Anda di halaman 1dari 87

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP GERONTIK

Tn.S DENGAN HIPERTENSI


DI DUSUN SINGODIWONGSO, DESA SINGOTRUNAN,
KECAMATAN BANYUWANGI, RT/RW 03/04

PRAKTEK KEPERAWATAN MANAGEMEN PKM


SINGOTRUNAN
PRODI S-1 KEPERAWATAN BANYUWANGI

Disusun oleh :
Ni Made Esta Mariani
2015.02.026
Ni Putu Kusumawardani
2015.02.027

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES BANYUWANGI
2017/2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha


Penyayang, segala puja dan puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT.

Solawat serta salam tetap dilimpahkan kepada baginda kita Nabi


Muhammad SAW, beserta keluarganya,sahabatnya dan seluruh umatnya yang
senantiasa mengikuti ajarannya sepanjang masa.

Pembuatan laporan pendahuluan ini adalah dalam rangka memnuhi salah


satu tugas praktek puskesmas.

Penyusun sadar bahwa laporan pendahuluan ini masih jauh dari


kesempurnaan. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun. Semoga laporan pendahuluan ini dapat bermanfaat bagi
penyusun sendiri khususnya dan bagi para pembaca.

Banyuwangi, September
2018

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................i


HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................iii
KATA PENGANTAR .............................................................................iv
DAFTAR ISI ............................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang ..................................................................……....
B. Identifikasi Masalah ..........................................................………
C. Tujuan Umum dan Khusus ................................................………
D. Manfaat Penelitian .............................................................………
BAB II KONSEP DASAR ...................................................................…
A. KonsepTeori Lansia......................................................................
1. Definisi Lansia ......................................................................
2. Batasan Umur Lansia ............................................................
3. Klasifikasi Lansia...................................................................
4. Ciri-ciri Lansia.......................................................................
5. Karakteristik lansia................................................................
6. Tipe Lansia …………………...............................................
7. Teori Penuaan........................................................................
B. Definisi ........................................................................................
1. Pengertian .............................................................................
2. Etiologi ................................................................................
3. Tanda dan gejala ..................................................................
4. Gambaran klinis ............................................................…..
5. Pemeriksaan penunjang .................................................…..
6. Penatalaksanaan medis dan keperawatan .....................……
C. Diagnosa keperawatan yang muncul .........................................
BAB III RESUME ................................................................................
A. Analisa data ...............................................................................
B. Implementasi dan evaluasi ...............................................…….
BAB IV PEMBAHASAN .....................................................................
A. Pengkajian .................................................................................
B. Diagnosa keperawatan .........................................................….
C. Perencanaan ..............................................................................
D. Implementasi ............................................................................
E. Evaluasi .....................................................................................
BAB V PENUTUP ...............................................................................
A. Kesimpulan ...............................................................................
B. Saran ..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan
dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan
dengan waktu. Ada beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada
yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia
(WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua
yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia.
Hipertensi sering ditemukan pada usia tua/lanjut kira-kira 65 tahun
keatas. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg.
Hipertensi merupakan factor resiko, primer yang menyebabkan
penyakit jantung dan stroke. Hipertensi disebut juga sebagai The Shilent
Disease karena tidak ditemukan tanda –tanda fisik yang dapat dilihat.
Banyak ahli beranggapan bahwa hipertensi lebih tepat disebut sebagai
Heterogenus Group of Disease dari pada single disease.Hipertensi yang tidak
tekontrol akan menyebabkan kerusakan organ tubuh seperti otak, ginjal, mata
dan jantung serta kelumpuhan anggota gerak. Namun kerusakan yang paling
sering adalah gagal jantung dan stroke serta gagal ginjal.
Usia harapan hidup di Indonesia kian meningkat sehingga semakin
banyak terdapat lansia. Dengan bertambahnya usia maka permasalahan
kesehatan yang terjadi akan semakin kompleks khususnya hipertensi yang
kerap kali menyerang lansia sehingga. perawatan dan pengawasan yang baik
sangat dibutuhkan. Banyak kasus penderita dan kematian akibat penyakit
kardiovaskuler dapat dicegah jika seorang merubah perilaku kebiasaan yang
kurang sehat dalam mengkonsumsi makanan yang menyebabkan terjadinya
hipertensi. Dengan mengontrol hipertensi maka penyakit-penyakit
kardiovaskuler dapat dicegah.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa itu lansia?
2. Bagaimana konsep penyakit Hipertensi?
3. Bagaimana konsep askep Hipertensi?
4. Bagaimana askep gerontik pada kasus Hipertensi?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa itu lansia
2. Untuk mengetahui konsep penyakit Hipertensi
3. Untuk mengetahui konsep askep Hipertensi
4. Untuk mengetahui askep gerontik pada kasus Hipertensi
1.4 MANFAAT
1. Mengetahui apa itu lansia
2. Mengetahui konsep penyakit Hipertensi
3. Mengetahui konsep askep Hipertensi
4. Mengetahui askep gerontik pada kasus Hipertensi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KONSEP TEORI LANSIA

2.1.1 DEFINISI LANSIA

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998
tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah
mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008).

Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia)


apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan
tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan
kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia adalah
keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan
keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan
penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara
individual (Efendi, 2009). Lansia adalah golongan penduduk yang mendapat
perhatian atau pengelompokan tersendiri adalah populasi berumur 60 tahun keatas
(Nugroho.W 2009). Lansia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun
keatas (Hardiwanto Dan Setia Budi 1999). Lansia adalah tahap akhir dari proses
penuaan seseorang dimana terjadi perubahan sel pada tubuhnya dan biasanya
berusia 80 tahun keatas (Ratna Suhartiana 2010). Lansia adalah sesorang yang
lazimnya menginjak usia 50 tahun atau 60 tahun keatas maupun normal sosialnya
(Dr Yaunul A.A 2010).

2.1.2 BATASAN UMUR LANSIA

Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan umur yang
mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut:

a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab


1 Pasal 1 ayat yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang
yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”.

b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut


dibagi menjadi empat kriteria berikut : usia pertengahan
(middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah
60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia
sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun.

c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase


yaitu : pertama (fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase
virilities) ialah 40-55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-
65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup usia.

d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia


(geriatric age): > 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia
(getiatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan umur,
yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan very
old ( > 80 tahun) (Efendi, 2009).

2.1.3 KLASIFIKASI LANSIA

Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia berdasarkan Depkes RI
(2003) dalam Maryam dkk (2009) yang terdiri dari :

1. pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun,


2. lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih,
3. lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan,
4. lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa,
5. lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

2.1.4 CIRI-CIRI LANSIA

Ciri-ciri usia lanjut adalah:

1. Adanya periode penurunan atau kemunduran, yang disebakan oleh


faktor fisik dan psikologis
2. Perbedaan individu dalam efek penuaan ada yang menganggap periode
ini sebagai waktunya untuk bersantai dan ada pula yang
menganggapnya sebagai hukuman.
3. Ada stereotip-stereotip mengenai usia lanjut, yang menggambarkan
masa tua tidaklah menyenangkan.
4. Sikap sosial terhadap usia lanjut, kebanyakan masyarakat menganggap
orang berusia lanjut tidak begitu dibutuhkan karena energinya sudah
melemah tetapi, ada juga masyarakat yang masih menghormati orang
yang berusia lanjut terutama yang dianggap berjasa bagi masyarakat
sekitar.
5. Mempunyai status kelompok minoritas, adanya sikap sosial yang
negatif tentang usia lanjut.
6. Adanya perubahan peran karena tidak dapat bersaing lagi dengan
kelompok yang lebih mudah.

2.1.5 KARATERISTIK LANSIA

Menurut Butler dan Lewis (1983) serta Aiken (1989) terdapat berbagai
karakteristik lansia yang bersifat positif. Beberapa di antaranya adalah:

1. keinginan untukmeninggalkan warisan;


2. fungsi sebagai seseorang yangdituakan;
3. kelekatan dengan objek-objek yang dikenal;
4. perasaan tentang siklus kehidupan;
5. kreativitas,
6. rasa ingin tahu dan kejutan (surprise);
7. konsep diri dan penerimaan diri;
8. kontrol terhadap takdir dan
9. orientasi ke dalam diri;
10. kekakuan dan kelenturan.
11. perasaan tentang penyempurnaan atau pemenuhan kehidupan.

2.1.6 TIPE LANSIA

Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,


lingkungan, kodisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho 2000 dalam
Maryam dkk, 2008). Tipe tersebut dijabarkan sebagai berikut.
a. Tipe arif bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,


mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan,
memenuhi undangan, dan menjadi panutan.

b. Tipe mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari
pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.

c. Tipe tidak puas.

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak
sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.

d. Tipe pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan


agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.

e. Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,


menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.

Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe independen
(ketergantungan), tipe defensife (bertahan), tipe militan dan serius, tipe
pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe
putus asa (benci pada diri sendiri).

2.1.7 TEORI PROSES PENUAAN

Menurut Maryam, dkk (2008) ada beberapa teori yang berkaitan


dengan proses penuaan, yaitu : teori biologi, teori psikologi, teori sosial,
dan teori spiritual.

a. Teori biologis

Teori biologi mencakup teori genetik dan mutasi, immunology


slow theory, teori stres, teori radikal bebas, dan teori rantai silang.

1) Teori genetik dan mutasi


Menurut teori genetik dan mutasi, semua terprogram secara
genetik untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai
akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-
molekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami
mutasi.

2) Immunology slow theory

Menurut immunology slow theory, sistem imun menjadi efektif


dengan bertambahnya usia

dan masuknya virus ke dalam tubuh yang dapat menyebabkan


kerusakan organ tubuh.

3) Teori stres

Teori stres mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya


sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak
dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan
usaha, dan stres yang menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.

4) Teori radikal bebas

Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak


stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan
oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat
dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat
melakukan regenerasi.

5) Teori rantai silang

Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia


sel-sel yang tua menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya
jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya
elastisitas kekacauan, dan hilangnya fungsi sel.

b. Teori psikologi
Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula
dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang
efektif. Adanya penurunan dan intelektualitas yang meliputi
persepsi, kemampuan kognitif, memori, dan belajar pada usia
lanjut menyebabkan mereka sulit untuk dipahami dan
berinteraksi.

Persepsi merupakan kemampuan interpretasi pada lingkungan.


Dengan adanya penurunan fungsi sistem sensorik, maka akan
terjadi pula penurunan kemampuan untuk menerima,
memproses, dan merespons stimulus sehingga terkadang akan
muncul aksi/reaksi yang berbeda dari stimulus yang ada.

c. Teori sosial

Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan


proses penuaan, yaitu teori interaksi sosial (social exchange
theory), teori penarikan diri (disengagement theory), teori
aktivitas (activity theory), teori kesinambungan (continuity
theory), teori perkembangan (development theory), dan
teori stratifikasi usia (age stratification theory).

1) Teori interaksi sosial

Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada


suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai
masyarakat. Pada lansia, kekuasaan dan prestasinya berkurang
sehingga menyebabkan interaksi sosial mereka juga berkurang,
yang tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan mereka untuk
mengikuti perintah.

2) Teori penarikan diri

Teori ini menyatakan bahwa kemiskinan yang


diderita lansia dan menurunnya derajat kesehatan
mengakibatkan seorang lansia secara perlahan-lahan
menarik diri dari pergaulan di sekitarnya.

3) Teori aktivitas
Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses
bergantung bagaimana seorang lansia merasakan
kepuasan dalam melakukan aktivitas serta
mempertahankan aktivitas tersebut lebih penting
dibandingkan kuantitas dan aktivitas yang
dilakukan.

4) Teori kesinambungan

Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan


dalam siklus kehidupan lansia. Pengalaman hidup
seseorang pada suatu saat merupakan gambarannya
kelak pada saat ia menjadi lansia. Hal ini dapat
terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan harapan
seseorang ternyata tidak berubah meskipun ia telah
menjadi lansia.

5) Teori perkembangan

Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses


menjadi tua merupakan suatu tantangan dan bagaimana
jawaban lansia terhadap berbagai tantangan tersebut yang
dapat bernilai positif ataupun negatif. Akan tetapi, teori ini
tidak menggariskan bagaimana cara menjadi tua yang
diinginkan atau yang seharusnya diterapkan oleh lansia
tersebut.

6) Teori stratifikasi usia

Keunggulan teori stratifikasi usia adalah bahwa pendekatan


yang dilakukan bersifat deterministik dan dapat
dipergunakan untuk mempelajari sifat lansia secara
kelompok dan bersifat makro. Setiap kelompok dapat
ditinjau dari sudut pandang demografi dan keterkaitannya
dengan kelompok usia lainnya. Kelemahannya adalah teori
ini tidak dapat dipergunakan untuk menilai lansia secara
perorangan, mengingat bahwa stratifikasi sangat kompleks
dan dinamis serta terkait dengan klasifikasi kelas dan
kelompok etnik.

7) Teori spiritual

Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada


pengertian hubungan individu dengan alam semesta dan
persepsi individu tentang arti kehidupan.

2.1.8 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENUAAN

Menurut Pudjiastuti dan Utomo (2003), Penuaan dapat terjadi secara


fisiologis dan patologis.Perlu hati-hati dalam mengidentifikasi penuaan.Bila
seseorang mengalami penuaan fisiologis (Fisiological aging), diharapkan mereka
tua dalam keadaan sehat (healthy aging). Penuaan itu sesuai dengan kronologis
usia (penuaan primer), dipengaruhi oleh faktor endogen, perubahan dimulai dari
sel-jaringan-organ-sistem pada tubuh.

