Anda di halaman 1dari 17

Definisi

HMD disebut juga respiratory distress syndrome (RDS) atau Sindroma Gawat Nafas
(SGP) tipe 1, yaitu gawat napas pada bayi kurang bulan yang terjadi segera atau
beberapa saat setelah lahir, ditandai adanya kesukaran bernafas, (pernafasan
cuping hidung, grunting, tipe pernapasan dispnea / takipnea, retraksi dada, dan
sianosis) yang menetap atau menjadi progresif dalam 48 – 96 jam pertama
kehidupan. Penyebabnya adalah kurangnya surfaktan. Gagal nafas dapat
didiagnosa dengan analisis gas darah. Edema sering didapatkan pada hari ke-2,
disebabkan oleh retensi cairan dan kebocoran kapiler. Diagnosa dapat
dikonfirmasi dengan foto rontgen. Pada pemeriksaan radiologist ditemukan pola
retikulogranuler yang uniform, gambaran ground glass appearance dan air
bronchogram. Namun gambaran ini bukan patognomonik RDS. (2),(5)

Etiologi dan Patofisiologi

Pembentukan Paru dan Surfaktan

Pembentukan paru dimulai pada kehamilan 3 - 4 minggu dengan terbentuknya


trakea dari esofagus. Pada 24 minggu terbentuk rongga udara yang terminal
termasuk epitel dan kapiler, serta diferensiasi pneumosit tipe I dan II. Sejak saat
ini pertukaran gas dapat terjadi namun jarak antara kapiler dan rongga udara
masih 2 -3 kali lebih lebar dibanding pada dewasa. Setelah 30 minggu terjadi
pembentukan bronkiolus terminal, dengan pembentukan alveoli sejak 32 – 34
minggu. (4)

Surfaktan muncul pada paru-paru janin mulai usia kehamilan 20 minggu


tapi belum mencapai permukaan paru. Muncul pada cairan amnion antara 28-32
minggu. Level yang matur baru muncul setelah 35 minggu kehamilan. (9)

Surfaktan mengurangi tegangan permukaan pada rongga alveoli,


memfasilitasi ekspansi paru dan mencegah kolapsnya alveoli selama ekspirasi.
Selain itu dapat pula mencegah edema paru serta berperan pada sistem pertahanan
terhadap infeksi. (4),(9)

Komponen utama surfaktan adalah Dipalmitylphosphatidylcholine


(lecithin) – 80 %, phosphatidylglycerol – 7 %, phosphatidylethanolamine – 3 %,
apoprotein (surfactant protein A, B, C, D) dan cholesterol. Dengan bertambahnya
usia kehamilan, bertambah pula produksi fosfolipid dan penyimpanannya pada sel
alveolar tipe II.(9) Protein merupakan 10 % dari surfaktan., fungsinya adalah
memfasilitasi pembentukan film fosfolipid pada perbatasan udara-cairan di
alveolus, dan ikut serta dalam proses perombakan surfaktan. (4),(13)

Surfaktan disintesa dari prekursor (1) di retikulum endoplasma (2) dan


dikirim ke aparatus Golgi (3) melalui badan multivesikular. Komponen-
komponennya tersusun dalam badan lamelar (4), yaitu penyimpanan intrasel
berbentuk granul sebelum surfaktan disekresikan. Setelah disekresikan
(eksositosis) ke perbatasan cairan alveolus, fosfolipid-fosfolipid surfaktan disusun
menjadi struktur kompleks yang disebut mielin tubular (5). Mielin tubular
menciptakan fosfolipid yang menghasilkan materi yang melapisi perbatasan
cairan dan udara (6) di alveolus, yang menurunkan tegangan permukaan.
Kemudian surfaktan dipecah, dan fosfolipid serta protein dibawa kembali ke sel
tipe II, dalam bentuk vesikel-vesikel kecil (7), melalui jalur spesifik yang
melibatkan endosom (8) dan ditransportasikan untuk disimpan sebagai badan
lamelar (9) untuk didaur ulang. Beberapa surfaktan juga dibawa oleh makrofag
alveolar (10). Satu kali transit dari fosfolipid melalui lumen alveoli biasanya
membutuhkan beberapa jam. Fosfolipid dalam lumen dibawa kembali ke sel tipe
II dan digunakan kembali 10 kali sebelum didegradasi. Protein surfaktan disintesa
sebagai poliribosom dan dimodifikasi secara ekstensif di retikulum endoplasma,
aparatus Golgi dan badan multivesikular. Protein surfaktan dideteksi dalam badan
lamelar sebelum surfaktan disekresikan ke alveolus. (10),(4)

