EFUSI PLEURA
OLEH :
113063J119035
BANJARMASIN
2019
I. KONSEP DASAR
A. Anatomi Fisiologi
C. Etiologi
Penyebab pasti dari placenta previa belum diketahui sampai saat
ini. Tetapi berkurangnya vaskularisasi pada segmen bawah rahim karena
bekas luka operasi uterus, kehamilan molar, atau tumor yang
menyebabkan implantasi placenta jadi lebih rendah merupakan sebuah
teori tentang penyebab palcenta previa yang masuk akal.
Selain itu, kehamilan multiple / lebih dari satu yang memerlukan
permukaan yang lebih besar untuk implantasi placenta mungkin juga
menjadi salah satu penyebab terjadinya placenta previa. Dan juga
pembuluh darah yang sebelumnya mengalami perubahan yang mungkin
mengurangi suplai darah pada daerah itu, faktor predisposisi itu untuk
implantasi rendah pada kehamilan berikutnya.
9. Seperti kaidah, fetal distress atau kemayian janin terjadi hanya jika
bagian penting placenta previa terlepas dari desidua basilis atau jika
ibu menderita syok hipovolemik.
E. Patologi
Lokasi implantasi dan ukuran placenta saling terkait. Secara rinci,
karena sirkulasi pada segmen bawah sdikit lebih baik daripada fundus,
placenta previa mungkin butuh untuk menutupi area yang lebih besar
untuk efisiensi yang adekuat. Permukaan placenta previa mungkin lebih
besar setidak-tidaknya 30% lebih besar daripada placenta yang
terimplantasi di fundus.
F. Patofisiologi
Menurut Chalik (2002), pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya
pada trisemester ketiga dan mungkin juga lebih awal, oleh karena telah
mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami
pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuknya dari
jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang tumbuh menjadi
bagian dari uri. Dengan melebarnya istmus uteri menjadi segmen bawah
rahim, maka plasenta yang berimplantasi disitu sedikit banyak akan
mengalami laserasi akibat pelepasan pada tapaknya. Demikian pula pada
waktu servik mendatar dan membuka ada bagian tapak plasenta yang
lepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari
sirkulasi maternal yaitu ruang intervillus dari plasenta. Oleh sebab itu,
perdarahan pada plasenta previa betapapun pasti akan terjadi oleh karena
segmen bawah rahim senantiasa terbentuk Perdarahan antepartum akibat
plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20 minggu saat segmen bawah
uterus lebih banyak mengalami perubahan. Pelebaran segmen bawah
uterus dan servik menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya
plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari
plasenta. Perdarahan tidak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan
serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi seperti pada
plasenta letak normal (Mansjoer, 2001).
Pathway Plasenta Previa
Placenta previa
Seksio Cesarea
Post Operasi sc
Menurut Chalik (2002), ada tiga komplikasi yang bisa terjadi pada
ibu dan janin antara lain:
1. Terbentuknya segmen bawah rahim secara bertahap terjadilah
pelepasan tapak plasenta dari insersi sehingga terjadi lah perdarahan
yang tidak dapat dicegah berulang kali, penderita anemia dan syok.
2. Plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim tipis sehingga
dengan mudah jaringan trpoblas infasi menerobos ke dalam
miometrium bahkan ke parametrium dan menjadi sebab dari
kejadian placenta akreta dan mungkin inkerta.
3. Servik dan segmen bawah raim yang rapuh dan kaya akan pembuluh
darah sangat potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang
banyak menyebabkan mortalitas ibu dan perinatal.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. USG (Ultrasonographi)
Dapat mengungkapkan posisi rendah berbaring placnta tapi apakah
placenta melapisi cervik tidak biasa diungkapkan
2. Sinar X
Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan
bagian-bagian tubuh janin.
3. Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin dan hematokrit menurun. Faktor pembekuan pada
umumnya di dalam batas normal.