Bila penuaan banyak dipengaruhi oleh fakor eksogen, yaitu lingkungan, sosial
budaya, gaya hidup disebut penuaan sekunder. Penuaan itu tidak sesuai dengan
kronologis usia dan patologis. Faktor eksogen juga dapat memengaruhi faktor
endogen sehingga dikenal dengan faktor risiko.Faktor risiko tersebut yang
menyebabkan terjadinya penuaan patologis (patogical aging).

2.1.9 PERUBAHAN YANG TERJADI PADA LANSIA

1. Perubahan fisik, yaitu :

a. Pada sel jumlahnya lebih sedikit, lebih besar ukurannya dan


terganggunya mekanisme perbaikan sel.

b. Pada sistem persyarafan terjadi penurunan berat otak 10–20%, cepatnya


menurut hubungan persyarafan lambat dalam respon dan waktu untuk beraksi,
mengecilnya syaraf panca indera, kurang sensitif terhadap sentuhan.

c. Pada sistem pendengaran terjadi presbiakusis (gangguan pada pendengaran).


Terjadi pengumpulan serumen dapat mengeras karena
meningkatnya keratinmembrane tympani menjadi menyebabkan otosklerosis
d. Pada sistem kardiovaskuler, elastisitas dinding aorta menurun, katub jantung
menebal dan menjadi kaku. Kemampuan jantung, memompa darah menurun 1%
setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini data menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya
efektifitas pembuluh darah kapiler untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur
ke duduk (mengakibatkan pusing mendadak), tekanan darah meninggi diakibatkan
oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh darahperifer, sistolis normal lebih
kurang 170 mmHg dan diastolis normal lebih kurang 90 mmHg.

e. Pada sistem respirasi, otot–otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi


kaku. Menurutnya aktifitas dari silia, paru–paru kehilangan elastisitas,
kapasitas residu meningkat, menarik napas lebih berat, kapasitas pernapasan
maksimum menurun dan kedalam menurun. Alveoli ukurannya melebar dari biasa
dan jumlahnya berkurang, O2 pada arteri menurun menjadi 75 mmHg, CO pada
arteri tidak berganti kemampuan pegas dinding arteri dan kekuatan otot
pernapasan akan menurun seiring dengan pertambahan usia,

f. Sistem gastrointestinal kehilangn gigi penyebab utama adanya periodontal


desease yang bisa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan
gigi yang buruk dan gizi yang buruk. Indera pengecap ( 80%),
hilangnya sensivitas dari rasa pengecap tentang rasa asin, asam, dan
pahit,esophagus melebar lambung : rasa lampur menurun asal lambung menurun,
waktu mengosongkan menurun periastik lemah dan biasanya timbul konstipasi,
fungsi absorbsi melemah, hati makin mengecil dan menurunnya penyimpanan,
berkurangnya aliran darah, menciutnya ovari dan uterus, atrofi payudara. Pada
laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya
penurunan secara berangsur-angsur. Dorongan seksual menetap sampai usia di
atas 70 tahun (asal kondisi kesehatan baik, yaitu kehidupan seksual dapat
diupayakan sampai masa lanjut, hubungan seksual secara teratur membantu
memepertahankan kemampuan seksual, tidak perlu cemas karena merupakan
perubahan alami selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi
halus,sekresi menjadi berkurang, reaksi sifatnya
menjadi alkali dan etrjad perubahan-perubahan warna.

g. Pada sistem genitourinaria, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%,


fungsi tubulus berkurang, akibatnya kurangnya kemampuan
mengkonsentrasiurine, berat jenis-jenis urine menurun sampai 200 ml atau
menyebabkan frekuensi buang air seni meningkat, vasika urinaria sudah
dikosongkan pada pria usia lanjut, sehingga mengakibatkan meningkatnya refensi
urine : atrovi vulva, untuk seksual intercourse masih juga membutuhkannya.
Tidak ada batasan unsur tertentu fungsi seksual seseorang berhenti, frekuensi
seksualintercourse cenderung menurun secara bertahap tiap tahun tetapi kapasitas
untuk melakukan dan menikmati berjalan terus sampai tua.

h. Pada sistem endokrin, produksi hampir semua hormon menurun, fungsi


paratiroid dan sekresinya tidak berubah, menurunnya aktivitas tiroid.Menurunnya
produksi aldosteron, menurunnya sekresi hormon kelamin.

i. Pada sistem intergumen kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak,


permukaan kulit kasar dan bersisik, menurunnya respon terhadap trauma,
mekanisme proteksi kulit menurun, kulit kepala dan rambut menipis berwarna
kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal, berkurangnya elastisitasakibat
dari menurunnya cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku
jari menjadi keras dan rapuh kuku kaki tumbuh secara berlebih dan seperti tanduk,
kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya, kuku menjadi pudar dan
kurang bercahaya.

j. Para sistem muskuluskeletal, tulang kehilangan density (cairan) dan makin


rapuh kifosis pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas, persendian
membesar dan menjadi kaku. Tendon mengerut dan mengalami selerosis, otot-
otot polos tidak begitu berpengaruh, trofi serabut otot.

k. Pada sistem paengaturan temperatur tubuh, hipotalamus dianggap bekerja


sebagai suatu termasuk, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi
karena berbagai faktor yang mempengaruhi.

2. Perubahan-perubahan mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental antara lain : perubahan fisik


khususnya organ perasa. Kesehatan umum tingkat pendidikan keturunan dan
lingkungan.

3. Perubahan aspek psikososial

Pekerjaan yaitu memasuki masa pensiun. Idealnya masa pensiun merupakan


waktu untuk menikmati hal ini dalam hidup, tetapi yang diharapkan adalah
kebalikannya. Pensiun sering diasosiasikan dengan kehilangan seperti
penghasilan, peran, kerugian, dan harga diri (Wahjudi Nugroho, 2000).
Lansia harus beradaptasi pada perubahan psikososial yang terjadi pada penuaan
meskipun perubahan tersebut bervariasi, tetapi beberapa perubahan biasa terjadi
pada mayoritas lansia.

a . Pensiun

Pensiun sering dikaitkan secara salah dengan kepasifan dan pengasingan, dalam
kenyataanya pensiun adalah tahap kehidupan yang dicirikan oleh adanya transisi
dan perubahan peran yang dapat menyebabkan stress psikososial. Stres ini
meliputi perubahan peran pada pasangan atau keluarga dan masyarakat isolasi
sosial. Perencanaan pra pensiun sebaiknya pada usia baya dan esensial pada usia
baya akhir. Seseorang yang merencanakan aktivitas pensiun juga mempunyai
dampak pasangan. Contohnya ketegangan dapat terjadi karena adanya perubahan
peran dan dukungan serta karena ibu rumah tangga mungkin merasa beban
pekerjaan bertambah. Faktor paling kuat yang mempengaruhi kepuasan hidup
seorang pensiun adalah status kesehatan, pilihan untuk terus bekerja, pendapatan
yang cukup.

b. Isolasi Sosial

Banyak lansia mengalami isolasi sosial yang meningkat sesuai dengan usia.Tipe
isolasi sosial yaitu sikap, penampilan, perilaku, dan geografi.

c. Isolasi Sikap

Isolasi sikap terjadi karena nilai pribadi atau budaya. Lansiaisme adalah sikap
yang berlaku yang mentigmatisasi lansia. Suatu bias yang dan meningkat lansia.
Karena itu isolasi sosial sikap terjadi ketika lansia tidak secara mudah diterima
dalam interaksi sosial karena bias masyarakat. Seiring lansia semakin ditolak,
harga diripun berkurang, sehingga usaha bersosialisasi berkurang.

d. Isolasi Penampilan

Isolasi penampilan diakibatkan oleh penampilan yang tidak diterima atau faktor
lain yang termasuk dalam penampilan diri sendiri pada orang lain. Faktor
kontribusi lain adalah citra tubuh, hygiene, tanda penyakit yang terlihat dan
kehilangan fungsi. Seseorang disolasi kerena penolakan oleh orang lain atau
karena sedikit interaksi yang dapat dilakukan akibat kesadaran diri.

e. Isolasi Perilaku
Diakibatkan oleh perilaku yang tidak dapat diterima pada semua kelompok usia
dan terutama pada lansia, perilaku yang tidak diterima secara sosial menyebabkan
seseorang menarik diri.

f. Isolasi Geografis

Terjadi karena jauh dari keluarga, kejahatan di kota dan karier institusi. Dalam
masyarakat kini yang suka berpindah, umumnya anak hidup sangat jauh dari
orang tuanya. Sehingga kesempatan untuk yang mempunyai keterbatasan fisik
atau mengalami kematian pasangannya (Potter&Perry, 2005)

Tugas pengembangan dan adaptasi bagi lansia meliputi dengan keadaan


kehilangan teman atau keluarga melalui kematian atau perpindahan lokasi,
penyusunan terhadap masa pensiun, mengatasi keadaan dengan pendapatan yang
menurun, bergelut dengan perubahan-perubahan peran sosial, memanfaatkan
waktu senggan yang ada dengan baik, penyesuaian terhadap fungsi seksualitas dan
fisik, dan menerima kenyataan akan kematian yang tidak terelakkan. (Joseph J.
Gallo, 2998).

Perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh seiring dengan penambahan usia


sering kali disertai dengan penyimpanan fisik dan psikologis (Joseph J. Gallo,
1998).

2.2 KONSEP PENYAKIT

2.2.1 ANATOMI

a. Jantung

Berukuran sekitar satu kepalan tangan dan terletak didalam dada, batas kanannya
terdapat pada sternum kanan dan apeksnya pada ruang intercostalis kelima kiri
pada linea midclavicular.

Hubungan jantung adalah:

1) Atas : pembuluh darah besar

2) Bawah : diafragma
3) Setiap sisi : paru

4) Belakang : aorta desendens, oesophagus, columna vertebralis

b. Arteri

Adalah tabung yang dilalui darah yang dialirkan pada jaringan dan organ. Arteri
terdiri dari lapisan dalam: lapisan yang licin, lapisan tengah jaringan elastin/otot:
aorta dan cabang-cabangnya besar memiliki laposan tengah yang terdiri dari
jaringan elastin (untuk menghantarkan darah untuk organ), arteri yang lebih kecil
memiliki lapisan tengah otot (mengatur jumlah darah yang disampaikan pada
suatu organ).

Arteri merupakan struktur berdinding tebal yang mengangkut darah dari jantung
ke jaringan. Aorta diameternya sekitar 25mm(1 inci) memiliki banyak sekali
cabang yang pada gilirannya tebagi lagi menjadi pembuluh yang lebih kecil yaitu
arteri dan arteriol, yang berukuran 4mm (0,16 inci) saat mereka mencapai
jaringan. Arteriol mempunyai diameter yang lebih kecil kira-kira 30 µm. Fungsi
arteri menditribusikan darah teroksigenasi dari sisi kiri jantung ke jaringan. Arteri
ini mempunyai dinding yang kuat dan tebal tetapi sifatnya elastic yang terdiri dari
3 lapisan yaitu :

1) Tunika intima. Lapisan yang paling dalam sekali berhubungan dengan darah
dan

terdiri dari jaringan endotel.

2) Tunika Media. Lapisan tengah yang terdiri dari jaringan otot yang sifatnya
elastic

dan termasuk otot polos

3) Tunika Eksterna/adventisia. Lapisan yang paling luar sekali terdiri dari


jaringan

ikat gembur yang berguna menguatkan dinding arteri (Syaifuddin, 2006)

c. Arteriol

Adalah pembuluh darah dengan dinding otot polos yang relatif


tebal. Otot dinding arteriol dapat berkontraksi. Kontraksi
menyebabkan kontriksi diameter pembuluh darah. Bila kontriksi
bersifat lokal, suplai darah pada jaringan/organ berkurang. Bila
terdapat kontriksi umum, tekanan darah akan meningkat.

d. Pembuluh darah utama dan kapiler

Pembuluh darah utama adalah pembuluh berdinding tipis yang berjalan langsung
dari arteriol ke venul. Kapiler adalah jaringan pembuluh darah kecil yang
membuka pembuluh darah utama.

Kapiler merupakan pembuluh darah yang sangat halus. Dindingnya terdiri dari
suatu lapisan endotel. Diameternya kira-kira 0,008 mm. Fungsinya mengambil
hasil-hasil dari kelenjar, menyaring darah yang terdapat di ginjal, menyerap zat
makanan yang terdapat di usus, alat penghubung antara pembuluh darah arteri dan
vena.

e. Sinusoid

Terdapat limpa, hepar, sumsum tulang dan kelenjar endokrin. Sinusoid tiga
sampai empat kali lebih besar dari pada kapiler dan sebagian dilapisi dengan sel
sistem retikulo-endotelial. Pada tempat adanya sinusoid, darah mengalami kontak
langsung dengan sel-sel dan pertukaran tidak terjadi melalui ruang jaringan.
Saluran Limfe mengumpulkan, menyaring dan menyalurkan kembali cairan limfe
ke dalam darah yang ke luar melalui dinding kapiler halus untuk membersihkan
jaringan. Pembuluh limfe sebagai jaringan halus yang terdapat di dalam berbagai
organ, terutama dalam vili usus.

f. Vena dan venul

Venul adalah vena kecil yang dibentuk gabungan kapiler. Vena dibentuk oleh
gabungan venul. Vena memiliki tiga dinding yang tidak berbatasan secara
sempurna satu sama lain. (Gibson, John. Edisi 2 tahun 2002, hal 110)

Vena merupakan pembuluh darah yang membawa darah dari bagian atau alat-alat
tubuh masuk ke dalam jantung. Vena yang ukurannya besar seperti vena kava dan
vena pulmonalis. Vena ini juga mempunyai cabang yang lebih kecil disebut
venolus yang selanjutnya menjadi kapiler. Fungsi vena membawa darah kotor
kecuali vena pulmonalis, mempunyai dinding tipis, mempunyai katup-katup
sepanjang jalan yang mengarah ke jantung.

