Anda di halaman 1dari 12

BRONKIOLITIS

BRONKIOLITIS
December 12, 2008 by embrinita

Batasan
Bronkiolitis adalah penyakit obstruktif akibat inflamasi akut pada saluran nafas kecil
(bronkiolus) yang terjadi pada anak < 2 tahun dengan insidens tertinggi pada usia sekitar 2-6
bulan dengan penyebab tersering respiratory sincytial virus (RSV), diikuti dengan
parainfluenzae dan adenovirus. Penyakit ditandai oleh sindrom klinik yaitu, napas cepat,
retraksi dada dan wheezing.
Patofisiologi
Mikroorganisme masuk melalui droplet akan mengadakan kolonisasi dan replikasi di mukosa
bronkioli terutama pada terminal bronkiolus sehingga akan terjadi kerusakan/nekrosis sel-sel
bersilia pada bronkioli. Respon imun tubuh yang terjadi ditandai dengan proliferasi limfosit,
sel plasma dan makrofag. Akibat dari proses tersebut akan terjadi edema submukosa, kongesti
serta penumpukan debris dan mukus (plugging) sehingga akan terjadi penyempitan lumen
bronkioli. Penyempitan ini mempunyai distribusi tersebar dengan derajat yang bervariasi
(total/sebagian). Gambaran yang terjadi adalah atelektasis yang tersebar dan distensi yang
berlebihan (hyperareated) sehingga dapat terjadi gangguan pertukaran gas serius, gangguan
ventilasi atau perfusi dengan akibat akan terjadi hipoksemia (PaO 2 turun) dan hiperkapnea
(PaCO2 meningkat). Kondisi yang berat dapat terjadi gagal nafas.
Diagnosis
Anamnesis
Anak usia dibawah 2 tahun dengan didahului infeksi saluran nafas akut bagian atas dengan
gejala batuk, pilek, biasanya tanpa demam atau hanya subfebris. Sesak nafas makin hebat
dengan nafas dangkal dan cepat.
Pemeriksaan Fisik
Dapat dijumpai demam, dispne dengan expiratory effort dan retraksi. Nafas cepat dangkal
disertai dengan nafas cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan mulut, gelisah. Terdengar
ekspirium memanjang atau mengi (wheezing). Pada auskultasi paru dapat terdengar ronki
basah halus nyaring pada akhir atau awal inspirasi. Suara perkusi paru hipersonor. Jika
obstruksi hebat suara nafas nyaris tidak terdengar, napas cepet dangkal, wheezing berkurang
bahkan hilang.
Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan darah tepi tidak khas. Pada pemeriksaan foto dada AP dan lateral dapat terlihat
gambaran hiperinflasi paru (emfisema) dengan diameter anteroposterior membesar pada foto
lateral serta dapat terlihat bercak konsolidasi yang tersebar. Analisis gas darah dapat
menunjukkan hiperkarbia sebagai tanda air trapping, asidosis respiratorik atau metabolik.
Bila tersedia, pemeriksaan deteksi cepat dengan antigen RSV dapat dikerjakan.
Diagnosis Banding
Asma bronkial
Aspirasi benda asing
Bronkopneumonia
Gagal jantung
Miokarditis
Fibrosis kistik
Tatalaksana
Tatalaksana bronkiolitis yang dianjurkan adalah :
1.

Pemberian oksigenasi; dapat diberikan oksigen nasal atau masker, monitor dengan pulse
oxymetry. Bila ada tanda gagal nafas diberikan bantuan ventilasi mekanik.

2.

Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu dapat dengan cairan parenteral)
Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi.

3.

Koreksi terhadap kelainan asam basa dan elektrolit yang mungkin timbul.

4.

Antibiotik dapat diberikan pada keadaan umum yang kurang baik, curiga infeksi
sekunder (pneumonia) atau pada penyakit yang berat.

5.

Kortikosteroid : deksametason 0,5mg/kgBB dilanjutkan dengan 0,5mg/kgBB/hari


dibagi 3-4 dosis.

6.

Dapat

diberikan

nebulasi agonis

(salbutamol

0,1mg/kgBB/dosis,

4-6x/hari)

diencerkan dengan salin normal untuk memperbaiki kebersihan mukosilier.


