Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN SKABIES

Dosen Pengampu : Dwi Martha Agustina,. S. Kep,. M. Kep

Oleh :

Deliana Moniz 113063C117004

Elisa Tara Panduyan 113063C117008

Erny Manggeury 113063C117009

Init Almahera 113063C117016

Natalia Adriani U. K 113063C117022

Putri Utami 113063C117023

Reina Maria Eklesia 113063C117024

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI

BANJARMASIN

2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Parasit adalah organisme yang hidup dari mahluk hidup


lainya. Manusia adalah tuan rumah bagi banyak parasit, yang dapat
hidup di dalam tubuh di dalam tubuh atau pada kulit. Parasit ini
menggunakan tubuh manusia untuk mendapatkan makanan dan
untuk memproduksi, dan dalam tawar-menawar menyebabkan
masalah kesehatan manusia yang terinfeksi. Parasit terdapat di
seluruh dunia dan banyak orang menderita infeksi parasit kulit.
Sebagai contoh, sekitar 6 untuk 12 juta orang di seluruh dunia
mendapatkan kutu setiap tahun dan di Amerika Serikat. Banyak
penyakit kulit yang disebabkan oleh parasit contohnya yaitu
Scabies.

Secara Epidemiologi, penyakit skabies, atau disebut uga


sebagai kudis. Diseluruh dunia tercatat sebanyak 300 juta kasus
setiap tahunnya. Bencana alam, perang dan kemiskinan
menyebabkan tingginya angka kepadatan penduduk di suatu daerah
dapat meningkatkan jumlah transmisi. Secara umum, skabies lebih
sering ditemukan dinegara berkembang dibandingkan neegara
maju. Penelitian di Malaysia mendapatkan bahwa infestasi skabies
tertinggi ditemukan pada anak usia 10-12 tahun. Hingga kini,
skabies masih menjadi penyakit akademik di negara tropis dan
subtropis. Skabies termasuk menjadi salah satu di antara 6 penyakit
kulit umum yang diakibatkan oleh parasit.

Perawat merupakan bagian dari tim kesehatan yang


memiliki leih banyak kesempatan untuk melakukan intervensi
kepada pasien, sehingga fungsi dan peran perawat dapat
dimaksimalkan dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap
penderita seperti memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan
kesehatan fisik, perawat juga dapat melakukan pendekatan
spiritual, psikologis dan mengaplikasikan fungsi edukatornya
dengan memberikan penyuluhan kesehatan terhadap penderita
sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan
penderita dan keluarga yang nantinya diharapkan dapat
meminimalisir resiko maupun komplikasi yang mungkin muncul
dari skabies tersebut.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologis penyakit dari skabies ?
2. Apa pengertian dari skabies ?
3. Apa penyebab dari skabies ?
4. Apa tanda dan gejala penyakit dari skabies ?
5. Bagaimana perjalanan penyakit dari skabies ?
6. Bagaimana pathway dari penyakit skabies ?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang penyakit dari skabies ?
8. Bagaimana penatalaksanaan penyakit dari skabies ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan penyakit dari skabies ?

C. Tujuan
Tujuan umum
Mampu memahami penyakit pada sistem integumen diantaranya
ialah skabies, serta dapat melakukan asuhan keperawatan yang
tepat terkait penyakit tersebut.
Tujuan khusus
1. Mampu memahami anatomi dan fisiologis dari skabies.
2. Mampu memahami pengertian dari skabies.
3. Mampu memaham penyebab dari skabies.
4. Mampu memahami tanda dan gejala dari skabies.
5. Mampu memahami perjalana penyakit dari skabies.
6. Mampu memahami pathway dari skabies.
7. Mampu memahami pemeriksaan penunjang dari skabies.
8. Mampu memahami penatalaksanaan dari skabies.
9. Mampu memahami asuhan keperawatan dari skabies.
D. Manfaat
Manfaat umum
Meningkatkan pengetahuan bagi pembaca agar dapat memahami
penyakit sistem integumen yang di antaranya adalah skabies.
Manfaat bagi mahasiswa
Bagi mahasiswa kepewarawat yaitu dapat digunakan sebagai
referensi, untuk mengembangkan ilmu tentang asuhan keperawatan
skabies.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Integumen

