Anda di halaman 1dari 33

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA

(STIKes PERTAMEDIKA)
Petra H Panggabean /21118072 /2018
Program Profesi/Ners S1 Keperawatan

A. KONSEP LANSIA
1. Pengertian Menua
Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang hanya
di mulai dari satu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga
tahap ini berbeda, baik secara biologis, maupun psikologis. Memasuki
usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik
yang ditandai dengan kulit mengendur, rambut memutih, gigi mulai
ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk,
gerakan-gerakan lambat, dan postur tubuh yang tidak proforsional
(Nugroho, 2008).

Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya


daya tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh.
Walaupun demikian, memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit
yang sering menghinggapi kaum lanjut usia. Proses menua sudah mulai
berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa, misalnya denagn
terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan syaraf dan jaringan lain
sehingga tubuh “mati” sedikit demi sedikit (Nugroho, 2008).

2. Teori-teori Proses Menua


Menurut Padila (2013), Sampai saat ini banyak definisi dan teori yang
menjelaskan tentang proses menua yang tidak seragam. Proses menua
bersifat individual : dimana proses menua pada setiap orang terjad dengan
usia yang berbeda, setiap lanjuat usia mempunyai kebiasaan atau life style
yang berbeda. Tidak ada satu faktor pun yang ditemukan dapat mencegah
proses menua. Adakalanya seseorang belum tergolong tua (masih muda)
tetapi telah munujukan kekurangan yang mencolok adapula orang yang
tergolong lanjut usia penampilannya masih sehat. Harus diakui bahwa ada
berbagai penyakit yang sering dialami oleh lanjut usia. Misalnya
hipertensi, diabetes melitus, rematik, asam urat, dimensia semilis, sakit
ginjal dan lain-lain.
Teori-teori tentang penuaan sudah banyak yang dikemukakan, namun
tidak semuanya bisa diterima. Teori-teori itu dapat digolongkan dua
kelompok, yaitu yang termasuk kelompok teori biologis dan teori
psikososial.
a. Teori Biologis
Teori yang merupakan, teori biologis adalah sebagai berikut :
1) Teori Jam Genetik
Secara genetik sudah terprogram bahwa material didalam intisel
dikatakan bagaikan memiliki jam genetis terkait dengan frekuensi
metosis. Teori ini didasarkan pada kenyataan bahwa spesies-
spesies tertentu memiliki harapan hidup (life span) yang tertentu
pula. Manusia yang memiliki rentang kehidupan maksimal sekitar
110 tahun, sel-selnya diperkirakan hanya mampu membelah sekitar
50 kali sesl-selnya diperkirakan sesudah itu akan mengalami
deteriorasi.
2) Teori cross-linkage ( rantai silang )
Kolagen yang merupakan unsur penyusun tulang diantara susunan
molukuler, lama kelamaan akan meningkat kekuannya (tidak
elastis). Hal ini disebabkan karena sel-sel yang sudah tua dan
reaksi kimianya menyebabkan jaringan yang sangat kuat.
3) Teori Radikal Bebas
Radikal bebas merusak membran sel yang menyebabkan kerusakan
dan kemunduran secara fisik.
4) Teori Genetik
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk
spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat biokimia
yang diprogram oleh molekul-molekul atau DNA dan setiap sel
pada saatnya akan mengalami mutasi.
5) Teori Imunologi
Didalam metabolisme tubuh suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak dapat tahan
terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah.
Sistem imun menjadi kurang efektif dalam memperthankan diri,
regulasi dan resposibilitas.
6) Teori Stres Adaptasi
Teori stres adaptasi menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang
biasa digunakan tubuh. Regenaerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal. Kelebihan usaha
dan stres menyebabkan sel-sel tubuh telah terpakai.
7) Teori Wear and Tear
Kelebihan usaha dan stres menyababkan sel-sel tubuh lelah
(terpakai).
b. Teori Psikososial
Teori yang merupakan teori psikososial adalah sebagai berikut :
1) Teori Integritas Ego
Teori perkembangan ini mengidentifikasi tugas-tugas yang harus
dicapai dalam tiap tahap perkembangan. Tugas perkembangan
terakhir merefleksikan kehidapan seseorang dan pencapainnya.
Hasil akhir dan penyelesaian konflik antara integritas ego dan
keputusan adalah kebebasan.
2) Teori Stabilias Personal
Kepribadian sesorang terbentuk pada masa anak-anak dan tetap
bertahan secara stabil. Perubahan yang redikal pada usia tua bisa
jadi mengindikasikan penyakit otak.
c. Teori Sosial Kultural berikut
Teori yang merupakan sosiokultural adalah sebagaiberikut
1) Teori Pembebasan ( disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia seseorang
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya,
atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Hal ini mengakibatkan
interaksi sosial lanjut usia menurun sehingga sering terjadi
kehilangan ganda.
2) Teori aktifitas
Toeri ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses tergantung dari
bagaimana seorang usia lanjut merasakan kepuasan dalam
berkativitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama
mungkin. Adapun kualitas aktivitas tersebut lebih penting
dibandingkan kuantitas yang dilakukan.
d. Teori konsekuensi fungsional
Teori yang merupakan teori fungsional adalah sebagai berikut:
1) Teori ini mengatakan tenang konsekuensi fungsional usia lanjut
yang berhubungan dengan perubahan karena usia dan faktor resiko
tambahan
2) Tanpa intervensi maka beberapa konsekuensi fungsional akan
negatif dengan intervensi menjadi positif