Daftar Pustaka
1.

Wohl MEB. Bronchiolitis. Dalam: Kendig EL, Chernick V, penyunting. Kendigs


Disorders of the Respiratory Tract in Children. Edisi ke-5. Philadelphia : WB Saunders,
1990 : 360-70.

2.

Goodman D. Bronchiolitis. Dalam: Behrman RE, Kleigman RM, Jenson HB,


penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia : WB Saunders,
2003 : 1415-7.

3.

Klassen TP. Recent advances in the treatment of Bronchiolitis and Laryngitis. Pediatr
Clin of North Am 1997; 44 : 249-58.

4.

Wright RB, Pomerantz WJ, Luria JW. New approaches to respiratory infections in
children. Ped Emerg Med Clin of North Am 12002;20 : 93-110.

GAGAL NAFAS
A. Definisi
Gagal nafas adalah ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan tekanan parsial normal O2 dan
atau CO2 didalam darah. (Merenstein, 1995)
Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigen dan
karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak mampu memenuhi metabolisme tubuh. (Staf
pengajar ilmu kesehatan anak, 1985)
B. Etiologi
1. Faktor predisposisi
Terjadinya gagal nafas pada bayi dan anak dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berbeda dengan
orang dewasa, yaitu :
1. Struktur anatomi
a. Dinding dada
Dinding dada pada bayi dan anak masih lunak disertai insersi tulang iga yang kurang kokoh, letak iga
lebih horisontal dan pertumbahan otot interkostal yang belum sempurna, menyebabkan pergerakan
dinding dada terbatas.
b. Saluran pernafasan
Pada bayi dan anak relatif lebih besar dibandingkan dengan dewasa. Besar trakea neonatus 1/3
dewasa dan diameter bronkiolus dewasa, sedangkan ukuran tubuh dewasa 20 kali neonatus. Akan
tetapi bila terjadi sumbatan atau pembengkakan 1 mm saja, pada bayi akan menurunkan luas saluran
pernafasan 75 %.
c. Alveoli
Jaringan elastis pada septum alveoli merupakan elastic recoil untuk mempertahankan alveoli tetap
terbuka. Pada neonatus alveoli relatif lebih besar dan mudah kolaps. Dengan makin besarnya bayi,
jumlah alveoli akan bertambah sehingga akan menambah elastic recoil.
2. Kerentangan terhadap infeksi
Bayi kecil mudah terkena infeksi berat seperti pneumonia, pada anak kerentangan terhadap infeksi
traktus respiratorius merupakan faktor predisposisi gagal nafas.
3. Kelainan konginetal
Kelainan ini dapat mengenai semua bagian sistem pernafasan atau organ lain yang berhubungan
dengan alat pernafasan.
4. Faktor fisiologis dan metabolik
Kebutuhan oksigen dan tahanan jalan nafas pada bayi lebih besar daripada dewasa. Bila terjadi
infeksi, metabolisme akan meningkat mengakibatkan kebutuhan oksigen meningkat. Kebutuhan
oksigen tersebut di capai dengan menaikkan usaha pernafasan, dengan akibat pertama adalah
kehilangan kalori dan air; Kedua dibutuhkan kontraksi otot pernafasan yang sempurna. Karena pada
bayi dan anak kadar glikogen rendah, maka dengan cepat akan terjadi penimbunan asam organik
sebagai hasil metabolisme anaerib akibatnya terjadi asidosis.
2. Sebab gagal nafas
Jenis penyakit penyebab gagal nafas pada bayi / anak
penyebab Bayi / Anak
Jalan nafas bagian atas :
Faring

Laring

Trakea
Jalan nafas bagian bawah
Bronkus/bronkiolus

Alveoli

Kompresi pulmonal

Susunan saraf
Makroglosis
Hipertropi tonsil

Laringotrakeobronkitis
Epiglotis akut
Laringitis difterika
Edema/stenosis pasca intubasi

Benda asing

Bronkiolitis
Status asmatikus

Pneumonia
Kelainan jantung bawaan
Trauma
Luka bakar

Pneumonia

Trauma dada

Trauma
Ensefalitis
Takaran obat berlebihan
Status epileptikus
Sindrom Guillain-Barre
Dikutip dari Brown dan Fisk, Anesthesia for Children, Intensive Care
aspeect, Blackwell Scientific Publ (1979)