Gambar: Anatomi sistem integumen


Sumber: Wikipedia

Anatomi sistem integumen

Lapisan kulit dan bagian-bagian pelengkapnya. Kulit terbagi menjadi tiga lapisan:

1. Epidermis
Epidermis merupakan bagian kulit paling luar. Ketebalan epidermis berbeda-
beda pada berbagai bagian tubuh, yang paling tebal berukuran 1 mm misalnya
pada telapah tangan dan telapak kaki, dan yang paling tipis berukuran 0,1 mm
terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi dan perut.
Pada epidermis dibedakan atas 5 lapisan kulit, yaitu:
a. Lapisan tanduk (stratum corneum)
Merupakan lapisan epidermis yang paling atas, dan menutupi semua lapisan
epidermis lebih kedalam. Lapisan tanduk terdiri atas beberapa lapis sel
pipih, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak
berwarna dan sangat sedikit mengandung air.
Proses pembaruan lapisan tanduk, terus berlangsung sepanjang hidup,
menjadikan kulit ari memiliki self repairing capacity atau kemampuan
memeperbaiki diri.
b. Lapisan bening ( stratum lucidum)
Disebut juga lapisan barrier, terletak tepat dibawah lapisan tanduk, dan di
anggap sebagai penyambung lapisan tanduk dengan lapisan berbutir.
c. Lapisan berbutir (stratum granulosum)
Tersusun oleh sel-sel keratinosit berbentuk kumparan yang mengandung
butir-bitir didalam protoplasmanya, berbutir kasar dan berinti mengkerut.
Lapisan ini tampak paling jelas pada kulit telapak tangan dan telapak kaki.
d. Lapisan bertaju (stratum spinosum)
Disebut juga lapisan malphigi, terdiri atas sel-sel yang saling berhubungan
dengan perantaraan jembatan-jembatan protoplasma berbentuk kubus.
e. Lapisan benih (statum germinavitum atau stratum basale)
Merupakan lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel torak
(silinder) dengan kedudukan tegak lulur terhadap permukaan dermis.
2. Dermis (korium)
Kulit jangat atau dermis menjadi tempat ujung saraf perasa , keberadaan
kandung rambut, kelenjar keringat, kelenjar-kelenjar palit (sebacea) atau
kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh darah dan getah bening, dan otot
penegak rambut (muskulus arektor pili)
3. Hipodermis (subcutis)
Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah dan limfe,
saraf-saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit. Cabang-cabang dari
pembulu-pembuluh dan saraf-saraf menuju lapisan kulit jangat. Jaringan ikat
bawah kulit berfungsi sebagai bantalan atau penyanggah benturan bagi organ-
organ tubuh bagian dalam, membentuk kontur tubuh dan sebagai cadangan
makanan.

Fisiologis sistem integumen

Fisiologis kulit

Kulit memiliki banyak fungsi diantaranya adalah:


1. Menutupi dan melindungi organ-organ didalamnya
2. Melindungi tubuh dari masuknya mikroorganisme dan benda asing

Pengaturan suhu

1. Eksresi: melalui pespirasi atau berkeringat, membuang sejumlah kecil urea.


2. Sintesis: konversi 7-dehydrocholeterol menjadi vitamin D3 (cholecalciferol)
dengan bantuan sinar UV.

Tempat penimbun lemak (Widia, 2015)

B. Definisi
Skabies merupakan infeksi kulit yang disebabkan oleh tungau
Sarcoptes scabiei (Esther Chang;John Daly;Doug Elliott, 2010).
Skabies adalah infestasi parasit yang disebabkan oleh tungau
(Sarcoptes scabiei) (Priscilla LeMone;Karen M. Burke;Gerene Bauldoff,
2016).
Skabies merupakan infeksi kulit menular dengan manifestasi
keluhan gatal pada lesi terutama pada waktu malam hari yang disebabkan
Sarcoptes scabiei var hominis (Arif Muttaqin;Kumala Sari, 2011).
Jadi, menurut kelompok skabies adalah penyakit infeksi kulit yang
disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei, serta merupakan infeksi kulit
menular dengan manifestasi seperti keluhan gatal pada malam hari.

