi,tapi jika pasien merasakan nyeri ,krepitasi sebaiknya jangan
dilakukan traksi, jika traksi berhasil segara fiksasi,agar tidak beresiko untuk
menciderai saraf atau pembuluh darah.
 Beri bantalan empuk pada anggota gerak yang dibidai
 Ikatlah bidai diatas atau dibawah daerah fraktur ,jangan mengikat tepat
didaerah fraktur dan jangan terlalu ketat
6. Evaluasi Tindakan
 Mengevaluasi respon klien
 Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
 Berpamitan dengan klien
 Mencatat tindakan yang telah dilakukan dalam catatan keperawatan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN OBAT TOPIKAL

1. Pengertian
Pemberian obat secara topikal adalah memberikan obat secara lokal pada
kulit atau padamembrane pada area mata, hidung, lubang telinga, vagina dan rectum.
2. Tujuan
Tujuan dari pemberian obat topikal secara umum adalah untuk memperoleh reaksi lokal
dariobat tersebut.
3. Persiapan Alat
 Troli
 Perlak
 Bengkok
 Kassa
 Plester
 Obat topical sesuai resep dokter
4. Persiapan Pasien
 Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan yang akan dilakukan kepada keluarga
 Menjelaskan prosedur tindakan termasuk selama pemasangan oropharing tube
pasien tidak diperbolehkan makan dan minum.
 Menyiapkan klien dengan posisi terlentang
 Atur posisi pasien senyaman mungkin
5. Prosedur Tindakan
 Cek instruksi dokter untuk memastikan nama obat, daya kerja dan tempat
pemberian.
 Cuci tangan
 Atur peralatan disamping tempat tidur klien
 Tutup tirai
 Identifikasi klien secara tepat
 Posisikan klien dengan tepat dan nyaman, pastikan hanya membuka area yang
akan diberi obat
 Inspeksi kondisi kulit.
 Gunakan sarung tangan
 Oleskan agen topical :
a. Krim, salep dan losion yang mengandung minyak
1) Letakkan satu sampai dengan dua sendok teh obat di telapak tangan
kemudian lunakkan dengan menggosok lembut diantara kedua tangan
2) Usapkan merata diatas permukaan kulit, lakukan gerakan memanjang
searah pertumbuhan bulu.
3) Jelaskan pada klien bahwa kulit dapat terasa berminyak setelah pemberian
6. Evaluasi Tindakan
 Mengevaluasi respon klien
 Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
 Berpamitan dengan klien
 Mencatat tindakan yang telah dilakukan dalam catatan keperawatan

Anda mungkin juga menyukai