C. Patofisiologi dan Pathway


Terdapat 2 mekanisme dasar yang mengakibatkan kegagalan pernafasan yaitu obstruksi saluran
nafas dan konsolidasi atau kolaps alveolus. Apabila seorang anak menderita infeksi saluran nafas
maka akan terjadi :
1. Sekresi trakeobronkial bertambah
2. Proses peradangan dan sumbatan jalan nafas
3. aliran darah pulmonal bertambah
4. metabolic rate bertambah
Akibat edema mukosa, lendir yang tebal dan spasme otot polos maka lumen saluran nafas berkurang
dengan hebat. Hal ini mengakibatkan terperangkapnya udara dibagian distal sumbatan yang akan
menyebabkan gangguan oksigenasi dan ventilasi. Gangguan difusi dan retensi CO2 menimbulkan
hipoksemia dan hipercapnea, kedua hal ini disertai kerja pernafasan yang bertambah sehingga
menimbulkan kelelahan dan timbulnya asidosis. Hipoksia dan hipercapnea akan menyebabkan
ventilasi alveolus terganggu sehingga terjadi depresi pernafasan, bila berlanjut akan menyebabkan
kegagalan pernafasan dan akirnya kematian.
Hipoksemia akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah pulmonal yang menyebabkan tahanan
alveolus bertambah, akibatnya jantung akan bekerja lebih berat, beban jantung bertambah dan
akirnya menyebabkan gagal jantung.
Akibat bertambahnya aliran darah paru, hipoksemia yang mengakibatkan permiabilitas kapiler
bertambah, retensi CO2 yang mengakibatkan bronkokontriksi dan metabolic rate yang bertambah,
terjadinya edema paru. Dengan terjadinya edema paru juga terjadinya gangguan ventilasi dan
oksigenisasi yang akhirnya dapat menimbulkan gagal nafas.

Pathway
Etiologi (bronkiolitis, status asmatikus, pneumonia)
Penurunan respon pernafasan
Kegagalan pernafasan ventilasi
Ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
Hipoventilasi alveoli
Gangguan difusi dan retensi CO2
Hipoksia jaringan

Otak kardiovaskuler paru-paru


Sel otak mati mekanisme kompensasi (peningkatan
Heart rate dan tekanan darah) kerja pernafasan meningkat sekret, edema, wheezing PCO2
Tekanan intrakranial kelemahan otot jantung ( TD dan CO, bradikardi) kelelahan , diaporosis, sianosis
Gangguan pertukaran gas Depresi
Pusat pernafasan
Kejang, pusing, gelisah, penurunan curah jantung intoleransi aktivitas
kesadaran hipoventilasi (tachipnea)
gagal jantung
Bradipnea
Kardio Respirasi Arrest
Gangguan proses keluarga resti terjadi kematian

D. Manifestasi klinik
Umum : kelelahan, berkeringat
Respirasi : wheezing, merintih, menurun/menghilangnya suara nafas,
cuping Hidung retraksi, takipnea, bradipnea atau apnea,
sianosis.
Kardiovaskuler : bradikardia atau takikardia hebat, hipotensi/hipertensi,
pulsus Paroksus 12 mmHg, henti jantung.
Serebral : gelisah, iritabilitas, sakit kepala, kekacauan mental,
kesadaran Menurun, kejang, koma.
E. Pemeriksaan penunjang
Pengenalan dini gagal nafas sulit diketahui secara klinis, pemeriksaan laboratorium yang terpenting
untuk membantu diagnosa gagal nafas ialah pemeriksaan analisa gas darah untuk mengetahui
keadaan oksigenasi, ventilasi dan keseimbangan asam basa, saturasi O2 dan pH darah.
Pada pemeriksaan BGA pada gagal nafas akan didapat Hipoksemia, hiperkapnia, asidosis
(respiratorik atau metabolik).
F. Pengkajian keperawatan.
a. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga tentang alergi dan penyakit keturunan
Riwayat pasien tentang gangguan petnafasan yang baru diderita, terkena infeksi, adanya
alergi/iritasi, trauma.
b. Kaji keadaan dada

Kaji suara nafas dan suara nafas tambahan


Kaji adanya pembesaran anterior / posterior ukuran dada
Kaji peningkatan dan penurunan taktil fremitus
Kaji adanya retraksi otot supraklafikula, interkosta / subkostal
Kaji adanya hyperesonan (adanya distensi alveoli)
Kaji adanya ekspirasi yang memanjang.
c. Observasi pernafasan :
Frekuensi
Kaji adanya takipnue, normal, bradipnue
Kedalaman
Normal, terlalu lambat (hypopnea), terlalu dalam (hyperpnea)
Kelancaran
Kurang usaha, dypnea, ortopnea berhubungan dengan adanya retraksi interkostal / substernal,
adanya wheezing, pulsus paradoxus (tekanan darah turun saat inspirasi dan tekanan darah naik
dengan ekspirasi)
Labored breating
Terus menerus, intermitten, secara tiba tiba, kelelahan dalam usaha pernafasan.
Tanda tanda infeksi
Peningkatan suhu tubuh, pembesaran nodus limfa, inflamasi membran mukus, keluarnya cairan
purulen dari hidung dan kuping, adanya sputum yang purulen.
Batuk
Kaji karakteristik batuk (produktif/kering) kapan waktu terjadinya batuk (hanya malam hari/setiap
waktu), frekuensi batuk yang berkaitan dengan aktivitas dan suhu.
Wheezing
Kapan terjadinya wheezing; saat inspirasi / ekspirasi, apakah memanjang, terjadi secara tibatiba/berlahan-lahan.
Sianosis
Catat distribusi sianosis (periperal, daerah bibir, wajah), derajat, durasi, keterkaitan dengan aktivitas.
Nyeri dada
Terjadi pada anak anak catat lokasi, penyebaran ke leher/abdomen, dalam/dangkal.
Sputum
Pasien anak anak dapat mengeluarkan sputum pada bayi diperlukan section untuk mendapatka
sempel, catat volume, warna, bau, viskositas.
Adanya pernafasan yang buruk
Berhubungan dengan infeksi pernafasan.
d. Kaji tanda terjadinya hipoxia
o Hypotensi/hypertensi
o Dyspnea
o Bradikardi
o Sianosis : perifer / sentral
o Somnolen
o Stupor
o Coma
H. Diagnosa keperawatan dan Intervensi keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan suplay oksigen, perubahan aliran darah ke pulmonal.
Kriteria hasil :
Anak menunjukkan peningkatan kapasitas ventilasi dan pertukaran gas.
Intervensi :
o Beri posisi yang dapat memaksimalkan ekspansi paru; tinggikan kepala selama tidak ada
kontraindikasi, cek secara teratur posisi klien.
o Pertahankan jalan nafas tetap terbuka, hindari hyperektensi leher gunakan sniffing posisi, anjurkan

anak untuk mengeluarkan sputum.


o Beri bantuan oksigen
o Jika perlu pertahankan anak tetap puasa
o Kaji warna kulit
o Observasi usaha nafas : Observasi pergerakan dada, kembang kempis dada dan penggunaan otot
bantu pernafasan
o Monitor BGA
2. Resiko tinggi terjadi kematian b/d obstruksi jalan nafas.
Kriteria hasil :
Anak dapat bernafas, jalan nafas terbuka.
Intervensi :
o Singkirkan penghalang (sekret) yang dapat menghalangi pertukaran udara (jika mungkin)
o Hindari situasi yang dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas atau aktivitas yang memerlukan
kebutuhan oksigen yang berlebihan.
o Siapkan peralatan emergensi
o Lakukan managemen emergensi jalan nafas (RJP) sesuai prosedur
3. Gangguan proses keluarga b/d krisis situasi (penyakit serius pada anak)
Kriteria hasil :
Keluarga menunjukkan paham tentang penyakit anak dan dapat menggunakan koping yang efektif.
Intervensi :
o Beri informasi kepada keluarga tentang proses penyakit pada anaknya
o Terangkan tentang prosedur dan terapi yang diberikan
o Beri informasi tentang kondisi anak
o Anjurkan untuk mengekpresikan perasaan keluarga khususnya tentang kondisi dan prognosis anak.
o Susun suport sistem keluarga.
4. Intoleransi aktivitas b/d distress pernafasan
Kriteria hasil : anak mampu melakukan aktivitas tanpa merasa kelelahan.
Intervensi :
o Kaji tingkat kemampuan aktivitas anak
o Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang
o Atur posisi anak seseuai kebutuhan
o Berikan periode istirahat dan hindari hal hal yang melelahkan anak.

LAMPIRAN
BANTUAN HIDUP DASAR PEDIATRIK
Langkah langkah tindakan resusitasi dapat dibagi menjadi tiga tahap :
Tahap I : Bantuan hidup dasar (BHD), terdiri atas :
A (Airway) : menguasai jalan nafas
B (Breathing): membuat nafas buatan
C (Circulation) : membuat aliran darah buatan
Tahap II : Bantuan hidup lanjutan (BHL), terdiri dari :
D (Drug) : pengobatan dengan cairan dan obat
E (EKG) : melakukan pemantauan dengan alat
elektrokardiografi
F (Fibrilasi) : menilai pengobatan dengan defibrilator (untuk
fibrilasi ventrikel)
Tahap III : Bantuan hidup jangka panjang (BHJP), terdiri dari :

G (Gauging) : menilai keadaan korban masih dapat diselamatkan


atau tidak
H (Human mentatiaon) : melakukan resusitasi lanjutan dengan
orientasi Otak
I (Intensive care) : mengelola korban secara intensif

PENGKAJIAN
1. Jika curiga trauma kepala, jangan pindahkan atau gerakkan kepala/leher anak.
Hindari memindahkannya kalau anak tidak dalam bahaya injuri lebih lanjut, jika anda akan
membalikkan anak gulingkan kepala dan torso sebagai satu unit, dukung kepala dan leher untuk
mencegah pergerakan yang dapat menyebabkan injuri lebih lanjut.
2. Coba untuk membangunkan anak.
Tepuk anak dan panggil namanya dengan keras atau kibaskan ujung kakinya dan lihat adanya respon
/ pergerakan.
3. Segera cari bantuan.
4. Jika anak tetap tidak berespon, mulai lakukan CPR segera dengan membuka jalan nafas anak.
5. Jika ada orang lain bersama anda, minta untuk menelpon 118 (gawat darurat) untuk minta bantuan.
Jika anda sendirian tetaplah memulai RJP secepatnya, tidak usah berhenti untuk menelpon 118,
lakukan RJP selama 1 menit, lalu telepon 118 gawat darurat secepatnya.
A = AIRWAY (JALAN NAFAS)
1. Tempatkan anak dengan posisi telentang (dengan punggung) pada permukaan yang keras dan
rata.
2. Posisi kepala dengan tepat dan buka jalan nafas dengan meletakkan tangan penolong pada dahi
dan letakkan jari (bukan ibu jari) dari tangan yang lain dibawah tulang rahang bawah dekat
pertengahan dagu.
Hati hati, jangan terlalu mendorong dahi terlalu jauh kebelakang atau memberikan tekanan terlalu
kuat pada rahang bagian bawah.
Pastikan bibir anak terbuka, kemudian angkat dan miringkan sedikit kepala kebelakang untuk
menposisikan titik langit langit hidung agar memudahkan pemberian O2. Posisi ini penting untuk
mengalirkan udara masuk batang tenggorokan kemudian menuju ke paru-paru.
3. Jika terdapat muntahan, bersihkan mulut anak sebelum memberikan bantuan pernafasan.
4. Bersihkan sekret atau muntahan dengan jari atau spuit balon setelah memiringkan kepala anak.
Jika menggunakan spuit balon, peras dulu sebelum meletakkannya kedalam mulut, kemudian
lepaskan tekanan balon untuk memindahkan meterial.
a. Jika penolong melihat objek (sekret atau muntahan), masukkan tangan lain ke dalam mulut.
b. Gerakkan / pindahkan jari ke arah anda ke dalam bagian belakang tenggorokan. Tindakan ini akan
membantu membuang benda asing.
B = BREATING (PERNAFASAN)
5. Jika mulut sudah bersih, kembalikan posisi kepala dan obserfasi dada untuk mengetahui apakah
anak mulai bernafas. Tempatkan telinga penolong dekat dengan mulut anak dan lihat, dengarkan,
rasakan nafas anak selama 3 5 detik.
6. Jika anak tidak mulai bernafas, penolong harus memberikan bantuan nafas pada anak.
a. Buka lebar mulut anak, tutup hidung dengan jari dan tutup mulut anak dengan mulut anda.
b. Beri 2 tiupan pelan sekitar 1- 1 detik lamanya, berhenti sebentar untuk menarik nafas.
Setiap tiupan nafas harus cukup untuk mengangkat atau mengembangkan dada.
7. Jika penolong tidak melihat pengembangan dada, kembalikan posisi kepala dan coba lagi.
Setelah reposisi kepala, jika anda tetap tidak melihat pengembangan dada, ikuti untuk perawatan
anak tersedak.
8. Jika anak muntah, miringkan kepala dan bersihkan mulut dengan jari atau dengan spuit balon.

