OLEH
ASEP ENGKUS KUSWARA
NIM : 121080038
B. Etiologi
Penyebab kelainan ini secara garis besar adalah kekurangan surfaktan,
suatu zat aktif pada alveoli yang mencegah kolaps paru. RDS seringkali
terjadi pada bayi prematur, karena produksi surfaktan, yang dimulai sejak
kehamilan minggu ke-22, baru mencapai jumlah cukup menjelang cukup
bulan. Makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadinya
RDS.
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) etiologi dari RDS yaitu:
a. Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
b. Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan
pengembangan kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar
kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi
prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya
berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas.
c. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam
proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit oleh
makrofag.
d. Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
e. Adanya kelainan di dalam dan di luar paru.
Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH).
f. Bayi prematur atau kurang bulan
Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini
dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, semakin muda usia kehamilan,
maka semakin besar pula kemungkinan terjadi RDS.
C. Patofisiologi
Faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang,
pengembangan kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah,
produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan
kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut
menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru
(compliance) menurun 25 % dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting
intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang
menyebabkan asidosis respiratorik. Telah diketahui bahwa surfaktan
mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein ini berfungsi
menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap
mengembang. Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara dan
berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan
tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya
atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal menyebabkan edem
interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi
dari epithel sel alveoli type II.
Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya
defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan
barotrauma atau volutrauma dan toksisitas oksigen, menyebabkan kerusakan
pada endothelial dan epithelial sel jalan napas bagian distal sehingga
menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran
hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir.
Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36-72 jam
setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek pada bayi yang
immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu
dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal
Displasia (BPD).
D. Pathway
E. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang muncul dari RDS adalah:
a. Pernapasan cepat
b. Pernapasan terlihat parodaks
c. Cuping hidung
d. Apnea
e. Murmur
f. Sianosis Pusat
F. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan AGD didapat adanya hipoksemia kemudian hiperkapni
dengan asidosis respiratorik.
b. Pemeriksaan radiologis, mula-mula tidak ada kelainan jelas pada foto
dada, setelah 12-24 jam akan tampak infiltrate alveolar tanpa batas yang
tegas diseluruh paru
c. Biopsi paru , terdapat adanya pengumpulan granulosit secara abnormal
dalam parenkim paru
G. Komplikasi
a. Pneumotoraks / pneumomediastinum
b. Pulmonary interstitial dysplasia
c. Patent ductus arteriosus (PDA)
d. Hipotensi
e. Asidosis
f. Hiponatermi / hipernatremi
g. Hipokalemi
h. Hipoglikemi
i. Intraventricular hemorrhage
j. Retinopathy pada premature
k. Infeksi sekunder
II. Konsep dasar asuhan keperawatan
A. Pengkajian
1. Pengkajian
a. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu, pernafasan
mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung,
sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit
bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas mungkin normal
kemudian dengan menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi parau dan
pernapasan dalam. Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan
pernafasan dapat dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi
kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi meliputi:
1) Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada
bayi. Takhipneu tanpa tanda lain berupa distress pernafasan
merupakan usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis metabolik
seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum,
keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang
sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan
depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.
2) Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping
hidung, retraksi dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan
nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala ke atas, merintih, stridor
dan ekspansi memanjang menandakan terjadi gangguan mekanik usaha
pernafasan.
3) Warna kulit/ membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat
berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba
dingin.
b. Pemeriksaan penunjang
1) Foto rontgen thorak
Untuk mengetahui kemungkinan adanya kardiomegali bila sistim lain
bila terkena.
2) Pemeriksaan hasil analisa gas darah
Untuk mengetahui adanya hipoksemia, hipokapnia, dan alkalosis
respiratori ( pH >7,45) pada tahap dini.
3) Tes fungsi paru
Untuk mengetahui keadaan paru kanan dan paru kiri.
c. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan dari RDS yang muncul menurut Suriadi dan Yulianni
(2006) yaitu:
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan dinding
dada atau kurangnya jumlah cairan surfaktan.
2) Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi atau
pemasangan intubasi trakea yang kurang tepat dan adanya secret pada jalan
napas.
3) Tidak efektif pola napas berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi
dan ventilator, dan posisi bantuan bentilator yang kurang tepat.
4) Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan
yang tanpa disadari (IWL).
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan, motilitas gastrik menurun, dan penyerapan.
d. Intervensi keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan dinding
dada atau kurangnya jumlah cairan surfaktan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pola nafas efektif.
Kriteria hasil:
Jalan nafas bersih
Frekuensi jantung 100-140 x/menit
Pernapasan 40-60 x/menit
Takipneu atau apneu tidak ada
Sianosis tidak
Intervensi:
Posisikan untuk pertukaran udara yang optimal; tempatkan pada posisi
telentang dengan leher sedikit ekstensi dan hidung menghadap keatap
dalam posisi ’mengendus’.
Rasional: untuk mencegah adanya penyempitan jalan nafas.
Hindari hiperekstensi leher.
Rasional: karena akan mengurangi diameter trakea.
Observasi adanya penyimpangan dari fungsi yang diinginkan, kenali
tanda-tanda distres misalnya: mengorok, pernafasan cuping hidung,
apnea.
Rasional: memastikan posisi sesuai dengan yang diinginkan dan
mencegah terjadinya distres pernafasan.
Lakukan penghisapan mukus.
Rasional: menghilangkan mukus yang terakumulasi dari nasofaring,
trakea, dan selang endotrakeal.
Penghisapan selang endotrakeal sebelum pemberian surfaktan.
Rasional: memastikan bahwa jalan napas bersih.
Hindari penghisapan sedikitnya 1 jam setelah pemberian surfaktan.
Rasional: meningkatkan absorpsi ke dalam alvelolar.
Observasi peningkatan pengembangan dada setelah pemberian
surfaktan.
Rasional: menilai fungsi pemberian surfaktan.
Turunkan pengaturan, ventilator, khususnya tekanan inspirasi puncak
dan oksigen.
Rasional: mencegah hipoksemia dan distensi paru yang berlebihan.