1. DEFINISI
Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun yang
menyerang saraf perifer, kulit dan jaringan tubuh lainnya.Yang mana
kerusakan saraf yang paling sering muncul dapat berupa hilangnya sensasi
dan paralisis.Pada perjalanan penyakit kusta terdapat episode akut yang di
kenal dengan istilah reaksi kusta.Tipe reaksi terbagi dua yaitu, reaksi kusta
tipe-1 (reaksi reversal) dan tipe-2 (Eritema Nodusum Leprosum).
Eritema Nodusum Leprosum (ENL) adalah reaksi kusta tipe 2 dengan
manifestasi lesi kulit berupa nodul merah yang nyeri kemudian mengalami
nekrosis dan ulserasi serta mengeluarkan pus kuning yang kental.Predileksi
lesi ditemukan di wajah dan di permukaan ekstendor ekstremitas, tetapi juga
dapat muncul di area tubuh lainnya.
Reaksi: Episode akut yang terjadi pada penderita kusta yang masih
aktiv disebabkan suatu interaksi antara bagian-bagian dari kuman kusta yang
telah mati dengan zat yang telah tertimbun di dalam darah penderita dan
cairan penderita.
Eritema nodosum leprosum (ENL) merupakan reaksi tipe 2 pada
penyakit kusta dengan manifestasi klinis di kulit berupa nodul kutaneus yang
nyeri, umumnya terdapat di wajah dan ekstremitas. ENL (pertama kali
dijelaskan oleh Murata pada tahun 1912) terjadi paling sering pada LL, pada
sampai dengan 75 persen kasus, namun tidak jarang pada pasien BL. ENL
merupakan proses imuno kompleks biasa terjadi pada pasien kusta tipe BL
dan LL di mana pada pasien terjadi reaksi antigen antibody.
2. ETIOLOGI
ENL sampai saat ini belum diketahui pasti penyebabnya, penderita
baik yang telah berobat maupun yang belum, faktor pencetus terjadinya ENL
adalah infeksi virus, stress, infeksi tuberkulosis, vaksinasi dan kehamilan.
Akan tetapi beberapa menyimpulkan dapat disebabkan oleh infeksi stress dan
respon imunologi.
Mycrobacterium leprae merupakan basil tahan asam (BTA), yang
bersifat obligat intraseluler, yang menyerang saraf perifer, kulit, dan organ
lain seperti mukosa saluran napas bagian atas, hati, dan sumsum tulang
kecuali susunan saraf pusat.Masa membelah diri mycrobacterium leprae 12-
21 hari dan masa tunasnya antara 40 hari – 40 tahun. Mycrobacterium leprae
atau kuman hansen adalah kuman penyebab penyakit kusta yang ditemukan
oleh sarjana dari Norwegia, GH Armouer Hansen pada tahun 1873. Kuman
ini bersifat tahan asam berbentuk batang dengan ukuran 1,8 micron, lebar 0,2-
0,5 micron. Biasanya ada yang berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu,
hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat di
kultur dalam media buatan.
ENL merupakan basil humoral dimana basil kusta yang utuh maupun
yang tidak utuh menjadi antigen sehingga tubuh membentuk antibodi,
selanjutnya membentuk kompleks imun yang mengendap dalam
vaskuler.Reaksi tipe – 2 yang tipikal pada kulit ditandai dengan nodul – nodul
eritematosa yang nyeri, timbul mendadak, lesi dapat superfisial atau lebih
dalam. Berbagai faktor yang dianggap sering mendahului timbulnya reaksi
kusta antara lain: setelah pengobatan antikusta yang intensif, infeksi rekuren,
pembedahan, dan stres fisik.
3. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi ENL berupa nodul kemerahan, nyeri dan dapat
berkembang dalam beberapa jam atau beberapa hari. Kadang-kadang lesi
membaik dan membentuk plak. Ukuran lesi bervariasi tetapi biasanya kecil
dan jika multipel distribusi lesi cenderung bilateral dan simetris. Lesi ENL
kadang-kadang lebih mudah dipalpasi, lesi berbentuk kubah dengan batas
yang jelas, lunak pada perabaan, mengkilat terletak superficial dan dapat
meluas ke dermis yang lebih dalam atau sampai lemak subkutan. Lesi ENL
terasa panas dan pada penekanan terlihat pucat. Lokalisasi lesi seringkali
pada sepanjang permukaan ekstensor lengan dan tungkai, punggung, wajah
tetapi dapat terjadi dimana saja.
4. PATOFISIOLOGI
Meskipun cara masuk mycrobacterium leprae ke dalam tubuh belum
diketahui secara pasti.Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa
penularannya yang paling sering melalui kulit yang lecet, pada bagian tubuh
yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal.Setelah mycrobacterium
leprae masuk ke dalam tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung pada
kerentanan seseorang. Respon tubuh setelah masa tunas dilampaui tergantung
pada derajat sistem imunitas seluler (cellular mediated immune) pasien.
Kalau sistem imunitas seluler tinggi, berarti penyakit berkembang ke arah
tuberkuloid dan bila rendah, berarti berkembang ke arah
lepromatosa.Mycrobacterium leprae berpredileksi di daerah-daerah yang
relatif lebih dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasiyang sedikit.
Mycrobacterium leprae terutama terdapat pada sel makrofag disekitar
pembuluh darah superior pada dermis atau sel Schwann jaringan saraf, bila
kuman masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan bereaksi mengeluarkan
makrofag untuk memfagosit.
1) Tipe LL (Lepromatosa) : Terjadi kelumpuhan system imun seluler yang
rendah dimana makrofag tidak mampu menghancurkan kuman, dan dapat
membelah diri dan dengan bebas merusak jaringan.
2) Tipe TT (Tuberkoloid) : Fase system imun seluler yang tinggi dimana
makrofag dapat menghancurkan kuman hanya setelah kuman
difagositosis, terjadi sel epitel yang tidak bergerak aktif, dan kemudian
bersatu membentuk sel, bila tidak segera diatasi terjadi reaksi berlebihan
dan masa epitel menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan sekitar.
Pada reaksi kusta, terjadi peningkatan hipersensitivitas seluler
mendadak, sehingga respon terhadap antigen basil mycrobacterium leprae
yang mati dapat meningkat.Keadaan ini ditunjukkan dengan peningkatan
transformasi limfosit.Tetapi sampai sekarang belum diketahui dengan pasti
antigen M. leprae mana yang mendasari kejadian patologis tersebut dapat
terjadi.Determinan antigen tertentu yang mendasari reaksi penyakit kusta
pada tiap penderita mungkin berbeda. Sehingga gambaran klinisnya dapat
berbeda pula sekalipun tipe lepra sebelum reaksi sama. Determinan antigen
banyak didapati pada kulit dan jaringan saraf.Derajat penyakit tidak selalu
sebanding dengan derajat infeksi karena respons imun pada tiap pasien
berbeda.Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi seluler daripada
intensitas infeksi.Oleh karena itu penyakit kusta dapat disebut sebagai
penyakit imunologis.
6. PENATALAKSANAAN
Reaksi lepra harus diobati dan dikontrol untuk mencegah terjadinya
komplikasi. Penatalaksanaan dilakukan dengan melanjutkan penggunaan obat
anti mikroba, terapi anti inflamasi yang efektif dan jangka panjang, analgetik
yang adekuat, dan dukungan kesehatan fisik selama fase aktif
neuritis.Imobilisasi dan tindakan bedah dapat mencegah dan memulihkan
gangguan saraf. Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah
menyembuhkan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta
memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang
menular kepada orang lain untuk menurunkan insidens penyakit.
Prinsip pengobatan yaitu, pemberian obat anti reaksi.Obat yang dapat
digunakan adalah aspirin, klorokuin, prednison, dan prednisolon sebagai anti
implamasi. Dosis obat yang digunakan sebagai berikut :
Aspirin 600-1200 mg yang diberikan tiap 4 jam, 4-6 kali sehari. Klorokuin
3x150 mg/hari, Prednison 30-80 mg/hari, dosis tunggal pada pagi hari
sesudah makan atau dapat juga diberikan secara dosis tertinggi misalnya : 4x2
tablet/hari, berangsur-angsur diturunkan 5-10 mg/2 minggu setelah terjadi
respon maksimal.Untuk melepas ketergantungan pada kortikosteroid pada
reaksi tipe II (ENL) digunanakan talidomid.Dosis talidomid 400 mg/hari yang
berangsur-angsur diturunkan sampai 50 mg/hari. Tidak dianjurkan untuk
wanita usia subur karena talidomid bersifat teratogenik.Setiap 2 minggu
pasien harus diperiksa ulang untuk melihat keadaan klinis.Bila tidak ada
perbaikan maka dosis prednison yang diberikan dapat dilanjutkan 3-4 minggu
atau dapat ditingkatkan (misalnya dari 15 mg menjadi 20 mg sehari).Setelah
ada perbaikan dosis diturunkan.
