Pengertian
Respirasi Distress Syndrome (RDS) atau Sindrom Distres Pernapasan adalah sindrom gawat napas
yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang baru lahir dengan masa gestasi
Sindrom Distres Pernapasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernapasan atau tidak
adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai hyalin membrane diseaser
Sindrom Distres Pernapasan adalah sekumpulan temuan klinis, radiologis, dan histologis yang
terjadi terutama akibat ketidakmaturan paru dengan unit pernapasan yang kecil dan sulit
mengembang dan tidak menyisakan udara diantara usaha napas (Bobak, 2005).
Paru-paru merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru terletak sedemikian rupa sehingga setiap
satu sama lain oleh jantung dan pembuluh-pembuluh besar serta struktur-struktur lain dalam
mediastinum. Masing-masing paru-paru berbentuk konus dan diliputi oleh pleura viseralis. Paru-
paru terbenam bebas dalam rongga pleuranya sendiri, dan hanya dilekatkan ke mediastinum oleh
radiks pulmonalis. Masing-masing paru-paru mempunyai apeks yang tumpul, menjorok ke atas
dan masuk ke leher sekitar 2,5 cm di atas klavikula. Di pertengahan permukaan medial, terdapat
hilus pulmonalis, suatu lekukan tempat masuknya bronkus, pembuluh darah dan saraf ke paru-
paru untuk membentuk radiks pulmonalis. Paru-paru kanan sedikit lebih besar dari paru-paru kiri
dan dibagi oleh fisura oblikua dan fisura horisontalis menjadi 3 lobus, yaitu lobus superior, medius
dan inferior. Sedangkan paru-paru kiri dibagi oleh fisura oblikua menjadi 2 lobus, yaitu lobus
Paru –paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari pharynx, yang bercabang dan kemudian
bercabang kembali membentuk struktur percabangan bronkus. Proses ini terus berlanjut terus
berlanjut setelah kelahiran hingga sekitar usia 8 tahun sampai jumlah bronkiolus dan alveolus akan
sepenuhnya berkembang, walaupun janin memperlihatkan adanya bukti gerakan nafas sepanjang
trimester kedua dan ketiga. Ketidak matangan paru –paru akan mengurangi peluang kelangsungan
hidup bayi baru lahir sebelum usia24 minggu yang disebabkan oleh keterbatasan permukaan
alveolus, ketidakmatangan sistem kapiler paru –paru dan tidak mencukupinya jumlah surfaktan.
Agar alveolus daoat berfungsi, harus terdapat surfaktan yang cukup dan aliran darah ke paru- paru.
Produksi surfaktan dimulai pada 20 minggu kehamilan dan jumlahnya akan meningkat sampai
paru- paru matang sekitar 30 -34 minggu kehamilan. Surfaktan ini mengurangi tekanan permukaan
paru dan membantu untuk menstabilkan dinding alveolus sehingga tidak kolaps pada akhir
pernapasan. Tanpa surfaktan alveoli akan kolaps setiap saat setelah akhir setiap pernapasan, yang
menyebabkan sulit bernapas. Peningkatan kebutuhan energi ini memerlukan penggunaan lebih
banyak oksigen dan glukosa. Berbagai peningkatan ini menyebabkan steress pada bayi yang
Pada bayi cukup bulan, mempunyai cairan di dalam paru –parunya. Pada saat bayi melalui jalan
lahir selama persalinan, sekitar sepertiga cairan ini diperas keluar dari paru –paru. Pada bayi yang
dilahirkan melalui seksio sesaria kehilangan keuntungan dari kompresi rongga dada dapat
menderita paru- paru basah dalam jangka waktu lebih lama. Dengan sisa cairan di dalam paru –
paru dikeluarkan dari paru dan diserap oleh pembulu limfe dan darah. Semua alveolus paru –paru
C. Etiologi
2. Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan pengembangan kurang
sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi
udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan
daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas.
3. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam proteinaceous filtrat
minggu ke-22, semakin muda usia kehamilan, maka semakin besar pula kemungkinan terjadi RDS.
D. Patofisiologi
1. Proses penyakit
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli
masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna karena dinding
thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan
kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan
fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal,
pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat,
mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein, lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan
permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak
tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan
tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas
dari rongga udara bagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli
sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi
alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang
progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan
pada endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi
matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam
satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36-
72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan
mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering
2. Manifestasi klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh tingkat maturitas
paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditujukan.
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan sel dan
selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi
surfaktan. Gejala klinikal yang timbul yaitu : adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah
lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi
dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir.