C. Etiologi
Scabies disebabkan oleh kutu atau kuman Sarcoptes scabiei.
Secara Sarcoptes scabiei merupakan tungau kecil berbentuk oval,
punggungnya cembung dan bagian perutnya rata berwarna putih kotor dan
tidak memiliki mata. Sarcoptes betina yang berada di lapisan kulit Stratum
corneum dan lucidum membuat terowongan ke dalam lapisan kulit. Di
dalam terowongan inilah Sarcoptes betina bertelur dan dalam waktu
singkat, telur tersebut menetas menjadi hyponi yakni Sarcoptes muda.
Akibat terowongan yang digali Sarcoptes betina dan hypopi yang
memakan sel-sel di lapisan kulit itu, dan penderita mengalami rasa gatal
(Esther Chang;John Daly;Doug Elliott, 2010).

Faktor risiko skabies:

1. Usia
Skabies dapat ditemukan pada semua usia tetapi lebih sering
menginfeksi anak-anak dibandingkan orang dewasa. Hal ini
disebabkan karena daya tahan tubuh yang lebih rendah dari orang
dewasa, kurangnya kebersihan , dan lebih seringnya mereka bermain
bersama anak-anak dan dengan kontak yang erat.
Skabies juga mudah menginfeksi orang usia lanjut karena imunitas
yang menurun dan perubahan fisiologi kulit menua. Selain faktor
imunitas, orang usia lanjut juga mengalami perubahan fisiologi kulit
yaitu atrofi epidermis dan dermis.
2. Jenis kelamin
Skabies dapat menginfeksi laki-laki maupun perempuan, tetapi laki-
laki lebih sering menderita skabies. Hal tersebut disebabkan laki-laki
kurang memperhatikan kebersihan diri dibandingkan perempuan.
3. Tingkat kebersihan
Memelihara kebersihan diri pada seseorang harus menyeluruh, mulai
dari kulit, tangan, kaki, kuku, sampai ke alat kelamin. Cuci tangan
sangat penting untuk mencegah infeksi bakteri, virus, dan parasit.
4. Penggunaan alat pribadi bersama
Penggunaan alat pribadi bersama-sama merupakan salah satu faktor
risiko skabies. Kebiasaan tukar-menukar barang pribadi seperti sabun,
handuk, selimut, sarung, dan pakaian bahkan pakaian dalam (Esther
Chang;John Daly;Doug Elliott, 2010).
Gambar: tungau Sarcoptes scabiei