3. Mitos-mitos Lasia
Menurut lilik Ma’rifat (2011), pada saat lanjut lansia terjadi suatu mitos
sebagai berikut:
a. Kedamaiaan dan ketenangan
Lanjut usia dapat santai menikmati hasil kerja dan jerih payahnya di
masa muda dan dewasanya, badai dan berbagai goncangan kehidupan
seakan-akan sudah berhasil dilewati.
Kenyataan :
1) Sering ditemui stres karena kemiskinan dan berbagai keluhan saaat
penderitaan karena penyakit.
2) Depresi
3) Kekhawatiran
4) Paranoid
5) Masalah Psikotik
b. Mitos konservatisme dan Kemunduran
Pandangan pada lanjut usia umumnya :
1) Konservatif
2) Tidak kreatif
3) Menolak inovasi
4) Berorientasi
5) Merindunkan masa lalu
6) Kembali ke masa kanak-kanak
7) Susah berubah
8) Keras kepala
9) cerewet
c. Mitos Berpenyakit
Lanjut usia dipandang sebagai mata degenerasi biologis, yang disertai
oleh berbagai penderitaan akibat bermacam penyakit yang menyertai
proses menua ( lanjut usia merupakan masa berpenyakit dan
kemunduran).
d. Mitos Senilitis
Lanjut usia dipandang sebagai masa pikun yang disebabkan oleh
kerusakan bagian otak ( banyak yang tetap sehat dan segar) untuk
menyesuaikan diri terhadap perubahan daya ingat.
e. Mitos tidak jatuh cinta
Lanjut usia tidak lagi jatuh cinta dan gairah pada lawan jenis tidak ada.
Kenyataan :
Perasaan cemas dan emosi setiap orang berubah sepanjang masa.
Perasaan cinta tidak berhenti hanya karena menjadi lanjut usia.

4. Tipe-tipe Lanjut Usia


Menurut lilik ma’rifatul (2011), tipe lanjut usia digolongkan seperti
berikut:
a. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah pengalaman diri denan perubahan jaman,
mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, dermawan,
memenuhi undangan, dan mengambil perubahan.
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan-kegiatan yang hilang dengan kegiatan kegiatan
baru, selektif dalam mencari pekerjaan, teman bergaul, serta memnuhi
undangan.
c. Tipe tidak pas
Konflik lahir batin menentang proses ketuaan, yang menyebabkan
kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmaniah, kehilangan
kekuasaaan situs, tesinggung, menuntut, sulit dilayani.
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis gelap
datang terang, mengikuti kegiatan beribadah, ringan kaki, pekerjaan
apa saja dilakukan
e. Tipe bingung
kaget, kehilangan keperibadian, mengasingkan diri, merasa minder,
menyesal, pasif, mental, sosial dan ekonominya.