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu:
b. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran airbronchogram
udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan
c. Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan
jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas. keempat, seluruh thorax sangat opaque
a. Pernapasan cepat
d. Apnea
e. Murmur
f. Sianosis pusat
3. Komplikasi
Menurut Suriadi dan Yulianni (2016) komplikasi yang kemungkinan terjadi pada RDS yaitu:
1) Kebocoran alveoli
pneumopericardium, emfisema interstitial), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk
dengan gejala klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
2) Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan jumlah
leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana tindakan invasif seperti pemasangan
pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam
paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ lain.
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa
gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada
waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A.
2) Retinopathy prematur
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi,
4. Penatalaksanaan Medis
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan
meliputi:
e. Mencegah hipotermia.
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
b. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru.
c. Fenobarbital.
g. Metilksantin (teofilin dan kafein) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian dari
pemberian surfaktan eksogen (derifat dari sumber alami misalnya manusia, didapat dari cairan
amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan ).
5. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
1) Pemeriksaan fisik
subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan
tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas mungkin normal
kemudian dengan menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi parau dan pernapasan dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat dari penilaian
fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi meliputi:
a) Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu tanpa tanda lain
berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis metabolik
seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi
ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi,
kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi dinding dada, yang
sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala ke atas,
merintih, stridor dan ekspansi memanjang menandakan terjadi gangguan mekanik usaha
pernafasan.
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbercak (mottled), tangan dan
2) Pemeriksaan penunjang
Untuk mengetahui kemungkinan adanya kardiomegali bila sistim lain bila terkena.
Untuk mengetahui adanya hipoksemia, hipokapnia, dan alkalosis respiratori ( pH >7,45) pada
tahap dini.
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan dari RDS yang muncul menurut Suriadi dan Yulianni (2006) yaitu:
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan dinding dada atau kurangnya
2) Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi atau pemasangan intubasi trakea
3) Tidak efektif pola napas berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi dan ventilator, dan posisi
(IWL).
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan,
c. Perencanaan
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan dinding dada atau kurangnya
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola nafas efektif.
Kriteria hasil:
e) Sianosis tidak
Intervensi:
a) Posisikan untuk pertukaran udara yang optimal; tempatkan pada posisi telentang dengan leher
c) Observasi adanya penyimpangan dari fungsi yang diinginkan, kenali tanda-tanda distres
pernafasan.
Rasional: menghilangkan mukus yang terakumulasi dari nasofaring, trakea, dan selang
endotrakeal.
hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas
ditandai dengan: dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau
Tujuan: Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan ronchi (-
).
Kriteria hasil:
bernafas.
Rasional: Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi cairan dan adanya cairan dapat
meningkatkan fremitus.
Rasional: Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati batang tracheo branchial dan
juga karena adanya cairan, mukus atau sumbatan lain dari saluran nafas.
Rasional: Karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan pada penyebab dan etiologi dari
jalan nafas. Adanya sputum dapat dalam jumlah yang banyak, tebal dan purulent.
e) Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas tambahan bila perlu.
f) Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan lakukan suction bila ada
indikasi.
j) Berikan fisiotherapi dada misalnya: postural drainase, perkusi dada/ vibrasi jika ada indikasi.
pernafasan.
meningkatkan ventilasi.
3) Tidak efektifnya pola nafas yang berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi dan ventilator,
tidak berfungsinya ventilator dan posisi bantuan ventilator yang kurang tepat.
b) Oksigenasi adekuat.
Intervensi:
4) Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan yang tanpa disadari.
Kriteria Hasil:
Intervensi:
a) Pertahankan cairan infus 60- 10 ml /kg/hari atau sesuai protokol yang ada.
b) Tingkatkan cairan infus 10 ml/ kg, tergantung dari urin output, penggunaan pemanas dan jumlah
fendings.
Rasional: mempertahankan asupan cairan sesuai kebutuhan pasien, penggunaan pemanas tubuh
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan,
Kriteria hasil:
(1) Disstres
Rasional: Mempertahankan nutrisi cukup energi dan keseimbangan intake dan output.
.
DAFTAR PUSTAKA
Indrasanto, Eriyanti., dkk. 2017. Paket Pelatihan Pelayanan Obsetri Dan Neonatal Emergensi
Komprehensif (PONEK).
Kosim. M.S., 2018. Deteksi Dini Dan Manajemen Gangguan Napas Pada Neonatus Sebagai Aplikasi P
Markum, A.H, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jakarta,
Nur .A ., dkk. 2019. Pemberian Surfaktan Pada Bayi Prematur Dengan Respiratory Distress Syndrome.