2.3.2 Etiologi HMD


Kegagalan mengembangkan functional residual capacity (FRC) dan
kecenderungan dari paru yang terkena untuk mengalami atelektasis berhubungan
dengan tingginya tegangan permukaan dan absennya phosphatydilglycerol,
phosphatydilinositol, phosphatydilserin, phosphatydilethanolamine dan
sphingomyelin. (4)

Pembentukan surfaktan dipengaruhi pH normal, suhu dan perfusi.


Asfiksia, hipoksemia, dan iskemia pulmonal; yang terjadi akibat hipovolemia,
hipotensi dan stress dingin; menghambat pembentukan surfaktan. Epitel yang
melapisi paru-paru juga dapat rusak akibat konsentrasi oksigen yang tinggi dan
efek pengaturan respirasi, mengakibatkan semakin berkurangnya surfaktan. (9)

Patofisiologi HMD

Imaturitas paru secara anatomis dan dinding dada yang belum berkembang
dengan baik mengganggu pertukaran gas yang adekuat. Pembersihan cairan paru
yang tidak efisien karena jaringan interstitial paru imatur bekerja seperti spons.
Edema interstitial terjadi sebagai resultan dari meningkatnya permeabilitas
membran kapiler alveoli sehingga cairan dan protein masuk ke rongga laveoli
yang kemudian mengganggu fungsi paru-paru. Selain itu pada neonatus pusat
respirasi belum berkembang sempurna disertai otot respirasi yang masih lemah.
(13)

Alveoli yang mengalami atelektasis, pembentukan membran hialin, dan


edema interstitial mengurangi compliance paru-paru; dibutuhkan tekanan yang
lebih tinggi untuk mengembangkan saluran udara dan alveoli kecil. Dinding dada
bagian bawah tertarik karena diafragma turun dan tekanan intratorakal menjadi
negatif, membatasi jumlah tekanan intratorakal yang dapat diproduksi. Semua hal
tersebut menyebabkan kecenderungan terjadinya atelektasis. Dinding dada bayi
prematur yang memiliki compliance tinggi memberikan tahanan rendah
dibandingkan bayi matur, berlawanan dengan kecenderungan alami dari paru-paru
untuk kolaps. Pada akhir respirasi volume toraks dan paru-paru mencapai volume
residu, cencerung mengalami atelektasis. (9)

Kurangnya pembentukan atau pelepasan surfaktan, bersama dengan unit respirasi


yang kecil dan berkurangnya compliance dinding dada, menimbulkan atelektasis,
menyebabkan alveoli memperoleh perfusi namun tidak memperoleh ventilasi,
yang menimbulkan hipoksia. Berkurangnya compliance paru, tidal volume yang
kecil, bertambahnya ruang mati fisiologis, bertambahnya usaha bernafas, dan
tidak cukupnya ventilasi alveoli menimbulkan hipercarbia. Kombinasi
hiperkarbia, hipoksia, dan asidosis menimbulkan vasokonstriksi arteri pulmonal
dan meningkatnkan pirau dari kanan ke kiri melalui foramen ovale, ductus
arteriosus, dan melalui paru sendiri. Aliran darah paru berkurang, dan jejas
iskemik pada sel yang memproduksi surfaktan dan bantalan vaskuler
menyebabkan efusi materi protein ke rongga alveoli. (9)