C = CIRCULATION (SIRKULASI)
9. Setelah memberikan 2 tiupan nafas dan melihat pengembangan dada, jika anak belum bernafas
periksa nadi anak.
10. Tempatkan jari telunjuk dan jari tengah anda dengan ringan pada lengan bagian dalam dekat
tubuh anak. Rasakan selama 5 detik. Lakukan ini sebelum kasus menjadi lebih gawat.
11. Jika terdapat nadi tetapi tidak ada pernafasan, teruskan berikan nafas bantuan sampai anak mulai
bernafas.
Pada banyi, anak 1 8 tahun, kecepatan kira-kira 1 kali nafas setiap 3 detik atau 20 kali per menit.
Bantuan pernafasan merupakan hal yang diperlukan agar dapat mulai bernafas kembali.
Jika sudah dapat bernafas, lihat langkah nomor 18.
12. Lakukan RJP (kompresi jantung) jika tidak ada nadi.
13. Berikan posisi yang tepat untuk melakukan kompresi jantung.
Gunakan satu tangan untuk memegang kepala anak pada posisi yang benar. Gunakan tangan lain,
tarik garis imajinsi yang menghubungkan putting anak dan letakkan 2 jari pada titik di bawah garis
imajiner pada tulang rusuk.
14. Gunakan jari tengah dan kelingking, tekan pada tulang rusuk dengan jarak - 1 inci ulangi tekan
5 kali. Setiap setelah 5 kali kompresi berhenti dan beri anak 1 kali bantuan nafas.
15. Tekan dada kurang lebih 100 kali per menit.
Untuk menghindari tidak terlalu cepat hitung 1, 2, 3, 4, 5 dikepala anda.
16. Setelah sekitar 1 menit, berhenti dan periksa anak untuk melihat apakah anak mulai bernafas
atau nadi muncul.
Panggil nomor darurat 118 jika anda sendiri.
Jika anda akan memindahkan anak untuk mendapatkan bantuan/menghindari bahaya, usahakan
untuk tidak menghentikan RJP lebih dari 5 detik.
17. RJP dapat dihentikan jika setelah satu ini muncul :
a. Anak mulai bernafas dan detak jantung mulai kembali normal.
b. Anda digantikan oleh orang lain yang dapat melakukan CPR.
c. Anda memperoleh bantuan medis dan sudah dimulai tindakan lain.
d. Anda kelelahan.

18. Posisi pemulihan (Recovery Position).


Jika anak mulai bernafas sendiri dan tidak dicurigai adanya injuri, letakkan anak dengan posisi miring
dengan kepala direbahkan pada lengan dan dengan tungkai sebelah atas ditekuk lututnya dan
istirahatkan pada permukaan yang kuat dan rata.
Catat gambaran yang terlihat dan segera telepon 118.

