Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATA DENGAN DEMAM

THYPOID DI RUANGAN IGD RSUD BLAMBANGAN

BANYUWANGI TAHUN 2019

OLEH :

NI MADE ESTA MARIANI


2019.04.050

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

BANYUWANGI

2019

LEMBAR PENGESAHAN
Laporan pendahuluan dengan Demam Thypoid telah di setujui dan disahkan oleh :

Pada tanggal :

Mahasiswa,

( )

Pembimbing Klinik Pembimbing Institusi

( ) ( )

Kepala Ruangan

( )

LEMBAR PENGESAHAN
Asuhan Keperawatan dengan Demam Thypoid telah di setujui dan disahkan oleh :

Pada tanggal :

Mahasiswa,

( )

Pembimbing Klinik Pembimbing Institusi

( ) ( )

Kepala Ruangan

( )

A. Konsep Dasar Demam Typhoid


1. Definisi Demam Typhoid
Demam Typhoid adalah suatu penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran
cerna dan gangguan kesadaran. (Kapita Selekta Kedokteran, 2000).
Kemudian dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu penyakit
infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat
menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.

2. Klasifikasi
Menurut WHO (2003), ada 3 macam klasifikasi demam tifoid dengan
perbedaan gejala klinis:
1. Demam tifoid akut non komplikasi
Demam tifoid akut dikarakterisasi dengan adanya demam
berkepanjangan abnormalis fungsi bowel (konstipasi pada pasien dewasa, dan
diare pada anak - anak), sakit kepala, malaise, dan anoksia. Bentuk bronchitis
biasa terjadi pada fase awal penyakit selama periode demam, sampai 25%
penyakit menunjukkan adanya resespot pada dada, abdomen dan punggung.
2. Demam tifoid dengan komplikasi
Pada demam tifoid akut keadaan mungkin dapat berkembang menjadi
komplikasi parah. Bergantung pada kualitas pengobatan dan keadaan
kliniknya, hingga 10% pasien dapat mengalami komplikasi, mulai dari melena,
perforasi, susu dan peningkatan ketidaknyamanan abdomen.
3.Keadaan karier
Keadaan karier tifoid terjadi pada 1-5% pasien, tergantung umur pasien.
Karier tifoid bersifat kronis dalam hal sekresi Salmenella typhi di feses

3. Penyebab/Faktor Predisposisi
Etiologi demam thypoid adalah salmonella thypi (S.thypi) 90 % dan
salmonella parathypi (S. Parathypi Adan B serta C).Bakteri ini berbentuk batang,
gram negatif, mempunyai flagela, dapat hidup dalam air, sampah dan
debu.Namun bakteri ini dapat mati dengan pemanasan suhu 60 0 selama 15-20
menit.

Akibat infeksi oleh salmonella thypi, pasien membuat antibodi atau aglutinin
yaitu :
a. Aglutinin O (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigen O
(berasal dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigen H
(berasal dari flagel kuman).
c. Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul yang dibuat karena
rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar pasien menderita
tifoid. (Aru W. Sudoyo, 2009).

4. Tanda dan gejala


Menurut ngastiyah (2005: 237), demam thypoid pada anak biasanya lebih
ringan daripada orang dewasa. kemudian gejala klinis yang biasanya ditemukan,
yaitu:
a. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten
dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur
naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan
malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
b. Gangguanpada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan
tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung.
Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.
c. Gangguankesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang
terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat
mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga dapat ditemukan pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik
kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada
minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan
epistaksis.
d. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid, akan tetap
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu
badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps
terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat
dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.

5. Patofisiologi
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke
dalam tubuh melalui mulut.Pada saat melewati lambung dengan suasana asam
(pH < 2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria,
gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2, inhibitor
pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi.
Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri
melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus
dinding usus, tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang
melapisi Peyer’s patch, merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi.
Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti aliran ke kelenjar limfe
mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan
RES di organ hati dan limpa.Salmonella typhi mengalami multiplikasi di dalam
sel fagosit mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati
dan limfe.
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya
ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu
makaSalmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus
masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai
organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai oeh Salmonella typhi adalah
hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari
ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari
darah atau penyebaran retrograd dari empedu.Ekskresi organisme di empedu
dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja.Peran
endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti
dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui
pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi
makrofag di dalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe
mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofag
inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak stabil,
demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan juga
menstimulasi sistem imunologik. (Soedarmo, dkk., 2012)

6. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang


a) Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit
normal. Leukositosit dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
b) Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatana SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan
khusus.
c) Pemeriksaan Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri
Salmonella typhi.Uji Widal dimaksudkan untuk menyatukan adanya
Salmonela tyhpi maka penderita membuat antibodi (aglutini).
d) Kultur
- Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama
- Kultur urin : bisa positif pada akhir minggu kedua
- Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga.
e) Anti Salmonella typhi IgM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut
Salmonella typhi, karena antibodi IgM muncul pada hari ke-3 dan ke-4
terjadinya demam.