Pada bayi imatur, selain defisiensi surfaktan, dinding dada compliant, otot nafas
lemah dapat menyebabkan kolaps alveolar. Hal ini menurunkan keseimbangan
ventilasi dan perfusi, lalu terjadi pirau di paru dengan hipoksemia arteri progresif
yang dapat menimbulkan asidosis metabolik. Hipoksemia dan asidosis
menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah paru dan penurunan aliran darah
paru. Kapasitas sel pnuemosit tipe II untuk memproduksi surfaktan turun.
Hipertensi paru yang menyebabkan pirau kanan ke kiri melalui foramen ovale dan
duktus arteriosus memperburuk hipoksemia. (4)

Aliran darah paru yang awalnya menurun dapat meningkat karena berkurangnya
resistensi vaskuler paru dan PDA. Sebagai tambahan dari peningkatan
permeabilitas vaskuler, aliran darah paru meningkat karena akumulasi cairan dan
protein di interstitial dan rongga alveolar. Protein pada rongga alveolar dapat
menginaktivasi surfaktan. (4)

Berkurangnya functional residual capacity (FRC) dan penurunan compliance paru


merupakan karakteristik HMD. Beberapa alveoli kolaps karena defisiensi
surfaktan, sementara beberapa terisi cairan, menimbulkan penurunan FRC.
Sebagai respon, bayi premature mengalami grunting yang memperpanjang
ekspirasi dan mencegah FRC semakin berkurang. Compliance paru <>(4)

Manifestasi klinik

Tanda dari HMD biasanya muncul beberapa menit sesudah lahir, namun biasanya
baru diketahui beberapa jam kemudian di mana pernafasan menjadi cepat dan
dangkal (60 x / menit).Bila didapatkan onset takipnea yang terlambat harus
dipikirkan penyakit lain. Beberapa pasien membutuhkan resusitasi saat lahir
akibat asfiksia intrapartum atau distres pernafasan awal yang berat (bila berat
badan lahir <>(9)

Biasanya ditemukan takipnea, grunting, retraksi intercostal dan subcostal,


dan pernafasan cuping hidung. Sianosis meningkat, yang biasanya tidak responsif
terhadap oksigen. Suara nafas dapat normal atau hilang dengan kualitas tubular
yang kasar, dan pada inspirasi dalam dapat terdengan ronkhi basah halus, terutama
pada basis paru posterior. Terjadi perburukan yang progresif dari sianosis dan
dyspnea. (9),(4)

Bila tidak diterapi dengan baik, tekanan darah dan suhu tubuh akan turun,
terjadi peningkatan sianosis, lemah dan pucat, grunting berkurang atau hilang
seiring memburuknya penyakit.apnea dan pernafasan iregular mucul saat bayi
lelah, dan merupakan tanda perlunya intervensi segera. (9)

Dapat juga ditemukan gabungan dengan asidosis metabolik, edema, ileus,


dan oliguria. Tanda asfiksia sekunder dari apnea atau kegagalan respirasi muncul
bila ada progresi yang cepat dari penyakit. Kondisi ini jarang menyebakan
kematian pada bayi dengan kasus berat. Tapi pada kasus ringan, tanda dan gejala
mencapai puncak dalam 3 hari. Setelah periode inisial tersebut, bila tidak timbul
komplikasi, keadaan respirasi mulai membaik. Bayi yang lahir pada 32 – 33
minggu kehamilan, fungsi paru akan kembali normal dalam 1 minggu kehidupan.
Pada bayi lebih kecil (usia kehamilan 26 – 28 minggu) biasanya memerlukan
ventilasi mekanik. (4) ,(9)