BAB 1V
PEMBAHASAN
Penyebab gagal nafas pada An A adalah kejang yang dialami selama + 5-10 menit yang disebabkan
oleh panas tinggi yang tidak tertangani secara tepat sehingga menyebabkan spasme otot pernafasan
yang menyebabkan kebutuhan oksigen tidak dapat terpenuhi. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan penyebab dari gagal nafas antara lain: gangguan jalan nafas bagian atas, gangguan
jalan nafas bagian bawah serta gangguan susunan saraf.
Proses terjadinya gagal nafas pada kejang adalah pada keadaan demam kenaikan suhu tubuh 1 C
akan menyebabkan kenaikan kebutuhan oksigen 20 60 %. Pada kenaikan suhu tubuh tertentu
dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat
dapat terjadi difusi ion kalium maupun ion natrium melalui membran tersebut sehingga dapat
mengakibatkan lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besar sehingga dapat
meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmiter
sehingga menyebabkan kejang. Kejang yang lama (>10 menit) dapat menyebabkan spasme otot
pernafasan sehingga menimbulkan apnue dan gagal nafas.
Masalah keperawatan yang utama pada gagal nafas adalah gangguan pertukaran gas, dimana
proses terjadinya adalah sebagai berikut Gagal nafas dapat menyebabkan kegagalan ventilasi
sehingga menyebbakan gangguan difusi dan retensi CO2 yang menyebabkan hipoksemia dan
hiperkapnea yang menyebabkan gangguan ventilasi alveolus, hipoventilasi alveoli sehingga
pertukaran gas (oksigen) dalam tubuh terganggu.
Masalah keperawatan yang kedua adalah peningkatan suhu tubuh, peningkatan suhu tubuh ini yang
menyebabkan terjadinya kejang pada anak A. menurut teori proses terjadinya kejang yang
disebabkan oleh peningkatan suhu tubuh adalah sebagai berikut kenaikan suhu tubuh 1 C akan
menyebabkan kenaikan kebutuhan oksigen 20 60 %. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang
berbeda dan tergantung dari dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak yang menderita
kejang pada suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi
pada suhu tubuh 38C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang dapat
terjadi pada suhu tubuh 40 C atau lebih. Pada An A saat sebelum kejang suhu tubuh 39,4C.
berdasarkan hal tersebut prioritas penatalaksanaan berikutnya adalah menurunkan suhu tubuh untuk
mencegah terjadinya kejang ulang.
Masalah keperawatan yang ketiga adalah perubahan proses keluarga b.d krisis situasi yang
disebabkan karena penyakit yang serius pada anak. Kecemasan yang dialami oleh keluarga dapat
disebabkan karena ketidaktahuan tentang kondisi yang dialami oleh pasien sehingga Intervensi
keperawatan yang dapat dilakukan adalah memberikan penjelasan tentang keadaan yang dialami
oleh klien, menjelaskan tentang tujuan prosedur yang akan dilakukan, sehingga didiharapkan dengan
menurunkan kecemasan yang dialami oleh keluarga.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Gagal nafas merupakan suatu kegawatan yang memerlukan penanganan secara cepat, tepat dan
komprehensif dengan prioroitas ABC sebagai pedoman penanganan. Penyebab dari gagal nafas juga
harus dikelola secara tepat sehingga gagal nafas dapat dicegah.
Masalah keperawatan pada gagal nafas yang ditemukan pada anak A adalah gangguan pertukaran
gas, peningkatan suhu tubuh dan perubahan proses keluarga. Peningkatan suhu tubuh pada anak A
merupakan penyebab terjadinya kejang yang menyebabkan terjadinya gagal nafas, berdasarkan hal
tersebut tindakan keperawatan untuk menurunkan suhu tubuh sangat diperlukan untuk mencegah
terjadinya kejang berulang yang dapat menyebabkan kejang.
B. Saran
Dalam melakukan penanganan gagal nafas, terutama dalam penanganan A (mempertahankan jalan
nafas) harus diperhatikan posisi tidur pasien, yaitu dalam posisi sniffing position, dengan cara posisi
terlentang dengan meletakkan ganjalan dibawah bahu. Posisi yang tepat dapat dapat mencegah
jatuhnya lidah kebelakang sehingga dapat menekan dinding farink bagian belakang yang akan
menutupi jalan nafas..
Dalam penanganan B (pemberian bantuan pernafasan) harus diperhatikan cara memberikan VTP
secara tepat, yaitu tekanan positif diberikan sesuai dengan irama pernafasan penderita, yaitu saat
terjadinya inspirasi.

Anda mungkin juga menyukai