D. Manisfestasi Klinis
Menurut (Esther Chang;John Daly;Doug Elliott, 2010),
menyatakan diagnosis dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardial
berikut ini:
1. Pruritis (gatal pada malam hari) karena aktivitas tungau lebih tinggi
pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang menusia secara berkelompok, misalnya dalam
sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi.
Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya,
sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang tungau
tersebut.
3. Kunikulus (adanya terowongan) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok,
rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul
atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulit menjadi polimorfi
(pustula, ekskoriasi,dll). Tempat predileksi biasanya daerah dengan
stratum korneum tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan
bagian volar, siku bagian luar, lipatan ketiak bagian depan, areola
mammae (wanita) dan lipatan glutea, umbilikus, bokong, geitalia
eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang
telapak tangan dan telapak kaki bahkan seluruh permukaan kulit. Pada
remaja dan orang dewasa dapat timbul pada kulit kepala dan wajah.
E. Patofisiologi Skabies
Awal mula dari penyebab skabies adalah Sarcoptes scabiei. Secara
Sarcoptes scabiei merupakan tungau kecil berbentuk oval, punggungnya
cembung dan bagian perutnya rata berwarna putih kotor dan tidak
memiliki mata. Sarcoptes betina yang berada di lapisan kulit Stratum
corneum dan lucidum membuat terowongan ke dalam lapisan kulit. Di
dalam terowongan inilah Sarcoptes betina bertelur dan dalam waktu
singkat, telur tersebut menetas menjadi hyponi yakni Sarcoptes muda.
Akibat terowongan yang digali Sarcoptes betina dan hypopi yang
memakan sel-sel di lapisan kulit itu, dan penderita mengalami rasa gatal.
Orang akan mudah terkena skabies jika tidak menjaga kebersihan diri, dan
beberapa risiko skabies yaitu usia, jenis kelamin, tingkat kebersihan, dan
penggunaan alat pribadi bersamaan.
Dari beberapa etiologi tersebut dapat menimbulkan beberapa tanda
dan gejala yaitu rasa gatal sehingga membuat penderita cenderung untuk
terus-menerus menggaruk, timbul terowongan hasil pembuatan dari
parasit/kuman Sarcoptes scabiei, lesi skabies di berbagai tubuh yaitu di
sela jari, pergelangan tangan, siku, perut bagian bawah dan daerah
genitalia. Sehingga dapat ditarik masalah keperawatan yaitu nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera biologi, kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan gangguan permukaan kulit (epidermis), risiko infeksi
berhubungan dengan jaringan kulit rusak, gangguan pola tidur
berhubungan dengan rasa gatal, dan gangguan citra tubuh berhubungan
dengan perubahan dalam penampilan sekunder (Esther Chang;John
Daly;Doug Elliott, 2010), (Arif Muttaqin;Kumala Sari, 2011), (Priscilla
LeMone;Karen M. Burke;Gerene Bauldoff, 2016).
F. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis skabies ditegakkan dengan ditemukannya tungau
melalui pemeriksaan mikroskop, yang dapat dilakukan dengan beberapa
cara, antara lain:
1. Kerokan kulit: ini dicapai dengan menempatkan setetes minyak
mineral di atas liang dan kemudian menggoreskan longitudinal
menggunakan skapel no 15. Kerokan diletakkan pada kaca objek,
diberi kaca penutup, dan dengan mikroskop pembesar 20x atau 100x
dapat dilihat tungau, telur atau skibala.
2. Pengambilan tungau dengan jarum: jarum dimasukkan ke dalam
bagian yang gelap dan digerakkan tangensial. Tungau akan memegang
ujung jarum dan dapat diangkat keluar.
3. Epidermal shave biopsi: menemukan terowongan atau papul yang
dicurigai di antara ibu jari dan jari telunjuk, dengan hati-hati di iris
puncak lesi dengan skapel no 15 yang dilakukan sejajar dengan kulit.
4. Kuretasi terowongan (kuret dermal): yaitu kuretasi superfisial
mengikuti sumbu panjang terowongan atau puncak papul kemudian
kerokan diperiksa dengan mikroskop, setelah diletakkan di gelas objek
dan ditetesi minyak mineral.
5. Apusan kulit: kulit dibersihkan dengan eter, kemudian diletakkan
selotip pada lesi dan diangkat dengan gerakan cepat. Selotip kemudian
diletakkan diatas gelas objek dan diperiksan dengan mikroskop.
(Esther Chang;John Daly;Doug Elliott, 2010).

G. Penatalaksanan
Pencegahan skabies dapat dilakukan dengan berbagai cara:
1. Mencuci bersih, bahkan menganjurkan dengan cara direbus, handuk,
seprai meupun baju penderita skabies, kemudian menjemurnya hingga
kering.
2. Menghindari pemakaian baju, handuk, seprai secara bersama-sama.
3. Mengobati seluruh anggota keluarga, atau masyarakat yang terinfeksi
untuk memutuskan rantai penularan.
4. Mandi dengan sabun untuk menghilangkan sisa-sisa kulit yang
mengelupas dan kemudian kulit dibiarkan kering.
5. Cegah datangnya lagi skabies dengan menjaga lingkungan agar tetap
bersih dan sehat, ruangan jangan terlalu lembab dan harus terkena
sinar matahari serta menjaga kebersihan diri anggota keluarga dengan
baik (Arif Muttaqin;Kumala Sari, 2011).
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN SKABIES

A. Pengkajian
1. Warna kulit
Pengkajian terhadap masalah kebersihan kulit meliputi penilaian
tentang keadaan kulit, misalnya warna kulit untuk mengetahui adanya
pigmentasi kulit. Warna kulit yang tidak normal dapat disebabkan oleh
melanin pada kulit: warna kulit coklat dapat menunjukkan adanya
penyakit Addison atau tumor hipofisis, warna biru kemerahan dapat
menunjukkan adanya polisitemia, warna merah menunjukkan adanya
alergi dingin, hipertermia, psikologis, alkohol atau inflamasi lokal,
warna biru (sianosis) perifer akibat kecemasan/kedinginan atau sentral
karena penurunan kapasitas darah dalam membawa oksigen yang
meliputi bibir, mulut, dan badan.
2. Kelembapan kulit
Dalam keadaan normal, kulit agak kering dan dalam. Keadaan
patologis dapat dijumpai kekeringan pada daerah bibir. Kekeringan
pada tangan dan genital dapat menunjukkan adanya dermatitis kontak.
3. Tekstur kulit
Penilaian tekstur kulit dapat dilakukan melalui pengamatan dan
palpasi, contoh tekstur abnormal adalah pengelupasan atau sisik pada
jari tangan dan kaki.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan permukaan
kulit (epidermis)
3. Risiko infeksi berhubungan dengan jaringan kulit rusak
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa gatal
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam
penampilan sekunder
C. Rencana Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi
NOC
Kriteria Hasil:
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan).
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri.
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, dan frekuensi serta
tanda nyeri).
d. Menyetakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