4. Pengkajian vaginal
Pengkajian ini akan mendiagnosa placenta previa tapi seharusnya
ditunda jika memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai
(lebih baik sesuadah 34 minggu). Pemeriksaan ini disebut pula
prosedur susunan ganda (double setup procedure). Double setup
adalah pemeriksaan steril pada vagina yang dilakukan di ruang
operasi dengan kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran secara
cesar.
5. Isotop Scanning
Atau lokasi penempatan placenta.
6. Amniocentesis
Jika 35 – 36 minggu kehamilan tercapai, panduan ultrasound pada
amniocentesis untuk menaksir kematangan paru-paru (rasio lecithin /
spingomyelin [LS] atau kehadiran phosphatidygliserol) yang
dijamin. Kelahiran segera dengan operasi direkomendasikan jika
paru-paru fetal sudah mature.
I. Penatalaksanaan
1. Terapi ekspektatif
Tujuan terapi ekspektatif adalah supaya janin tidak terlahir prematur,
pasien dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melaui kanalis
servisis. Upaya diagnosis dilakukan secara non invasif. Pemantauan
klinis dilaksanakan secara ketat dan baik.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Obstetri
Memberikan imformasi yang penting mengenai kehamilan
sebelumnyaagar perawat dapat menentukan kemungkinan
masalah pada kehamilansekarang. Riwayat obstetri meliputi:
• Gravida, para abortus, dan anak hidup (GPAH)
• Berat badan bayi waktu lahir dan usia gestasi
• Pengalaman persalinan, jenis persalinan, tempat persalinan,
dan penolong persalinan
• Jenis anetesi dan kesulitan persalinan
• Komplikasi maternal seperti diabetes, hipertensi, infeksi, dan
perdarahan.
• Komplikasi pada bayi
• Rencana menyusui bayi
b. Riwayat mensturasi
Riwayat yang lengkap di perlukan untuk menetukan taksiran
persalinan(TP). TP ditentukan berdasarkan hari pertama haid
terakhir (HPHT). Untuk menentukan TP berdasarkan HPHt dapat
digunakan rumus naegle, yaitu hari ditambah tujuh, bulan
dikurangi tiga, tahun disesuaikan.
c. Riwayat Kontrasepsi
Beberapa bentuk kontrasepsi dapat berakibat buruk pada janin,
ibu, ataukeduanya. Riwayat kontrasepsi yang lengkap harus
didapatkan pada saat kunjungan pertama. Penggunaan kontrasepsi
oral sebelum kelahiran dan berlanjut pada kehamilan yang tidak
diketahui dapat berakibat buruk pada pembentukan organ seksual
pada janin.
d. Riwayat penyakit dan operasi:
Kondisi kronis seperti dibetes melitus, hipertensi, dan penyakit
ginjal bisa berefek buruk pada kehamilan. Oleh karena itu, adanya
riwayat infeksi, prosedur operasi, dan trauma pada persalinan
sebelumnya harus di dokumentasikan
3. Pemeriksaan fisik
a. Umum
Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan pada ibu hamil:
1) Rambut dan kulit
2) Terjadi peningkatan pigmentasi pada areola, putting susu dan
linea nigra.
3) Striae atau tanda guratan bisa terjadi di daerah abdomen dan
paha.
4) Laju pertumbuhan rambut berkurang.Wajah
5) Mata : pucat, anemis
6) Hidung
7) Gigi dan mulut
8) Leher
9) Buah dada / payudara
• Peningkatan pigmentasi areola putting susu
• Bertambahnya ukuran dan noduler
10) Jantung dan paru
• Volume darah meningkat
• Peningkatan frekuensi nadi
• Penurunan resistensi pembuluh darah sistemik dan
pembulu darah pulmonal.
• Terjadi hiperventilasi selama kehamilan.
• Peningkatan volume tidal, penurunan resistensi jalan
nafas.
• Diafragma meninggi
• Perubahan pernapasan abdomen menjadi pernapasan dada.