2.2.2 DEFINISI
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya
di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Pada
populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160
mmhg dan tekanan diastolic 90 mmHg ( Smeltzer, 2001).

Menurut Price (2005) Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah


kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis
(dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai sekurang-
kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat
istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi.

Hipertensi berasal dari dua kata yaitu hiper yang berarti tinggi
dan tensi yang artinya tekanan darah. Menurut American Society of
Hypertension (ASH), pengertian hipertensi adalah suatu sindrom atau
kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif, sebagai akibat dari
kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan (Sani, 2008).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan, hipertensi adalah peningkatan


tekanan darah secara kronis dan persisten dimana tekanan sistolik diatas
140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg.

2.2.3 KLASIFIKASI

Klasifikasi hipertensi menurut WHO, yaitu:

1. Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama


dengan 140 mmHg dan diastolik kurang atau sama dengan 90
mmHg

2. Tekanan darah perbatasan (broder line) yaitu bila sistolik 141-


149 mmHg dan diastolik 91-94 mmHg

3. Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar


atau sama dengan 160 mmHg dan diastolik lebih besar atau sama
dengan 95mmHg.

Klasifikasi menurut The Joint National Committee on the Detection and


Treatment of Hipertension, yaitu:

1. Diastolik
a. < 85 mmHg : Tekanan darah normal

b. 85 – 99 mmHg : Tekanan darah normal tinggi

c. 90 -104 mmHg : Hipertensi ringan

d. 105 – 114 mmHg : Hipertensi sedang

e. >115 mmHg : Hipertensi berat

2. Sistolik (dengan tekanan diastolik 90 mmHg)

a. < 140 mmHg : Tekanan darah normal

b. 140 – 159 mmHg : Hipertensi sistolik perbatasan terisolasi

c. > 160 mmHg : Hipertensi sistolik teriisolasi

Krisis hipertensi adalah Suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang


mendadak (sistole ≥180 mmHg dan/atau diastole ≥120 mmHg), pada
penderita hipertensi, yg membutuhkan penanggulangan segera yang
ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan
timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target (otak, mata (retina),
ginjal, jantung, dan pembuluh darah).

Tingginya tekanan darah bervariasi, yang terpenting adalah cepat


naiknya tekanan darah, diantaranya yaitu:

1. Hipertensi Emergensi

Situasi dimana diperlukan penurunan tekanan darah yang segera


dengan obat antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan
organ target akut atau progresif target akut atau progresif.
Kenaikan TD mendadak yg disertai kerusakan organ target yang
progresif dan di perlukan tindakan penurunan TD yg segera dalam
kurun waktu menit/jam.

2. Hipertensi Urgensi

Situasi dimana terdapat peningkatan tekanan darah yang bermakna


tanpa adanya gejala yang berat atau kerusakan organ target
progresif bermakna tanpa adanya gejala yang berat atau kerusakan
organ target progresif dan tekanan darah perlu diturunkan dalam
beberapa jam. Penurunan TD harus dilaksanakan dalam kurun
waktu 24-48 jam (penurunan tekanan darah dapat dilaksanakan
lebih lambat (dalam hitungan jam sampai hari).

2.2.4 ETIOLOGI

Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang


spesifik (idiopatik). Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan
cardiac output atau peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa
faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:

1. Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi


atau transport Na.

2. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang


mengakibatkan tekanan darah meningkat.

3. Stress Lingkungan.

4. Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua


serta pelebaran pembuluh darah.

Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:

1. Hipertensi Primer

Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang


mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas,
susunan saraf simpatik, system rennin angiotensin, efek dari
eksresi Na, obesitas. Ciri lainnya yaitu: umur (jika umur bertambah
maka TD meningkat), jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari
perempuan), ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih),
kebiasaan hidup (konsumsi garam yang tinggi melebihi dari 30 gr,
kegemukan atau makan berlebihan, stres, merokok, minum
alcohol, dan minum obat-obatan (ephedrine, prednison, epineprin).

2. Hipertensi Sekunder

Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vaskuler renal,


diabetes melitus, stroke.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada:

1. Elastisitas dinding aorta menurun.

2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku.

3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun


sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.

4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena


kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

2.2.5 FAKTOR RESIKO

a. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung dan hipertensi


b. Rria usia 35-55 tahun dan wanita >50 tahun atau sesudah menopouse
c. Kebanyakan mengkonsumsi garam atau natrium
d. Sumbatan pada pembuluh darah atau (arterosklerosi) disebabkan
oleh beberapa hal seperti merokok, kadar lipid, dan kolesterol serum
meningkat, caffeine, dm, dsb.
e. Faktor emosional dan tingkat stress
f. Gaya hidup yang monoton
g. Sensitif terhadap angiotensin
h. Kegemukan
i. Pemakaian kontrasepsi oral seperti eksterogen
2.2.6 PATOFISIOLOGI

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh


darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai
faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan
hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang


pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi
yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan
pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat,
yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks
adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor
ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.

Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural


dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada
perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan
tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada
gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh
darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa
oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang
jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 2001).

Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi


palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi
oleh cuff sphygmomanometer (Darmojo, 1999).

Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan


ke sel jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah.
Dan apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi
pada rennin yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya
perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada terjadinya
vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan
darah.Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang
menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada
peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan tekanan darah maka
akan menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti jantung.
(Suyono, Slamet. 1996).
2.2.7 PATHWAY
2.2.8 MANIFESTASI KLINIS

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi


meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini
merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang
mencari pertolongan medis.

Menurut Rokhaeni (2001) manifestasi klinis beberapa pasien yang


menderita hipertensi yaitu: mengeluh sakit kepala, pusing lemas,
kelelahan, sesak nafas, gelisah, mual muntah, epistaksis, kesadaran
menurun.

Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah:

1. Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg.

2. Sakit kepala

3. Pusing / migraine

4. Rasa berat ditengkuk

5. Penyempitan pembuluh darah

6. Sukar tidur

7. Lemah dan lelah

8. Nokturia

9. Azotemia

10. Sulit bernafas saat beraktivitas

2.2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu:


1. Pemeriksaan yang segera seperti:

a. Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji


hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan
dapat mengindikasikan factor resiko seperti:
hipokoagulabilitas, anemia.

b. Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang


perfusi / fungsi ginjal.

c. Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus


hipertensi) dapat diakibatkan oleh pengeluaran Kadar
ketokolamin (meningkatkan hipertensi).

d. Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya


aldosteron
utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi
diuretik.

e. Kalsium serum: Peningkatan kadar kalsium serum dapat


menyebabkan hipertensi.

f. Kolesterol dan trigliserid serum: Peningkatan kadar dapat


mengindikasikan
pencetus untuk/ adanya pembentukan plak
ateromatosa (efek
kardiovaskuler).

g. Pemeriksaan tiroid: Hipertiroidisme dapat menimbulkan


vasokonstriksi dan
hipertensi.

h. Kadar aldosteron urin/serum: untuk mengkaji aldosteronisme


primer (penyebab).

i. Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi


ginjal dan ada DM.

j. Asam urat: Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor


resiko hipertensi.

k. Steroid urin: Kenaiakn dapat mengindikasikan


hiperadrenalisme.
l. EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya
hipertrofi ventrikel kiri ataupun gangguan koroner dengan
menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang
P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

m. Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah


pengobatan terlaksana) untuk menunjukan destruksi kalsifikasi
pada area katup, pembesaran jantung.

2. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil


pemeriksaan yang pertama):

a. IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti


penyakit parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.

b. CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.

c. IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu


ginjal,
perbaikan ginjal.

d. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi:


Spinal tab, CAT scan.

e. USG untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai


kondisi klinis pasien

2..2.10 KOMPLIKASI

Efek pada organ, otak (pemekaran pembuluh darah, perdarahan,


kematian sel otak: stroke), ginjal (malam banyak kencing, kerusakan sel
ginjal, gagal ginjal), jantung (membesar, sesak nafas, cepat lelah, gagal
jantung).

2.2.11 PENATALAKSANAAN

Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan


mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan
dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90
mmHg.

Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi:

1. Terapi tanpa Obat Terapi tanpa obat digunakan sebagai


tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif
pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi:
diet destriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr,
diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh.

2. Penurunan berat badan

3. Penurunan asupan etanol

4. Menghentikan merokok

5. Latihan Fisik

Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang
dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang
mempunyai empat prinsip yaitu: Macam olah raga yaitu isotonis dan
dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain.
Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik
atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan.
Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona
latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x
perminggu

6. Edukasi Psikologis

Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi:

a. Tehnik Biofeedback

Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk


menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh
yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.

Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi


gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk
gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.

b. Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk
mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih
penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh
menjadi rileks Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan).

Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan


pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan
pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya
dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

7. Terapi dengan Obat

Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan


darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat
hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan
hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita.

Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli


Hipertensi (Joint National Committee On Detection, Evaluation
And Treatment Of High Blood Pressure, Usa, 1988)
menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis
kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat
tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan
penyakit lain yang ada pada penderita

2.2.12 PENCEGAHAN

1. Pencegahan Primer

Faktor resiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas


rata-rata, adanya hipertensi pada anamnesis keluarga, ras
(negro), tachycardi, obesitas dan konsumsi garam yang
berlebihan dianjurkan untuk:

a. Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk


menjaga agar tidak terjadi hiperkolesterolemia, Diabetes
Mellitus, dsb.

b. Dilarang merokok atau menghentikan merokok.


c. Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan
konsumsi rendah garam.

d. Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.

2. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah


diketahui menderita hipertensi berupa:

a. Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik


dengan obat maupun dengan tindakan-tindakan seperti
pada pencegahan primer.

b. Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat


terkontrol secara normal dan stabil mungkin.

c. Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemik yang


lain harus dikontrol.

d. Batasi aktivitas.

Diit Hipertensi

1. Konsumsi lemak dibatasi

2. Konsumsi kolesterol dibatasi

3. Konsumsi kalori dibatasi untuk yang terlalu gemuk atau obese

4. Makanan yang boleh dikonsumsi

a. Sumber kalori
(beras,tales,kentang,macaroni,mie,bihun,tepung-tepungan, gula).

b. Sumber protein hewani (daging,ayam,ikan,semua terbatas


kurang lebih 50 gram perhari, telur ayam,telur bebek paling banyak
satu butir sehari, susu tanpa lemak).

c. Sumber protein nabati (kacang-kacangan kering seperti


tahu,tempe,oncom).

d. Sumber lemak (santan kelapa encer dalam jumlah terbatas).


e. Sayuran (sayuran yang tidak menimbulkan gas seperti
bayam,kangkung,buncis, kacang panjang, taoge, labu siam, oyong,
wortel).

f. Buah-buahan (semua buah kecuali nangka, durian, hanya


boleh dalam jumlah terbatas).

g. Bumbu (pala, kayu manis,asam,gula, bawang merah,


bawang putih, garam tidak lebih 15 gram perhari).

h. Minuman (teh encer, coklat encer, juice buah).

5. Makanan yang tidak boleh dikonsumsi

a. Makanan yang banyak mengandung garam.

b. Makanan yang banyak mengandung kolesterol

c. Makanan yang banyak mengandung lemak jenuh.

d. Lemak hewan: sapi, babi, kambing, susu jenuh, cream, keju,


mentega.

e. Makanan yang banyak menimbulkan gas.

6. Obat Tradisional Untuk Hipertensi

Banyak tumbuhan obat yang telah lama digunakan oleh masyarakat


secara tradisional untuk mengatasi hipertensi atau tekanan darah
tinggi. Hal yang perlu diinformasikan kepada masyarakat adalah
cara penggunaannya, dosis, serta kemungkinan adanya efek
samping yang tidak diketahui. Obat – obat tradisional tersebut
diantaranya:

a. Buah Belimbing

Buah ini dapat mengontrol tekanan darah dalam keadaan


normal dan juga bisa menurunkan tekanan darah bagi
mereka yang sudah mengalaminya. Caranya yaitu buah
belimbing yang sudah masak diparut halus. Kemudian
parutan belimbing diperas sehingga menjadi satu gelas sari
belimbing. Air perasan ini diminum setiap pagi, lakukan
selama tiga minggu sampai satu bulan. Setelah satu bulan
sari belimbing ini dapat diminum dua hari sekali. Tidak
perlu menambahkan gula pasir atau sirup pada air perasan.
Bagi mereka yang sudah terlanjur menderita hipertensi,
sebaiknya gunakan buah belimbing yang besar sehingga air
perasannya lebih banyak.

b. Daun Seledri

Cara penggunaannya dengan menumbuk segenggam daun


seledri sampai halus, saring dan peras deengan kain bersih
dan halus. Air saringan usahakan satu gelas diamkan
selama satu jam, kemudian diminum pagi dan sore dengan
sedikit ampasnya yang ada di dasar gelas. Menurut
penelitian daun seledri bisa memperkecil fluktuasi kenaikan
tekanan darah.

c. Bawang Putih

Caranya dengan memakan langsung tiga siung bawang


putih mentah setiap pagi dan sore hari. Pilih bawang putih
yang kulitnya berwarna coklat kehitaman karena mutunya
lebih baik. Jika tidak mau memakannya dalam keadaan
mentah bisa direbus atau dikukus dulu. Namun karena
banyak zatnya yang bisa berkhasiat yang dapat ikut larut
ddalam air rebusannya, sebaiknya ditambaah menjadi 8
sampai 9 siung sekali makan.

d. Buah Mengkudu / Pace

Buah ini sebagai alternatif untuk menekan hipertensi.