5. Perubahan Akibat Proses Menua


a. Perubahan fisik dan fungsi Sel :
1) Jumlah sel menurun / lebih sedikit
2) Ukuran sel lebih besar
3) Jumlah cairan tubuh dan cairan inttraselular berkurang
4) Proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati menurun
5) Jumlah sel otak menurun
6) Mekanisme perbaika sel terganggu
7) Otak menjadi atrofi, berat berkurang 5 – 10%
8) Lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar (Nugroho,
2008).
b. Perubahan Sistem Persyarafan pada Lansia
Pada sistem persyarafan terjadi beberapa gangguan dan perubahan
fungsi, antara lain :
1) Menurun hubungan persyarafan
2) Respons dan waktu untuk bereaksi lambat, khususnya terhadap
stress
3) Mengecilnya syaraf panca indera
4) Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya
syaraf pencium & perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu
dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin (Nugroho, 2008)
c. Perubahan Sistem Pendengaran pada Lansia
Pada sistem pendengaran terjadi beberapa gangguan dan perubahan
fungsi, antara lain :
1) Gangguan pendengaran : Hilangnya (daya) pendengaran pada
telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara, antara lain nada
nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata kata,
50 % terjadi pada usia diatas umur 65 tahun
2) Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis
3) Terjadinya pengumpulan serumen, dapat mengeras karena
meningkatnya keratin
4) Fungsi pendengaran semakin menurun pada lanjut usia yang
mengalami keteganggan / stres
5) Tinitus (bising yang bersifat mendengung, bisa bernada tinggi
atau rendah, bisa terus menerus atau intermiten) (Nugroho, 2008)
d. Perubahan Sistem Penglihatan pada Lansia
Pada sistem penglihatan terjadi beberapa gangguan dan perubahan
fungsi, antara lain :
1) Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respons terhadap
sinar
2) Kornea lebih berbentuk sferis
3) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa)
4) Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam cahaya gelap
5) Penururnan / hilangnya daya akomodasi
6) Menurunnya lapang pandang & berkurangnya luas pandang
7) Menurunnya daya membedakan warna biru atau warna hijau pada
skala (Nugroho, 2008)
e. Perubahan Sistem Kardiovaskular pada Lansia
Pada sistem kardiovaskular terjadi beberapa gangguan dan perubahan
fungsi, antara lain :
1) Katub jantung menebal dan menjadi kaku
2) Menurunnya elastisitas dinding aorta
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % pertahun
sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya
4) Menurunnya curah jantung
5) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, efektifitas pembuluh
darah perifer untuk oksigenasi berkurang, perubahan posisi dari
tidur keduduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan
darah menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing
mendadak)
6) Kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan
perdarahan
7) Dan tekanan darah meningkat akibat meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer (normal ± 170/95 mmHg) (Nugroho,
2008)
f. Perubahan Sistem Pengaturan Suhu Tubuh pada Lansia
Pada pengaturah suhu tubuh, hipotalamus dianggap bekerja sebagai
suatu termostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu. Kemunduran
terjadi bebagai faktor yang mempengaruhinya. Yang sering ditemui
antara lain :
1) Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis ±35ºC
akibat metabolisme yang menurun
2) Pada kondisi ini, lanjut usia akan merasa kedinginan dan dapat
pula menggigil, pucat, dan gelisah
3) Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi
panas yang banyak sehingga terjadi penurunan aktivitas otot
(Nugroho, 2008)
g. Perubahan Sistem Pernafasan pada Lansia
Pada sistem pernafasan terjadi beberapa gangguan dan perubahan
fungsi, antara lain :
1) Otot pernafasan mengalami kelemahan akibat atrofi, kehilangan
kekuatan, dan menjadi kaku
2) Aktivitas silia menurun
3) Paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik
nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun
dengan kedalaman bernafas menurun
4) Ukuran alveoli melebar (membesar secara progresif) dan jumlah
berkurang
5) Berkurangnya elastisitas bronkus
6) Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg
7) Karbon dioksida pada arteri tidak berganti, pertukaran gas
terganggu
8) Refleks dan kemampuan untuk batuk berkurang
9) Kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan otot pernafasan
menurun seiring bertambahnya usia (Nugroho, 2008)
h. Perubahan Sistem Pencernaan pada Lansia
Pada sistem pencernaan terjadi beberapa gangguan dan perubahan
fungsi, antara lain :
1) Kehilangan gigi, Penyebab utama adanya periodontal disease
yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi
kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk
2) Indera pengecap menurun, Adanya iritasi yang kronis dari selaput
lendir, atropi indera pengecap (± 80 %), hilangnya sensitivitas
dari syaraf pengecap dilidah terutama rasa manis, asin, asam &
pahit
3) Esofagus melebar
4) Rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun ), asam lambung
menurun, waktu pengosongkan lambung menurun
5) Peristaltik lemah & biasanya timbul konstipasi
6) Fungsi absorbsi melemah ( daya absorbsi terganggu )
7) Hati semakin mengecil & menurunnya tempat penyimpanan,
berkurangnya aliran darah (Nugroho, 2008)
i. Perubahan Sistem Reproduksi dan Kegiatan Seksual pada Lansia
1) Perubahan sistem reprduksi
Vagina mengalami kontraktur dan mengecil, ovari menciut karena
uterus mengalami atrofi, atrofi payudara dan atrofi vulva, selaput
lendir vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi
berkurang, sifatnya menjadi alkali dan terjadi perubahan warna
(Nugroho, 2008)
2) Kegiatan seksual
Ada pandangan bahwa pada usia lanjut, minat, dorongan, gairah,
kebutuhan, dan daya seks dalam hubungan seks menurun. Fakta :
kehidupan seks pada lanjut usia berlangsung normal dan frekuensi
hubungan seksual menurun sejalan meningkatnya usia, tetapi
masih tetap tinggi (Nugroho, 2008)
j. Perubahan Sistem Genitourinaria pada Lansia
Pada sistem genitourinaria terjadi beberapa gangguan dan perubahan
fungsi, antara lain :
1) Ginjal, Mengecilnya nephron akibat atropi, aliran darah ke ginjal
menurun sampai 50 % sehingga fungsi tubulus berkurang
akibatnya kurangnya kemampuan mengkonsentrasi urin, berat
jenis urin menurun, proteinuria (biasanya + 1), BUN (Blood Urea
Nitrogen) meningkat sampai 21 mg %, nilai ambang ginjal
terhadap glukosa meningkat
2) Vesika urinaria / kandung kemih, Otot otot menjadi lemah,
kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan
frekuensi BAK meningkat, vesika urinaria sulit dikosongkan pada
pria lanjut usia sehingga meningkatnya retensi urin.
3) Pembesaran prostat ± 75 % dimulai oleh pria usia diatas 65 tahun
4) Atropi vulva
5) Vagina, Selaput menjadi kering, elastisitas jaringan menurun juga
permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, reaksi
sifatnya lebih alkali terhadap perubahan warna (Nugroho, 2008)
k. Perubahan Sistem Endokrin pada Lansia
Kelenjar endokrin adalah kelenjar buntu dalam tubuh manusia yang
memproduksi hormon. Hormon pertumbuhan berperan sangat penting
dalam pertumbuhan, pematangan, pemeliharaan, dan metabolisme
organ tubuh. Sistem endokrin pada lansia terjadi beberapa gangguan
dan perubahan fungsi, antara lain :
1) Produksi hampir semua hormon menurun
2) Fungsi paratiroid dan sekesinya tak berubah
3) Pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya ada di
pembuluh darah dan berkurangnya produksi dari ACTH, TSH,
FSH dan LH
4) Menurunnya aktivitas tiriod dan menurunnya daya pertukaran zat
5) Menurunnya produksi aldosteron
6) Menurunnya sekresi hormon kelamin : progesteron, estrogen,
testosterone menurun (Nugroho, 2008)
l. Perubahan Sistem Integumen pada Lansia
Pada sistem integumen terjadi beberapa gangguan dan perubahan
fungsi, antara lain :
1) Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak
2) Permukaan kulit cenderung kusam & bersisik karena kehilangan
proses keratinasi serta perubahan ukuran dan bentuk sel epidermis
3) Timbulnya bercak pigmentasi akibat proses melanogenesis yang
tidak merata pada permukaan kulit sehingga tampak bintik-bintik
atau noda coklat.
4) Terjadinya perubahan pada daerah sekitar mata, tumbuhnya kerut
- kerut halus di ujung mata akibat lapisan kulit menipis
5) Respon terhadap trauma menurun
6) Mekanisme proteksi kulit menurun karena produksi serum
menurun; produksi vitamin D menurun, pigmentasi kulit
terganggu
7) Kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu
8) Rambut dalam hidung dan telinga menebal
9) Berkurangnya elatisitas akibat menurunnya cairan vaskularisasi
10) Pertumbuhan kuku lebih lambat
11) Kuku jari menjadi keras dan rapuh
12) Kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya
13) Kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk
14) Jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang (Nugroho, 2008)
m. Perubahan Sistem Muskuloskeletal pada Lansia
Pada sistem muskuloskeletal terjadi beberapa gangguan dan
perubahan fungsi, antara lain :
1) Tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh
2) Gangguan tulang, yakni mudah mengalami demineralisasi
3) Kekuatan dan stabilitas menurun, terutama vertebra, pergelangan,
dan paha. Insiden osteoporosis dan fraktur meningkat pada area
tulang tersebut
4) Kifosis
5) Gerakan pinggang, lutut, dan jari – jari pergelangam terbatas
6) Gangguan gaya berjalan
7) Kekakuan jaringan penghubung
8) Persendian membesar dan menjadi kaku
9) Atrofi serabut otot, serabut otot mengecil sehingga gerakan
menjadi lamban, otot kram, dan menjadi tremor (Nugroho, 2008).
B. Konsep Dermatitis
1. Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons
terhadap pengaruh factor eksogen dan atau factor endogen, menimbulkan
kelainan klinis berupa eflorensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel,
skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Dermatitis cenderung residif dan
menjadi kronis . (Djuanda Adhi, 2010)

2. Etiologi
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan
kimia (co ntoh : detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (contoh: sinar,
suhu), mikroorganisme (bakteri, jamur): dapat pula dari dalam (endogen),
misalnya dermatitis atopik. (Djuanda Adhi, 2010)

3. Klasifikasi Dermatitis
a. Dermatitis kontak
Peradangan dikulit karena kontak dengan sesuatu yang dianggap asing
oleh tubuh. Terbagi menjadi 2 ; alergi dan iritan
b. Dermatitis atopic
Peradangan kulit kronis residif disertai gatal yang umumnya sering
terjadi selama masa bayi dan anak.
c. Neurodermatitis sirkumskripta
d. Dermatitis numularis
e. Dematitis statis

4. Patofisiologi
a. Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak alergik termasuk reaksi tipe IV ialah hipersenitivitas
tipe lambat. Patogenesisnya melalui dua fase yaitu fase indukdi (fase
sensitisasi) dan fase elisitasi.
Fase induksi ialah saat kontak pertama alergen dengan kulit sampai
limfosit mengenal dan memberikan respon, memerlukan 2-3 minggu.
Fase elesitasin ialah saat terjadi pajanan ulang dengan alergen yang sama
atau serupa sampai timbul gejala klinis
Pada fase induksi, hapten (proten tak lengkap) berfenetrasi ke dalam kulit
dan berikatan dengan protein barier membentuk anti gen yang lengkap.
Anti gen ini ditangkap dan diproses lebih dahulu oleh magkrofak dan sel
Langerhans, kemudian memacu reaksi limfoisit T yang belum
tersensitasi di kulit, sehingga terjadi sensitasi limposit T, melalui saluran
limfe, limfosit yang telah tersensitasi berimigrasi ke darah parakortikal
kelenjar getah bening regional untuk berdiferensiasi dan berfoliferasi
membentuk sel T efektor yang tersensitasi secara spesifik dan sel
memori. Kemudian sel-sel tersebut masuk ke dalam sirkulasi, sebagian
kembali ke kulit dan sistem limfoid, tersebar di seluruh tubuh,
menyebabkan keadaan sensetivitas yang sama di seluruh kulit tubuh.
Pada fase elisitasi, terjadi kontak ulang dengan hapten yang sama atau
serupa. Sel efektor yang telah tersensitisasi mengeluarkan limfokin yang
mampu menarik berbagai sel radang sehingga terjadi gejala klinis.
b. Neurodermatitis
Kelainan terdiri dari eritema, edema, papel, vesikel, bentuk numuler,
dengan diameter bervariasi 5 – 40 mm. Bersifat membasah (oozing),
batas relatif jelas, bila kering membentuk krusta. bagian tubuh.
c. Dermatitis Seiboroika
Merupakan penyakit kronik, residif, dan gatal. Kelainan berupa skuama
kering, basah atau kasar; krusta kekuningan dengan bentuk dan besar
bervariasi. Tempat kulit kepala, alis, daerah nasolabial belakang telinga,
lipatan mammae, presternal, ketiak, umbilikus, lipat bokong, lipat paha
dan skrotum. Pada kulit kepala terdapat skuama kering dikenal sebagai
dandruff dan bila basah disebutpytiriasis steatoides ; disertai kerontokan
rambut.
d. Dermatitis Statis
Akibat bendungan, tekanan vena makin meningkat sehingga memanjang
dan melebar. Terlihat berkelok-kelok seperti cacing (varises). Cairan
intravaskuler masuk ke jaringan dan terjadilah edema. Timbul keluhan
rasa berat bila lama berdiri dan rasa kesemutan atau seperti ditusuk-
tusuk. Terjadi ekstravasasi eritrosit dan timbul purpura. Bercak-bercak
semula tampak merah berubah menjadi hemosiderin. Akibat garukan
menimbulkan erosi, skuama. Bila berlangsung lama, edema diganti
jaringan ikat sehingga kulit teraba kaku, warna kulit lebih hitam
e. Dermatitis Atopik
Belum diketahui secara pasti. Histamin dianggap sebagai zat penting
yang memberi reaksi dan menyebabkan pruritus. Histamin menghambat
kemotaktis dan emnekan produksi sel T. Sel mast meningkat pada lesi
dermatitis atopi kronis. Sel ini mempunyai kemampuan melepaskan
histamin. Histamin sendiri tidak menyababkan lesi ekzematosa.
Kemungkinan zat tersebut menyebabkan prutisus dan eritema, mungkin
karena gerakan akibat gatal menimbulkan lesi ekzematosa.
Pada pasien dermatitis atopik kapasitas untuk menghasilkan IgE secara
berlebihan diturunkan secara genetik.
f. Dermatitis Medikamentosa
Faktor lingkungan merupakan factor terpenting . Alergi paling sering
menyerang pada saluran nafas dan saluran pencernaan . Di dalam saluran
nafas terjadi inflamasi yang menyebabkan obstruksi saluran nafas yang
menyebabkan batuk dan sesak nafas.
5. Pathway
6. Manifestasi klinis
a. Dermatitis kontak
1) Lesi kemerahan yang muncul pada bagian kulit yang terjadi kotak.
2) Untuk drmatitis kontak alergi, gejala tidak muncul sebelum 24-48
jam, bahkan sampai 72 jam.
3) Untuk dermatits kontak eritan, gejala terbagi dua menjadi akut dan
kronis. Saat akut dapat terjadi perubahan warna kulit menjadi
kemerahan sampai terasa perih bahkan lecet. Saat kronis gejala
dimulai dengan kulit yang mengering dan sedikit meradang yang
akhirnya menjadi menebal.
4) Pada kasus berat, dapat terjadi bula (vesikel) pada lesi kemerahan
tersebut.
5) Kulit terasa gatal bahkan terasa terbakar.
6) Dermatitis kontak iritan, gatal dan rasa terbakarnya lebih terasa
dibandingkan dengan tipe alergi.
b. Dermatitis atopic (DA)
Ada 3 fase klinis DA yaitu ;
1) DA infantil (2 bulan-2 tahun)
DA paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan yaitu pada
bulan kedua. Lesi mula-mula tampak didaerah muka (dahi, pipi)
berupa eritema, papul-vesikel pecah karena garukan sehingga lesi
menjadi eksudatif dan akhirnya terbentuk krusta. Lesi bisa meluas ke
kepala, leher pergelangan tangan dan tungkal. Bila anak mulai
merangkak, lesi bisa ditemukan didaerah ekstensor ekstremitas.
Sebagian besar penderita sembuh setelah dua tahun dan sebagian lagi
berlanjut ke fase anak.
2) DA anak (2-10 tahun)
Dapat merupakan lanjutan bentuk DA infantil ataupun timbul sendiri
(denovo). Lokasi lesi di lipatan siku/lutut, bagian fleksor pergelangan
tangan, kelopak mata dan leher. Ruam berupa papul likenifikasi,
sedikit skuama, erosi, hiperkeratosis dan mingkin infeksi sekunder.
DA berat yang lebih dari 50% permukaan tubuh yang dapat
menggangu pertumbuhan.
3) DA pada remaja dan dewasa
Lokasi lesi pada remaja adalah dilipatan siku/lutut, samping leher,
dahi, sekitar mata. Pada dewasa, distribusi lesi yang kurang
karateristik, sering mengenai tangan dan pergelangan tangan, dapat
pula berlokasi setempat misalnya pada bibir (kering, pecah, bersisik),
pulva, puting susu atau skalp. Kadang-kadang lesi meluas dan paling
parah didaerah lipatan, mengalami likenifikasi. Lesi kering agak
menimbul, papul datar cenderung berkonfluensa menjadi plak
likenifikasi dan sedikit skuama. Bisa didapati ekskoriasi dan eksudasi
akibat garukan dan akhirnya menjadi hiperpigmentasi. Umumnya DA
remaja dan dewasa berlangsung lama kemudian cendrung membaik
setelah usia 30 tahun, jarang samapai usia pertengahan dan sebagian
kecil sampai tua.
c. Neurodermatitis sirkumskripta
1) Kulit yang sangat gatal
2) Muncul tunggal didaerah leher, pergelangan tangan, lengan bawah,
paha atau mata kaki, kadang muncul pada alat kelamin.
3) Rasa gatal sering hilang timbul, sering timbul pada saat santai atau
sedang tidur, akan berkurang pada saat beraktifitas. Rasa gatal yang
digaruk akan menambah berat rasa gatal tersebut.
4) Terjadi perubahan warna kulit yang gatal, kulit yang bersisik akibat
garukan atau penggosokan dan sudah terjadi bertahun-tahun.
d. Dermatitis numularis
1) Gatal yang kadang sangat hebat, sehingga dapat mengganggu.
2) Lesi akut berupa vesikel dan papulovesikal (0,3-1,0 cm), kemudian
membesar dengan cara berkonfluensa atau meluas kesamping,
membentuk satu lesi karateristik seperti uang logam (coin),
eritematosa, sedikit edematosa, dan berbatas tegas.
3) Lambat laun vesikel pecah terjadi eksudasin kemudian mengering
menjadi krusta kekuningan.
4) Ukuran lesi bisa mencapai garis tengah 5 cm atau lebih, jumlah lesi
dapat hanya satu, dapat pula banyak dan tersebar, bilateral atau
simetris dengan ukuran bervariasi dari miliar sampai numular, bahkan
plakat.
5) Tempat predileksi biasanya terdapat di tungkai bawah, badan, lengan,
termasuk punggung tangan.
e. Dermatitis statis
1) Bercak-bercak berwarna merah yang bersisik
2) Bintik-bintik berwarna merah dan bersisik
3) Barok atau bisul pada kulit
4) Kulit yang tipis pada tangan dan kaki
5) Luka (lesi) kulit
6) Pembengkakan pada tungkai kaki
7) Rasa gatal disekitar daerah yang terkena
8) Rasa kesemutan pada daerah yang terkena (Djuanda Adhi, 2010)

5. Pemeriksaan penunjang
a. Percobaan asetikolin (suntikan dalam intracutan, solusio asetilkolin
1/5000).
b. Percobaan histamin hostat disuntikkan pada lesi
c. Pric

6. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total,
albumin, globulin
b. Urin : pemeriksaan histopatologi. (NANDA NIC-NOC. 2015).

7. Penatalaksanaan
a. Dermatitis kontak
1) Hindari kontak lebih lanjut dengan zat atau benda penyebab dermatitis
kontak
2) Pada tipe iritan, basuhlah bagian yang terkena dengan air mengalir
sesegera mungkin, intermiten.
3) Jika sampai terjadi lecet, tanganilah seperti menangani luka bakar.
4) Obat anti histamin oral untuk mengurangi rasa gatal dan perih yang
dirasakan.
5) Kortikosteroid dapat diberikan secara topikal, oral, atau intravena
sesuai dengan tingkat keparahannya.
b. Dermatitis atopic
1) Menghindar dari agen pencetus seperti makanan, udara panas/dingin,
bahan-bahan berbulu.
2) Hindari kulit dengan berbagai jenis pelembab antara lain krim
hidrofolik urea 10% atau pelembab yang mengandung asam laktat
dengan konsentrasi kurang dari 5%.
3) Kortikosteroid topikal potensi rendah diberi pada bayi, daerah
intertriginos dan daerah genitalia. Kortikosteroid potensi menengah
dapat diberi pada anak dan dewasa. Bila aktifitas penyakit telah
terkontrol. Kortikosteroid diaplikasikan intermiten, umumnya dua kali
seminggu. Kortikosteroid oral hanya dipakai untuk mengendalikan DA
eksaserbasi akut. Digunakan dalam waktu singkat, dosis rendah, diberi
selang-seling. Dosis diturunkan secara tapering. Pemakaian jangka
panjang akan menimbulkan efek samping dan bila tiba-tiba dihentikan
akan timbul riebound phenomen.
4) Antihistamin topikal tidak dianjurkan pada DA karena berpotensi kuat
menimbulkan sensitisasi pada kulit. Pemakaian krim doxepin 5% dalam
jangka pendek (1 minggu) dapat mengurangi gatal tanpa sinsitisasi, tapi
pemakaian pada area luas akan menimbulkan efek samping sedatif.
5) Pemberian antibiotika berkaitan dengan ditemukannya peningkatan
kolonis. Aureus pada kulit penderita DA. Dapat diberi eritromesin,
asitromisin atau kaltromisin. Bila ada infeksi virus dapat diberi
asiklovir 3 x 400 mg/hari selama 10 hari atau 4 x 200 mg/hari untuk 10
hari.
c. Neurodermatitis sirkumskripta
1) Pemberian kortikosteroid dan antihistamin oral bertujuan untuk
mengurangi reaksi inflamasi yang menimbulkan rasa gatal, pemberian
steroid topical juga membantu mengurangi hyperkeratosis. Pemberian
steroid topical mid-potent diberikan pada reaksi radang yang akut, tidak
direkomendasikan untuk daerah kulit yang tipis (vulva, scrotum, axilla
dan wajah), pada pengobatan jangka panjang digunakan steroid yang
lowpoten, pemakaian high-potent steroid hanya dipakai kurang dari 3
minggu pada kulit.
2) Anti-depresan atau Anti-anxiety sangat membantu pada sebagian orang
dan perlu pertimbangan untuk pemberiannya.
3) Jika terdapat suatu infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik topikal
ataupun oral.
4) Perlu diberikan nasehat untuk mengatur emosi dan prilaku yang dapat
mencegah gatal dan garukan.
d. Dermatitis numularis
1) Bila kulit kering diberi pelembab atau emolien
2) Secara topical lesi dapat diobati dengan obat antiinflamasi, misalnya
preparat ter, glukokortikoid, takrolimus, atau pimekrolimus.
3) Bila lesi masih eksudatif, sebaiknya dikompres dahulu misalnya dengan
larutan permanganas kalikus 1;10.000
4) Kalau ditemukan infeksi bakterial, diberikan antibiotik secara sistemik.
5) Kortikosteroid sistemik hanya diberikan pada kasus yang berat dan
refrakter, dalam jangka pendek.
6) Pruritas dapat diobati dengan antihistamin golongan H1, misalnya
hidroksisilin HCI>
e. Dermatitis statis
1) Cahaya berdenyut intens
2) Diuretik
3) Imunosupresan
4) Istirahat
5) Kortikosteroid
6) Ligasi vaskuler
7) Pelembab
8) Terapi kompresi (NANDA NIC-NOC. 2015)

8. Masalah yang lazim muncul


a. Nyeri akut b.d lesi kulit
b. Kerusakan integritas kulit b.d lesi dan reaksi inflamasi
c. Resiko infeksi b.d lesi bercak-bercak merah pada kulit.
(NANDA NIC-NOC. 2015)

9. Discharge Planning
a. Gunakan kosmetik hipoalergen
b. Setelah mandi keringkan kulit dengan menepuk-nepuk bukan menggosok
c. Gunakan mild soap atau pengganti sabun
d. Jangan mandi terlalu lama karena akan membuat menjadi kering
e. Kenakan pelembab
f. Hindari penggunaan wool atau pemaparan terhadap iritan seperti ditergen
dan gunakan ditergen yang tidak mengandung bahan pemutih.
g. Jangan menggaruk atau menggosok kulit
h. Penderita yang sedang menggunakan salep kortikosteroid atau krim
sebaiknya hanya mengoleskan pada bagian kulit yang membutuhkan lalu
dipijat secara perlahan.(NANDA NIC-NOC. 2015)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DERMATITIS

A. Pengkajian
1. Identitas
Identitas terdiri dari nama, jenis kelamin. Umur, agama, suku bangsa,
pendidkan pendapatan pekerjaan,nomor akses, alamat dan lain- lain.

B. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang.
a) Keluhan Utama
Pada kasus dermatitis kontak biasanya klien mengeluh kulitnya terasa
gatal serta nyeri.Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke
tempat pelayanan kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul.
b) Riwayat keluhan utama.
Provoking Inciden, yang menjadi faktor presipitasi dari keluhan utama.
Pada beberapa kasus dematitis kontak timbul Lesi kulit ( vesikel ),terasa
panas pada kulit dan kulit akan berwarna merah, edema yang diikuti oleh
pengeluaran secret. Kembangkan pola PQRST pada setiap keluhan klien.
1) Provocative/palliative.
a) Apa penyebab keluhan,
b) Apakah sebelumnya klien melakukan kontak dengan bahan-bahan
tertentu yang menyebabkan kerusakan pada kulit.
c) Apa yang membuat keluhan bertambah baik/ringan atau bertambah
berat. Dengan menjauhi sumber dermatitis kontak maka keluhan
yang dirasakan akan berkurang.
2) Quality/quantity
a) Bagaimana keluhan dirasakan, dilihat, didengar
Pada beberapa kasus dermatitis kontak biasanya klien akan
merasakan gatal dan nyeri pada daerah yang terkena bahan tertentu
yang dapat menyebabkan keluhan.
b) Sejauh mana sakit dirasakan
Rasa sakit yang dirasakan mulai dari tingkat ringan sampai berat.
Tergantung dari lama kontak zat dengan kulit, konsentrasi zat serta
tingkat sensitifitas kulit.
3) Region/radiation
1) Dimana letak sakit
Tergantung dari daerah yang kontak dengan penyebab .
2) Area penyebarannya
Area penyebarannya misalnya kaki, luka pada tungkai, jari manis,
tempat cedera, dibalik perhiasan.
4) Severity scale
a) Apakah mempengaruhi aktifitas
Terganggunya aktifitas tergantung dari letak,tingkat keparahan
penyakit.
b) Seberapa jauh skala ringan/berat.
Tergantung dari tingkat keparahan penyakitnya.
5) Timing
a) Kapan mulai terjadi.
b) Kapan sering terjadi.
c) Apakah terjadinya mendadak atau perlahan-lahan
2. Riwayat Kesehatan masa Lalu
Seperti apakah klien pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya, apakah
pernah menderita alergi serta tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya
selain itu perlu juga dikaji kebiasaan klien.
3. Riwayat Kesehatan keluarga.
Apakah ada salah seorang anggota keluarganya yang mengalami penyakit
yang sama, tapi tidak pernah ditanggulangi dengan tim medis. Dermatitis
pada sanak saudara khususnya pada masa kanak-kanak dapat berarti penderita
tersebut juga mudah menderita dermatitis atopic

C. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Ringan, sedang, berat.
2. Tingkat Kesadaran
a. Compos mentis.
b. Apatis.
c. Samnolen, letergi/hypersomnia.
d. Delirium.
e. Stupor atau semi koma.
f. Koma
Tingkat Kesadaran dermatitis kontak biasanya tidak terganggu Dermatitis
kontak termasuk tidak berbahaya, dalam arti tidak membahayakan hidup
dan tidak menular. Walaupun demikian, penyakit ini jelas menyebabkan
rasa tidak nyaman dan amat mengganggu.

3. Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah
b. Denyut nadi
c. Suhu tubuh
d. Pernafasan
4. Berat Badan
5. Tinggi Badan
6. Kulit.
a. Inspeksi
1) Radang akut terutama priritus (sebagai pengganti dolor).
2) Kemerahan (rubor),
3) Gangguan fungsi kulit (function laisa).
4) Biasanya batas kelainan tidak tegas an terdapat lesi polimorfi yang
dapat timbul secara serentak atau beturut-turut.
5) Terdapat Vesikel-veikel fungtiformis yang berkelompok yang
kemudian membesar.
6) Terdapat bula atau pustule,
7) Ekskoriasi dengan krusta. Hal ini berarti dermatitis menjadi kering
disebut ematiti sika.
8) Terjadi deskuamasi, artinya timbul sisik. Bila proses menjadi kronis
tapak likenifikasi dan sebagai sekuele telihat
9) Hiperpigmentasi atau hipopigmentasi.
b. Palpasi
1) Nyeri tekan
2) edema atau pembengkakan
3) Kulit bersisik
7. Keadaan Kepala
a. Inspeksi
Tekstur rambut klien halus dan jarang, kulit kepala nampak kotor.
b. Palpasi
Periksa apakah ada pembengkakan/ benjolan nyeri tekan atau adanya
massa.
8. Keadaan mata
a. Inspeksi
1) Palpebrae : Tidak edema, tidak radang
2) Sclera : Tidak ictertus
3) Conjuctiva : Tidak terjadi peradangan
4) Pupil : Isokor
b. Palpasi
1) Tidak ada nyeri tekan
2) Tekanan Intra Okuler ( TIO ) tidak ada
9. Keadaan hidung.
a. Inspeksi
1) Simetris kiri dan kanan
2) Tidak ada pembengkakan dan sekresi
3) Tidak ada kemerahan pada selaput lendir
b. Palpasi
1) Tidak ada nyeri tekan
2) Tidak ada benjolan/tumor
10. Keadaan telinga
a. Inspeksi
1) Telinga bagian luar simetris
2) Tidak ada serumen/cairan, nanah
D. Pola Kegiatan Sehari-hari
1. Nutrisi
Yang perlu dikaji adalah bagaimana kebiasaan klien dalam hal pola makan,
frekwensi maka/hari, nafsu makan, makanan pantang, makanan yang
disukai banyak minuman dalam sehari serta apakah ada perubahan.
2. Eliminasi
Pada eliminasi yang perlu dikaji adalah Kebiasaan BAK dan BAB seperti
frekuensi,warna dan konsistensi baik sebelum dan sesudah sakit
3. Aktivitas
Pada penderita penyakit dermatitis kontak biasanya akan mengalami
gangguan dalam aktifitas karena adanya rasa gatal dan apabila mengalami
infeksi maka akan mengalami gangguan dalam pemenuhan aktifitas sehari-
hari.
4. Istirahat
Klien biasanya mengeluh susah tidur dimalam hari karena gatal serta adanya
nyeri. Adanya gangguan pola tidur akibat gelisah, cemas.
5. Pola Interaksi social
Secara umum klien yang mengalami dermatitis kontak biasanya pola
interaksi sosialnya terganggu biasanya akan merasa malu dengan
penyakitnya.
6. Keadaan Psikologis
Biasanya klien mengalami perubahan dalam berinteraksi dengan orang lain
dan biasanya klien lebih suka menyendiri dan sering cemas dengan penyakit
yang diderita. Pada keadaaan psikologis ada beberapa hal yang perlu dikaji
seperti bagaimana persepsi klien terhadap penyakit yang diderita sekarang,
bagaimana harapan klien terhadap keadaan kesehatannyaserta bagaimana
pola interaksi dengan tenaga kesehatan & lingkungan.
7. Kegiatan Keagamaan
Biasanya klien beranggapan bahwa penyakit yang dideritanya merupakan
cobaan untuknya dan pasti terdapat hikmah untuknya.yang perlu dikaji pada
kegiatan keagamaan seperti klien menganut agama apa selama sakit klien
sering berdoa.
Diagnosa Tujuan/NOC NIC
NYERI AKUT Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN NYERI
Definisi : keperawatan selama Definisi : mengurangi nyeri
sensori yang tidak … x24 jam pasien dapat dan menurunkan tingkat
menyenangkan dan pengalaman mengontrol nyeri nyeri yang dirasakan pasien.
emosional yang muncul secara aktual dengan indikator: Intervensi :
atau potensial, kerusakan jaringan atau  Mengenali faktor penyebab  lakukan pengkajian nyeri
menggambarkan adanya kerusakan..  Mengenali onset (lamanya secara komprehensif
Batasan karakteristik : sakit) termasuk lokasi,
 Laporan secara verbal atau non verbal  Menggunakan metode karakteristik, durasi,
 Fakta dan observasi pencegahan frekuensi, kualitas dan
 Gerakan melindungi  Menggunakan metode faktor presipitasi
 Tingkah laku berhati-hati nonanalgetik untuk  observasi reaksi non verbal
 Gangguan tidur (mata sayu, mengurangi nyeri dari ketidaknyamanan
tampak capek, sulit atau gerakan  Menggunakan analgetik  gunakan teknik komunikasi
kacau, menyeringai) sesuai kebutuhan terapeutik untuk
 Tingkah laku distraksi (jalan-jalan,  Mencari bantuan tenaga mengetahui pengalaman
menemui orang lain, aktivitas kesehatan nyeri pasien
berulang-ulang)  Melaporkan gejala pada  kaji kultur yang
 Respon autonom (diaphoresis, tenaga kesehatan mempengaruhi respon
perubahan tekanan darah,  Menggunakan sumber- nyeri
perubahan pola nafas, nadi dan sumber yang tersedia  evaluasi pengalaman nyeri
dilatasi pupil)  Mengenali gejala-gejala masa lampau
 Tingkah laku ekspresif (gelisah, nyeri  evaluasi bersama pasien
marah, menangis, merintih,  Mencatat pengalaman nyeri dan tim kesehatan lain
waspada, napas panjang, iritabel) sebelumnya tentang ketidakefektifan
 Berfokus pada diri sendiri  Melaporkan nyeri sudah kontrol nyeri masa lampau

 Muka topeng terkontrol  bantu pasien dan keluarga

 Fokus menyempit (penurunan untuk mencari dan

persepsi pada waktu, kerusakan menemukan dukungan

proses berfikir, penurunan interaksi  kontrol lingkungan yang


dapat mempengaruhi nyeri
dengan orang dan lingkungan) seperti suhu ruangan,
 Perubahan nafsu makan dan minum pencahayaan dan
Faktor yang berhubungan : kebisingan
 kurangi faktor presipitasi
Agen injury (fisik, biologis, psikologis)
 pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
 kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan
intervensi
 ajarkan tentang teknik non
farmakologi
 berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
 evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
 tingkatkan istirahat
Diagnosa Tujuan/NOC NIC
KERUSAKAN INTEGRITAS Setelah dilakukan tindakan PENGAWASAN KULIT
keperawatan selama
KULIT  Inspeksi kondisi luka
.......x24 jam integritas
operasi
Definisi: perubahan pada epidermis dan jaringan: kulit dan
 Observasi ekstremitas
dermis mukosa normal dengan
untuk warna, panas,
indikator:
Batasan karakteristik : keringat, nadi, tekstur,
 temperatur jaringan dalam
edema, dan luka
 Gangguan pada bagian tubuh rentang yang diharapkan
 Inspeksi kulit dan membran
 Kerusakan pada lapisan kulit  elastisitas dalam rentang
mukosa untuk kemerahan,
 Gangguan permukaan kulit yang diharapkan
panas, drainase
 Faktor yang berhubungan  hidrasi dalam rentang yang
 Monitor kulit pada area
Eksternal : diharapkan
kemerahan
 pigmentasi dalam rentang
 hipertermia atau hipotermia  Monitor penyebab tekanan
yang diharapkan
 Substansi kimia  Monitor adanya infeksi
 warna dalam rentang yang
 Kelembaban udara  Monitor kulit adanya
diharapkan
 Faktor mekanik (alat yang dapat rashes dan abrasi
 tektur dalam rentang yang
 menimbulkan luka, tekanan,  Monitor warna kulit
diharapkan
 restrain)  Monitor temperatur kulit
 bebas dari lesi
 Immobilitas fisik  Catat perubahan kulit dan
 kulit utuh
 Radiasi membran mukosa
 Usia yang ekstrim  Monitor kulit di area
 Kelembaban kulit kemerahan
 Obat-obatan MANAJEMEN TEKANAN
Internal :
 Tempatkan pasien pada
 Perubahan status metabolik terapeutic bed
 Tulang menonjol  Elevasi ekstremitas yang
 Defisit imunologi terluka

 Faktor yang berhubungan  Monitor status nutrisi

 dengan perkembangan pasien


 Perubahan sensasi  Monitor sumber tekanan
Perubahan status nutrisi  Monitor mobilitas dan
 Perubahan status cairan aktivitas pasien
 Perubahan pigmentasi  Mobilisasi pasien minimal
 perubahan sirkulasi setiap 2 jam sekali
 Perubahan turgor  Back rup
 Ajarkan pasien untuk
menggunakan pakaian
yang longgar
Diagnosa Tujuan/NOC NIC
RESIKO INFEKSI Setelah dilakukan tindakan KONTROL INFEKSI
Definisi : peningkatan resiko masuknya keperawatan selama Definisi: meminimalkan
orgaanisme patogen. .....x24 jam status kekebalan mendapatkan infeksi dan
Faktor resiko : pasien meningkat transmisi agen infeksi
 prosedur infasif dengan indilaktor: Intervensi :
 ketidakcukupan pengetahuan untuk  tidak didapatkan infeksi  Bersihkan lingkungan
menghindari paparan patogen berulang setelah dipakai pasien lain
 trauma  tidak didapatkan tumor  Pertahankan teknik isolasi
 kerusakan jaringan dan  status respirasi sesuai yang  Batasi pengunjung bila
peningkatan paparan lingkungan diharapkan perlu
 ruptur membran amnion temperatur badan sesuai  Instruksikan pengunjung
 agen farmasi yang diharapkan untuk mencuci tangan saat
 malnutrisi  integritas kulit berkunjung dan setelah

 peningkatan paparan lingkungan  integritas mukosa berkunjung

patogen  tidak didapatkan fatigue  Gunakan sabun anti

 imunosupresi kronis mikroba untuk cuci tangan

 ketidakadekuatan imun buatan  reaksi skintes sesuai  Cuci tangan sebelum dan

tidak adekuat pertahanan sekunder paparan sesudah tindakan

(penurunan Hb, leukopenia,  WBC absolut dbn keperawatan

penekanan respon inflamasi)  Gunakan universal

 tidak adekuat pertahanan tubuh precaution dan gunakan

 primer (kulit tidak utuh, trauma sarung tangan selma kontak

jaringan, penurunan kerja silia, dengan kulit yang tidak

 cairan tubuh statis, perubahan utuh

sekresi PH, perubahan peristaltik)  Tingkatkan intake nutrisi

 penyakit kronis dan cairan


 Berikan terapi antibiotik
bila perlu
 Observasi dan laporkan
tanda dan gejal infeksi
seperti kemerahan, panas,
nyeri, tumor
 Kaji temperatur tiap 4 jam
 Catat dan laporkan hasil
laboratorium, WBC
 Gunakan strategi untuk
mencegah infeksi
nosokomial
 Istirahat yang adekuat
 Kaji warna kulit, turgor dan
tekstur, cuci kulit dengan
hati-hati
 Ganti IV line sesuai aturan
yang berlaku
 Pastikan perawatan aseptik
pada IV line
 Pastikan teknik perawatan
luka yang tepat
 Berikan antibiotik sesuai
autran
 Ajari pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi dan
kalau terjadi melaporkan
pada perawat
 Ajarkan klien dan anggota
keluarga bagaimana
mencegah infeksi

Anda mungkin juga menyukai