11) Abdomen
• Menentukan letak janin
• Menentukan tinggi fundus uteri
12) Vagina
• Peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna
kebiruan ( tanda Chandwick)
• Hipertropi epithelium
13) System musculoskeletal
• Persendian tulang pinggul yang mengendur
• Gaya berjalan yang canggung
• Terjadi pemisahan otot rectum abdominalis dinamakan
dengan diastasis rectal
b. Khusus
1. Tinggi fundus uteri
2. Posisi dan persentasi janin
3. Panggul dan janin lahir
4. Denyut jantung janin
4. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri b.d terputusnya kontinuitas jaringan
b. Resti infeksi b.d insisi luka operasi
c. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d syok
hipovolemik
d. Resti fetal distress b.d terlepasnya placenta
e. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan terhadap tindakan yang akan
dilakukan
f. Resti konstipasi b.d penurunan peristaltik usus
g. Perubahan pola peran b.d adanya anggota keluarga baru
5. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan. 1
Nyeri b.d terputusnya kontinuitas jaringan Tujuan : Rasa nyeri
pasien berkurang atau hilang
Kriteria Hasil : Klien tidak gelisah, skala nyeri 1 – 2, tanda vital
normal.
Intervensi :
• Kaji karakristik, skala, lokasi, intensitas, dan frekuensi nyeri.
• Monitor tanda vital pasien.
• Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi.
• Anjurkan tirah baring dengan posisi datar berbaring.
• Lakukan latihan nafas dalam
• Ciptakan lingkungan yang nyaman.
• Kolaborasi dengan dokter pemberian analgesik
Diagnosa Keperawatan. 2
Resti infeksi b.d insisi luka operasi
Tujuan : Tidak terjadi infeksi.
Kriteria Hasil: Limfosit dalam batas normal, tanda vital normal dan
tidak ditemukan tanda infeksi.
Intervensi :
• Kaji lokasi dan luas luka.
• Pantau jika terdapat tanda infeksi (rubor, dolor, kolor, dan
perubahan fungsi).
• Pantau tanda vital klien.
• Kolaborasi pemberian antibiotik.
• Ganti balut dengan prinsip steril.
• Awasi pemeriksaan laboratorium (lekosit)
Diagnosa Keperawatan. 3
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d syok hipovolemik
Tujuan : Membaiknya keseimbangan cairan dan elektrolit.
Kriteria Hasil : Cairan dan elektrolit seimbang
Intervensi :
• Monitor tanda vital.
• Monitor urin meliputi warna hemates sesuai indikasi.
• Pertahankan pencatatan komulatif jumlah dan tipe pemasukan
cairan.
• Monitor berat badan tiap hari.
• Awasi pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, dan natrium urin).
• Kolaborasi pemberian diuretik.
Diagnosa Keperawatan. 4
Resti fetal distress b.d terlepasnya placenta
Tujuan : Tidak terjadi distress janin
Intervensi :
• Kaji DJJ, perhatikan frekuensi dan regularitas. Biarkan pasien
memantau gerakan janin.
• Kaji adanya kontraksi uterus preterm, yang mungkin ataupun
tidak disertai dengan dilatasi cervik
• Pantau kemajuan persalinan dan kecepatan turunnya janin
• Siapkan klien atau tinjau ulang seri tes USG
• Siapkan dan bantu dengan terminasi kehamilan dengan
pervaginam atau SC sesuai dengan indikasi
Diagnosa keperawatan. 5
Ansietas b.d kurangnya pengetahuan terhadap tindakan yang akan
dilakukan
Tujuan : Ansietas berkurang dan dapat diatasi
Intervensi :
• Jelaskan prosedur, intervensi dan tindakan yang dilakukan pada
pasien.
• Pertahankan komunikasi terbuka, diskusikan kemungkinan efek
samping dan hasil, pertahankan sikap optimis.
• Anjurkan pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
• Libatkan pasangan / keluarga untuk mendampingi pasien.
• Kolaborasi dengan dokter pemberian sedatif bila tindakan lain
tidak berhasil.
III. DAFTAR PUSTAKA