Perbaikan ditandai dengan diuresis spontan, dan kemampuan oksigenasi


pada kadar oksigen lebih rendah. Kematian jarang terjadi pada 1 hari pertama,
biasanya terjadi pada hari kedua sampai ketujuh, sehubungan dengan adanya
kebocoran udara alveoli (emfisema interstitial, pneumothorax) perdarahan paru
atau intraventrikular. (9)

Kematian dapat terjadi setelah beberapa minggu atau bulan bila terjadi
bronchopulmonary displasia (BPD) pada penderita dengan ventilasi mekanik
(HMD berat). (9)

2.6 Diagnosis

2.6.1 Gejala klinis

Bayi kurang bulan (Dubowitz atau New Ballard Score) disertai adanya
takipneu (>60x/menit), retraksi kostal, sianosis yang menetap atau progresif
setelah 48-72 jam pertama kehidupan, hipotensi, hipotermia, edema perifer,
edema paru, ronki halus inspiratoir. (2)

Manifestasi klinis berupa distress pernafasan dapat dinilai dengan APGAR


score (derajat asfiksia) dan Silverman Score. Bila nilai Silverman score > 7 berarti
ada distress nafas, namun ada juga yang menyatakan bila nilainya > 2 selama > 24
jam. (2),(12)

Tabel 2.1 Silverman score (3)

Grade Gerakan Dada bawah Retraksi PCH Grunting


dada atas (retraksi epigastrium
ICS)
0 sinkron - - - -
1 Tertinggal ringan ringan minimal Terdengar
pada pada
inspirasi stetoskop
2 See-saw jelas jelas jelas Terdengar
tanpa
stetoskop

2.6.2 Gambaran Rontgen

Berdasarkan gambaran rontgen, paru-paru dapat memberikan gambaran


yang karakteristik, tapi bukan patognomonik, meliputi gambaran retikulogranular
halus dari parenkim dan gambaran air bronchogram tampak lebih jelas di lobus
kiri bawah karena superimposisi dengan bayangan jantung. Awalnya gambaran
rontgen normal, gambaran yang tipikal muncul dalam 6-12 hari. (9)

Gambaran rontgen HMD dapat dibagi jadi 4 tingkat (12):

Stage I : gambaran reticulogranular

Stage II : Stage I disertai air bronchogram di luar bayangan jantung

Stage III : Stage II disertai kesukaran menentukan batas jantung.

Stage IV : Stage III disertai kesukaran menentukan batas diafragma dan thymus.
Gambaran white lung.

Laboratorium

Dari pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan Hb, Ht dan gambaran darah


tepi tidak menunjukan tanda-tanda infeksi. Kultur darah tidak terdapat
Streptokokus. Analisis gas darah awalnya dapat ditemukan hipoksemia, dan pada
keadaan lanjut ditemukan hipoksemia progresif, hipercarbia dan asidosis
metabolik yang bervariasi. (9),(2)
Echocardiografi

Echocardiografi dilakukan untuk mendiagnosa PDA dan menentukan arah


dan derajat pirau. Juga berguna untuk mendiagnosa hipertensi pulmonal dan
menyingkirkan kemungkinan adanya kelainan struktural jantung. (8)

Tes kocok (Shake test)

Dari aspirat lambung dapat dilakukan tes kocok. Aspirat lambung diambil
melalui nasogastrik tube pada neonatus <>banyak 0,5 ml. Lalu tambahkan 0,5 ml
alkohol 96 %, dicampur di dalam tabung 4 ml, kemudian dikocok selama 15 detik
dan didiamkan selama 15 menit. Pembacaan :

 Neonatus imatur : tidak ada gelembung 60 % resiko terjadi HMD

 +1 : gelembung sangat kecil pada meniskus (< 1/3) 20 % resiko terjadi HMD

 +2 : gelembung satu derat, > 1/3 permukaan tabung

 +3 : gelembung satu deret pada seluruh permukaan dan beberapa gelembung


pada dua deret <>

 +4 : gelembung pada dua deret atau lebih pada seluruh permukaan neonatus
matur (2)