7. Penatalaksanaan Medis Demam Typhoid


a. Perawatan.
Penderita Thypoid perlu dirawat di Rumah Sakit untuk isolasi, observasi dan
pengobatan, penderita harus tirah baring sampai minimal 7 hari, batas panas
atau kurang lebih 14 hari.Mobilisasi dilakukan secara sesuai dengan pulihnya
kekuatan pasien, penderita yang kesadarannya menurun posisi tubuh harus
diubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi dekubitus,
defekasi, dan miksi perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi konstipasi
dan retensi urine.
b. Diet/ Terapi Diet.
Yaitu penatalaksanaan diet penyakit Thypus Abdominalis dengan tujuan :
1) Memberi makanan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan yang
bertambah guna mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh.
2) Pemberian makanan yang cukup dan seimbang tidak merangsang dan tidak
memperberat kerja saluran pernafasan.
3) Jika adanya peradangan pada usus halus, maka harus diberikan secara hati-
hati untuk menghindari rangasangan terutama dari serat kasar.
Penderita diberi bubur saring kemudian bubu kasar, dan akhirnya diberi nasi
sesuai dengan tingkat kesembuhan.Beberapa penelitian menunjukan bahwa
pemberian makanan pada dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa
(pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman pada
penderita Thypoid.
c. Non Farmakologi
- Bed rest
- Diet, diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai
dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet berupa makanan rendah serat.
d. Farmakologi
- Kloramfenikol, dosis 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 kali pemberian
oral atau IV selama 14 hari.
- Bila ada kontraindikasi kloramfenikol diberikan ampisilin dengan dosis 200
mg/KgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian intravena saat belum
dapat minum obat, selama 21 hari, atau amoksisilin dengan dosis 100
mg/KgBB/hari, terbagi selama 3-4 kali. Pemberian oral/intravena selama 21
hari kortrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/KgBB/hari terbagi dalam 2-3
kali pemberian, oral selama 14 hari.
- Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/KgBB/hari
dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/KgBB/hari , sekali sehari, intravena
selama 5-7 hari.
- Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah
meropenem, azithromisin dan fluoroquinolone
8. Komplikasi
a. Komplikasi Intestinal
1) Perdarahan Usus
Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor
yang tidak membutuhkan tranfusi darah.Perdarahan hebat dapat terjadi
hingga penderita mengalami syok.Secara klinis perdarahan akut darurat
bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam.
2) Perforasi Usus
Biasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada
minggu pertama.Penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh
nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang
kemudian meyebar ke seluruh perut.Tanda perforasi lainnya adalah nadi
cepat, tekanan darah turun dan bahkan sampai syok.
b. Komplikasi Ekstraintestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis),
miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi
intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumoni, empiema, dan pleuritis
4) Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis
5) Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis
6) Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis,
polineuritis perifer, psikosis, dan sindrom katatonia.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas klien
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, tanggal masuk
RS, tanggal pengkajian, no. MR, diagnosa medis, nama orang tua, umur orang
tua, pekerjaan, agama, alamat, dan lain-lain.
2. TRIAGE
a. Keluhan Utama
Biasanya klian datang dengan keluhan perasaan tidak enak badan, pusing
demam, nyeri tekan pada ulu hati, nyeri kepala, lesu dan kurang
bersemangat, nafsu makan berkurang (terutama selama masa inkubasi)
b. Mekanisme Cidera
c. Orientasi (tempat, waktu, dan orang) : Baik, Tidak Baik
3. AIRWAY
a. Jalan Napas : Paten, Tidak Paten
b. Obstruksi : Lidah, Cairan, Benda Asing, Tidak Ada
c. Suara Nafas : Snoring, Gurgling, Stridor
4. BREATHING
a. Gerakan Dada : Simetris, Asimetris
b. Irama Nafas : Cepat, Dangkal, Normal
c. Pola Napas : Teratur, Tidak Tratur
d. Retraksi Otot Dada : Ada, Tidak Ada
e. Sesak Napas : Ada, Tidak Ada
5. CIRCULATION
a. Nadi : teraba, tidakteraba
b. Sianosis : ya, tidak
c. CRT : < 2 detik, > 2 detik
d. Persarahan : ya, tidak
6. DISABILITY
Respon : Alert, Verbal, Pain, Unrespon
Kesadaran : Composmentis, Apatis, Delirium, Samnolen, Stupor, Semi
Komatosa, Koma
GCS : eye, verbal, motorik
Pupil : isokor, unisokor, pinpoint, merdiasis
Refleks Cahaya : Ada, Tidak ada
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.
b. Tanda vital :
Bagaimana suhu, nadi, persafasan dan tekanan darah klien
c. Kepala
Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala, apakah ada
kelainan atau lesi pada kepala
d. Wajah
Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.
e. Mata
Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/
tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam penglihatan
f. Hidung
Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung serta
cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam
penciuman
g. Mulut
Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah kotor/
tidak, apakah ada kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada gangguan dalam
menelan, apakah ada kesulitan dalam berbicara.
h. Leher
Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi
vena jugularis
i. Thoraks
Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah ada
wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan.
j. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah terdapat
nyeri tekan pada abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan
pemeriksaan bising usus, apakah terjadi peningkatan bising usus/tidak.

k. Genitalia
Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin ,warna rambut
kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada kelainan/tidak.Pada
wanita lihat keadaan labia minora, biasanya labia minora tertutup oleh labia
mayora.
l. Integumen
Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak,
apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.
m. Ekstremitas atas
Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan
bentuk.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi).
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan untuk
makan)
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis atau infeksi.
No. Tujuan Dan Kriteria Intervensi Rasional
Dx Hasil

1 Setelah dilakukan 1. Identifikasi penyebab 1. Mengetahui penyebab


tindakan hipertermi hipertermi
keperawatan
diharapkan suhu 2. Pantau suhu tubuh 2. Mengetahui suhu tubuh
tubuh pasien dapat klien
3. Sediakan lingkungan
turun, kriteria
yang dingin 3. Menciptakan lingkungan
Hasilv:
yang nyaman
4. Longgarkan atau
- Suhu tubuh stabil
lepaskan pakaian 4. Memberi kenyaman
36-37 C
5. Basahi atau kipasi 5. Menurunkan temperatur
- Tanda-tanda vital
permukaan tubuh suhu tubuh
dalam rentang
normal 6. Ganti linen setiap hari 6. Meningkatkan
atau lebih sering jika kenyamanan
mengalami hiperhidrosis
(keringat berlebih) 7. Menurunkan temperature
suhu tubuh
7. Lakukan pendinginan
eksternal (selimut 8. Memulihkan suhu tubuh
hipotermia atau kompres
9. Menghindari terjadinya
dingin pada dahi,leher,
dehidrasi
dada, abdomen,aksila)
8. Anjurkan tirah baring
9. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena

2 Setelah dilakukan 1. Identifikasi status nutrisi 1. Mengetahui status nutrisi


tindakan pasien
keperawatan 2. Identifikasi intoleransi
diharapkan nutrisi makan 2. Mengetahui intoleransi
terpenuhi, kriteria
- Tidak mual 3. Monitor berat badan makan pasien
- Nafsu makan 4. Berikan suplemen 3. Mengetahui terjadi
bertambah makanan penurunan berat badan
atau tidak
5. Anjurkan orang tua
memberi makanan tinggi 4. Untuk menambah napsu
serat makan
6. Kolaborasi pemberian 5. Menghindari terjadinya
medikasi sebelum makan konstipasi
6. Merangsang napsu makan

3 Setelah dilakukan 1. Lakukan pegkajian nyeri 1. Respon nyeri sangat


tindakan secara komprehensi individual sehingga
keperawatan pasien penangananya pun
menunjukkan 2. Observasi reaksi berbeda untuk masing-
tingkat kenyamanan nonverbal dari masing individu.
meningkat, kriteria: ketidaknyamanan.
2. Menngetahui tingkat
- Pasien dapat 3. Kontrol faktor kenyamanan
melaporkan nyeri lingkungan yang
berkurang mempengaruhi nyeri 3. Lingkungan yang
Frekuensi nyeri seperti suhu ruangan, nyaman dapat membantu
pencahayaan, kebisingan. klien untuk mereduksi
- Tanda-tanda vital nyeri.
dalam batas 4. Ajarkan teknik non
normal farmakologis (relaksasi, 4. Pengalihan nyeri dengan
distraksi dll) untuk relaksasi dan distraksi
mengetasi nyeri. dapat mengurangi nyeri
yang sedang timbul.
5. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri. 5. Pemberian analgetik yang
tepat dapat membantu
klien untuk beradaptasi
dan mengatasi nyeri.

Anda mungkin juga menyukai