Caranya hampir sama dengan buah belimbing, yaitu dengan
cara memarut halus, kemudian diperas memakai kain kassa
yang bersih, diambil airnya. Minum sari mengkudu setiap
pagi dan sore hari secara teratur

e. Avokad

Caranya lima daun avokad dicuci bersih, kemudian direbus


dengan 4 gelas air putih. Tunggu air rebusan hingga
menjaadi 2 gelas, saring. Satu gelas diminum pagi hari, satu
gelas lagi diminum sore hari.
f. Melon

g. Semangka

h. Mentimun
BAB I

PENDAHULUAN

1.5 LATAR BELAKANG


Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan
dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan
dengan waktu. Ada beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada
yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia
(WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua
yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia.
Hipertensi sering ditemukan pada usia tua/lanjut kira-kira 65 tahun
keatas. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg.
Hipertensi merupakan factor resiko, primer yang menyebabkan
penyakit jantung dan stroke. Hipertensi disebut juga sebagai The Shilent
Disease karena tidak ditemukan tanda –tanda fisik yang dapat dilihat.
Banyak ahli beranggapan bahwa hipertensi lebih tepat disebut sebagai
Heterogenus Group of Disease dari pada single disease.Hipertensi yang tidak
tekontrol akan menyebabkan kerusakan organ tubuh seperti otak, ginjal, mata
dan jantung serta kelumpuhan anggota gerak. Namun kerusakan yang paling
sering adalah gagal jantung dan stroke serta gagal ginjal.
Usia harapan hidup di Indonesia kian meningkat sehingga semakin
banyak terdapat lansia. Dengan bertambahnya usia maka permasalahan
kesehatan yang terjadi akan semakin kompleks khususnya hipertensi yang
kerap kali menyerang lansia sehingga. perawatan dan pengawasan yang baik
sangat dibutuhkan. Banyak kasus penderita dan kematian akibat penyakit
kardiovaskuler dapat dicegah jika seorang merubah perilaku kebiasaan yang
kurang sehat dalam mengkonsumsi makanan yang menyebabkan terjadinya
hipertensi. Dengan mengontrol hipertensi maka penyakit-penyakit
kardiovaskuler dapat dicegah.

1.6 RUMUSAN MASALAH


5. Apa itu lansia?
6. Bagaimana konsep penyakit Hipertensi?
7. Bagaimana konsep askep Hipertensi?
8. Bagaimana askep gerontik pada kasus Hipertensi?
1.7 TUJUAN
5. Untuk mengetahui apa itu lansia
6. Untuk mengetahui konsep penyakit Hipertensi
7. Untuk mengetahui konsep askep Hipertensi
8. Untuk mengetahui askep gerontik pada kasus Hipertensi
1.8 MANFAAT
5. Mengetahui apa itu lansia
6. Mengetahui konsep penyakit Hipertensi
7. Mengetahui konsep askep Hipertensi
8. Mengetahui askep gerontik pada kasus Hipertensi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KONSEP TEORI LANSIA


2.1.1 DEFINISI LANSIA
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada
daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4)
UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut
adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun
(Maryam dkk, 2008).
Menurut Undang- Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992
pasal 19 ayat 1 “ Manusia usia lanjut (Growing Old) adalah seseorang
yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, sikap,
perubahan akan memberikan pengaruh pada keseluruhan aspek
kehidupan termasuk kesehatan”.
Lanjut usia adalah seseorang laki-laki atau perempuan yang
berusia 60 tahun atau lebih, baik yang secara fisik masih
berkemampuan (potensial) maupun karena sesuatu hal tidak lagi
mampu berperan secara aktif dalam pembangunan (tidak potensial)
(Depkes RI. 2001).
Menurut pasal 1 Undang-Undang no. 4 tahun 1965: Seseorang
dikatakan sebagai orang jompo atau usia lanjut setelah yang
bersangkutan mencapai usia 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak
berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari,
dan menerima nafkah dari orang lain‖ (Santoso, 2009).

2.1.2 BATASAN UMUR LANSIA


Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-
batasan umur yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai
berikut:

a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1


Pasal 1 ayat 2 : Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia
60 (enam puluh) tahun ke atas.
b. Menurut Dra.Jos Masdani (psikolog UI) :
Mengatakan lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa.
Kedewasaan dapat dibagi menjadi 4 bagian:
1. Fase iuventus antara 25dan 40 tahun
2. Verilitia antara 40 dan 50 tahun
3. Fase praesenium antara 55 dan 65 tahun
4. Fase senium antara 65 tahun hingga tutup usia
c. Menurut WHO, batasan lansia meliputi:
1. Usia Pertengahan (Middle Age), adalah usia antara 45-59
tahun
2. Usia Lanjut (Elderly), adalah usia antara 60-74 tahun
3. Usia Lanjut Tua (Old), adalah usia antara 75-90 tahun
4. Usia Sangat Tua (Very Old), adalah usia 90 tahun keatas
d. Menurut Koesoenoto Setyonegoro ( Nugroho 2000) :
1. Usia dewasa muda (Elderly adulthood) yaitu usia sekitar 18
tahun atau 20 tahun sampai 25 tahun.
2. Usia dewasa penuh (Middle Years) atau maturitas yaitu
usia 25 tahun sampai 60 tahun atau 65 tahun.
3. Lanjut usia (Geriatric Age) yaitu usia lebih dari 65 tahun
atau 70 tahun, dalam hal ini dibagi untuk usia :
 Usia 70 – 75 tahun (young old)
 Usia 75 – 80 tahun ( old)
 Usia lebih dari 80 tahun (very old)

2.1.3 KLASIFIKASI LANSIA


Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasai lansia :
1. Pralansia (prasenilis )
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3. Lansia resiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih / seseorang yang
berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan( Depkes
RI,2003 )
4. Lansia Potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan / atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.( Depkes RI,2003 )
5. Lansia tidak potensial
Lansia tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain. ( DepkesRI, 2003 ).

2.1.4 CIRI-CIRI LANSIA


Ciri-ciri masa lanjut usia:
1. Adanya periode penurunan atau kemunduran. Yang disebabkan
oleh faktor fisik dan psikologis.
2. Perbedaan individu dalam efek penuaan. Ada yang menganggap
periode ini sebagai waktunya untuk bersantai dan ada pula yang
menganggapnya sebagai hukuman.
3. Ada stereotip-stereotip mengenai usia lanjut. Yang
menggambarkan masa tua tidaklah menyenangkan.
4. Sikap sosial terhadap usia lanjut. Kebanyakan masyarakat
menganggap orang berusia lanjut tidak begitu dibutuhkan katena
energinya sudah melemah. Tetapi, ada juga masyarakat yang masih
menghormati orang yang berusia lanjut terutama yang dianggap
berjasa bagi masyarakat sekitar.
5. Mempunyai status kelompok minoritas. Adanya sikap sosial yang
negatif tentang usia lanjut.
6. Adanya perubahan peran. Karena tidak dapat bersaing lagi dengan
kelompok yang lebih muda.
7. Penyesuaian diri yang buruk. Timbul karena adanya konsep diri
yang negatif yang disebabkan oleh sikap sosial yang negatif.
8. Ada keinginan untuk menjadi muda kembali. Mencari segala cara
untuk memperlambat penuaan.

2.1.5 KARAKTERISTIK LANSIA


Menurut Budi Anna keliat (1999), lansia memiliki Karakteristik
sebagai berikut .
1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU
No.13 tentang kesehatan).
2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai
sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari
kondisi adaptif maupun kondisi maladaptif.
3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.
2.1.6 TIPE LANSIA
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter,
pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, social, dan
ekonominya (Nugroho, 2000).

Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.


1. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri
dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah,
rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, menjadi
panutan.
2. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif
dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi
undangan.
3. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang prose penuaan sehingga
menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani,
pengkritik dan banyak menuntut.
4. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan
agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.

2.1.7 TEORI PROSES PENUAAN


Teori-teori Proses Menua (Darmodjo 1999):

a) Teori Genetik Clock

Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetic untuk


spesssies tertentu. Tiap spesies didalam inti selnya mempunyai jam
genetic yang telah diputar menurut replikasi tertentu. Jam ini akan
menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak diputar.
Jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti kita akan meninggal
dunia meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit
akhir.

b) Mutasi Somatic (Teory Error Catastrope).

Sekarang sudah umum diketahui bahwa radiasi dan zat kimia


dapat memperpendek umur sebaliknya untuk menghindari terkenanya
radiasi atau tercemar zat kimia yang bersifat karsinogenik atau toksik
dapat memperpanjang umur. Menurut teori ini terjadi mutasi yang
progresif pada DNA sel somatic akan menyebabkan terjadinya
penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.

c) Teori Rusaknya Sistem Imun Tubuh

Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca translasi


dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan system imun tubuh
mengenali dirinya sendiri (Self recognition). Jika mutasi somatic
menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel maka
hal ini dapat menyebabkan system imun tubuh menganggap sel yang
mengalami perubahan sel tersebut sebagai sel asing dan
menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar peristiwa
autoimun.

d) Teori Radikal Bebas

Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya


radikal bebas atau kelompok atom mengakibatkan oksidasi oksigen
bahan-bahan organic seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini
menyebabkan se-sel tidak bisa regenerasi.

e) Teori Menua Akibat Metabolisme

Pada tahun 1935 Mc. Kay et.al memperlihatkan bahwa


pengurangan intake kalori pada rodentia muda akan menghambat
pertumbuhan dan memperpanjang umur karena penurunan jumlah
kalori tersebut antara lain disebabkan karena menurunnya salah satu
atau beberapa proses metabolisme.

2.1.8 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENUAAN


Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penuaan (Pujiastuti 2003):

Penuaan dapat terjadi secara fisiologis dan patologis. Perlu


hati-hati dalam mengidentifikasi penuaan. Bila seseorang mengalami
penuaan fisiologis (fisiological Aging), di harapkan mereka tua dalam
keadaan sehat (healthy aging). Ada faktor-faktor resiko yang
mempengaruhi penuaan seseorang, yaitu:

a. Faktor Endogen
Faktor endogen yaitu faktor bawaan (faktor keturunan) yang
berbeda pada setiap individu. Faktor inilah yang mempengaruhi
perbedaan efek menua pada setiap ondividu, dapat lebih cepat atau
lebih lambat.

Perbedaan tipe kepribadian dapat juga memicu seseorang lebih


awal memasuki masa lansia. Kepribadian yang selalu ambisius,
senantiasa dikejar-kejar tugas, cepat gelisah, mudah tersinggung, cepat
kecewa dan sebagainya, akan mendorong seseorang cepat stres dan
frustasi. Akibatnya, orang tersebut mudah mengalami berbagai
penyakit.

b. Faktor Eksogen

Faktor eksogen yaitu faktor luar yang dapat mempengaruhi


penuaan. Biasanya faktor lingkungan, sosial budaya dan gaya hidup.
Misalnya diet atau asupan gizi, merokok, polusi, obat-obatan maupun
dukungan sosial. Faktor lingkungan dan gaya hidup berpengaruh luas
dalam menangkal proses penuaan (Puji Astuti, 2003).