2.6.6 Amniosentesis

Berbagai macam tes dapat dilakukan untuk memprediksi kemungkinan


terjadinya HMD, antara lain mengukur konsentrasi lesitin dari cairan amnion
dengan melakukan amniosentesis (pemeriksaan antenatal). Rasio lesitin-
spingomielin <>(2)
Tes apung paru

Tes apung paru-paru (docimacia pulmonum hydrostatica), dikerjakan


untuk mengetahui apakah bayi yang diperiksa pernah hidup. Untuk melakukan
test ini syaratnya mayat harus segar. (1)

Keluarkan alat-alat dalm rongga mulut, leher dan rongga dada dalam satu
kesatuan, pangkal dari esofagus dan trakhea boleh diikat. Apungkan seluruh alat-
alat tersebut pada bak yang berisi air. Bila terapung, lepaskan organ paru-paru,
baik yang kiri maupun yang kanan. Apungkan kedua organ paru-paru tadi, bila
terapung lanjutkan dengan pemisahan masing-masing lobus, kanan terdapat 5
lobus, kiri 2 lobus. Apungkan semua lobus tersebut, catat mana yang tenggelam,
mana yang terapung. Lobus yang terapung diambil sebagian, yaitu tiap-tiap lobus
5 potong dengan ukuran 5mm x 5mm, dari tempat yang terpisah dan perifer.
Apungkan ke-25 potongan kecil-kecil tersebut. Bila terapung, letakan potongan
tersebut pada 2 karton, dan lakukan penginjakan dengan berat badan, kemudian
dimasukkan kembali ke dalam air. Bila terapung berarti tes apung positif, paru-
paru mengandung udara, bayi tersebut pernah dilahirkan hidup. Bila hanya
sebagian yang terapung, kemungkinan terjadi pernafasan partial, bayi tetap pernah
dilahirkan hidup. (1)

Terapi

Terapi terutama ditujukan pada pertukaran O2 dan CO2 yang tidak adekuat di
paru-paru, asidosis metabolik dan kegagalan sirkulasi adalah manifestasi
sekunder. Beratnya HMD akan berkurang bila dilakukan penanganan dini pada
bayi BBLR, terutama terapi asidosis, hipoksia, hipotensi dan hipotermia. (9)

Kebanyakan kasus HMD bersifat self-limiting, jadi tujuan terapi adalah


untuk meminimalkan kelainan fisiologis dan masalah iatrogenik yang
memperberat. Penanganan sebaiknya dilakukan di NICU. (9)

2.9.1 Resusitasi di tempat melahirkan


Resusitasi adekuat di kamar bersalin untuk semua kelahiran prematur.
Mencegah perinatal asfiksia yang dapat mengganggu produksi surfaktan.
Mencegah terjadinya hipotermia dengan menjaga suhu bayi sekitar 36,5-37,5
derajat Celcius di mana kebutuhan oksigen berada pada batas minimum. (9),(4)

Pemberian obat selama resusitasi : (13),(5)

 Adrenalin 10 microgram /kg (0,1 mls/kg larutan 1 : 10.000) bila bradikardi


persisten setelah ventilasi dan kompresi yang adekuat. Dosis pertama dapat
diberikan intratrachea atau intravena, 1 dosis lagi diberikan intravena bila bayi
tetap bradikardi, dosis ketiga dapat diberikan sebesar 100 microgram/kg bila
situasi sangat buruk.

 Pemberian bicarbonat 4 mmol/kg merupakan setengah koreksi untuk defisit basa


20 mmol (larutan bicarbonat 8,4% mengandung 1 mmol/ml), atau 2 mEq/kg
dari konsentrasi 0,5 mEq/ml. Pemberian dilakukan secara intravena dengan
hati-hati.

