Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

SEPSIS NEONATORUS
NEONATAL INTENSIVE CARE UNIT (NICU)

Nama : Nurfadilah Utami

NIM :R014201010

CI Institusi

[Nur Fadhilah, S.Kep.,Ns.,Mn]

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN
BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi
Sepsis adalah adanya mikroorganisme atau racun di dalam darah atau jaringan
lainnya [ CITATION Low13 \l 1057 ]. Sepsis didefinisikan sebagai keadaan
disfungsi/gagal organ yang mengancam nyawa yang disebabkan oleh respon pejamu yang
tidak teregulasi terhadap infeksi. Sepsis neonatus adalah sidrom klinis penyakit sistemik
atau infeksi di aliran darah, atau keduanya pada bayi pada 28 hari pertama
kehidupan[ CITATION Wul17 \l 1057 ]. Sepsis neonatal adalah sidrom klinis penyakit
sistemik disertai bakteremia yang terjadi pada bayi dalam satu tahun pertama kelahiran
[ CITATION Pus16 \l 1057 ]. Sepsis menjadi salah satu penyebab tertinggi penyumbang
angka morbilitas dan mortalitas neonatus.
Sepsis neonatal dapat terjadi secara dini yaitu 5-7 hari pertama dengan organisme
penyebab yang didapat dari intrapsrtum atau melalui slauran genital ibu. Adapaun sepsis
lambat atau onset lama adalah sepsis neonatal yang terjadi pada bayi berusia 7 hari atau
lebih, ketika memberat dapat menjadi meningitis. Sepsis nosokomial terutama terjadi pada
bayi berat lahir sangat rendah atau bayi kurang bulan dengan angka kematian yang sangat
tinggi [ CITATION Pus16 \l 1057 ].
B. Etiologi
Sepsis disebabkan oleh respon imunitas yang dipicu oleh infeksi bakteri, jamur,
parasit atau virus. Serangan awal sepsis diperoleh pada masa kehamilan, infeksi terjadi
karena adanya kontak dengan mikroorganisme pada saluran cerna atau saluran kemih ibu.
Organisme yang paling sering adalah Escherichia coli. E.coli mungkin ada di vagina,
tercatat sekitar satu setengah dari seluruh kasus sepsis yang disebabakan oleh organisme
gram negatif. GBS (Streptococus grup B) merupakan organisme yang sangat menular
dengan angka kematian tinggi (50%) pada bayi. Serangan awal sepsis berkaitan dengan
proses kelahiran prematur, robekan membran yang lama (>18 jam), demam selama hamil,
dan koriomnionitis[ CITATION Low13 \l 1057 ].
Serangan sepsis yang telat muncul sekitar usia 7-30 hari yaitu infeksi turunan dari
ibu atau nosokomial. Organisme yang menginfesi seperti stapilococi, klebsiella,
enterococi, E.coli, dan pseudomonas atau candida. Koagulasi negatif stapilococi
umumnya ditemukan sebagai penyebab sepsis pada bayi BBLER atau BBLSR. Serangan
bakteri dapat muncul melalui berbagai lokasi seperti tunggul pusat, kulit, membran
mukosa mata, hidung, pharing dan telinga, serta sistem dalam seperti sistem pernapasan,
saraf, perkemihan, dan pencernaan. Infeksi jamur menjadi perhatian khusus pada bayi
prematur dan dengan gangguan sistem kekebalan. Infeksi jamur seperti trush lebih sering
ditemukan pada bayi matur[ CITATION Low13 \l 1057 ].
Pusponegoro (2016) membedakan mikroorganisme penyebab sepsis menjadi sepsis
primer dan nosokomial. Sepsis primer biasanya disebabkan: Streptokokus Grup B (GBS),
kuman usus Gram negatif, terutama Escherisia coli, Listeria monocytogenes, Stafilokokus,
Streptokokus lainnya (termasuk Enterokokus), kuman anaerob, dan Haemophilus
influenzae. Selain itu, penyebab sepsis nosokomial adalah Stafilokokus (terutama
Staphylococcus epidermidis), kuman Gram negatif (Pseudomonas, Klebsiella, Serratia,
dan Proteus), dan jamur.
Faktor risiko terjadinya sepsis dibedakan berdasarkan sumbernya, antara
lain[ CITATION Low13 \l 1057 ] :
a. Maternal : status sosial ekonomi rendah, perawatan prenatal yang buruk, asupan
nutrisi yang buruk, dan kerusakan yang mendasar.
b. Intrapartum : sobekan membran janin, demam pada ibu, koriomnionitis, proses
bersalin yang memanjang, robekan membran >12-18 jam, kelahiran prematur, dan
infeksi saluran kemih ibu.
c. Neonatal : kelahiran kembar atau lebih, laki,laki, asfiksia, aspirasi mekonnium,
kelainan kongenital pada kulit atau membran mukosa, galastosemia, tidak ada limpa,
BBLR atau prematur, malnutrisi, dan perawatan di rumah sakit yang lama.

Faktor risiko yang serupa juga dikemukakan oleh Pusponegoro (2016) yakni :
 Prematuritas dan berat lahir rendah, disebabkan fungsi dan anatomi kulit yang masih
imatur, dan lemahnya sistem imun,
 Ketuban pecah dini (>18 jam),
 Ibu demam pada masa peripartum atau ibu dengan infeksi, misalnya khorioamnionitis,
infeksi saluran kencing, kolonisasi vagina oleh GBS, kolonisasi perineal dengan E.
coli,
 Cairan ketuban hijau keruh dan berbau,
 Tindakan resusitasi pada bayi baru lahir,
 Kehamilan kembar,
 Prosedur invasive
 Tindakan pemasangan alat misalnya kateter, infus, pipa endotrakheal,
 Bayi dengan galaktosemi,
 Terapi zat besi,
 Perawatan di NICU (neonatal intensive care unit) yang terlalu lama,
 Pemberian nutrisi parenteral,
 Pemakaian antibiotik sebelumnya, dan
 Lain-lain misalnya bayi laki-laki terpapar 4x lebih sering dari perempuan

C. Patofisiologi

Sepsis menggambarkan suatu sindrom klinis kompleks yang timbul saat sistem
imunitas pejamu teraktifasi terhadap infeksi. Molekul patogen mengaktifkan sistem
kekebalan tubuh, melepaskan mediator inflamasi dan memicu pelepasan sitokin yang
penting dalam eliminasi patogen. Sitokin proinflamasi, seperti TNF, IL-1, interferon
gamma (IFN-γ) bekerja membantu sel dalam menghancurkan mikroorganisme yang
menginfeksi. Dengan demikian, proses eliminasi lebih efektif, sekaligus memicu
pelepasan sitokin anti inflamasi, seperti interleukin-1 receptor antagonis (IL-1 ra), IL-4,
dan IL-10. Sitokin anti inflamasi berperan menghentikan proses inflamasi dengan
memodulasi, koordinasi, atau represi terhadap respon yang berlebihan (mekanisme umpan
balik). Sitokin pro-inflamasi juga berperan dalam pelepasan nitrogen monoksida (nitric
oxide, NO) yang penting dalam eliminasi patogen, tetapi efek NO lainnya adalah
vasodilatasi vaskuler. Pada keadaan sepsis, produksi NO yang berlebih menyebabkan
dilatasi pembuluh darah dan menyebabkan syok septik [ CITATION Wul17 \l 1057 ]

Ketika sistem imun tidak efektif mengeliminasi antigen, proses inflamasi menjadi
tidak terkendali dan menyebabkan kegagalan sistem organ. Hal tersebut sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Bone yang menyatakan bahwa kerusakan organ multipel tidak
disebabkan oleh infeksi tetapi akibat dari inflamasi sistemik dengan sitokin sebagai
mediator [ CITATION Wul17 \l 1057 ].

Lemahnya pertahanan tubuh pada bayi kurang bulan atau pada bayi cukup bulan
risiko tinggi disebabkan oleh [ CITATION Pus16 \l 1057 ]:

1. Sistem Imunitas Seluler


Sel polimorfonuklear mempunyai kemampuan kemotaksis terbatas, menurunnya
mobilisasi reseptor permukaan sel, kemampuan bakterisidal yang amat terbatas, dan
fagositosis normal.

 Semua komponen komplemen kurang, terutama pada bayi kurang bulan juga,
disertai kurangnya produksi zat kemotaktik opsonin.
 Sel limfosit T yang berfungsi dalam imunitas seluler telah normal pada gestasi
muda, tetapi belum dapat memberikan respons terhadap antigen asing yang spesifik,
hal ini menyebabkan bayi rentan terhadap infeksi jamur dan virus, meningkatnya
jumlah sel T supresor, dapat mengurangi produksi antibodi sewaktu antenatal.
 Sel limfosit B dalam makrofag membelah menjadi sel memori atau menjadi sel
plasma yang menghasilkan antibodi.

2. Sistem Imunitas Humoral

Kadar IgG pada neonatus tergantung dari transport aktif melalui plasenta oleh
karena semua tipe IgG dari ibu dapat ditransport ke janin sedangkan IgM, IgA dan IgE
tidak melalui plasenta, karena itu pada neonatus jumlahnya kurang. Antibodi yang
ditransfer ke janin, akan menjadi pelindung terhadap infeksi spesifik yang pernah
diderita ibu sebelumnya. Secara kuantitatif, jumlah IgG jelas kurang pada bayi berat
lahir sangat rendah, karena sebagian besar IgG ditransfer melalui plasenta sesudah 32
minggu kehamilan; maka jumlah IgG pada bayi kurang bulan sangat rendah dibanding
bayi cukup bulan. Jumlah ini berkurang pada beberapa bulan pertama sesudah lahir,
keadaan ini disebut hipoimunoglobinemia fisiologis pascanatal. Hal inilah yang
merupakan faktor risiko terjadinya infeksi nosokomial pada masa neonatal, terutama
untuk bayi berat lahir sangat rendah atau bayi kurang bulan.

Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonates melalui


beberapa cara, yaitu :
1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir.
Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk
ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah
kuman yang dapat menembus plasenta, antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo,
koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini antara
lain malaria, sifilis, dan toksoplasma.
2. Pada masa intranatal atau saat persalinan.
Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik
mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amnionitis dan korionitis.
Selanjutnya kuman melalui umbilikalis masuk ke tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat
persalinan. Cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan
masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan
infeksi pada lokasi tersebut. Selain melalui cara tersebut, infeksi pada janin dapat
terjadi melalui kulit bayi dan port the entry lain saat bayi melewati jalan lahir yang
terkontaminasi oleh kuman (misalnya : herpes genitalis, candida albican dan n.
Gonorrea).
3. Pada masa pascanatal atau sesudah persalinan.
Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nasokomial
dari lingkungan di luar rahim (misalnya melalui alat-alat pengisap lendir, selang
endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi
lain dapat menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial. Infeksi juga dapat terjadi
melalui luka umbilikus.

Sesuai dengan patogenesis, secara klinik sepsis neonatal dapat dikategorikan


dalam[ CITATION Pus16 \l 1057 ]:
1. Sepsis onset dini
Sepsis onset dini terjadi pada 5-7 hari pertama, tanda distres pernapasan lebih
mencolok, organisme penyebab penyakit didapat dari intrapartum, atau melalui
saluran genital ibu. Pada keadaan ini kolonisasi patogen terjadi pada periode perinatal.
Beberapa mikroorganisme penyebab, seperti treponema, virus, listeria dan candida,
transmisi ke janin melalui plasenta secara hematogenik. Cara lain masuknya
mikroorganisme, dapat melalui proses persalinan. Dengan pecahnya selaput ketuban,
mikro-organisme dalam flora vagina atau bakteri pathogen lainnya secara asenden
dapat mencapai cairan amnion dan janin. Hal ini memungkinkan terjadinya
khorioamnionitis atau cairan amnion yang telah terinfeksi teraspirasi oleh janin atau
neonatus, yang kemudian berperan sebagai penyebab kelainan pernapasan.
Adanya vernix atau mekoneum merusak peran alami bakteriostatik cairan
amnion. Akhirnya bayi dapat terpapar flora vagina waktu melalui jalan lahir.
Kolonisasi terutama terjadi pada kulit, nasofaring, orofaring, konjungtiva, dan tali
pusat. Trauma pada permukaan ini mempercepat proses infeksi. Penyakit dini ditandai
dengan kejadian yang mendadak dan berat, yang berkembang dengan cepat menjadi
syok sepsis dengan angka kematian tinggi. Insidens syok septik 0,1- 0,4% dengan
mortalitas 15-45% dan morbiditan kecacatan saraf. Umumnya terjadi setelah bayi
berumur 7 hari atau lebih.
2. Sepsis onset lambat
Sepsis lambat mudah menjadi berat, tersering menjadi meningitis. Bakteri
penyebab sepsis dan meningitis, termasuk yang timbul sesudah lahir yang berasal dari
saluran genital ibu, kontak antar manusia atau dari alat-alat yang terkontaminasi. Di
sini transmisi horisontal memegang peran. Insiden sepsis lambat sekitar 5-25%,
sedangkan mortalitas 10-20% namun pada bayi kurang bulan mempunyai risiko lebih
mudah terinfeksi, disebabkan penyakit utama dan imunitas yang imatur.
D. Manifestasi Klinis

Diagnosis sepsis ditegakkan berdasarkan adanya (1) infeksi, yang meliputi faktor
predisposisi infeksi, tanda atau bukti infeksi yang sedang berlangsung, dan respon
inflamasi; (2) tanda disfugsi / gagal organ. Kecurigaan infeksi didasarkan pada
predisposisi infeksi, tanda infeksi, dan reaksi inflamasi. Faktor predisposisi infeksi, antara
lain, faktor genetik, usia, status nutrisi, status imunisasi, komorbiditas, dan riwayat terapi.
Tanda klinis infeksi dinilai dari pemeriksaan klinis dan laboratoris dengan penanda
(biomarker) infeksi, seperti pemeriksaan darah tepi, morfologi darah tepi, c-reactive
protein, dan prokalsitonin. Respon inflamasi dapat terjadi tidak hanya disebabkan oleh
penyakit infeksi. Secara klinis respon inflamasi dapat berupa :

 Demam (suhu inti >38,5°C atau suhu aksila >37,9°C) atau hipotermia (suhu inti
<36°C)
 Takikardia (peningkatan denyut jantung sesuai usia tanpa adanya stimulus
eksternal, obat kronis, atau nyeri; atau peningkatan denyut jantung yang tidak
dapat dijelaskan lebih dari 0,5 sampai 4 jam).
 Bradikardia (penurunan denyut jantung sesuai usia tanpa adanya stimulus vagal
eksternal, beta-blocker, atau penyakit jantung kongenital; atau penurunan denyut
jantung yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari 0,5 jam).
 Takipneu: peningkatan frekuensi napas.
Berdasarkan sistemnya tanda dan gejala sepsis dapat diuraikan, antara lain
[ CITATION Low13 \l 1057 ]:
a. Sistem pernapasan :
 Apnea
 Bradikardi
 Takipnea
 Mendengkur
 Retraksi
 Menurunnya saturasi oksigen
 Asidosis metabolik
b. Sistem kardiovaskular :
 Menurunnya curah jantung
 Takikardi
 Hipotensi
 Menurunnya perfusi
c. Sistem saraf pusat :
 Suhu yang tidak stabil
 Lelah
 Kejang
 Hipotoni
d. Sistem gastrointestinal :
 Gangguan menyusui (menurunnya kekuatan isapan dan masukan,
meningkatnya residu)
 Distensi abdomen
 Mual, diare
e. Sistem integumen akibat gangguan hematologi
 Pucat
 Kuning/ikterus
 Peteki
 Bintik-bintik/purpura
 Pendarahan
 splenomegali

Tanda klinis paling awal pada sepsis neonatal dicirikan oleh kurangnya
kekhususan. Tanda non spesifik seperti kelemahan, menyusu tidak efektif, kenaikan berat
yang buruk, dan iritabilitas. Pentuan gejala klinis sepsis sulit dibedakan pada bayi dengan
hipoglikemi atau distres pernapasan[ CITATION Low13 \l 1057 ].
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah pengambilan spesimen
kultur berupa darah, cairan serebrosina, tinja, dan urine. Perhitungan sel darah lengkap
yang berbeda diperlukan untuk menentukan ada tidaknya infeksi bakteri atau kenaikan
atau penurunan nilai WBC. Jumlah total neutrofil, rasio jumlah neutrofil, jumlah neutrofil
absolut, dan protein C reaktif digunakan untuk menentukan adanya sepsis. Penentuan
DNA viral atau antibodi oleh pergeseran reaksi rantai polimerasi dalam cairan juga
menjadi pemeriksaan diagnostik yang penting[ CITATION Low13 \l 1057 ].

Pemeriksaan penunjang dapat diuraikan antara lain [ CITATION Pus16 \l 1057 ]:

a. Pemeriksaan laboratorium
1. Hematologi

Darah rutin, termasuk kadar hemoglobin Hb, hematokrit Ht, leukosit dan hitung
jenis, trombosit. Pada umumnya terdapat neutropeni PMN <1800/l,
trombositopeni <150.000/l (spesifisitas tinggi, sensitivitas rendah), neutrophil
muda meningkat >1500/l, rasio neutrofil imatur : total >0,2. Adanya reaktan fase
akut yaitu CRP (konsentrasi tertinggi dilaporkan pada infeksi bakteri, kenaikan
sedang didapatkan pada kondisi infeksi kronik), LED, GCSF (granulocyte
colonystimulating factor), sitokin IL-1ß, IL-6 dan TNF (tumour necrosis factor).

2. Pemeriksaan biakan darah atau cairan tubuh lainnya (cairan serebrospinalis) serta
uji resistensi, pelaksanaan fungsi lumbal masih kontroversi, dianjurkan dilakukan
pada bayi yang menderita kejang, kesadaran menurun, klinis sakit, tampak makin
berat dan kultur berat dan kultur darah positif.
3. Bila ada indikasi, dapat dilakukan biakan tinja dan urine
4. Pemeriksaan Gram dari bahan darah maupun cairan liquor serta urine.
5. Lain-lain misalnya bilirubin, gula darah, dan elektrolit (natrium, kalium).
b. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiologi yang diperlukan ialah foto dada, abdomen atas indikasi, dan
ginjal. Pemeriksaan USG ginjal, skaning ginjal, sistouretrografi dilakukan atas
indikasi..
c. Pemeriksaan Penunjang lain

Pemeriksaan plasenta dan selaput janin dapat menunjukkan adanya korioamnionitis,


yang merupakan potensi terjadinya infeksi pada neonatus.
F. Pencegahan

Sepsis neonatorum adalah penyebab kematian utama pada neonatus. Tanpa


pengobatan yang memadai, gangguan ini dapat menyebabkan kematian dalam waktu
singkat. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah :
1. Pada masa antenatal.
Meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi, pengobatan terhadap
penyakit infeksi yang diderita ibu, asupan gizi yang memadai, penanganan segera
terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin, rujukan segera ke
tempat pelayanan yang memadai bila diperlukan.
2. Pada saat persalinan.
Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik, dalam arti persalinan
diperlakukan sebagai tindakan operasi. Tindakan intervensi pada ibu dan bayi
seminimal mungkin dilakukan (bila benar-benar diperlukan), mengawasi keadaan ibu
dan janin yang baik selama proses persalinan, melakukan rujukan secepatnya bila
diperlukan, dan menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir.
3. Sesudah persalinan.
Pemberian ASI secepatnya, mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap bersih,
setiap bayi menggunakan peralatan sendiri, perawatan luka umbilikus secara steril.
Tindakan invasif harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip aseptik,
menghindari perlukaan selaput lender dan kulit, mencuci tangan dengan mengguanakan
larutan desinfektan sebelum dan sesudah memegang bayi, pemantauan keadaan bayi
secara teliti disertai pendokumentasian data-data yang benar dan baik. Semua personel
yang menangani atau bertugas di kamar bayi harus sehat. Bayi yang berpenyakit
menular harus diisolasi, pemberian antibiotik secara rasional, sedapat mungkin melalui
pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi.
G. Penatalaksanaan
1. Pencegahan infeksi nosokomial dilakukan dengan memperhatikan pemakaian jarum
atau alat tajam lainnya sekali pakai. Pemakaian proteksi di setiap tindakan, termasuk
sarung tangan, masker, baju, kacamata debu. Tangan dan kulit yang terkena darah
atau cairan tubuh lainnya segera dicuci.
2. Pengobatan

Prinsip pengobatan pada sepsis neonatorum adalah mempertahankan metabolisme


tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk
kebutuhan nutrisi. pemberian antibiotik hendaknya memenuhi kriteria eektif
berdasarkan hasil pemantauan mikrobiologi, murah dan mudah diperileh, tidak toksik,
dapat menembus sawar darah otak, dan dapat diberi secara parenteral. Pilihan obat
yang diberikan ialah :
 Penisilin atau derivat biasanya ampisilin 100mg/ kg/24jam intravena tiap 12
jam, apabila terjadi meningitis untuk umur 0-7 hari 100-200mg/kg/ 24jam
intravena/intramuskular tiap 12 jam, umur >7 hari 200-300mg/kg/24jam
intravena/ intramuskular tiap 6-8 jam, maksimum 400mg/ kg/24jam.
 Ampisilin sodium/sulbaktam sodium (Unasyn), dosis sama dengan ampisilin
ditambah aminoglikosid 5mg/kg/24jam intravena diberikan tiap 12 jam.
 Pada sepsis nosokomial, sebaiknya diberikan vankomisin dengan dosis
tergantung umur dan berat badan:
 <1,2kg umur 0-4 minggu: 15mg/kg/kali tiap 24 jam 1,2-2kg umur 0-7
hari: 15mg/kg/kali tiap 12-18jam
 1,2-2kg umur >7 hari: 15mg/kg/kali tiap 8-12jam
 >2kg umur 0-7 hari: 15mg/kg/kali tiap 12jam
 >2kg umur >7 hari: 15mg/kg/kali tiap 8 jam ditambah aminoglikosid
atau sefalosporin generasi ketiga
3. Terapi lanjutan disesuaikan dengan hasil biakan dan uji resistensi.
4. Pengobatan komplikasi
 Pernapasan: kebutuhan oksigen meningkat, yang harus dipenuhi dengan
pemberian oksigen, VTP atau kemudian dengan ventilator.
 Kardiovaskular: menunjang tekanan darah dan perfusi jaringan, mencegah syok
dengan pemberian volume ekspander 10-20ml/kg (NaCl 0,9%, albumin dan
darah). Catat pemasukan cairan dan pengeluaran urin. Kadang diperlukan
pemakaian dopamin atau dobutamin.
 Hematologi: untuk DIC (trombositopeni, protrombin time memanjang,
tromboplastin time meningkat), sebaiknya diberikan FFP 10ml/kg, vit K, suspensi
trombosit, dan kemungkinan transfusi tukar. Apabila terjadi neutropeni, diberikan
transfuse neutrofil
 Susunan syaraf pusat: bila kejang beri fenobarbital (20mg/kg loading dose) dan
monitor timbulnya sindrom inappropriate antidiuretic hormon atau SIADH,
ditandai dengan ekskresi urin turun, hiponatremi, osmolaritas serum turun,
naiknya berat jenis urin dan osmolaritas.
 Metabolik: monitor dan terapi hipo dan hiperglikemia. Koreksi asidosis metabolic
dengan bikarbonat dan cairan. Pada saat ini imunoterapi telah berkembang sangat
pesat dengan diketemukannya berbagai jenis globulin hiperimun, antibodi
monoklonal untuk pathogen spesifik penyebab sepsis neonatal [ CITATION
Pus16 \l 1057 ].
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas
b. Keluhan utama
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Riwayat penyakit anterenatal : ada atau tidaknya ketuban pecah dini, partus lama
atau sangat cepat (partus presipitatus)
e. Riwayat persalinan : di kamar bersalin, ruang operasi atau tempat lain
f. Ada atau tidaknya riwayat penyakit menular seksual : sifilis, herfes klamida,
gonorea, dll.
g. Riwayat penyakit infeksi selama kehamilan dan saat persalinan : toksoplasmosis,
rubeola, toksemia gravidarum, amnionitis
h. Status sosial keluarga
2. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan TTV
Tekanan darah : Hipotensi
Suhu : Hipertermi/hipotermi
Pernapasan : Takipnea atau apnea
Nadi : takikardi
b. Keadaan umum
Kesadaran : latergi (khususnya 24 jam pertama)
BB berkurang melebihi penurunan BB secara fisiologis
c. Sistem pernapasan : apnea, bradikardi, takipnea, mendengkur, retraksi ,
menurunnya saturasi oksigen, asidosis metabolik.
d. Sistem kardiovaskular : menurunnya curah jantung takikardi, hipotensi,
menurunnya perfusi, pengisapan kembali kapiler lambat/CRT>2detik
e. Sistem saraf pusat : Suhu yang tidak stabil, lelah/latergi, kejang, hipotoni
f. Sistem gastrointestinal : Gangguan menyusui (menurunnya kekuatan isapan dan
masukan, meningkatnya residu), distensi abdomen, mual, diare
g. Sistem integumen : kuning, peteki, pucat, bintik-bintik, sianosis, kulit lembab, akral
dingin
3. Pemeriksaan penunjang
a. Kadar gula darah serum
b. Bilirubin
c. Pretein aktif C
d. Imunoglobulin IgM
e. Pemeriksaan darah tepi dan leukosit
f. Hasil kultur cairan serebrospinal, darah, sapuan hidung dan umbilikus, telinga, pus
dari lesi, feses, dan urine.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidaefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penyakit
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot pernapasan
3. Hipertermi berhubungan dengan sepsis
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kurang asupan
makan
C. Rencana Asuhan Keperawatan

STANDAR RENCANA/ INTERVENSI KEPERAWATAN


Diagnosa Keperawatan: Definisi Nanda International :

Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer Penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat mengganggu kesehatan
(Domain 4. Aktivitas/istirahat
Kelas 4. Respon kardiovaskular/pulmonal)
Komponen Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Batasan Karakteristik : Setelah diberikan intervensi keperawatan selama NIC:
3 × 24 jam, klien akan menunjukkan
 Bruit femoral Monitor Tanda-Tanda Vital
 Edema Perfusi Jaringan: Perifer 1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu
 Indeks ankle brakhial <0.90
 Keterlambatan penyembuhan luka perifer 1. Pengisian kapiler jari dalam batas normal (< dan status pernafasan dengan tepat
 Klaudikasi intermitten 2 detik) 2. Monitor warna kulit, suhu dan
 Nyeri ekstremitas 2. Tekanan darah sistolik dan diastolik dalam
kelembapan
 Parestesia rentang normal
 Peemendekan jarak bebas nyeri yang 3. Tidak terjadi edema perifer 3. Monitor tekanan darah saat pasien
ditempuh dalam uji berjalan 6 meter
berbaring, duduk dan berdiri sebelum dan setelah perubahan
 Pemendekan jarak total yang ditempuh
dalam uji berjalan 6 menit (400-700 m posisi
pada orang dewasa) Manajemen Cairan
 Penurunan nadi perifer
 Perubahan fungsi motorik 1. Kaji
 Perubahan karakteristik kulit (mis. Warna, lokasi dan luasnya edema, jika ada
elastisitas, rambut, kelembapan, kuku,
sensasi suhu) 2. Berikan
 Perubahan tekanan darah di ektremitas cairan yang tepat
 Tidak ada nadi perifer
3. Monitor
 Waktu pengisian kapiler > 3 detik
 Warna kulit pucat hasil laboratorium yang relevan dengan retensi cairan (misalnya
 Warna tidak kembali ke tungkai 1 menit peningkatan berat jenis, peningkatan BUN, penurunan
setelah tungkai diturunkan
hematokrit dan peningkatan kadar osmolaritas urin)
Related Factors
 Diabetes mellitus 4. Berikan
 Gaya hidup kurang gerak terapi IV seperti yang ditentukan
 Hipertensi
 Kurang pengetahuan tentang faktor
pemberat (mis. Merokok, gaya hidup
menonton, trauma, obesitas, asupan garam,
imobilitas)
 Kurang pengetahuan tentang proses
penyakit (misal diabetes, hiperlipidemia)
 merokok

STANDAR RENCANA/ INTERVENSI KEPERAWATAN


Diagnosa Keperawatan: Definisi Nanda International :

Ketidakefektifan pola napas Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tdak memberi ventilasi adekuat.
(Domain 4. Aktivitas/Istirahat, Kelas 4
Respon Kardiovaskular/Pulmonal)
Tujuan dan Kriteria Hasil
Komponen Diagnosa Keperawatan Intervensi (NIC)
(NOC)
Batasan Karakteristik : Setelah diberikan intervensi Manajemen jalan napas:
keperawatan selama 3 × 24
 Bradipnea 1. Buka jalan napas dengan teknik chin lift atau jaw thrust, sebagai mana mestinya.
jam, klien akan menunjukkan
 Dyspnea Respon penyapihan 2. Posisiskan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
 Fase ekspirasi memanjang 3. Lakukan fisioterapi dada, sebagaimana mestinya
 Ortopnea ventilasi mekanik: Dewasa
4. Auskultasi suara napas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan
 Pennggunaan otot bantu  Tingkat pernapasan adanya suara tambahan
pernapasan spontan 5. Monitor status pernapasan dan oksigen, sebagaimana mestinya
 Penggunaan posisi tiga titik  Irama pernapasan 6. Penghisapan lendir pada jalan napas
 Penurunan tekanan ekspirasi
spontan
 Penurunan tekanan inspirasi
 Kedalaman pernapasan
 Penurunan ventilasi semenit Monitor pernapasan
 Pernapasan bibir spontan
 Apikal denyut jantung 1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernapas
 Pernapasan cuping hidung
apikal 2. Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot bantu napas, dan
 Pola napas abnormal (mis., irama,
frekuensi, kedalaman)  PPaCO2 (tekanan parsial retraksi pada otot supraclaviculas dan interkosta
 Takipnea oksigen dalamm darah 3. Monitor suara napas tambahan seperti ngorok atau mengi
arteri) 4. Monitor pola napas (misalnya, bradipnea, takipnea, hiperventilasi, pernapasan kusmaul,
Related Factors pernapasan 1:1, apneustik, respirasi biot, dan pola ataxic)
External Status pernapasan 5. Monitor saturasi oksigen pada pasien yang tersedasi (seperti, sao2, svo2, spo2) sesuai
 Ansietas
 Frekuensi pernapasan dengan protokol yang ada
 Deformitas dinding dada
 Hiperventilasi  Irama pernapasan 6. Pasang sensor pemantauan oksigen non-invasif (misalnya, pasang alat pada jari, hidung,
 Imaturasi neurologis  Kedalaman inspirasi dan dahi) dengan mengatur alarm pada pasien berisiko tinggi (misalnya, pasien yang
 Keletihan  Suara auskultasi nafas obesitas, melaporkan pernah mengalami apnea saat tidur, mempunyai riwayat penyakit
 Keletihan otot pernapasan  Kepatenan jalan napas dengan terapi oksigen menetap, usia ekstrim) sesuai dengan prosedur tetap yang ada
 Nyeri  Volume tidal 7. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Obesitas  Pencapaian tingkatt 8. Monitor hasil pemeriksaan ventilasi mekanik, catat peningkatan kelelahan, kecemasan,
 Posisi tubuh yang menghambat insentif spinometri dan kekurangan udara pada pasien
ekspansi paru 9. Catat perubahan pada saturasi O2, volume tidal akhir CO2, dan perubahan nilai analisa gas
 Kapasitas vital
 Sindrom hipoventilasi darah dengan tepat
 Saturasi oksigen
10. Catat onset, karakteristik, dan lamanya batuk
11. Monitor sekresi pernapasan pasien
12. Monitor secara ketat pasien-pasien yang berisiko tinggi mengalami gangguan respirasi
(misalnya, pasien dengan terapi opioid, bayi baru lahir, pasien dengan ventilasi mekanik,
pasien dengan luka bakar wajah dan dada, gangguan neuromuscular)
13. Monitor suara krepitasi pada pasien
14. Monitor hasil foto thoraks
15. Berikan bantuan terapi napas jika diperlukan (misalnya, nebulizer)

STANDAR RENCANA/ INTERVENSI KEPERAWATAN


Diagnosa Keperawatan: Definisi Nanda International :

Hipertermia Suhu inti tubuh di atas kisaran normal karena kegagalan termoregulasi
(Domain 11. Keamanan/Perlindungan,
Kelas 4 Termoregulasi)
Tujuan dan Kriteria Hasil
Komponen Diagnosa Keperawatan Intervensi (NIC)
(NOC)
Batasan Karakteristik : Setelah diberikan intervensi Perawatan demam
keperawatan selama 3 × 24  pantau suhu dan tanda-tanda vital
 Apnea
jam, klien akan menunjukkan  monitor warna kulit dan suhu
 Bayi tidak dapat mempertahankan Termoregulasi : bayi abru
menyusu  berikan obat atau cairan IV (misalnya antipiretik, agen antibakterial, dan agen anti
lahir
 Gelisah menggigil)
 Hipotensi  berat badan
 tutup pasien dengan selimut atau pakaian ringan tergantung dari fase demam
 Kejang  termoregulasi yang
(memberikan selimut hangat untuk fase dingin, menyediakan pakaian atau linen
 Koma tidak menggigil
tempat tidur ringan untuk demam dan fase bergejolak)
 Kulit kemerahan  penyapihan dari
 tingkatkan sirkulasi udara
 Kulit terasa hangat inkubator bayi ke
 Latergi  pantau komplikasi yang berhubungan dengan demma serta tanda dan gejala kondisi
boks bayi
 Postur abnormal penyebab demam (misalnya kejang, penurunan tingat kesadaran status elektrolit
 suhu stabil
 Stupor abnormal, ketidakseimbangan asam-basa, aritmia jantung, dan perubahan abnormalitas
 napas teratur
 Takikardia sel)
 Takipnea  tidak ada perubahan
 lembabkan bibir dan mukosa hidung yang kering.
 vasodilatasi warna kulit
 tidak ada dehidrasi
Pengaturan suhu
Related Factors
 monitor suhu paling tidak setiap 2 jam
External Keparahan infeksi : bayi
 Agens farmaseutikal  monitor suhu bayi baru lahir sampai stabil
baru lahir
 Aktivitas berlebihan  pasang alat monitor suhu
 wajah tidak pucat
 Dehidrasi  selimuti bayi dengan berat badan lahir rendah dengan selimut berbahan dalam plastik
 tidak ada bintik-
 Iskemia (misalnya polyetylena, polyurietane) segera setelah lahir
 Pakaian yang tidak sesuai bintik pada kulit
 berikan topi stockinette untuk mencegah kehilangan panas pada bayi
 Peningkatan laju metabolisme  tidak ada sianosis
 tempatkan bayi baru lahir di bawah penghangat
 Penurunan perspirasi  akral tidak dingin
 pertahankan kelembapan pada 50% atau lebih besar dalam inkubator untuk mencegah
 Penyakit  tidak ada latergi
kehilangan panas pada bayi
 Sepsis  tidak ada kejang
 Sehu lingkungan tinggi  kulit tidak
 trauma kemerahan
 jumlah sel darah
putih dalam batas
normal

STANDAR RENCANA/ INTERVENSI KEPERAWATAN


Diagnosa keperawatan Definisi :

Kekurangan volume cairan. Penurunan cairan intravaskular, interstisial dan atau intraselular. Ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa
(Domain 2 : Nutrisi, Kelas 5 : Hidrasi perubahan kadar natrium
)
Tujuan dan Kriteria Hasil
Komponen Diagnosis Intervensi (NIC)
(NOC)
Batasan karakteristik : Setelah diberikan intervensi Manajemen perdarahan
keperawatan selama 3 × 24 jam, 1. Monitor dan catat nilai hemoglobin dan hematokrit pasien.
 Haus.
klien akan menunjukkan 2. Berikan produk penggantian darah.
 Kelemahan. 3. Lindungi pasien dari trauma yang dapat menyebabkan perdarahan.
 Kulit kering. Keseimbangan cairan 4. Instruksikan pasien untuk meningkatkan makanan yang kaya akan vitamin K.
 Membran mukosa kering.  TTV dalam batas normal. Manajemen hipovolemi
 Peningkatan frekuensi nadi.  Turgor kulit normal. 1. Monitor adanya tanda – tanda dehidrasi.
 Keseimbangan intake dan 2. Monitor adanya sumber – sumber kehilangan cairan.
 Peningkatan hematokrit. output dalam 24 jam. 3. Jaga kepatenan IV.
 Peningkatan konsentrasi urin.  Membran mukosa lembab. Manajemen cairan/elektrolit
 Peningkatan suhu tubuh. Eliminasi urin 1. Monitor TTV.
 Penurunan berat badan tiba – tiba.  Pola eliminasi tidak terganggu. 2. Berikan serat yang diresepkan untuk pasien dengan selang makan untuk
 Karakteristik urin normal mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit melalui diare,
 Penurunan haluaran urin.
(jumlah, warna, kejernihan). 3. Pastikan bahwa larutan IV yang mengandung elektrolit diberikan dengan aliran
 Penurunan pengisian vena. Keparahan kehilangan darah yang konstan.
 Penurunan tekanan darah.  Tidak terdapat hematuria. 4. Monitor hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan cairan (hematokrit,
 Penurunan tekanan nadi.  Kulit dan membran mukosa BUN, albumin, dll).
 Penurunan turgor kulit. pucat.
 Perubahan status mental.  Hb dan Hematokrit dalam Manajemen elektrolit : hiponatremia
batas normal. 1. Monitor nilai natrium pasien.
 Penurunan volume nadi.
Eliminasi usus 2. Monitor manifestasi gastrointestinal akibat hiponatremia (mukosa kering,
 Penurunan turgor lidah.  Pola eliminasi tidak terganggu. hiposalivasi, anoreksia, mual dan muntah, kram abdomen dan diare).
 Kontrol gerakan usus normal. 3. Monitor fungsi ginjal.
Faktor yang berhubungan:  Suara bising usus normal. 4. Batasi asupan cairan sebagai penanganan pertama paling aman pada hiponatremia.
Keparahan hiponatremia 5. Monitor cairan parenteral untuk mengetahui apakah berisi kandungan natrium.
 Kegagalan mekanisme regulasi.
 Tidak ada penurunan berat
 Kehilangan cairan aktif. jenis urin.
 Tidak ada anoreksia, mual dan
muntah.
 Tidak terdapat kram otot,
pusing, kejang dan edema.
Status nutrisi : asupan makanan
& cairan
Intake makanan dan cairan
melalui oral maupun parenteral
tetap adekuat.