2.1.9 PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG TERJADI PADA LANSIA

Persepsi kesehatan dapat menentukan kualitas hidup. Konsep


lansia tentang kesehatan umumnya tergantung pada persepsi pribadi
terhadap kemampuan fungsional. Karena itu lansia yang terlibat dalam
aktivitas kehidupan sehari – hari biasanya menganggap dirinya sehat,
sedangkan mereka yang aktivitasnya terbatas karena kerusakan fisik,
emosional atau sosial mungkin merasa dirinya sakit. Perubahan
fisiologi bervariasi pada setiap orang tetapi pada kecepatan yang
berbeda dan bergantung keadaan dalam kehidupan (Potter & Perry).

a. Perubahan Fisik

1) Sel
 Lebih sedikit jumlahnya
 Lebih besar ukurannya
 Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan
intraseluler.
 Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah dan
hati.
 Jumlah sel otak menurun.
 Terganggunya mekanisme perbaikan sel.
 Otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5 – 10 %
2) Sistem Persarafan
 Cepatnya menurun hubungan persarafan
 Lambat dalam responden waktu untuk bereaksi, khususnys
dalam Stres.
 Mengecilnya saraf panca indra.
 Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran,
mengecilnya saraf penciuman dan rasa, lebih sensitif
terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan
terhadap dingin.
 Kurangnya sensitive terhadap sentuhan.
3) Sistem Pendengaran
 resbiakusis (gangguan pada pendengaran) : Hilangnya
kemampuan (daya) dengar pada telinga dalam terutama
terhadap bunyi suara atau nada – nada yang tinggi, suara
yang tidak jelas 50 % terjadi pada usia diatas 65 tahun .
 Membran timpani menjadi atropi
 Terjadi pengumpulan cerumen dapat mengeras karena
meningkatnya keratin.
 Pendengaran menurun pada lansia yang menderita penyakit.
4) Sistem Penglihatan
 Sfingter pupil timbul skerosis dan hilangnya respon
terhadap sinar.
 Kornea lebih berbentuk sferis (bola).
 Kekeruhan pada lensa menjadi katarak, menyebabkan
gangguan.
 Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi
terhadap kegelapan lebih lambat, dan susah melihat pada
keadaan gelap.
 Hilangnya daya akomodasi.
 Menurunnya lapang pandang.
 Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau
5) Sistem Kardiovaskuler
 Elastisitas dinding aorta menurun
 Katup jantung menjadi menebal
 Kemampuan jantung memompa darah menurun, hal ini
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
 Kehilangan elastisitas pembuluh darah.
 Tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatnya
resistensi dari pembuluh darah perifer.
6) Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
 Tempratur tubuh menurun secara fisiologik, akibat
metabolis yang menurun.
 Keterbatasan refleks meninggi dan tidak dapat
memproduksi Panas yang banyak sehingga terjadi
rendahnya aktivitas otot.
7) Sistem Respirasi.
 Paru – paru kehilangan elastisitas ; kapasitas residu
meningkat menarik napas lebih berat, kapasitas pernapasan
maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun.
 Menurunnya aktivitas dari silia.
 Kemampuan untuk batuk berkurang
8) Sistem Gastrointestinal.
 Kehilangan gigi
 Indra pengecap menurun, hilangnya sensitifitas dari
pengecap terutama rasa asin
 Lambung ; sensitifitas lapar menurun Peristaltik menurun
dan biasanya timbul konstipasi.
9) Sistem Genitourinari
 Ginjal : merupakan alat mengeluarkan sisa metabolisme
tubuh, melalui urin darah yang masuk disaring oleh satuan
unit terkecil yang disebut Nefron, nefron akan mengecil dan
menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%,
fungsi tubulus berkurang akibatnya: kurangnya kemampuan
mengkonsentrasi urin, berat jenis urin menurun, proteinuria
(biasanya + 1), nilai ambang ginjal terhadap glukosa
meningkat.
 Vesika Urinaria : otot menjadi lemah, frekuensi buang air
seni meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan pada
pria lanjut usia sehingga meningkatnya resistensi urin.
 Pembesaran prostat.
 Atrofi Vulva.
10) Sistem Endokrin
 Produksi hampir semua hormon menurun
 Menurunnya aktivitas tiroid.
 Menurunnya produksi aldosteron.
 Menurunnya sekresi hormon kelamin; estrogen,
progesterone dan testeron.
11) Sistem Kulit
 Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan
lemak.
 Permukaan kulit kasar dan bersisik.
 Menurunnya respon terhadap trauma.
 Gangguan pigmentasi kulit.
 Kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu.
 Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunnya cairan dan
vasikularisasi.
 Kuku jari menjadi keras dan rapuh.
 Kuku menjadi pudar kurang bercahaya.
 Kelenjar keringat berkurang dan fungsinya.
12) Sistem Muskulosletal
 Tulang kehilangan densyti ( cairan ) dan makin rapuh.
 Kifosis.
 Discus invetebralis menipis dan menjadi pendek.
 Persendian membesar dan menjadi kaku.
 Tondon mengerut dan mengalami skelorosis.
 Atrofi serabut otot, sehingga pergerakan menjadi lambat,
tremor

b. Perubahan Psikososial

1). Pensiun
Pensiun sering dikaitkan secara salah dengan kepasifan
dan pengasingan. Dalam kenyataannya, pensiun adalah tahapan
kehidupan yang dicirikan oleh adanya transisi dan perubahan
peran yang dapat menyebabkan stres psikososisl

2). Isolasi social

Banyak lansia mengalami isolasi sosial yang meningkat


sesuai dengan usia. Tipe isolasi yaitu sikap, penampilan, perilaku
dan geografi. Beberapa lansia mungkin dipengaruhi oleh keempat
tipe tersebut tetapi yang lain hanya dipengaruhi oleh satu tipe
(Ebersole dan Hess, 1990).

3). Isolasi Sikap

Isolasi sikap terjadi karena nilai pribadi atau budaya.


Lansiaisme adalah sikap yang berlaku yang menstigmatisasi
lansia. Suatu bias yang menentang dan menolak lansia. Karena
itu isolasi sosial terjadi ketika lansia tidak secara mudah diterima
dalam interaksi sosial. Seiring lansia semakin ditolak, harga diri
pun berkurang sehingga usaha bersosialisasi berkurang

4). Isolasi penampilan

Diakibatkan oleh penampilan yang tidak dapat diterima


atau karena faktor lain termasuk dalam penampilan diri sendiri
pada orang lain antara lain adalah citra tubuh, higiene tanda
penyakit yang terlihat dan kehilangan fungsi ( Ebersole dan
Hess,1990 )

5). Isolasi perilaku

Diakibatkan oleh perilaku yang tidak dapat diterima pada


semua kelompok usia terutama pada lansia, perilaku yang tidak
diterima menyebabkan seseorang menarik diri. Perilaku yang
biasanya dikaitkan dengan pengisolasian pada meliputi konfusi,
demensia, inkontinensi.

6). Isolasi Geografis

Terjadi karena jauh dari keluarga, umumnya anak hidup


sangat jauh dari orang tuanya.
2.2 KONSEP PENYAKIT
2.2.1 ANATOMI
a. Jantung
Berukuran sekitar satu kepalan tangan dan terletak didalam
dada, batas kanannya terdapat pada sternum kanan dan
apeksnya pada ruang intercostalis kelima kiri pada linea
midclavicular.
Hubungan jantung adalah:
1) Atas : pembuluh darah besar
2) Bawah : diafragma
3) Setiap sisi : paru
4) Belakang : aorta desendens, oesophagus, columna
vertebralis
b. Arteri
Adalah tabung yang dilalui darah yang dialirkan pada
jaringan dan organ. Arteri terdiri dari lapisan dalam: lapisan
yang licin, lapisan tengah jaringan elastin/otot: aorta dan
cabang-cabangnya besar memiliki laposan tengah yang terdiri
dari jaringan elastin (untuk menghantarkan darah untuk organ),
arteri yang lebih kecil memiliki lapisan tengah otot (mengatur
jumlah darah yang disampaikan pada suatu organ).
Arteri merupakan struktur berdinding tebal yang
mengangkut darah dari jantung ke jaringan. Aorta diameternya
sekitar 25mm(1 inci) memiliki banyak sekali cabang yang pada
gilirannya tebagi lagi menjadi pembuluh yang lebih kecil yaitu
arteri dan arteriol, yang berukuran 4mm (0,16 inci) saat mereka
mencapai jaringan. Arteriol mempunyai diameter yang lebih
kecil kira-kira 30 µm. Fungsi arteri menditribusikan darah
teroksigenasi dari sisi kiri jantung ke jaringan. Arteri ini
mempunyai dinding yang kuat dan tebal tetapi sifatnya elastic
yang terdiri dari 3 lapisan yaitu :
1) Tunika intima. Lapisan yang paling dalam sekali
berhubungan dengan darah dan terdiri dari jaringan endotel.
2) Tunika Media. Lapisan tengah yang terdiri dari jaringan
otot yang sifatnya elastic dan termasuk otot polos
3) Tunika Eksterna/adventisia. Lapisan yang paling luar sekali
terdiri dari jaringan ikat gembur yang berguna menguatkan
dinding arteri (Syaifuddin, 2006)
c. Arteriol
Adalah pembuluh darah dengan dinding otot polos yang
relatif tebal. Otot dinding arteriol dapat berkontraksi. Kontraksi
menyebabkan kontriksi diameter pembuluh darah. Bila kontriksi
bersifat lokal, suplai darah pada jaringan/organ berkurang. Bila
terdapat kontriksi umum, tekanan darah akan meningkat.
d. Pembuluh darah utama dan kapiler
Pembuluh darah utama adalah pembuluh berdinding tipis
yang berjalan langsung dari arteriol ke venul. Kapiler adalah
jaringan pembuluh darah kecil yang membuka pembuluh darah
utama.
Kapiler merupakan pembuluh darah yang sangat halus.
Dindingnya terdiri dari suatu lapisan endotel. Diameternya kira-
kira 0,008 mm. Fungsinya mengambil hasil-hasil dari kelenjar,
menyaring darah yang terdapat di ginjal, menyerap zat makanan
yang terdapat di usus, alat penghubung antara pembuluh darah
arteri dan vena.
e. Sinusoid
Terdapat limpa, hepar, sumsum tulang dan kelenjar
endokrin. Sinusoid tiga sampai empat kali lebih besar dari pada
kapiler dan sebagian dilapisi dengan sel sistem retikulo-
endotelial. Pada tempat adanya sinusoid, darah mengalami
kontak langsung dengan sel-sel dan pertukaran tidak terjadi
melalui ruang jaringan. Saluran Limfe mengumpulkan,
menyaring dan menyalurkan kembali cairan limfe ke dalam
darah yang ke luar melalui dinding kapiler halus untuk
membersihkan jaringan. Pembuluh limfe sebagai jaringan halus
yang terdapat di dalam berbagai organ, terutama dalam vili
usus.
f. Vena dan venul
Venul adalah vena kecil yang dibentuk gabungan kapiler.
Vena dibentuk oleh gabungan venul. Vena memiliki tiga
dinding yang tidak berbatasan secara sempurna satu sama lain.
(Gibson, John. Edisi 2 tahun 2002, hal 110).
Vena merupakan pembuluh darah yang membawa darah
dari bagian atau alat-alat tubuh masuk ke dalam jantung. Vena
yang ukurannya besar seperti vena kava dan vena pulmonalis.
Vena ini juga mempunyai cabang yang lebih kecil disebut
venolus yang selanjutnya menjadi kapiler. Fungsi vena
membawa darah kotor kecuali vena pulmonalis, mempunyai
dinding tipis, mempunyai katup-katup sepanjang jalan yang
mengarah ke jantung.

2.2.2 DEFINISI
Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah
sistoloik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolic sedikitnya 90
mmHg. Hipertensi tidak hanya beresiko tinggi menderita penyakit
jantung, tetapi juga menderita penyakit lain seperti penyakit saraf,
ginjal dan pembuluh darah dan makin tinggi tekanan darah, makin
besar resikonya. (Sylvia A. price) dikutip dalam buku NANDA
NIC-NOC
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah
persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan
diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan
diastolik 90 mmHg. (Smeltzer, 2001).
Terdapat perbedaan tentang batasan tentang hipertensi seperti
diajukan oleh kaplan (1990:205) yaitu pria, usia kurang dari 45
tahun, dikatakan hipertensi bila tekanan darah waktu berbaring
diatas atau sama dengan 130/90mmhg, sedangkan pada usia lebih
dari 45 tahun dikatakan hipertensi bila tekanan darah diatas 145/95
mmhg. Sedangkan pada wanita tekanan darah diatas sama dengan
160/95 mmhg. Hal yang berbeda diungkapkan TIM POKJA RS
Harapan Kita (1993:198) pada usia dibawah 40 tahun dikatakan
sistolik lebih dari 140 mmhg dan untuk usia antara 60-70 tahun
tekanan darah sistolik 150-155 mmHg masih dianggap normal.
Hipertensi pada usia lanjut didefinisikan sebagai tekanan sistolik
lebih besar dari 140 mmHg dan atau tekanan diastolik lebih besar
dari 90 mmHg ditemukan dua kali atau lebih pada dua atau lebih
pemeriksaan yang berbeda. (JNC VI, 1997).
Berdasarkan pengertian – pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa hipertensi merupakan kenaikan tekanan darah
dimana tekanan sistolik lebih dari 140 mmhg dan atau diastolik
lebih dari 90 mmhg.

2.2.3 KLASIFIKASI
Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan
yaitu:
1) Hipertensi Esensial (Primer)
Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang
mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas,
susunan saraf simpatik, system rennin angiotensin, efek dari
eksresi Na, obesitas, merokok dan stress.
2) Hipertensi Sekunder
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vaskuler
renal.
Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.

Klasifikasi hipertensi menurut WHO


1) Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama
dengan 140 mmHg dan diastolik kurang atau sama dengan 90
mmHg
2) Tekanan darah perbatasan (broder line) yaitu bila sistolik 141-
149 mmHg dan diastolik 91-94 mmHg
3) Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar
atau sama dengan 160 mmHg dan diastolik lebih besar atau
sama dengan 95mmHg.
Klasifikasi menurut The Joint National Committee on the Detection
and Treatment of Hipertension
1) Diastolik
a) < 85 mmHg : Tekanan darah normal
b) 85 – 99 : Tekanan darah normal tinggi
c) 90 -104 : Hipertensi ringan
d) 105 – 114 : Hipertensi sedang
e) >115 : Hipertensi berat

2) Sistolik (dengan tekanan diastolik 90 mmHg)


a) < 140 mmHg : Tekanan darah normal
b) 140 – 159 : Hipertensi sistolik perbatasan terisolasi
c) > 160 : Hipertensi sistolik teriisolasi

Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan yaitu:


Kategori Tekanan sistolik Tekanan Diastolik
(mmHg) (mmHg)
optimal < 120 <80
Normal 120-129 80-84
Normal Tinggi 130-139 85-89
Hipertensi:
Stage I (ringan) 140-159 90-99
Stage II (sedang) 160-179 100-109
Stage III (berat) 180-209 110-119
Stage IV (sangat >210 >120
berat)

Tingginya tekanan darah bervariasi, yang terpenting adalah


cepat naiknya tekanan darah. Dibagi menjadi dua:
a) Hipertensi Emergensi
Situasi dimana diperlukan penurunan tekanan darah yang
segera dengan obat antihipertensi parenteral karena adanya
kerusakan organ target akut atau progresif target akut atau
progresif. Kenaikan TD mendadak yg disertai kerusakan organ
target yang progresif dan di perlukan tindakan penurunan TD
yg segera dalam kurun waktu menit/jam.
b) Hipertensi urgensi
Situasi dimana terdapat peningkatan tekanan darah yang
bermakna tanpa adanya gejala yang berat atau kerusakan organ
target progresif bermakna tanpa adanya gejala yang berat atau
kerusakan organ target progresif dan tekanan darah perlu
diturunkan dalam beberapa jam. Penurunan TD harus
dilaksanakan dalam kurun waktu 24-48 jam (penurunan
tekanan darah dapat dilaksanakan lebih lambat (dalam hitungan
jam sampai hari).

2.2.4 ETIOLOGI
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang
spesifik (idiopatik). Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan
cardiac output atau peningkatan tekanan perifer. Namun ada
beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:

a. Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi


atau transport Na.
b. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang
mengakibatkan tekanan darah meningkat.
c. Stress Lingkungan.
d. Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang
tua serta pelebaran pembuluh darah.

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah


terjadinya perubahan – perubahan pada :
a. Elastisitas dinding aorta menurun
b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap
tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung
memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi
dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah : Hal ini terjadi karena
kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
e. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
Penyebab hipertensi dapat dibedakan menurut jenis
hipertensi yaitu hipertensi primer (essensial) merupakan tekenan
darah tinggi yang disebabkan karena retensi air dan garam yang
tidak normal, sensitifitas terhadap angiotensin, obesitas,
hiperkolesteroemia, emosi yang tergannggu /stress dan merokok.
Sedangkan hipertensi sekunder merupakan tekanan darah tinggi
yang disebabkan karena penyakit kelenjar adrenal, penyakit ginjal,
toxemia gravidarum, peningkatan tekanan intra cranial, yang
disebabkan tumor otak, dan pengaruh obat tertentu missal obat
kontrasepsi.
Dari uraian pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa
penyebab hipertensi beragam diantaranya adalah: stress,
kegemukan, merokok, hipernatriumia, retensi air dan garam yang
tidak normal, sensitifitas terhadap angiotensin, obesitas,
hiperkolesteroemia, penyakit kelenjar adrenal, penyakit ginjal,
toxemia gravidarum, peningkatan tekanan intra cranial, yang
disebabkan tumor otak, pengaruh obat tertentu missal obat
kontrasepsi, asupan garam yang tinggi, kurang olah raga, genetik,
Obesitas, Aterosklerosis, kelainan ginjal, tetapi sebagian besar
tidak diketahui penyebabnya.

2.2.5 FAKTOR RESIKO


a) Riwayat keluarga dengan penyakit jantung dan hipertensi
b) Pria usia 35 – 55 tahun dan wanita > 50 tahun atau sesudah
menopause
c) Kebanyakan mengkonsumsi garam/natrium
d) Sumbatan pada pembuluh darah (aterosklerosis) disebabkan
oleh beberapa hal seperti merokok, kadar lipid dan kolesterol
serum meningkat, caffeine, DM, dsb.
e) Factor emosional dan tingkat stress
f) Gaya hidup yang monoton
g) Sensitive terhadap angiotensin
h) Kegemukan
i) Pemakaian kontrasepsi oral, seperti esterogen.
2.2.6 PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi
pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak.
Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin,
yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh
darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap
rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv
terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis
merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi,
kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin,
yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi
kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan
rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor
kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air
oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra
vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan
hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi
perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer
bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada
usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan
distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta
dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi
volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup)
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan
perifer (Smeltzer, 2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya
“hipertensi palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga
tidak dikompresi oleh cuff sphygmomanometer (Darmojo, 1999).
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis
yang diteruskan ke sel jugularis. Dari sel jugularis ini bisa
meningkatkan tekanan darah. Dan apabila diteruskan pada ginjal,
maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan
dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada
angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada
pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu
juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan
retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan
tekanan darah. Dengan peningkatan tekanan darah maka akan
menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti jantung. (
Suyono, Slamet. 1996 ).
2.2.7 PATHWAY

2.2.8 MANIFESTASI KLINIS


Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan
dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan
arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi
arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak
terukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai
hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam
kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai
kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien
yang menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala,
pusing Lemas, kelelahan, Sesak nafas, Gelisah, Mual Muntah,
Epistaksis, Kesadaran menurun

Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah :


 Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg.
 Sakit kepala
 Pusing / migraine
 Rasa berat ditengkuk
 Penyempitan pembuluh darah
 Sukar tidur
 Lemah dan lelah
 Nokturia
 Azotemia
 Sulit bernafas saat beraktivitas

2.2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
1) Pemeriksaan yang segera seperti :
 Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji
hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas)
dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti:
hipokoagulabilitas, anemia.
 Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi
tentang perfusi / fungsi ginjal.
 Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus
hipertensi) dapat diakibatkan oleh pengeluaran Kadar
ketokolamin (meningkatkan hipertensi).
 Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya
aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping
terapi diuretic
 Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat
menyebabkan hipertensi
 Kolesterol dan trigliserid serum : Peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/ adanya pembentukan
plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
 Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan
vasokonstriksi dan hipertensi
 Kadar aldosteron urin/serum : untuk mengkaji
aldosteronisme primer (penyebab)
 Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi
ginjal dan ada DM.
 Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor
resiko hipertensi
 Steroid urin : Kenaiakn dapat mengindikasikan
hiperadrenalisme
 EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya
hipertrofi ventrikel kiri ataupun gangguan koroner dengan
menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung
hipertensi.
 Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah
pengobatan terlaksana) untuk menunjukan destruksi
kalsifikasi pada area katup, pembesaran jantung.
2) Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil
pemeriksaan yang pertama ) :
 IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti
penyakit parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.
 CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
 IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu
ginjal,
perbaikan ginjal.
 Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi:
Spinal tab, CAT scan.
 (USG) untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai
kondisi klinis pasien
2.2.10 KOMPLIKASI
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit
hipertensi adalah diantaranya : penyakit pembuluh darah otak
seperti stroke, perdarahan otak, transient ischemic attack (TIA).
Penyakit jantung seperti gagal jantung, angina pectoris, infark
miocard acut (IMA). Penyakit ginjal seperti gagal ginjal. Penyakit
mata seperti perdarahan retina, penebalan retina, oedema pupil.

2.2.11 PENATALAKSANAAN
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah
morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang
berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah
dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
1. Terapi tanpa Obat : Terapi tanpa obat digunakan sebagai
tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif
pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi
:
a) Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
 Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5
gr/hr
 Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
b) Penurunan berat badan
c) Penurunan asupan etanol
d) Menghentikan merokok
e) Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah
yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga
yang mempunyai empat prinsip yaitu: Macam olah raga
yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda,
berenang dan lain-lain. Intensitas olah raga yang baik antara
60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut
nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan
berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan
Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik
5 x perminggu
f) Edukasi Psikologis
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan
pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan
pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan
hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi
meliputi :
1) Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk
menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai
keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap
tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk
mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan
migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti
kecemasan dan ketegangan.
2) Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang
bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau
kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat
belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks
Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )

2. Terapi dengan Obat


Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan
tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah
komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah
kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur
hidup penderita.
Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite
Dokter Ahli Hipertensi (Joint National Committee On
Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure,
Usa, 1988) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat
beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat
digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan
memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada
pada penderita.
Pengobatannya meliputi :
a) Step 1
Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca
antagonis, ACE inhibitor
b) Step 2
Alternatif yang bisa diberikan :
1) Dosis obat pertama dinaikkan
2) Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
3) Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika ,
beta blocker, Ca antagonis, Alpa blocker, clonidin,
reserphin, vasodilator
c) Step 3 : Alternatif yang bisa ditempuh
1) Obat ke-2 diganti
2) Ditambah obat ke-3 jenis lain
d) Step 4 : Alternatif pemberian obatnya
1) Ditambah obat ke-3 dan ke-4
2) Re-evaluasi dan konsultasi
3) Follow Up untuk mempertahankan terapi

2.2.12 PENCEGAHAN
1. Pencegahan Primer
Faktor resiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas rata-
rata, adanya hipertensi pada anamnesis keluarga, ras (negro),
tachycardi, obesitas dan konsumsi garam yang berlebihan
dianjurkan untuk:
a. Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk
menjaga agar tidak terjadi hiperkolesterolemia, Diabetes
Mellitus, dsb.
b. Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
c. Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi
rendah garam.
d. Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui
menderita hipertensi berupa:
a. Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan
obat maupun dengan tindakan-tindakan seperti pada
pencegahan primer.
b. Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat
terkontrol secara normal dan stabil mungkin.
c. Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemik yang lain harus
dikontrol.
d. Batasi aktivitas.
2.3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Fokus
Menurut Doenges, (2004:41-42) dan mengemukakan bahwa
pengkajian pasien hipertensi meliputi:
a. Aktifitas & istirahat meliputi kelemahan, keletihan, nafas pendek,
frekwensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
b. Sirkulasi meliputi adanya riwayat hipertensi, penyakit jantung
coroner, episodepalpitasi, kenaikan tekanan darah,
tekhicardi, kadang bunyi jantung terdengar S2 pada dasar ,S3 dan
S4.
c. Integritas ego meliputi cemas, depresi, euphoria, mudah marah
,otot muka tegang, gelisah, pernafasan menghela, peningkatan
pola bicara.
d. Eliminasi meliputi Riwayat penyakit ginjal
e. Makanan /cairan meliputi makanan yang disukai terutama yang
mengandung tinggi garam, linggi lemak, dan kolesterol, mual,
muntah, perubahan berat badan, riwayat penggunaan obat diuritik,
adanya edema.
f. Neurosensori meliputi keluhan kepala pusing, berdenyut , sakit
kepala sub oksipital, kelemahan pada salah satu sisi tubuh,
gangguan penglihatan (diplopia, pandangan kabur) ,epitaksis.
g. Nyeri /ketidak nyamanan meliputi nyeri hilang timbul pada
tungkai,sakit kepala sub oksipital berat, nyeri abdomen, nyeri
dada.
h. Pernafasan meliputi sesak nafas sehabis aktifitas, batuk dengan
atau tanpa sputum, riwayat merokok, penggunaan obat Bantu
pernafasan, bunyi nafas tambahan ,sianosis
i. Keamanan meliputi gangguan cara berjalan, parestesia, hipotensi
postural.
j. Pembalajaran/penyuluhan dengan adanya factor- factor resiko
keluarga yaitu arteriosclerosis, penyakit jantung, DM, penyakit
ginjal.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload/ vasokonstriksi/ iskemi miokard/ hipertrophi ventrikel
b. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan menyeluruh/
suplai dan kebutuhan oksigen tidak seimbang
c. Gangguan rasa nyaman sakit kepala berhubungan dengan
kenaikan terkanan pada pembuluh darah cerebral
d. Gangguan nutrisi lebih dari kebutuhan berhubungan dengan intake
makanan berlebihan/ gaya hidup sedentary
e. Koping pasien tidak efektif berhubungan dengan krisis
situasional/ maturitas/ perubahan hidup yang multiple/ kurang
relaksasi/ tidak melakukan olah raga/ nutrisi krisis buruk/ harapan
tidak tidak terpenuhi/ beban kerja berlebihan/ persepsi tidak
realistis/ metode koping tidak adekuat
3. Intervensi Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload/ vasokonstriksi/ iskemi miokard/ hipertrophi ventrikel
Tujuan : Penurunan curah jantung tidak terjadi
Kriteria hasil :
1) Klien dapat beristirahat dengan tenang
2) Irama dan frekuensi jantung stabil dalam batas normal (80 100
x / menit dan reguler)
3) Tekanan darah dalam batas normal (TD <140/90 mmHg, N =
80 -100x/menit, R = 16 22 x/i, S = 36 -37o
Intervensi
1. Observasi tanda-tanda vital tiap hari, terutama tekanan darah.
Rasional : perbandingan dari tekanan yang meningkat adalah
gambaran dari keterlibatan vaskuler
2. Observasi warna kulit, kelembapan dan suhu
Rasional : hal-hal tersebut mengidentifikasikan adanya
dekompensasi/penurunan curah jantung
3. Catat adanya edema umum/ tertentu
Rasional : dapat mengidentifikasikan gagal jantung, kerusakan
ginjal dan vaskuler
4. Beri posisi yang nyaman ; meninggikan kepala tempat tidur
Rasional : penurunan resiko peningkatan intrakranial
5. Anjurkan teknik relaksasi ;tarik napas dalam
Rasional : memberikan kenyamanan dan memaksimalkan
ekspansi paru
6. Kolaborasi Pemberian diuretik Vasodilator Pembatasan cairan
dan diet Na
Rasional : mengurangi beban jantung.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan menyeluruh/
suplai dan kebutuhan oksigen tidak seimbang
Tujuan : Aktivitas klien tidak terganggu dengan kriteria hasil
Kriteria hasil :
1) Peningkatan dalam toleransi aktivitas
2) Tanda vital dalam batas normal
Intervensi :
1. Kaji respon klien terhadap aktivitas
Rasional : menetukan pilihan intervensi selanjutnya
2. Observasi tanda-tanda vital
Rasional : mengetahui parameter membantu dan mengkaji
respon fisiologi terhadap aktivitas
3. Observasi adanya nyeri dada, pusing keletihan dan pingsan.
Rasional : bila terjadi indikator, keletihan kerja yang berkaitan
dengan tingkat aktivitas
4. Ajarkan cara penghematan energi
Rasional : membantu keseimbangan antara suplai dan
kebutuhan O2
5. Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas.
Rasional : kemajuan aktivitas terhadap mencegah
meningkatnya kerja jantung tiba-tiba.

c. Gangguan rasa nyaman : sakit kepala berhubungan dengan


peningkatan tekanan vaskuler serebral
Tujuan : Klien merasa nyaman
Kriteria Hasil : Sakit kepala hilang

Intervensi :
1. Mempertahankan tirah baring selama fase akut.
Rasional : meminimalkan stimulasi/meningkatkan reabsorpsi
2. Berikan kompres dingin, ajarkan teknik relaksasi
Rasional : tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler
serebral dan memblok respon simpatis efektif dan
menghilangkan sakit kepala.
3. Beri penjelasan cara untuk meminimalkan aktivitas
vasokontrisi
Rasional : aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi
menyebabkan sakit kepala.
4. Bantu pasien dalam ambulansi sesuai kebutuhan
Rasional : pening/pusing selalu berkaitan dengan sakit kepala

d. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


masukan berlebihan sehubungan dengan kebutuhan
metabolic
Tujuan : Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh teratasi
kriteria hasil : BB ideal sesuai dengan tinggi dan berat badan
Intervensi :
1. Kaji pemahaman pasien tentang hubungan antara kegemukan
dan hipertensi
Rasional : kegemuakn adalah resiko tambahan pada tekanan
darah tinggi
2. Kaji masukan kalori harian dan pilihan diet
Rasional : menetukan pilihan intervensi lebih banyak
3. Bicarakan/diskusikan pentingnya menurunkan masukan kalori
dan batasi masukan garam lemak dan gula sesuai indikasi
Rasional : makanan seperti tinggi garam, lemak dan gula
menunjang terjadinya aterosklerosis dan kegemukan yang
menyebabkan predisposisi hipertensi
4. Timbang berat badan tiap hari
Rasional : mengenai pemasukan hidrasi klien dengan adanya
peningkatan/penurunan Hipertensi
5. Rujuk ke ahli gizi sesuai indikasi.
Rasional : memberikan konseling dan bantuan dengan
memenuhi diit individu

e. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan krisis


situasional
Tujuan: Mengidentifikasi perilaku koping efektif dan
konsekuensinya
Kriteria hasil : Koping individu efektif
Intervensi :
1. Kaji keefektifan srategi koping dengan mengobservasi
perilaku misalnya kemampuan menyatakan perasaan dan
perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan
Rasional : mekanisme adaptif perlu untuk mengubah pola
hidup seseorang, mengatasi hipertensi kronik,dan
mengitegrasikan terapi yang diharuskan ke dalam kehidupan
sehari-hari
2. Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan,
kerusakan konsentrasi, peka rangsang,penurunan toleransi
sakit kepala, ketidak mampuan untuk mengatasi/
menyelesaikan masalah
Rasional : manifestasi mekanisme koping maladaktif mungkin
merupakan indikator marah yang ditekan dan diketahui telah
menjadi penentu utama tekanan darah diastolik.
3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan ke
mungkinan st rategi untuk mengatasinya.
Rasional : pengenalan terhadap stresor adalah langkah pertama
dalam mengubah respon seseorang terhadap stresor.
4. Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan beri
dorongan partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan
Rasional : keterlibatan memberikan pasien perasaan kontrol
diri yang berkelanjutan, memperbaiki keterampilan koping
dan dapat meningkatkan kerja sama dalam regimen terapeutik.
PRAPLANING ASUHAN KEPERAWATAN
Tn.S DENGAN HIPERTENSI
DI DUSUN SINGODIWONGSO, DESA SINGOTRUNAN,
KECAMATAN BANYUWANGI, RT/RW 03/04
PRAKTEK KEPERAWATAN MANAGEMEN PKM
SINGOTRUNAN
PRODI S-1 KEPERAWATAN BANYUWANGI

Disusun oleh :
Ni Made Esta Mariani
2015.02.026
Ni Putu Kusumawardani
2015.02.027

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES BANYUWANGI
2017/2018
PRA PLANING ASKEP GERONTIK

NAMA KK : Tn. S

ALAMAT :Dusun Singodiwongso, RT/RW 03/04 Desa Singotrunan


Kec.Banyuwangi

KUNJUNGAN KE : I (satu)

TOPIK KEGIATAN : Perkenalan dengan gerontik dan pengkajian askep


gerontik

HARI/TANGGAL : 04 September 2018

I. Fase Persiapan
1. Latar belakang
Dalam rangka merubah perilaku gerontik yang kurang menunjang
kesehatan karena kurangnya pengetahuan dan ketrampilan dalam perawatan
kesehatan maka dilakukan pembinaan berupa asuhan keperawatan gerontik.
Dalam memberikan pembinaan askep gerontik maka mahasiswa harus
mengenal lebih dekat kepada gerontik binaan.
Mahasiswa yang mau melakukan pembinaan masih belum saling
kenal antara mahasiswa dan gerontik binaan sehingga akan menyebabkan
kesulitan melakukan interkasi dalam pembinaan askep gerontik, juga
gerontik belum mengetahui tujuan, manfaat pembinaan oleh mahasiswa,
Dalam proses keperawatan gerontik hal yang utama sebelum
melangkah ke intervensi keperawatan dan implementasi keperawatan
kepada gerontik dengan penyakit HIPERTENSI adalah melakukan
pengkajian, untuk mengenal masalah kesehatan gerontik lebih detail dan
dalam maka diperlukan adanya Pengkajian askep gerontik dengan
HIPERTENSI oleh mahasiswa kepada gerontik yang menjadi keluarga
binaan
Untuk menghindari permasalahan – permasalahan tersebut maka
diperlukan adanya perkenalan mahasiswa dengan gerontik yang menjadi
gerontik binaan. Adapun kegiatan perkenalan meliputi :
1) Memperkenalkan identitas mahasiswa dan juga seluruh anggota keluarga
gerontik binaan
2) Menyampaikan tujuan, manfaat pembinaan
3) Menyampaikan kontrak waktu pembinaan dari awal sampai akhir
4) Melakukan pengkajian meliputi data :
1) Data umum, genogram, tipe gerontik, suku bangsa, status
social
2) Pengkajian lingkungan
3) Struktur gerontik
4) Fungsi gerontik
5) Tugas perawatan gerontik
6) Stres dan koping gerontik
7) Riwayat kesehatan gerontik
8) Pemeriksaan fisik
9) Harapan gerontik

2. Analisa situasi.
Mahasiswa sudah mengenal gerontik yang menjadi keluarga
binaan, demikian juga gerontik binaan juga sudah mengenal
mahasiswa pada pertemuan yang pertama ini, mahasiswa dan gerontik
telah sama – sama tau identitas nya, gerontik mengetahui tujuan dan
manfaat dari pembinaan, gerontik mengetahui kontrak waktu selama
pembinaan. Saat ini mahasiswa akan Melakukan pengkajian kepada
gerontik dengan penyakit HIPERTENSI.

3. Tujuan
a. Tujuan umum :
Mahasiswa mampu melakukan perkenalan dengan gerontik binaan
dengan baik
b. Tujuan khusus :
1. Mahasiswa mampu memperkenalkan diri, gerontik juga
memperkenalkan diri
2. Mahasiswa mampu menyampaikan tujuan dan manfaat melakukan
pembinaan askep gerontik dan gerontik dapat memahami yang
disampaikan oleh mahasiswa
3. Mahasiswa mampu menyampaikan kontrak waktu yang jelas kepada
gerontik, dan gerontik dapat menerima kontrak waktu dan ada
kesepakatan bersama untuk melaksanakannya.
4. Mahasiswa mampu mengkaji masalah kesehatan gerontik dengan
HIPERTENSI.
5. Mahasiswa mampu menyampaikan kontrak waktu yang jelas kepada
gerontik, dan keluarga dapat menerima kontrak waktu dan ada
kesepakatan bersama untuk melaksanakannya.

II. FASE PENDAHULUAN


Tujuan kunjungan :
a. Mahasiswa mengexplorasi situasi dan kondisi (kebiasaan,pengetahuan, dll)
gerontik binaan melalui data sekunder yaitu petugas kader dan tokoh
masyarakat setempat.
b. Mahasiswa dapat melakukan perkenalan dengan gerontik dengan baik
c. Mahasiswa mengexplorasi pengkajian terhadap gerontik binaan serta
pengkajian pemeriksaan fisik gerontik dengan penyakit HIPERTENSI
melalui data subyektif dan obyektif saat pengkajian berlangsung

III. FASE KERJA


1. Kegiatan yang dilakukan :
Dalam melakukan perkenalan dengan gerontik yang dilakukan yaitu :
a. Memperkenalkan identitas mahasiswa dan sebaliknya gerontik binaan
b. Menyampaikan tujuan, manfaat melakukan pembinaan askep gerontik
c. Menyampaikan kontrak waktu selama melakukan pembinaan askep
gerontik
d. Melakukan pengkajian meliputi data :
1. Data umum, genogram, tipe gerontik, suku bangsa, status social
2. Pengkajian lingkungan
3. Struktur gerontik
4. Fungsi gerontik
5. Tugas perawatan gerontik
6. Stres dan koping gerontik
7. Riwayat kesehatan gerontik
8. Pemeriksaan fisik
9. Harapan gerontik

2. Uraian kegiatan
TAHAP WAKTU KEGIATAN MAHASISWA KEGIATAN
GERONTIK
Pembukaan 3-5 menit 3 S (senyum, salam, sapa) Membalas 3 S
(senyum, salam,
sapa )
Isi 20 menit  Memperkenalkan  Gerontik
identitas mahasiswa mendengarkan
secara detail.  Gerontik juga
 Mahasiswa memperkenalka
mendengarkan dengan n identitas dari
baik dan seksama masing masing
 Mahasiswa melakukan gerontik
pengkajian meliputi data:
 Mendengarkan
Data umum, genogram,
tipe gerontik, suku dan memahami
bangsa, status social,
yang
Pengkajian lingkungan,
Struktur erontik, Fungsi disampaikan
gerontik, Tugas
 Mendengarkan
perawatan gerontik, Stres
dan koping gerontik, dan
Riwayat kesehatan
gerontik, Pemeriksaan mengklarifikasi
fisik, harapan gerontik yang
disampaikan
 Menyampaikan tujuan
dan manfaat dari
melakukan pembinaaan
 Menyampaikan kontrak
waktu selama melakukan
pembinaan askep
gerontik
Penutup 3-5 menit  Mengevaluasi dan Menyimpulkan  Menjawab
yang disampaikan pertanyaan, dan
 Menyepakati kegiatan berikutnya Mendengarkan
dan waktu pelaksanaan selnjutnya kesimpulan
(kunjungan berikutnya)  Menyetujui
 Mengahiri kunjungan
Menyampaikan salam

 Menjawab
salam
IV. FASE TERMINASI
1. Resume kegiatan I
a. Mahasiswa dan gerontik sama – sama tau identitas nya
b. Gerontik mengetahui tujuan dan manfaat dari pembinaan
c. Gerontik mengetahui kontrak waktu selama pembinaan
d. Keluarga mengetahui kontrak waktu selama pembinaan yang telah di
setujui pada kunjungan sebelumnya
e. Keluarga telah terkaji seluruh datanya
2. Rencana kegiatan pada kunjungan yang akan datang.
1) Melakukan Analisa data dan Perumusan diagnosa keperawatan gerontik
dari salah satu daiagnosa keperawatan gerontik yang meliputi biologis,
psikososial, social, dan spiritual sebagai berikut:
1. Nyeri akut b/d peningkatan tekanan vaskuler serebral
2. Gangguan pola tidur b/d kegelisahan
2) Perumusan rencana tindakan askep gerontik sesuai sesuai dengan
diagnosa keperawatan gerontik yang dirumuskan sebelumnya, meliputi:
a. Intervensi keperawatan tentang Nyeri akut b/d peningkatan tekanan
vaskuler serebral
b. Intervensi keperawatan tentang Gangguan pola tidur b/d kegelisahan
PRA PLANING ASKEP GERONTIK

NAMA KK :Tn. S

ALAMAT :Dusun Singodiwongso, RT/RW 03/04 Desa Singotrunan


Kec.Banyuwangi

KUNJUNGAN KE : II (dua)

TOPIK KEGIATAN : PengkajianAskep Gerontik

HARI/TANGGAL : Rabu, 5 september 2018

V. FasePersiapan

1. LatarBelakang

Dalamproses keperawatan gerontik hal yang utama sebelum


melangkah ke intervensi keperawatan dan implementasi keperawatan
kepada gerontik dengan penyakitHIPERTENSI adalah melakukan
pengkajian, untukmengenal masalah kesehatan gerontik lebih detail
dan dalam makadiperlukanadanyaPengkajianaskepgerontik
denganHIPERTENSI olehmahasiswakepadagerontik yang
menjadikeluargabinaan.
AdapunkegiatanPengkajianaskepgerontikmeliputi :

a. Menyampaikan kontrak waktu selama melakukan pembinaan askep


gerontik yang telah di setujui pada kunjungan sebelumnya.
b. Melakukanpengkajianmeliputi data :
10) Data umum, genogram, tipegerontik, sukubangsa, status social
11) Pengkajianlingkungan
12) Strukturgerontik
13) Fungsigerontik
14) Tugas perawatan gerontik
15) Stres dan koping gerontik
16) Riwayatkesehatangerontik
17) Pemeriksaan fisik
18) Harapan gerontik

2. Analisasituasi.
Mahasiswasudahmengenalgerontik yang
menjadikeluargabinaan,
demikianjugagerontikbinaanjugasudahmengenalmahasiswa. Pada
pertemuan sebelumnya (pertemuan I/ Perkenalan dengan gerontik)
mahasiswa dan gerontik telah sama – sama tau identitas nya, gerontik
mengetahui tujuan dan manfaat dari pembinaan, gerontik mengetahui
kontrak waktu selama pembinaan. Saat ini mahasiswa akan
Melakukanpengkajian kepada gerontik dengan penyakit
HIPERTENSI.