 Volume expander 10 ml/kg

 Bolus glukosa 10 % 1 ml/kg BB.

2.9.2 Surfaktan Eksogen

Instilasi surfaktan eksogen multidosis ke endotrakhea pada bayi BBLR


yang membutuhkan oksigen dan ventilasi mekanik untuk terapi penyelamatan
RDS sudah memperbaiki angka bertahan hidup dan menurunkan insidensi
kebocoran udara dari paru sebesar 40 %, tapi tidak menurunkan insidensi
bronchopulmonary dysplasia (BPD) secara konsisten. Efek yang segera muncul
meliputi perbaikan oksigenasi dan perbedaan oksigen alveoli – arteri dalam 48 –
72 jam pertama kehidupan, menurunkan tidal volume ventilator, meningkatkan
compliance paru, dan memperbaiki gambaran rontgen dada. Pemberian surfaktan
eksogen menurunkan insidensi BPD, namun tidak berpengaruh terhadap insidensi
PDA, perdarahan intrakranial, dan necrotizing enterocolitis (NEC). Terdapat
penigkatan insiden perdarahan paru pada pemberian surfaktan sintetik sebesar 5
%. (5) ,(9),(4)

Surfaktan dapat diberikan segera setelah bayi lahir (terapi profilaksis) atau
beberapa jam kemudian setelah diagnosa RDS ditegakkan (terapi penyelamatan).
Terapi profilaksis lebih efektif dibandingkan bila diberi beberapa jam kemudian.
Bayi yang mendapat surfaktan eksogen sebagai terapi profilaksis membutuhkan
oksigen dan ventilasi mekanik lebih sedikit disertai angka bertahan hidup yang
lebih baik. (4)
Bayi yang lahir kurang dari 32 minggu kehamilan harus diberi
surfaktan saat lahir bila ia memerlukan intubasi. Terapi biasa dimulai 24 jam
pertama kehidupan, melalui ETT tiap 12 jam untuk total 4 dosis. Pemberian 2
dosis atau lebih memberikan hasil lebih baik dibanding dosis tunggal. Pantau
radiologi, BGA, dan pulse oxymetri. (9), (5)

Ada 4 surfaktan yang memiliki lisensi di UK untuk terapi. Yang berasal dari
binatang adalah Curosurf, diekstrak dari paru-paru babi, diberikan 1,25-2,5 ml/kg,
dan Survanta, ekstrak dari paru-paru sapi dengan penambahan 3 jenis lipid
(phosphatidylcholine, asam palmitat, dan trigliserid), diberikan 4 ml/kg. Kedua
surfaktan ini mengandung apoprotein SP-B dan SP-C dengan proporsi yang
berbeda dengan yang dimiliki manusia. Apoprotein SP-A dan SP-D tidak
ditemukan. Surfaktan sintetik tidak mengandung protein. Exosurf merupakan
gabungan phospholipid dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC), hexadecanol dan
tyloxapol, diberikan 5 ml/kg. Hexadecanol, dan tyloxapol memperbaiki
penyebaran surfaktan di antara alveolus. ALEC (artificial lung expanding
compound) merupakan gabungan DPPC and phosphatidylglycerol dengan
perbandingan 7:3, diberikan 1,2 ml berapapun beratnya. Yang sedang diteliti
adalah Infasurf (alami) (5) ,(9)

Tabel 2.5 Macam-macam surfaktan (8)

Tipe Asal Komposisi Dosis Keterangan


Survanta 4 mL (100
DPPC,
Bovine lung mg)/kg,
Surfactant tripalmitin Refrigerate
mince 1-4 doses
TA SP (B<0.5%,>
q6h
99% PL, 1% Federal
Bovine lung
Alveofact SP-B and SP- 45 mg/mL Republic of
lavage
C Germany
bLES (bovine 75% PC and
Bovine lung
lipid extract 1% SP-B and Canadian
lavage
surfaktan) SP-C
DPPC,
3 mL (105
tripalmitin,
Calf lung mg)/kg, 6 mL vials,
Infasurf SP (B290
lavage 1-4 doses, refrigerate
g/mL, C360
q6-12h
g/mL)
Calf lung
surfactant
Sama seperti Infasurf
extract
(CLSE)
2.5 mL (200
DPPC,
Minced pig mg)/kg
Curosurf SP-B and SP- 1.5 and 3 mL
lung 1.25 mL
C (?amount)
(100 mg)/kg
85% DPPC, 5 mL (67.5
Lyophilized;
9% mg)/kg,
Exosurf Synthetic dissolve in 8
hexadecanol, 1-4 doses,
mL
6% tyloxapol q12h
DPPC,
Surfaxan
Synthetic synthetic
(KL4)
peptide
70% DPPC,
30% Possibly
ALEC Synthetic
unsaturated discontinued
PG

Tabel 2.6 Beractant (8)

Beractant (Survanta, Alveofact) – per


Nama Obat
ETT
Dosis Anak ET: 4 mL/kg (100 mg/kg) dibagi
dalam 4 kali pemberian, diberikan
minimal 6 jam untuk 1-4 dosis
Kontraindikasi hypersensitivity
Interaksi -
Kehamilan ?
Harus dihangatkan sesuai suhu ruang,
pemberian harus berhati-hati karena
resiko obstruksi jalan nafas akut.

Perbaikan oksigenasi dapat terjadi


setelah pemberian, maka penurunan
oksigen dan tekanan ventilator
disesuaikan dengan analisa gas darah,
monitor oksigenasi sistemik untuk
mencegah hiperoksia atau hipoksia.
Peringatan
Surfaktan dapat mengalami reflux ke
dalam ETT (karena itu sebaiknya
berikan secara cepat diikuti positive
pressure ventilation); monitor denyut
jantung dan tekanan darah, karena
ETT dapat mengalami oklusi, suction
ETT sebelum pemberian surfaktan.
Perdarahan paru dapat timbul pada
bayi sangat premature. Apnea dan
sepsis nosokomial dapat terjadi.

Tabel 2.7 Calfactant (8)

Nama Obat Calfactant (Infasurf) – per ETT


ET: 3 mL/kg (105 mg/kg) q6-12h untuk
Dosis Anak
1-4 dosis
Kontraindikasi hypersensitivity
Interaksi -
Kehamilan ?
Pemberian harus berhati-hati karena
resiko obstruksi jalan nafas akut.

Perbaikan oksigenasi dapat terjadi setelah


pemberian, maka penurunan oksigen dan
tekanan ventilator disesuaikan dengan
analisa gas darah, monitor oksigenasi
sistemik dengan pulse oxymetry untuk
Peringatan mencegah hiperoksia atau hipoksia.
Surfaktan dapat mengalami reflux ke
dalam ETT (karena itu sebaiknya berikan
secara cepat diikuti positive pressure
ventilation); sianosis, bradikardi atau
perubahan tekanan darah dapat terjadi
selama pemberian. Karena ETT dapat
mengalami oklusi, suction ETT sebelum
pemberian surfaktan.

Tabel 2.8 Poractant (8)

Nama Obat Poractant (Curosurf) – per ETT


ET: 2.5 mL/kg (200 mg/kg); lalu 1.25
Dosis Anak mL/kg (100 mg/kg) dengan interval 12-h
prn dalam 2 dosis
Kontraindikasi hypersensitivity
Interaksi -
Kehamilan ?.
Koreksi asidosis, hipotensi, anemia,
hipoglikemi dan hipotermia sebelum
pemberian. Perbaikan oksigenasi muncul
Peringatan
dalam beberapa menit, monitor
oksigenasi sistemik untuk mencegah
hiperoksia.

Tabel 2.9 Colfosceril (8)

Nama Obat Colfosceril (Exosurf Neonatal) – per ETT


ET: 5 mL/kg (67.5 mg/kg) q12h untuk 1-
Dosis Anak
4 dosis
Kontraindikasi hypersensitivity
Interaksi -
Kehamilan ?
Mempengaruhi oksigenasi dan
compliance paru dengan cepat. Hanya
untuk instilasi ke dalam trakhea.
Surfaktan dapat mengalami reflux ke
dalam ETT (karena itu sebaiknya berikan
Peringatan
secara cepat diikuti positive pressure
ventilation); Karena ETT dapat
mengalami oklusi, suction ETT sebelum
pemberian surfaktan. Perdarahan paru
dapat muncul pada bayi <>

Studi yang membandingkan antara surfaktan natural dan sintetik


menunjukan bahwa oksigenasi arteri lebih cepat pulih (onset of action surfaktan
natural lebih cepat dari surfaktan sintetik) dan komplikasi kebocoran udara lebih
jarang terjadi pada bayi yang diterapi dengan surfaktan natural. (4)
Komplikasi pemberian surfaktan antara lain hipoksia transien dan
hipotensi, blok ETT, dan perdarahan paru. (9)
Perdarahan paru terjadi akibat
menurunnya resistensi pambuluh darah paru setelah pemberian surfaktan, yang
menimbulkan pirau kiri ke kanan melalui duktus arteriosus. (4)

Fluid and Nutrition

Kalori dan cairan diberikan secara intravena. Dalam 24 jam pertama berikan infus
glukosa 10% dan cairan melalui vena perifer sebanyak 65-75 ml/kg/24 jam.
Kemudian tambahkan elektrolit, volume cairan ditingkatkan bertahap sampai 120-
150 ml/kg/24 jam. Cairan yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya Patent
Ductus Arteriosus (PDA). Pemberian nutrisi oral dapat dimulai segera setelah
bayi secara klinis stabil dan distres nafas mereda. ASI adalah pilihan terbaik untuk
nutrisi enteral yang minimal, serta dapt menurunkan insidensi NEC. ,(4) ,(5)

DAPUS

1.Asril Aminullah & Arwin Akib. Penyakit membran Hialin, dalam Markum
(editor), Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUI, Jakarta, 1991, hal. 303-306.

2.Lowell A. Glasgow & James C. Over all JR. IRDS dalam Behrman & Vaughan
(editor), Nelson Textbook of Pediatric, 1st (Chapter, 12th edition, EGC, Jakarta,
1988, hal. 622-627.

3.Asril Aminullah. Gangguan Pernapasan, dalam Rusepno Hassan & Husein


Alatas (editor), Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian IKA FKUI, Jakarta, 1985,
hal. 1083-1087.

4.Waldemar Carlo. Sindrom Distress Respirasi, dalam Klaus & Fanaroff (editor),
Penatalaksanaan Neonatus Risiko Tinggi, 4th Edition, EGC, Jakarta, 1998, hal.
286-289.

5.Lucile packard children’s Hospital at Stanford. High Risk Newborn Hyaline


membrane disease/Respiratory Distress Syndrome, USA available from
http://www.google.com.

6.Edited by George F. Smith, and Dharmapuri Vidyasagar, Published by Nead


Johnson Nutritional Division, 1980 Not Copyrighted by Publisher, The Treatment
of Hyaline Membrane Disease, Victor Chernick, M.D., F.R.C.P.(c.) available
from http://Historical_Review_and_Recent_Advances.

7.William F. Ganong. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 17, editor M.


Djauhari Widjajakusumah, EGC, Jakarta, 1998.

8.Arif Mansjoer, Suprahaito, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setiowulan. Penyakit


Membran Hialin, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Edisi 3, Media
Aesculapius FKUI, Jakarta, 2000, hal. 507-508.

Anda mungkin juga menyukai