STANDAR RENCANA/ INTERVENSI KEPERAWATAN


Diagnosa Keperawatan: Definisi Nanda International :

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari Nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic.
kebutuhan (Domain 2. Nutrisi, Kelas 1
Makan)
Tujuan dan Kriteria Hasil
Komponen Diagnosa Keperawatan Intervensi (nic)
(NOC)
Batasan Karakteristik : Setelah diberikan intervensi Manajemen gangguan makan:
keperawatan selama 3 × 24
 Berat badan 20% atau lebih di bawah 1. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk mengembangkan rencana perawatan
jam, klien akan menunjukkan
rentang berat badan ideal dengan melibatkan klien dan orang-orang terdekatnya dengan tepat
 Bising usus heperaktif 2. Tentukan pencapaian berat badan harian sesuai keinginan
 Ketidakmampuan memakan makanan Status nutrisi: Asupan
3. Rundingkan dengan ahli gizi dalam menentukan asupan kalori harian yang
 Kurang minat pada makanan makanan dan cairan: diperlukan untuk mempertahankan berat badan yang sudah ditentukan
 Nyeri abdomen
 Asupan makanan secara 4. Monitor tanda-tanda fisiologis (tanda-tanda vital, elektrolit), jika diperlukan
 Penurunan berat badan dengan
asupan makan adekuat oral 5. Timbang berat badan klien secara rutin (pada hari yang sama dan setelah bab/bak)
 Asupan makan secara tube 6. Monitor intake/asupan dan asupan cairan secara tepat
feeding Manajemen nutrisi
Related Factors  Asupan cairan secara oral 1. Tenttukan status gizi pasien dan
 Asupan nutrisi parenteral kemampuan (pasien) untuk memenuhi kebutuhan gizi
External
2. menjadi preferensi makanan bagi pasien
 Faktor biologis Status nutrisi: Asupan
3. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi
 Gangguan psikososial nutrisi: yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan gizi
 Ketidakmampuan makan
 Asupan kalori 4. Monitor kalori dan asupan makanan
 Ketidakmampuan mencerna makanan
 Asupan protein 5. Monitor kecenderungan terjadinya
 Asupan lemak penurunan dan kenaikan berat badan
 Asupan karbohidrat
 Asupan serat Bantuan peningkatan berat badan
 Asupan vitamin 1. Timbang pasien pada jam yang sama setiap
 Asupan mineral hari
 Asupan zat besi 2. Diskusikan kemungkinan penyebab berat
 Asupan kalsium badan berkurang
 Asupan natrium 3. Monitor mual muntah
4. Kaji penyebab mual muntah dan tangani
dengan tepat
5. Berikan obat-obatan untuk meredakan nyeri
mual dan nyeri sebelum makan
6. Monitor asupan kalori setiap hari
7. Monitor nilai albumin, limosit, dan nilai
elektrolit
PKDM

Faktor risiko

Prenatal : Neonatal : Nosokomial :


 Ibu demam  BBLR  Rawat NICU lama
 Infeksi tanpa gejala  Laki-laki  Prosedure invasif
 Riwayat penyakit  Lahir kembar  Ruang rawat penuh
infeksi  Kelainan bawaan  Kurang cuci tangan
 Koriomnionitis  Luka pada kulit  Pemberian
 Persalinan kurang antibiotik
 Nilai Apgar score
bulan  Jangka panjang
rendah (<5 pada 5
 Bunyi DJJ menit) operasi
>160x/menit

Kontaminasi
mikroorganisme Kontaminasi mikroorganisme

Mikroorganisme Kolonisasi pada Proses inflamasi


vagina masuk ke janin melalui
dalam cairan plasenta
ketuban Pelepasan mediator
kimia
korioamnionitis
Prostaglandin Histamin

Sepsis setelah Peningkatan suhu di set Vasodilatasi Peningkatan


lahir point hipotalamus pembuluh permeabilitas kapiler
darah

Peningkatan suhu tubuh Edema


Kemerahan
dan kalor
Evaporasi meningkat Hipertermia pada area
terinfeksi
Dehidrasi Sistem imun lemah

Kekurangan volume Sepsis (sindrome sistemik)


cairan

Sistem pernapasan Sistem kardiovaskular Sistem hematologi Sistem gastrointestinal

Invasi mikroorganisme Invasi jaringan, otot Invasi ke dalam darah Penurunan Displasia
jaringan pulmonal jantung dan sumsum tulang perfusi ke jaringan
sistemik gastrointestinal
Peningkatan tekanan Penurunan Penurunan eritropoesis
Penumpukan cairan ventikel (sistol) trombopoesis Mual, Muntah
dan koloni
mikroorganisme Anemia
Regurgitasi (sebagian trombositopenia Penurunan BB
darah kembali ke
Kongesti paru atrium) Hb menurun
Ketika terjadi trauma Ketidakseimbangan
ringan nutrsi kurang dari
Penurunan Oksigen Penurunan isi Penurunan pengikatan
sekuncup Oksigen kebutuhan
Penurunan faktor
bekuan darah
Hiperventilasi Metabolisme anaerob
Penurunan penurunan
cardiak output
Purpura, perekie
Sesak Penumpukan asam
napas/takipnea/apnea/ Suplai darah ke laktat di otot dan
dispnea jaringan sistemik Kerusakan integritas pembuluh darah
menurun kulit
Ketidakefektifan Latergi/kelemahan
Hipoksia, sianosis,
pola napas
akral dingin, pucat

Ketidak efektifan
perfusi jaringan
perifer
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M., M Dochterman, J., & Butcher, H. (2013). Nursing Intervention


Classification (NIC) Edisi Bahasa Indonesia. Philadelphia: Elsevier.

Lowdermilk, Perry, & Chashion. (2013). Keperawatan maternitas Ed.8. Singapura: Elsevier.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC). Philadelphia: Elsevier.

NANDA International. (2015). Nursing Diagnosis Definitions and Classification 2015-2017.


Jakarta: Perpustakaan Nasional RI

Pusponegoro, T. (2016). Sepsis pada Neonatus (Sepsis neonatal). Sari Pediatrik, 2(2), 96-
102. doi:10.14238/sp2.2.2000.96-102

Wulandari, A., Martuti, S., & Pudjiastuti. (2017). Perkembangan diagnosis sepsis pada anak.
Sari Pediatri, 19(4), 237-244.

Anda mungkin juga menyukai