3. Tujuan

c. Tujuanumum :
Mahasiswamampumelakukanpengkajiandengankeluargabinaandeng
anbaik
d. Tujuankhusus:
1) Mahasiswa mampu mengkaji masalah kesehatan gerontik
dengan HIPERTENSI.
2) Mahasiswamampumenyampaikankontrakwaktu yang
jelaskepadagerontik,
dankeluargadapatmenerimakontrakwaktudanadakesepakatanber
samauntukmelaksanakannya.

VI.FASE PENDAHULUAN
Tujuankunjungan :
a. Mahasiswa mengexplorasi pengkajian terhadap gerontikbinaan serta
pengkajian pemeriksaan fisik gerontik dengan penyakit HIPERTENSI
melalui data subyektif dan obyektif saat pengkajian berlangsung
b. Mahasiswadapatmelakukan pengkajian askep gerontik dengan baik

VII.FASE KERJA
1. Kegiatan yang dilakukan:
Pengkajianaskepgerontikmeliputi :
1) Menyampaikan kontrak waktu selama melakukan pembinaan askep
gerontik yang telah di setujui pada kunjungan sebelumnya.
2) Melakukanpengkajianmeliputi data :
a. Data umum, genogram, tipegerontik, sukubangsa, status social
b. Pengkajianlingkungan
c. Strukturerontik
d. Fungsigerontik
e. Tugas perawatangerontik
f. Stres dan kopinggerontik
g. Riwayatkesehatangerontik
h. Pemeriksaan fisik
i. Harapangerontik
2. Uraiankegiatan
TAHAP WAKTU KEGIATAN MAHASISWA
Pembukaan 3-5 menit 3 S (senyum, salam, sapa)

Isi 30 menit  Menyampaikan kontrak waktu selama melakukan pembinaan


askep keluarga yang telah di setujui pada kunjungan sebelumny
 Mahasiswa melakukan pengkajian meliputi data:Data umum,
genogram, tipe gerontik, suku bangsa, status social, Pengkajian
lingkungan, Struktur erontik, Fungsi gerontik, Tugas perawatan
gerontik, Stres dan koping gerontik, Riwayat kesehatan geronti
Pemeriksaan fisik, harapangerontik

Penutup 3-5 menit  MengevaluasidanMenyimpulkan yang disampaikan


 Menyepakatikegiatanberikutnyadanwaktupelaksanaanselanjutn
(kunjunganberikutnya)
 MengahirikunjungandanMenyampaikansalam

VIII. FASE TERMINASI


1. Resume kegiatan II
a. Keluargamengetahuikontrakwaktuselamapembinaan yang telah di
setujui padakunjungan sebelumnya
b. Keluarga telah terkaji seluruh datanya
2. Rencanakegiatanpadakunjungan yang akandatang.
MelakukanAnalisa data dan Perumusan diagnosa keperawatan pada
gerontik binaan dengan HIPERTENSI
PRA PLANING ASKEP KELUARGA

NAMA KK : Tn. S

ALAMAT :Dusun Singodiwongso, RT/RW 03/04 Desa Singotrunan


Kec. Banyuwangi

KUNJUNGAN KE : II (dua)

TOPIK KEGIATAN : Analisa Data Dan Perumusan Diagnosa Keperawatan


HARI/TANGGAL : 06 september 2018

IX. Fase Persiapan


4. latar belakang
Dalam memberikan pembinaan askep gerontik maka mahasiswa harus
menganalisa data dan merumuskan diagnosa keperawatan untuk mengenal
masalah kesehatan gerontik. Sehingga diperlukan adanya analisis dari hasil
pengkajian gerontik binaan dengan HIPERTENSI oleh mahasiswa kepada
gerontik yang menjadi gerontik binaan. Adapun kegiatan analisa data dan
perumusan diagnose keperawatan meliputi :
1. Menyampaikan kontrak waktu selama melakukan pembinaan askep
gerontik yang telah di setujui pada kunjungan sebelumnya.
2. Melakukan Analisa data dan Perumusan diagnosa keperawatan pada
gerontik dengan HIPERTENSI meliputi:
1) Nyeri akut b/d peningkatan tekanan vaskuler serebral
2) Gangguan pola tidur b/d kegelisahan
3. Perumusan rencana tindakan askep gerontik sesuai sesuai dengan
diagnose keperawatan gerontik yang dirumuskan sebelumnya, meliputi:
1. Nyeri akut b/d peningkatan tekanan vaskuler serebral
2. Gangguan pola tidur b/d kegelisahan
5. Analisa situasi.
Mahasiswa sudah mengenal keluarga yang menjadi keluarga binaan,
demikian juga keluarga binaan juga sudah mengenal mahasiswa. Pada
pertemuan sebelumnya (pertemuan I/ Pengkajian askep keluarga)
mahasiswa telah Mahasiswa melakukan pengkajian meliputi data: Data
umum, genogram, tipe keluarga, suku bangsa, status social, Riwayat dan
tahap perkembangan keluarga, Pengkajian lingkungan, Struktur keluarga,
Fungsi keluarga, Tugas perawatan keluarga, Stres dan koping keluarga,
Pemeriksaan fisik, Harapan keluarga, dan Keluarga mengetahui kontrak
waktu selama pembinaan. Saat ini mahasiswa akan Melakukan Analisa data
dan Perumusan diagnose keperawatan kepada gerontik dengan penyakit
HIPERTENSI.

6. Tujuan
e. Tujuan umum :
Mahasiswa mampu melakukan Analisa data dan Perumusan diagnosa
keperawatan dengan gerontik binaan dengan baik
f. Tujuan khusus :
6. Mahasiswa mampu menganalisa data dan Perumusan diagnosa
keperawatan keluarga dengan HIPERTENSI.
7. Mahasiswa mampu menyampaikan kontrak waktu yang jelas kepada
keluarga, dan keluarga dapat menerima kontrak waktu dan ada
kesepakatan bersama untuk melaksanakannya.
8. Mahasiswa mampu menentukan prioritas perumusan rencana tindakan
askep gerontik yang menunjang tindakan keperawatan yang akan
dilakukan.
9. Mahasiswa mampu menyampaikan kontrak waktu yang jelas kepada
gerontik, dan gerontik dapat menerima kontrak waktu dan ada
kesepakatan bersama untuk melaksanakannya.

X. FASE PENDAHULUAN
Tujuan kunjungan :
a. Mahasiswa menganalisa data dengan HIPERTENSI meliputi data subyektif
dan obyektif dari hasil pengkajian yang dilakukan sebelumnya
b. Mahasiswa dapat melakukan Perumusan diagnosa keperawatan gerontik
dengan HIPERTENSI meliputi data subyektif dan obyektif dari hasil
pengkajian yang dilakukan sebelumnya

XI. FASE KERJA


3. Kegiatan yang dilakukan meliputi :
3) Menyampaikan kontrak waktu selama melakukan pembinaan askep
gerontik yang telah di setujui pada kunjungan sebelumnya.
4) Melakukan Analisa data dan Perumusan diagnosa keperawatan gerontik
dari salah satu daiagnosa keperawatan gerontik yang meliputi biologis,
psikososial, social, dan spiritual sebagai berikut:
3. Nyeri akut b/d peningkatan tekanan vaskuler serebral
4. Gangguan pola tidur b/d kegelisahan
5) Perumusan rencana tindakan askep gerontik sesuai sesuai dengan
diagnosa keperawatan gerontik yang dirumuskan sebelumnya, meliputi:
c. Intervensi keperawatan tentang Nyeri akut b/d peningkatan tekanan
vaskuler serebral
d. Intervensi keperawatan tentang Gangguan pola tidur b/d kegelisahan

4. Uraian kegiatan
TAHAP WAKTU KEGIATAN MAHASISWA KEGIATAN KELUARGA
Pembukaan 3-5 menit 3 S (senyum, salam, sapa) Membalas 3 S (senyu
salam, sapa )
Isi 30-50 a. Menyampaikan kontrak Mendengarkan dan
menit waktu selama melakukan mengklarifikasi yang
pembinaan askep gerontik disampaikan sesuai kontra
yang telah di setujui pada waktu yang disetujui
kunjungan sebelumnya

b. Melakukan Analisa data dan


Mendengarkan, menjawab
Perumusan diagnosa
pertanyaan yang
keperawatan dari salah satu
disampaikan sesuai keada
diagnose keperawatan
kenyataan, dan memaham
gerontik yang meliputi
yang disampaikan
biologis, psikososial, social,
dan spiritual sebagai berikut:
c. Fisik / Biologis
1. Nyeri akut b/d
peningkatan tekanan
vaskuler serebral
2. Gangguan pola tidur b/d
kegelisahan
d. Merumuskan rencana
tindakan askep gerontik
sesuai sesuai dengan
diagnosa keperawatan
gerontik yang dirumuskan
sebelumnya, meliputi:
a. Intervensi keperawatan
tentang Nyeri akut b/d
peningkatan tekanan
vaskuler serebral
b. Intervensi keperawatan
tentang Gangguan pola
tidur b/d kegelisahan
Penutup 3-5 menit  Mengevaluasi dan  Menjawab pertanyaa
Menyimpulkan yang dan Mendengarkan
disampaikan kesimpulan

 Menyepakati kegiatan  Menyetujui


berikutnya dan waktu
pelaksanaan selanjutnya
(kunjungan berikutnya)

 Menjawab salam
 Mengahiri kunjungan
Menyampaikan salam

XII. FASE TERMINASI


3. Resume kegiatan III
1) gerontik mengetahui kontrak waktu selama pembinaan yang telah di
setujui pada kunjungan sebelumnya
2) gerontik telah teranalisa datanya dan diagnosa keperawatan
4. Rencana kegiatan pada kunjungan yang akan datang.
1) Melakukan BHSP dengan klien
2) Mengobservasi tanda-tanda vital
3) memberikan HE tentang :
a) Pengertian HIPERTENSI dengan menggunakan bahasa yang
dipahami oleh klien (yaitu bahasa osing)
b) Penyebab HIPERTENSI dengan menggunakan bahasa yang
dipahami oleh klien (yaitu bahasa osing)
c) Gejala HIPERTENSI dengan menggunakan bahasa yang dipahami
oleh klien (yaitu bahasa osing)
d) Perawatan dirumah dengan penyakit HIPERTENSI
4) Melakukan evaluasi/pertanyaan terhadap Ny. S tentang penyakit
HIPERTENSI dan perawatan yang dilakukan dirumah yang sebelumnya
telah disampaikan oleh mahasiswa
5) Menganjurkan Ny. S untuk tidur dengan posisi kepala lebih tinggi
6) Mengevaluasi perkembangan setiap intervensi dan implementasi yang
sudah dilaksanakan pada gerontik dengan HIPERTENSI
7) Mengevaluasi bagaimana perkembangan gerontik setelah dilakukan
implementasi
ASUHAN KEPERAWATAN
Tn.S DENGAN HIPERTENSI
DI DUSUN SINGODIWONGSO, DESA SINGOTRUNAN,
KECAMATAN BANYUWANGI, RT/RW 03/04
PRAKTEK KEPERAWATAN MANAGEMEN PKM
SINGOTRUNAN
PRODI S-1 KEPERAWATAN BANYUWANGI

Disusun oleh :
Ni Made Esta Mariani
2015.02.026
Ni Putu Kusumawardani
2015.02.027

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES BANYUWANGI
2017/2018
DOKUMENTASI

Gambar 1 dan 2 : perawat sedang mengobservasi


keadaan umum Tn. S di hari pertama

Gambar 3 : perawat sedang melihat keadaan dapur


Tn.S di hari pertama
Gambar 4 : perawat sedang mengevaluasi
keadaan pasien di hari kedua

Gambar 4 : Tn.S sedeang bercerita bagaimana


keadaannya saat ini

Gambar 5 : perawat sedang mengobservasi tekanan


darah Tn.S
Gambar 6 : Tn.S sedang membaca

Gambar 7 : foto bersama


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta,
EGC,

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC,

Goonasekera CDA, Dillon MJ, 2003. The child with hypertension. In: Webb NJA,
Postlethwaite RJ, editors. Clinical Paediatric Nephrology. 3rd edition. Oxford:
Oxford University Press

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:


Prima Medika

Smet, Bart.1994. Psikologi Kesehatan. Pt Grasindo:Jakarta

Soeparman dkk,2007 Ilmu Penyakit Dalam , Ed 2, Penerbit FKUI, Jakarta

Smeljer,s.c Bare, B.G ,2002 Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah,

Imam, S Dkk.2005. Asuhan Keperawatan Keluarga.Buntara Media:malang

Anda mungkin juga menyukai