Untuk mencegah ketergantungan terhadap steroid, dapat diberikan
klofazimin.Klofazimin hanya diberikan pada reaksi tipe II (ENL
kronis).Dosis klofazimin ditinggikan dari dosis pengobatan kusta.Untuk
orang dewasa 3x100 mg/hari selama 1 bulan. Bila reaksi sudah berkurang
maka dosis klofazimin itu diturunkan menjadi 2x100 mg/hari, selama 1 bulan
diturunkan lagi menjadi 1x100 mg/ hari selama 1 bulan. Setelah reaksi hilang
pengobatan kembali ke dosis semula, yaitu 50 mg/hari.
7. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien dengan reaksi kusta
adalah cacat. Infeksi pada saraf perifer adalah bagian penting dari penyakit
kusta, tetapi kerusakan permanen saraf bukan merupakan suatu hal yang tidak
dapat dihindari yang diakibatkan oleh infeksi tersebut. Menangani dengan
cepat dan tepat pada saat reaksi kusta dapat mencegah kerusakan saraf-saraf
secara permanen.
8. PROGNOSIS
Eritema Nodosum Leprosum ringan dapat menghilang segera tetapi
ENL berat dapat menetap selama bertahun-tahun. Reaksi kusta terjadi karena
meningkatnya status imunologis penderita, umumnya reaksi ini terjadi setelah
pengobatan yang disertai dengan penurunan jumlah kuman pada pemeriksaan
bakteriologi. Prognosis reaksi kusta ditentukan dari seberapa cepat reaksi ini
terdeteksi dan diobati. Semakin cepat diterapi maka prognosis semakin baik,
sedangkan jika tidak cepat dideteksi dan ditangani akan menimbulkan
kecacatan ireversibel pada sistem saraf tepi yang terkena. Reaksi kusta ini
dapat menimbulkan relaps. Seringkali pasien mengalami gangguan sensorik
maupun motorik secara tiba-tiba dan jika tidak mendapat pengobatan segera
akan menimbulkan gejala sisa, meskipun penyakitnya sudah teratasi, tetapi
masih bisa menimbulkan kecacatan permanen (sensorik maupun motorik),
dan beresiko tinggi untuk terjadinya suatu deformitas.
9. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier
kulit.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan reaksi ENL
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak
baik.
4. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan pada kulit,
pertahanan tubuh menurun
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya imformasi terhadap
perawatan kulit.
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Disusun Oleh :
LUTFI LATIFAH
NIM: 1711040003
Simpatik :
o Anoreksia
o Eksitasi kardiovaskular
o Diare, Mulut kering
o Wajah merah
o Jantung berdebar-debar
o Peningkatan tekanan darah
o Peningkatan denyut nadi
o Peningkatan reflek
o Peningkatan frekwensi pernapasan
o Pupil melebar
o Kesulitan bernapas
o Vasokontriksi superfisial
o Lemah, Kedutan pada otot
Parasimpatik :
Nyeri abdomen
Penurunan tekanan darah
Penurunan denyut nadi
Diare, Mual, Vertigo
Letih, Ganguan tidur
Kesemutan pada ekstremitas
Sering berkemih
Anyang-anyangan
Dorongan cegera berkemih
Kognitif :
o Menyadari gejala fisiologis
o Bloking fikiran, Konfusi
o Penurunan lapang persepsi
o KesuIitan berkonsentrasi
o Penurunan kemampuan belajar
o Penurunan kemampuan untuk memecahkan masalah
o Ketakutan terhadap konsekwensi yang tidak spesifik
o Lupa, Gangguan perhatian
o Khawatir, Melamun
o Cenderung menyalahkan orang lain.