Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

RESPIRATORY DISTRESS OF THE NEWBORN (RDN)


NEONATAL INTENSIVE CARE UNIT (NICU)

Nama : Putri Mega Wijayanti


Nim : R014192004

CI INSTITUSI

[Abdul Kadir, S.Kep.,Ns]

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020

1
BAB 1
KONSEP MEDIS

A. Definisi
Respiratory Distress of the Newborn (RDN) atau biasa juga disebut
Respiratory Distress Syndrome (RDS) merupakan salah satu alasan yang
paling mendasari bayi di rawat di ruangan neonatal intensive care unit (NICU).
Lima belas persen bayi dilahirkan cukup bulan dan 29% bayi lahir prematur
yang terlambat mendapatkan perawatan di NICU akan berisiko mengalami
kematian. Prevalensi penyakit ini bahkan berisiko lebih tinggi pada bayi yang
dilahirkan sebelum 34 minggu kehamilan [ CITATION Reu14 \l 1033 ].
RDN atau yang seringkali disebut sebagai gangguan napas pada bayi
baru lahir adalah suatu keadaan meningkatnya kerja pernapasan yang ditandai
dengan takipnea (frekuensi napas ≥ 60 kali/menit), sianosis sentral, retraksi,
merintih, napas cuping hidung, maupun apnea periodik [ CITATION Tan14 \l 1033
].
B. Etiologi
Defesiensi atau kerusakan surfaktan. Ada 4 faktor penting penyebab
defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal
diabetes, seksio sesaria. Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga
Hyaline Membran Disease (HMD) didapatkan pada 10% bayi prematur, yang
disebabkan defisiensi surfaktan pada bayi yang lahir dengan masa gestasi
kurang. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan
untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara,
sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang
menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak
nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah bayi lahir dan akan
bertambah berat
Secara praktis, penyakit yang mendasari terjadinya RDN dibagi menjadi
kelainan paru dan ekstra paru [ CITATION Tan14 \l 1033 ]:
1. Penyakit Paru
a. Sindrom aspirasi mekonium

1
Sindrom aspirasi mekonium terjadi karena mekonium masuk ke dalam
saluran napas sehingga menyumbat bronkus perifer dan mengakibatkan
pneumonitis kimiawi. Sindrom aspirasi mekonium ditandai dengan:
1) Pada penghisapan mulut dan jalan napas (suction) didapati adanya
mekonium
2) Pemeriksaan Roentgen: gambaran hiperflasi dada, infiltrat kasar yang
menyebar di lapang paru, efusi pleura minimal, hingga atelektasis
paru
3) Komplikasi: pneumotoraks, pneumomediastinum, hipertensi pulmonal
dan bronkospasme
b. Penyakit membran hialin/PMH
RDN terjadi akibat paru-paru yaang belum matang dan defisiensi
surfaktan. Kondisi ini biasnaya terjadi pada neonatus prematur (usia
gestasi <34 minggu). Beberapa hal yang menjadi tanda PMH adalah:
1) Gangguan napas terjadi setelah lahir dan semakin memburuk dalam
48-72 jam (kecurigaan PMH di eksklusi jika gejala timbul >8 jam
pertama kehidupan)
2) Selain distres pernapasan, dapat ditemukan juga adanya edema perifer
dan bayi tampak letargi
3) Pemeriksaan Roentgen: tampak adanya ground class appearance yang
tampak retikogranuler menyeluruh, gambaran air bronchogram;
4) Komplikasi: perdarahan intrakranial, perdarahan paru, gagal jantung
kongestif, dan berbagai komplikasi akibat penggunaan bantuan
ventilasi.
5) Transient tachypnea of the newborn/ TTN (wet lung syndrome), yaitu
gangguan pernapasan yang terutama berisiko terjadi pada bayi baru
lahir dengan seksio sesarea, bayi prematur, partus presipitus dan
polihidramnion.
Gejala klinis tampak segera setelah lahir dan membaik dalam
beberapa jam (umumnya <24 jam), kemudian hilang 5-7 hari;
Pemeriksaan Roentgen: gambaran hiperflasi dada, fisura interlobaris
yang opak, efusi pleura, dan peningkatan pola vaskular parahiler.

2
c. Pneumonia
Pneumonia adalah gangguan pernapasan akibat infeksi yang terjadi intra-
uterine atau selama proses persalinan, umumnya bakterial (tersering
adalah E. coli dan umumnya pada bayi prematur)
1) Gejala klinis: tampak pada 12-24 jam pertama kehidupan
2) Pemeriksaan roentgen: tampak infiltrat pada lapang paru
3) Komplikasi: sepsis
d. Displasia bronkopulmoner (penyakit paru kronis neonatorum)
Displasia bronkopulmoner (penyakit paru kronis neonatorum) adalah
gangguan pernapasan pada bayi yang membutuhkan terapi oksigen untuk
mempertahankan PaO2 >50 mmHg, dan sebagian besar disebabkan
pemberian oksigen dengan tekanan positif. Bayi tetap membutuhkan
oksigen hingga berusia lebih dari 28 hari. Pada roentgen dijumpai
gambaran paru hiperaesserasi dengan densitas berbentuk garis atau tali
yang kasar dengan ireguler, serta daerah lusen menyerupai kista.
e. Penyebab lainnya: emfisema paru interstisial, pneumotoraks,
pneumomediastinum, pneumoperitonium, tumor intratorakal, efusi, serta
hipoplasi paru.
2. Penyakit Ekstra Paru
Penyabab gangguan pernapasan akibat kelainan di luar paru, antara lain
syok, instabilitas suhu tubuh, sumbatan jalan napas atas, hernia
diafragmatika, gagal jantung kongestif, kelainan metabolik seperti asidosis
dan kelainan susunan saraf pusat.
C. Patofisiologi
Faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan
oleh alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurang
sempurna karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang
sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus
sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan
fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25%
dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan
terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.

3
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein,
lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar
alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi
udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru
memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara
histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal
menyebabkan edem interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga
menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II.
Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya
defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan
barotrauma atau volutrauma dan toksisitas oksigen, menyebabkan kerusakan
pada endothelial dan epithelial sel jalan napas bagian distal sehingga
menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran
hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir.
Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36-72 jam
setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang
immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu
dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia
(BPD).
Secara singkat patofisiologinya dapat digambarkan sbb :
Atelektasis → hipoksemia →asidosis → transudasi → penurunan aliran darah
paru → hambatan pembentukan zat surfaktan → atelekstasis. Hal ini
berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik yang biasa ditemukan pada RDN yaitu gangguan pernafasan
berupa [ CITATION Reu14 \l 1033 ]:
1. Dispnue
2. Takipnue (>60 x/mnt)
3. Sianosis
4. Retraksi suprasternal / epigastrik / intercostals
5. Grunting expirasi
6. Bradikardi

4
7. Hipotensi
8. Kardiomegali
9. Hipotermi
10. Tonus otot yang menurun
11. Gambaran radiology : terdapat bercak-bercak difus berupa infiltrate
retikulogranular disertai dengan air bronkogram.
E. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang pada bayi dengan RDN adalah sebagai
berikut [ CITATION Pra16 \l 1033 ]:
1. Foto Thoraks
a. Pemeriksaan radiologis, mula-mula tidak ada kelainan jelas pada foto
dada, setelah 12-24 jam akan tampak infiltrate alveolar tanpa batas yang
tegas diseluruh paru
b. Pola retikulogranular difus bersama bronkhogram udara yang saling
tumpah tindih.
c. Tanda paru sentral, batas jantung sukar dilihat, inflasi paru  buruk.
d. Kemungkinan terdapat kardoimegali bila system lain juga terkena (bayi
dari ibu diabetes, hipoksia, gagal jantung kongestif) 
e. Bayangan timus yang besar
f. Bergranul merata pada bronkhogram udara, yang menandakan penyakit
berat jika terdapat pada beberapa jam pertama.
2. AGD menunjukkan asidosis respiratory dan metabolik yaitu adanya
penurunan pH, penurunan PaO2, dan peningkatan paCO2, penurunan
HCO3.
3. Hitung darah lengkap
4. Perubahan elektrolit, cenderung terjadi penurunan kadar: kalsium, natrium,
kalium dan glukosa serum.
Biopsi paru, terdapat adanya pengumpulan granulosit secara abnormal dalam
parenkim paru.
F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada bayi yang mengalami RDN
dibedakan menjadi 2 yakni komplikasi jangka pendek dan komplikasi jangka

5
panjang. Komplikasi jangka pendek yang dapat terjadi yakni [ CITATION Pra16 \l
1033 ]:
1. Ruptur alveoli, Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel), pada
bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis hipotensi,
apnea, atau bradikardi.
2. Apnea atau henti nafas merupakan suatu kondisi berhentinya proses
pernafasan dalam waktu singkat
3. Perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan
frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
4. Anemia. Pada setiap bayi yang dilahirkan di semua usia kehamilan,
konsentrasi hemoglobin akan mengalami penurunan. Pada bayi preterm
penurunan konsentrasi ini lebih kuat atau lebih terlihat dan dieksaserbasi
dengan melakukan beberapa kali tes darah.
5. Hipoglikemia merupakan suatu kondisi dimana bayi memiliki kadar gula
dalam darah rendah. Biasanya kadar gula darah <50 mg/ dL sehingga sel
otak dan otot tubuh bayi tidak memiliki energi atau tenaga untuk berfungsi
dengan baik
6. Hipernatremia suatu keadaan dimana kadar natrium dalam darah lebih
tinggi dari 145 mEq/l. Kebutuhan normal pada BBL adalah 1-2
mmol/kg/hari pada bayi aterm dan 3-4 mmol/kg/hari pada bayi prematur
7. Patent ductus arteriosus yaitu suatu kondisi ketika ductus arteriosus tetap
terbuka setelah bayi lahir. Ductus arteriosus merupakan pembuluh darah
yang dibutuhkan bayi sebagai sistem pernafasan semasa dalam kandungan.
Melalui ductus arteriosus, darah bayi dari bilik jantung kanan dapat
mengalir ke sekitar paru-paru
8. Enterokolitis nekrotikans adalah oenyakit saluran pencernaan serius yang
biasa diderita oleh bayi prematur. Penyakit ini menyebabkan kerusakan
dan bahkan kematian jaringan pencernaan sehingga mengakibatkan
pembengkakan pada usus dan menyebabkan usus berlubang.
9. Gagal ginjal merupakan penurunan fungsi ginjal secara mendadak akibat
ketidakmampuan ginjal mempertahankan homeostasis tubuh.

6
10. Gagal tumbuh merupakan suatu kondisi pada anak yang ditandai dengan
ketidaksesuaian antara berat badan dan umur. Salah satu faktor
predisposisi gagal tumbuh yaitu penyakit kronis sejak lahir.
Komplikasi jangka panjang yang dapat terjadi pada bayi dengan RDN
yaitu [ CITATION Pra16 \l 1033 ]:
1. Refluks gastrointestinal
2. Apnea (penghentian nafas sementara)
3. Sudden death (kematian mendadak)
4. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD) merupakan penyakit paru kronik
yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36
minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang
digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi,
inflamasi & defisiensi vitamin A.
5. Defisit pertumbuhan dan perkembangan termasuk cacat visual dan cacat
pendengaran. Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi
yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.
DOWN SCORE
Kriteria 0 1 2
Pernafasan <60x/ menit 60-80x/ menit >80x/ menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilang Sianosis menetap
dengan pemberian walaupun diberi
oksigen oksigen
Air Entry Udara masuk Penurunan ringan Tidak ada udara
bilateral baik udara masuk masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar
dengan stetoskop tanpa alat bantu

7
EVALUASI
Total Diagnosis
<4 Gangguan pernafasan ringan
4-5 Gangguan pernafasan sedang
≥6 Gangguan pernafasan berat, diperlukan analisis gas darah

G. Penatalaksanaan
Tata laksana umum yang diberikan pada bayi dengan RDN yaitu [ CITATION
Tan14 \l 1033 ]:
1. Bayo dirawat di inkubator dan suhu tubuh aksilar dipertahankan (36.5-37.5)
2. Oksigenasi dengan target saturasi O2 sebagai 88-92 %. Berikan terapi
oksigen untuk mempertahankan saturasi
3. Cairan rumatan secara parenteral seuai usia gestasi, usia kronologis, berat
lahir dan kondisi klinis (60-150 mL/KgBB/hari). Bila terjadi hipoperfusi
diberikan cairan NaCl 0.9% 10 mL/KgBB dalam 30 menit, dapat diulang
sampai 2 kali.
4. Antibiotik diberikan sesuai dengan peta kuman yang ada di rumah sakit atai
daerah tersebut.

8
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesis
2. Sirkulasi
a. Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan
darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
b. Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas
maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
c. Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
d. Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
3. Eliminasi
a. Dapat berkemih saat lahir.
4. Makanan/ cairan
a. Berat badan : 2500-4000 gram
b. Panjang badan : 44-45 cm
c. Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
5. Neurosensori
a. Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
b. Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30
menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas).
Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
c. Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi
menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik
yang memanjang)
6. Pernafasan
a. Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
b. Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
c. Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya
silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
7. Keamanan
a. Suhu rentang dari 36,50 C sampai 37,50 C. Ada verniks (jumlah dan
distribusi tergantung pada usia gestasi).

9
b. Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat,
warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang
menunjukkan memar minor (misal: kelahiran dengan forseps), atau
perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat
menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau
tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata,
antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama
punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala
mungkin ada (penempatan elektroda internal).
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status
parasidosis, tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna.
b. Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-
61%.
c. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya
kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah merah,
menunjukkan kondisi hemolitik.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang faktor pemberat (misalnya merokok, penyakit
respirasi
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan imaturitas paru dan
neuromuskular, penurunan energi, dan keletihan.
3. Gangguan Pertukaran gas berhubungan dengan Perubahan membrane
kapiler-alveolar
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis

10
C. Rencana Keperawatan

STANDAR RENCANA/ INTERVENSI KEPERAWATAN


Diagnosa Keperawatan: Definisi Nanda International :
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer Penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat mengganggu kesehatan
(Domain 4. Aktivitas/istirahat
Kelas 4. Respon kardiovaskular/pulmonal)
Komponen Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Batasan Karakteristik : Setelah diberikan intervensi keperawatan NIC:
 Bruit femoral selama 3 × 24 jam, klien akan menunjukkan
Monitor Tanda-Tanda Vital
 Edema
 Indeks ankle brakhial <0.90 Perfusi Jaringan: Perifer 1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu
 Keterlambatan penyembuhan luka perifer 1. Pengisian kapiler jari dalam batas normal dan status pernafasan dengan tepat
 Klaudikasi intermitten (< 2 detik)
2. Monitor warna kulit, suhu dan
 Nyeri ekstremitas 2. Tekanan darah sistolik dan diastolik
 Parestesia dalam rentang normal kelembapan
 Peemendekan jarak bebas nyeri yang 3. Tidak terjadi edema perifer 3. Monitor tekanan darah saat pasien
ditempuh dalam uji berjalan 6 meter
 Pemendekan jarak total yang ditempuh berbaring, duduk dan berdiri sebelum dan setelah perubahan
dalam uji berjalan 6 menit (400-700 m posisi
pada orang dewasa)
 Penurunan nadi perifer Manajemen Cairan
 Perubahan fungsi motorik 1. Kaji
 Perubahan karakteristik kulit (mis.
Warna, elastisitas, rambut, kelembapan, lokasi dan luasnya edema, jika ada
kuku, sensasi suhu) 2. Berika
 Perubahan tekanan darah di ektremitas
n cairan yang tepat
 Tidak ada nadi perifer
 Waktu pengisian kapiler > 3 detik 3. Monito
 Warna kulit pucat r hasil laboratorium yang relevan dengan retensi cairan

11
 Warna tidak kembali ke tungkai 1 menit (misalnya peningkatan berat jenis, peningkatan BUN,
setelah tungkai diturunkan
penurunan hematokrit dan peningkatan kadar osmolaritas
Related Factors
 Diabetes mellitus urin)
 Gaya hidup kurang gerak 4. Berika
 Hipertensi
 Urang pengetahuan tentang faktor n terapi IV seperti yang ditentukan
pemberat (mis. Merokok, gaya hidup
menonton, trauma, obesitas, asupan
garam, imobilitas)
 Kurang pengetahuan tentang proses
penyakit (misal diabetes, hiperlipidemia)
 merokok

STANDAR RENCANA/ INTERVENSI KEPERAWATAN


Diagnosa Keperawatan: Definisi Nanda International :
Ketidakefektifan pola napas Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tdak memberi ventilasi adekuat.
(Domain 4. Aktivitas/Istirahat, Kelas 4
Respon Kardiovaskular/Pulmonal)

Tujuan dan Kriteria Hasil


Komponen Diagnosa Keperawatan Intervensi (NIC)
(NOC)
Batasan Karakteristik : Setelah diberikan intervensi Manajemen jalan napas:
 Bradipnea keperawatan selama 3 × 24 1. Buka jalan napas dengan teknik chin lift atau jaw thrust, sebagai mana
 Dyspnea jam, klien akan mestinya.
 Fase ekspirasi memanjang menunjukkan 2. Posisiskan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
 Ortopnea Respon penyapihan
3. Lakukan fisioterapi dada, sebagaimana mestinya
 Pennggunaan otot bantu ventilasi mekanik: Dewasa
4. Auskultasi suara napas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada
pernapasan  Tingkat pernapasan
dan adanya suara tambahan
 Penggunaan posisi tiga titik spontan

12
 Penurunan tekanan ekspirasi  Irama pernapasan 5. Monitor status pernapasan dan oksigen, sebagaimana mestinya
 Penurunan tekanan inspirasi spontan 6. Penghisapan lendir pada jalan napas
 Penurunan ventilasi semenit  Kedalaman pernapasan
 Pernapasan bibir spontan Monitor pernapasan
 Pernapasan cuping hidung  Apikal denyut jantung 1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernapas
 Pola napas abnormal (mis., apikal 2. Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot bantu napas, dan
irama, frekuensi, kedalaman) retraksi pada otot supraclaviculas dan interkosta
 PPaCO2 (tekanan
 Takipnea
parsial oksigen dalamm 3. Monitor suara napas tambahan seperti ngorok atau mengi
Related Factors darah arteri) 4. Monitor pola napas (misalnya, bradipnea, takipnea, hiperventilasi, pernapasan
External kusmaul, pernapasan 1:1, apneustik, respirasi biot, dan pola ataxic)
 Ansietas Status pernapasan 5. Monitor saturasi oksigen pada pasien yang tersedasi (seperti, sao2, svo2, spo2) sesuai
 Deformitas dinding dada  Frekuensi pernapasan dengan protokol yang ada
 Hiperventilasi  Irama pernapasan 6. Pasang sensor pemantauan oksigen non-invasif (misalnya, pasang alat pada jari,
 Imaturasi neurologis  Kedalaman inspirasi hidung, dan dahi) dengan mengatur alarm pada pasien berisiko tinggi (misalnya,
 Keletihan  Suara auskultasi nafas pasien yang obesitas, melaporkan pernah mengalami apnea saat tidur, mempunyai
 Keletihan otot pernapasan  Kepatenan jalan napas riwayat penyakit dengan terapi oksigen menetap, usia ekstrim) sesuai dengan prosedur
 Nyeri  Volume tidal tetap yang ada
 Obesitas  Pencapaian tingkatt 7. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Posisi tubuh yang menghambat
insentif spinometri 8. Monitor hasil pemeriksaan ventilasi mekanik, catat peningkatan kelelahan,
ekspansi paru
 Sindrom hipoventilasi  Kapasitas vital kecemasan, dan kekurangan udara pada pasien
 Saturasi oksigen 9. Catat perubahan pada saturasi O2, volume tidal akhir CO2, dan perubahan nilai analisa
gas darah dengan tepat
10. Catat onset, karakteristik, dan lamanya batuk
11. Monitor sekresi pernapasan pasien
12. Monitor secara ketat pasien-pasien yang berisiko tinggi mengalami gangguan respirasi
(misalnya, pasien dengan terapi opioid, bayi baru lahir, pasien dengan ventilasi
mekanik, pasien dengan luka bakar wajah dan dada, gangguan neuromuscular)
13. Monitor suara krepitasi pada pasien
14. Monitor hasil foto thoraks
15. Berikan bantuan terapi napas jika diperlukan (misalnya, nebulizer)

13
STANDAR RENCANA/ INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan: Definisi Nanda International :
Gangguan pertukaran gas Kelebihan atau defisit oksigenasi dan/atau eliminasi karbon dioksida pada membran alveolarr kapiler
(Domain 3: Eliminasi dan Pertukaran,
Kelas 4 Fungsi Respirasi)

Tujuan dan Kriteria Hasil


Komponen Diagnosa Keperawatan Intervensi (NIC)
(NOC)
Batasan Karakteristik : Setelah diberikan intervensi Manajemen jalan napas:
 pH darah arteri abnormal keperawatan selama 3 × 24 jam, 1. Buka jalan napas dengan teknik chin lift atau jaw thrust, sebagai mana
 Pernapasan abnormal (mis. klien akan menunjukkan mestinya.
Kecepatan, irama, kedalaman) Status pernapasan : 2. Posisiskan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
 Warna kulit abnormal (mis. Pertukaran gas
3. Lakukan fisioterapi dada, sebagaimana mestinya
Pucat, kehitaman)  Tekanan parsial oksigen di
4. Auskultasi suara napas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada
 Konfusi darah arteri (PaO2) normal
dan adanya suara tambahan
 Sianosis (pada neonatus saja)  Tekanan parsial karbon
5. Monitor status pernapasan dan oksigen, sebagaimana mestinya
 Penurunan karbon dioksida dioksida di darah arteri
 Diaforesi 6. Penghisapan lendir pada jalan napas
(PaCO2) normal
 Dispnea  pH arteri normal
 Sakit kepala saat bangun Monitor pernapasan
 Saturasi oksigen normal 1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernapas
 Hiperkapnia
 Dispnea tidak ada 2. Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot bantu
 Hipoksemia
 Sianosis tidak ada napas, dan retraksi pada otot supraclaviculas dan interkosta
 Iritabilitas
 Pernapasan cuping hidung  Gangguan kesadaran tidak 3. Monitor suara napas tambahan seperti ngorok atau mengi
 Gelisah ada 4. Monitor pola napas (misalnya, bradipnea, takipnea, hiperventilasi, pernapasan
 Somnolen kusmaul, pernapasan 1:1, apneustik, respirasi biot, dan pola ataxic)
 Gangguan penglihatan Status pernapasan : Ventilasi
5. Monitor saturasi oksigen pada pasien yang tersedasi (seperti, sao2, svo2,
 Takikardi  Frekuensi pernapasan
spo2) sesuai dengan protokol yang ada
normal
6. Pasang sensor pemantauan oksigen non-invasif (misalnya, pasang alat pada
Related Factors

14
External  Irama pernapasan normal jari, hidung, dan dahi) dengan mengatur alarm pada pasien berisiko tinggi
 Perubahan membran alveolar-  Kedalaman inspirasi (misalnya, pasien yang obesitas, melaporkan pernah mengalami apnea saat
kapiler normal tidur, mempunyai riwayat penyakit dengan terapi oksigen menetap, usia
 Ventilasi-perfusi  Suara perkusi nafas normal ekstrim) sesuai dengan prosedur tetap yang ada
 Hasil rontgen dada normal 7. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Penggunaan otot bantuan 8. Monitor hasil pemeriksaan ventilasi mekanik, catat peningkatan kelelahan,
pernapasan tidak ada kecemasan, dan kekurangan udara pada pasien
 Suara nafas tambahan 9. Catat perubahan pada saturasi O2, volume tidal akhir CO2, dan perubahan
tidak ada nilai analisa gas darah dengan tepat
 Retraksi dinding dada 10. Catat onset, karakteristik, dan lamanya batuk
tidak ada 11. Monitor sekresi pernapasan pasien
12. Monitor secara ketat pasien-pasien yang berisiko tinggi mengalami gangguan
Tanda-Tanda Vital respirasi (misalnya, pasien dengan terapi opioid, bayi baru lahir, pasien
 Suhu tubuh normal dengan ventilasi mekanik, pasien dengan luka bakar wajah dan dada,
 Denyut nadi radial normal gangguan neuromuscular)
 Tingkat pernapasan normal 13. Monitor suara krepitasi pada pasien
 Irama pernapasan normal 14. Monitor hasil foto thoraks
 Tekanan darah normal 15. Berikan bantuan terapi napas jika diperlukan (misalnya, nebulizer)

15
STANDAR RENCANA/ INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan: Definisi Nanda International :
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari Nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic.
kebutuhan (Domain 2. Nutrisi, Kelas 1
Makan)
Tujuan dan Kriteria Hasil
Komponen Diagnosa Keperawatan Intervensi (nic)
(NOC)
Batasan Karakteristik : Setelah diberikan intervensi Manajemen gangguan makan:
 Berat badan 20% atau lebih di keperawatan selama 3 × 24 1. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk mengembangkan rencana
bawah rentang berat badan ideal jam, klien akan menunjukkan perawatan dengan melibatkan klien dan orang-orang terdekatnya dengan
 Bising usus heperaktif tepat
 Ketidakmampuan memakan Status nutrisi: Asupan
2. Tentukan pencapaian berat badan harian sesuai keinginan
makanan makanan dan cairan:
3. Rundingkan dengan ahli gizi dalam menentukan asupan kalori harian yang
 Kurang minat pada makanan  Asupan makanan secara
diperlukan untuk mempertahankan berat badan yang sudah ditentukan
 Nyeri abdomen oral
4. Monitor tanda-tanda fisiologis (tanda-tanda vital, elektrolit), jika diperlukan
 Penurunan berat badan dengan  Asupan makan secara tube
asupan makan adekuat 5. Timbang berat badan klien secara rutin (pada hari yang sama dan setelah
feeding
bab/bak)
 Asupan cairan secara oral
6. Monitor intake/asupan dan asupan cairan secara tepat
Related Factors  Asupan nutrisi parenteral

External Manajemen nutrisi


Status nutrisi: Asupan
1. Tenttukan status gizi pasien dan
 Faktor biologis nutrisi:
 Gangguan psikososial kemampuan (pasien) untuk memenuhi kebutuhan gizi
 Asupan kalori
 Ketidakmampuan makan 2. menjadi preferensi makanan bagi
 Asupan protein
 Ketidakmampuan mencerna pasien
 Asupan lemak
makanan 3. Tentukan jumlah kalori dan jenis
 Asupan karbohidrat
nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan gizi
 Asupan serat
4. Monitor kalori dan asupan makanan
 Asupan vitamin
5. Monitor kecenderungan terjadinya
 Asupan mineral
penurunan dan kenaikan berat badan
 Asupan zat besi

16
 Asupan kalsium
 Asupan natrium Bantuan peningkatan berat badan
1. Timbang pasien pada jam yang sama
setiap hari
2. Diskusikan kemungkinan penyebab
berat badan berkurang
3. Monitor mual muntah
4. Kaji penyebab mual muntah dan
tangani dengan tepat
5. Berikan obat-obatan untuk
meredakan nyeri mual dan nyeri sebelum makan
6. Monitor asupan kalori setiap hari
7. Monitor nilai albumin, limosit, dan
nilai elektrolit

STANDAR RENCANA/ INTERVENSI KEPERAWATAN


Diagnosa keperawatan Definisi :

Kekurangan volume cairan. Penurunan cairan intravaskular, interstisial dan atau intraselular. Ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa
(Domain 2 : Nutrisi, Kelas 5 : perubahan kadar natrium
Hidrasi )
Komponen Diagnosis Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Batasan karakteristik : Setelah diberikan intervensi keperawatan selama Manajemen perdarahan
 Haus. 3 × 24 jam, klien akan menunjukkan 1. Monitor dan catat nilai hemoglobin dan hematokrit pasien.
 Kelemahan. 2. Berikan produk penggantian darah.
Keseimbangan cairan 3. Lindungi pasien dari trauma yang dapat menyebabkan
 Kulit kering.  TTV dalam batas normal. perdarahan.
 Membran mukosa kering.  Turgor kulit normal. 4. Instruksikan pasien untuk meningkatkan makanan yang kaya
 Peningkatan frekuensi nadi.  Keseimbangan intake dan output dalam 24 akan vitamin K.

17
 Peningkatan hematokrit. jam.
 Peningkatan konsentrasi  Membran mukosa lembab. Manajemen hipovolemi
urin. Eliminasi urin 1. Monitor adanya tanda – tanda dehidrasi.
 Pola eliminasi tidak terganggu. 2. Monitor adanya sumber – sumber kehilangan cairan.
 Peningkatan suhu tubuh.  Karakteristik urin normal (jumlah, warna, 3. Jaga kepatenan IV.
 Penurunan berat badan tiba kejernihan). Manajemen cairan/elektrolit
– tiba. Keparahan kehilangan darah 1. Monitor TTV.
 Penurunan haluaran urin.  Tidak terdapat hematuria. 2. Berikan serat yang diresepkan untuk pasien dengan selang
 Penurunan pengisian vena.  Kulit dan membran mukosa pucat. makan untuk mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit
 Hb dan Hematokrit dalam batas normal. melalui diare,
 Penurunan tekanan darah. Eliminasi usus 3. Pastikan bahwa larutan IV yang mengandung elektrolit
 Penurunan tekanan nadi.  Pola eliminasi tidak terganggu. diberikan dengan aliran yang konstan.
 Penurunan turgor kulit.  Kontrol gerakan usus normal. 4. Monitor hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan
 Perubahan status mental.  Suara bising usus normal. cairan (hematokrit, BUN, albumin, dll).
Keparahan hiponatremia Manajemen elektrolit : hiponatremia
 Penurunan volume nadi.
 Tidak ada penurunan berat jenis urin. 1. Monitor nilai natrium pasien.
 Penurunan turgor lidah.  Tidak ada anoreksia, mual dan muntah. 2. Monitor manifestasi gastrointestinal akibat hiponatremia
 Tidak terdapat kram otot, pusing, kejang dan (mukosa kering, hiposalivasi, anoreksia, mual dan muntah, kram
Faktor yang berhubungan: edema. abdomen dan diare).
 Kegagalan mekanisme regu Status nutrisi : asupan makanan & cairan 3. Monitor fungsi ginjal.
lasi. Intake makanan dan cairan melalui oral 4. Batasi asupan cairan sebagai penanganan pertama paling aman
 Kehilangan cairan aktif. maupun parenteral tetap adekuat. pada hiponatremia.
5. Monitor cairan parenteral untuk mengetahui apakah berisi
kandungan natrium.

18
19
PKDM
Ketidakseimbangan nutrissi
Bayi lahir prematur Refleks hisap Intake tidak adekuat kurang dari kebutuhan tubuh

Fungsi respirasi belum siap (kekurangan/tidak adanya surfaktan)

Respiratory Distress of The Newborn

Ketidaseimbangan pengembangan Penumpukan asam laktat di


Kolaps pada akhir ekspirasi Ventilasi pulmonal terganggu
paru saat inspirasi pembuluh darah

Konstriksi vaskularisasi pulmonal


Curah jantung
Usaha bernafas
hipoksia
Perfusi jaringan ke organ vital
Tekanan negatif intratoraks
Metabolime anaerob
Ketidakefektifan perfusi
takipnea Asidosis respiratorik jaringan perifer

Ketidakefektifan pola nafas Asam laktat

Kerusakan endotel kapiler  Terbentuknya fibrin Membran hialin


& epitel ductus alveolus  Transudasi ke dalam alveoli terbentuk di alveoli

Gangguan pertukaran gas Menghambat pertukaran gas

20
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M., M Dochterman, J., & Butcher, H. (2013). Nursing Intervention


Classification (NIC) Edisi Bahasa Indonesia. Philadelphia: Elsevier.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016).
Nursing Interventions Classification (NIC). Singapore: Elsevier.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC). Philadelphia: Elsevier.

NANDA International. (2015). Nursing Diagnosis Definitions and Classification


2015-2017. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.
Pramanik, A. K., Rangaswamy, N., & Gates, T. (2016). Neonatal Respiratory
Distress A Practical Approach to Its Diagnosis and Management. Pediatr
Clin N Am, 453-469.
Reuter, S., Moser, C., & Baack, M. (2014). Respiratory Distress in the Newborn.
Pediatrics in Review, 417-429.
Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., & Pradipta, E. A. (2014). Kapita Selekta
Kedokteran I. Jakarta: Media Aesculapius.

21

Anda mungkin juga menyukai