NIC

a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,


karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien.
d. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan permukaan


kulit (epidermis)
NOC
Kriteria Hasil:
a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensai, elastisitas,
temperatur, hidrasi, pigmentasi).
b. Tidak ada luka atau lesi pada kulit.
c. Perfusi jaringan baik.
d. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya cedera berulang.
e. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit
dan perawatan alami.

NIC

a. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar


b. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.
c. Ajarkan teknik-teknik mencegah infeksi yaitu tidak menggaruk lesi
dan menjaga kebersihan kulit.
d. Monitor kulit akan adanya kemerahan
e. Berikan pakaian longgar dan mampu menyerap keringat
f. Kolaborasi pemberian obat sesuai program pengobatan

3. Risiko infeksi berhubungan dengan jaringan kulit rusak


NOC
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
c. Menunjukkan perilaku hidup sehat

NIC

a. Monitor kerentanan terhadap infeksi


b. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas
c. Inspeksi kondisi luka
d. Ajarkan cara menghindari infeksi
e. Berikan terapi antibiotik

4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa gatal


NOC
a. Jumlah jam tidur dalam batas normal 6-8 jam/hari
b. Pola tidur, kualitas dalam batas normal
c. Perasaan segar sesudah tidur/istirahat
d. Mampu mengidentifikasi hal-hal yang meningkatkan tidur
NIC

a. Kaji tidur pasien


b. Berikan kenyamanan pada klien (kebersihan tempat tidur klien)
c. Catat banyaknya klien terbangun di malam hari
d. Berikan musik klasik sebagai pengantar tidur

5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam


penampilan sekunder
NOC
a. Body image positif
b. Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
c. Mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh
d. Mempertahankan interaksi sosial

NIC

a. Kaji secara verbal dan nonverbal respon klien terhadap tubuhnya


b. Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis
penyakit
c. Dorong klien mengungkapkan perasaannya
d. Dorong interaksi keluarga

D. Evaluasi Keperawatan
1. Nyeri akut dapat terkontrol
2. Kerusakan pada kulit dapat tertangani
3. Infeksi tidak terjadi
4. Pola tidur pasien kembali teratur
5. Gangguan citra tubuh dapat teratasi
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Skabies merupakan penyakit menular yang di sebabkan oleh sarcopes
scabei. Mereka bertahan hidup memanfaatkan kehangatan kulit manusia,
sehingga bila kutu ini terlepas ke udara luar maka mereka hanya mampu
bertahan hidup tidak lebih dari 48 jam. Skabies menular dari manusia ke
manusia melalui kontak fisik (kulit) antara penderita skabies denga orang
yang sehat. Penularan terjadi khususnya bila kontak terjadi dalam waktu
yang cukup lama atau beberapa menit. Skabies juga bisa di tularkan
melalui pakaian atau sprei yang dipakai bergantian dengan penderita
skabies. Pengobatan skabies yang terutama adalah menjaga kebersihan
untuk membasmi skabies.
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif; Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC . Jogjakarta:
Mediaction Jogja.

Arif Muttaqin; Kumala Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem


Integumen. Jakarta: Salemba Medika.

Arif Muttaqin;Kumala Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem


Integumen. Jakarta: Salemba Medika.

Esther Chang;John Daly;Doug Elliott. (2010). Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik


Keperawatan. Jakarta: EGC.

Priscilla LeMone;Karen M. Burke;Gerene Bauldoff. (2016). Buku Ajar


Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Widia, L. (2015). Anatomi, Fisiologi dan Siklus Kehidupan Manusia .


Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai