Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA PADA Ny.

N DENGAN
DERMATITIS DI PSTW BUDI MULIA 3
JAKARTA SELATAN

DISUSUN OLEH:

NAMA : FESSY APRITA FITRI


NIM : 21116006

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA
JAKARTA
2016

1
2

LAPORAN PENDAHULUAN
LANSIA DAN DERMATITIS

A. Konsep Lanjut Usia


1. Pengertian
Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang karena usianya mengalami
perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial (UU No.23 Tahun 1992
tentang kesehatan).Pengertian dan pengelolaan lansia menurut Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun1998 tentang lansia sebagai
berikut :
a. Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas.
b. Lansia usia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan
pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
c. Lansia tak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah
sehingga hidupnya tergantung pada bantuan orang lain.
2. Batasan Lansia
a. Pra Usia Lanjut (presenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Usia lanjut
Seorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Usia Lanjut Resiko Tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau seseorang yang berusia
60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
d. Usia Lanjut Potensial
Usia lanjur yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan
yang dapat menghasilkan barang/jasa.
e. Usia Lanjut Tidak Potensial
Usia lanjut yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain (Widuri, 2010).

2
3. Penggolongan atau batasan Umur lansia
Dibawah ini dikemukakan oleh beberapa pendapat mengenai batasan umur,
antara lain Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Maryam,
2008 Lanjut usia meliputi:
1. Usia Pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45-59 tahun
2. Lanjut usia (elderly) antara 60 dan 74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) antara 75 dan 90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
4. Karakteristik lansia
Lansia memiliki karakteristik sebagai beikut: berusia lebih dari 60 tahun
(sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang kesehatan), kebutuhan
dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan
biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi
maladaptive, lingkungan tempat tinggal bervariasi (Maryam dkk, 2008).
5. Tipe Lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Maryam dkk,
2008). Tipe tersebut dijabarkan sebagai berikut:
a. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan
zman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman.
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan
banyak tuntutan.

3
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan
melakukan pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,
pasif, dan acuh tak acuh.
Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, konstrukif, tipe independen
(ketergantungan), tipe defenise (bertahan), tipe serius, tipe
pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu),
serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri).
6. Proses Menua
Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang
maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya
jumlah sel-sel yang ada didalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan
mengalami penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan
proses penuaan (Maryam dkk, 2008).
Aging process atau proses menua merupakan suatu proses biologis yang
tidak dapat dihindarkan, yang akan dialami oleh setiap orang. Menua
adalah suatu proses menghilangnya sacara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan
struktur dan fungsi secara normal, kethanan terhadap injury termasuk
adanya infeksi. Proses penuaan sudah mulai berlangsung sejak seorang
mencapai dewasa misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada
otot, susunan saraf, dan jaringan lain sehingga tubuh 'mati' sedikit demi
sedikit (Widuri, 2010).
Sebenarnya tidak ada batasan yang tegas, pada usia berapa kondisi
kesehatan seseorang memulai menurun. Setiap orang memiliki fungsi
fisiologis alat tubuh yang sangat berbeda, baik dalam hal pencapaian
puncak fungsi tersebut maupun saat menurunnya. Umumnya fungsi
pisiologis tubuh hal. Pencapai puncaknya pada usia 20-30 tahun. Setelah
mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh

4
beberapa saat, kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai bertambahnya
usia (Widuri, 2010).
7. Teori-teori proses penuaan
Menurut Maryam dkk (2008) ada beberapa teori yang berkaitan dengan
proses penuaan, yaitu: teori biologis, teori psikologi, teori sosial, dan teori
spiritual.
a. Teori biologis
Teori biologis mencakup teori genetic dan mutasi, immunology slow
theory, teori stress, teori radikal bebas, dan teori rantai silang.
1) Teori genetic dan mutasi
Menurut teori genetic dan mutasi, semua terprogram secara genetic
untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari
perubahan biokimiayang deprogram oleh molekul-molekul DNA dan
setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
2) Immunology slow theory
Menurut Immunology slow theory, system imun menjadi efektif
dengan bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam tubuh yang
dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
3) Teori stes
Teori stes mengungkapkan menua terjadi akibat hilang nya sel-sel
yang bisa igunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan
stes yang menyebabkan sel-sel tubuh lebih terpakai.
4) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal
bebas (kelompok atom) megakibatkan oksidasi oksigen – bahan-
bahan organic seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini
menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan regenerasi.
5) Teori rantai silang
Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel yang
tua menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen.

5
Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastisitas kekacauan, dan
hilangnya fungsi sel.
b. Teori psikologi
Perubahan psikologi yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan
keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif. Adannya
penurunan dan intelektualitas yang meliputi persepsi, kemampuan
kognitif, memori, dan belajar pada usia lanjut menyebabkan mereka sulit
untuk dipahami dan berinteraksi.
Persepsi merupakan kemampuan interpretasi pada lingkungan. Dengan
adanya penurunan fungsi system sensorik, maka akan terjadi pula
penurunan kemampuan untuk menerima, memproses, dan merespon
stimulus sehingga terkadang akan muncul aksi/reaksi yang berbeda dari
stimulus yang ada.
c. Teori sosial
Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu
teori interaksi sosial (social exchange), teori penariakan diri
(disengagement theory), teori aktivitas (activity theory), teori
kesinambungan (continuity theory), teori perkembangan (development
theory), dan teori stratifikasi usia (age stratification theory).
1) Teori interaksi sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu
situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat.
Pada lansia, kekuasaan dan prestasinya berkurang sehingga
menyebabkan interaksi sosial mereka juga berkurang, yang tersisa
hanyalah harga diri dan kemampuan mereka untuk mengikuti
perintah.
2) Teori penarikan diri
Teori ini menyatakan bahwa kemiskinan yang diderita perlahan-lahan
menarik diri dari pergaulan di sekitarnya.

6
3) Teori aktivitas
Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung
bagaimana seorang lansia merasakan kepuasan dalam melakukan
aktivitas serta mempertahankan aktivitas tersebut lebih penting di
bandingkan kuantitas dan aktivitas yang dilakukan.
4) Teori kesinambungan
Teori ini mengemukakan adannya kesinambungan dalam siklus
kehidupan lansia. Pengalaman hidup seseorang pada suatu saat
merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia. Hal ini
dapat terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang
ternyata tidak berubah meskipun ia telah menjadi lansia.
5) Teori perkembangan
Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses menjadi tua
merupakan suatu tantangan dan bagaimana jawaban lansia terhadap
berbagai tantangan tersebut yang dapat bernilai positif ataupun
negatif. Akan tetapi, teori ini tidak menggariskan bagaiman cara
menjadi tua yang diinginkan atau yang seharusnya dietrapkan oleh
lansia tersebut.
6) Teori stratifikasi usia
Keunggulan stratifikasi usia adalah bahwa pendekatan yang dilakukan
bersifat deterministic dan dapat dipergunakan untuk mempelajari sifat
lansia secara kelompok dan bersifat makro. Setiap kelompok dapat
ditinjau dari sudut pandang demografi dan keterkaitannya dengan
kelompok usia lainnya. Kelemahannya adalah teori ini tidak dapat
dipergunakan untuk menilai lansia secara perorangan, mengingat
bahwa stratifikasi sangat kompleks dan dinamis serta terkait dengan
klasifikasi kelas dan kelompok etnis.
d. Teori spiritual
Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian
hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang
arti kehidupan.

7
8. Tugas perkembangan lansia
Lansia harus menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik yang terjadi
seiring penuaan. Waktu dan durasi penuaan ini bervariasi pada tiap
individu, namun seiring penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan dan
fungsi tubuh akan terjadi. Perubahan ini tidak dihubungkan dengan
penyakit dan merupakan perubahan normal. Adannya penyakit terkadang
mengubah waktu timbulnya perubahan atau dampaknya terhadap
kehidupan sehari-hari.
Adapun tugas dan perkembangan pada lansia adalah: beradaptasi terhadap
penurunan kesehatan dan kekuatan fisik, beradaptasi terhadap masa
pensiun dan penurunan pendapatan, beradaptasi terhadap kematian
pasangan, menerima diri sebagai individu yang menua, mempertahankan
kehidupan yang memuaskan, menetapkan kembali hubungan dengan anak
yang telah dewasa, menemukan cara mempertahankan kualitas hidup
(Potter dan Perry, 2006).
9. Perubahan yang Terjadi Pada Lansia
a. Perubahan Kondisi Fisik
Perubahan kondisi fisik pada lansia meliputi: perubahan dari tingkat sel
sampai ke semua sistem organ tubuh, di antaranya sistem pernapasan,
pendengaran, penglihatan, kardiovaskular, sistem pengaturan tubuh,
muskuloskeletal, gastrointestinal, urogenital, endokrin, dan integument
(Widuri, 2010).
Masalah fisik sehari-hari yang sering ditemukan pada lansia diantaranya
lansia mudah jatuh, mudah lelah, kekacauan mental akut, nyeri pada
dada, berdebar-debar, sesak napas pada saat melakukan aktivitas atau
kerja fisik, pembengkakan pada kaki bawah, nyeri pinggang atau
punggung, nyeri sendi pinggul, sulit tidur, sering pusing, berat badan
menurun, gangguan pada fungsi penglihatan, pendengaran, dan sulit
menahan kencing (Widuri, 2010).

8
b. Perubahan Kondisi Mental
Pada umumnya lansia mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor. Perubahan-perubahan mental ini erat sekali kaitannya
dengan perubahan fisik, keadaan kesehatan tingkat pendidikan atau
pengetahuan, dan situasi lingkungan. Intelegensi diduga secara umum
makin mundur terutama faktor penolakan abstrak, mului lupa terhadap
kejadian baru, masih terekam baik kejadian masalalu dari segi mental
dan emosional sering muncur perasaan pesimis, timbulnya perasaan
tidak aman dan cemas. Adanya kekacauan mental akut, merasa terancam
akan timbulnya suatu penyakit atau takut ditelantarkan karena tidak
berguna lagi. Munculnya perasaan kurang mampu untuk mandiri serta
cenderung bersifat introvert(Widuri, 2010).
c. Perubahan Psikososial
Masalah perubahan psikososial serta reaksi individu terhadap perubahan
ini sangat beragam, bergantung pada kepribadian individu yang
bersangkutan. Orang yang telah menjalani kehidupannya dengan
bekerja, mendadak dihadapkan untuk menyesuaikan dirinya dengan
masa pensiun (Widuri, 2010).
Perubahan psikososial yang lain adalah merasakan atau sadar akan
kematian, perubahan cara hidup mernasuki rumah perawatan,
penghasilan menurun, biaya hidup meningkat, tambahan biaya
pengobatan penyakit kronis, ketidak mampuan, kesepian akibat
pengasingan diri dari lingkungan sosial, kehilangan hubungan dengan
teman dan keluarga, hilangnya kekuatan dan ketegangan fisik,
perubahan konsep diri, serta kematian pasangan hidup (Widuri, 2010).
Perubahan yang menjadikan dalam kehidupan akan membuat mereka
merasa kurang melakukan kegiatan yang berguna, perubahan yang
mereka alami di antaranya adalah sebagai berikut :
1) Minat. Pada umumnya pada masa usia lanjut minat seseorang akan
berubah dalam kuantitas maupun kualitasnya. Lazimnya minat dalam
aktivitas fisik cenderung menurun dengan bertambahnya usia.

9
Perubahan minat pada lansia jelas berhubungan dengan menurunnya
kemampuan fisik, tidak dapat diragukan bahwa hal tersebut
dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial.
2) Isolasi dan kesepian. Banyak faktor bergabung, sehingga membuat
orang berusia lanjut terisolasi dari yang lain. Secara fisik, mereka
kurang mampu mengikuti aktivitas yang melibatkan usaha. Makin
menurunnya kuaalitas organ indra yang mengakibatkan ketulian,
penglihatan yang makin kabur, dan sebagainya. Selanjutnya membuat
lansia merasa terputus dari hubungan dengan orang-orang 1ain.
Faktor lain yang membuat isolasi semakin menjadi lebih parah adalah
perubahan sosial, terutama meregangnya ikatan kekeluargaan. Bila
lansia tinggal bersama sanak saudaranya, mereka mungkin bersikap
toleran terhadapnya, tetapi jaraang rnenghormatinya. Lebih sering
terjadi lansia menjadi terisolasi dalam arti kata yang sebenarnya,
karena ia hidup sendiri. Semakin lanjut usianya, kemampuan
mengendalikan perasaan dengan akal akan melemah, dan orang
cenderung kurang dapat mengekang dari dalam perilakunya. Frustrasi
kecil pada tahap usia yang lebih muda tidak rnenimbulkan masalah,
pada tahap ini membangkitkan luapan emosi dan mereka mungkin
bereaksi dengan ledakan amarah atau sangat tersinggung terhadap
peristiwa-peristiwa yang menurut kita sepele.
3) Peranan iman. Menurut proses fisik dan mental, pada usia lanjut
memungkinkan orang yang suhah tuli tidak begitu membenci dan
merasa khawatir dalam memandang akhir kehidupan dibanding orang
yang lebih muda. Namun demikian, hampir tidak dapat disangkal
bahwa iman yang teguh adalah senjata yang paling ampuh untuk
melawan rasa takut terhadap kematian. Usia lanjut memang
merupakan masa di mana kesadaran religius dibangkitkan dan
diperkuat. Keyakinan iman yang menunjukkan bahwa kematian
bukanlah akhir, tetapi merupakan permulaan yang baru

10
memungkinkan individu menyongsong akhir kehidupan dengan
tenang dan tentram (Widuri, 2010).
d. Perubahan Kognitif.
Perubahan pada fungsi kognitif di antaranya adalah kemunduran pada
tugas-tugas yang membutuhkan kecepatan dan tugas yang memerlukan
memori jangka pendek, kemampuan intelektual tidak mengalami
kemunduran, dan kemampuan verbal dalarn bidang vocabulary (kosa
kata) akan menetap bila tidak ada penyakit yang meryertai (Widuri,
2010).
e. Perubahan spiritual.
Perubahan yang terjadi pada aspek spiritual lansia adalah sebagai
berikut :
1) Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya.
2) Usia lanjut makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini
terlihat dalam cara berpikir dan bertindak dalam sehari-hari.
3) Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Fowler adalah
universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah
berpikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara
mencintai dan bersikap adil (Widuri, 2010).
f. Faktor yang Mempengaruhi Penuaan dan Penyakit Yang Sering
Dijumpai
1. Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi penuaan dan
penyakit yang sering terjadi pada lansia.
a) Hereditas atau keturunan genetik
b) Nutrisi atau makan
c) Status perkawinan
d) Pengalaman hidup
e) Lingkungan dan,
f) Stres

11
2. Penyakit yang sering dijumpai pada usia lanjut
Menurut the tational old people’s welfare council, penyakit lansia,
yaitu:
a) Depresi mental
b) Gangguan pendengaran
c) Bronkhitis kronis
d) Gangguan pada tungkai atau sikap berjalan
e) Anemia
f) Dimensia
B. Materi Dermatitis
1. Definisi
a. Dermatitis adalah peradangan hebat yang menyebabkan pembentukan
lepuh atau gelembung kecil (vesikel) pada kulit hingga akhirnya pecah
dan mengeluarkan cairan (Mitchell dan Hepplewhite, 2010).
b. Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen (Adhi
Juanda,2010).
c. Dermatitis atau lebih dikenal sebagai eksim merupakan penyakit kulit
yang mengalami peradangan karena bermacam sebab dan timbul dalam
berbagai jenis, terutama kulit yang kering, umumnya berupa
pembengkakan, memerah, dan gatal pada kulit (Widhya, 2011).
2. Klasifikasi
Dermatitis muncul dalam beberapa jenis, yang masing-masing memiliki
indikasi dan gejala berbeda:
a. Contact Dermatitis
Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh
bahan/substansi yang menempel pada kulit
b. Neurodermatitis
Peradangan kulit kronis, gatal, sirkumstrip, ditandai dengan kulit tebal
dan garis kulit tampak lebih menonjol (likenifikasi) menyerupai kulit
batang kayu, akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang.

12
c. Seborrheich Dermatitis
Kulit terasa berminyak dan licin; melepuhnya sisi-sisi dari hidung, antara
kedua alis, belakang telinga serta dada bagian atas.
d. Statis Dermatitis
Merupakan dermatitis sekunder akibat insufisiensi kronik vena(atau
hipertensi vena) tungkai bawah.
e. Atopic Dermatitis
Merupakan keadaan peradangan kulit kronis dan resitif, disertai gatal
yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak.
3. Etiologi
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar(eksogen), misalnya bahan kimia
(contoh : detergen,asam, basa, oli, semen), fisik (sinar dan suhu),
mikroorganisme (contohnya : bakteri, jamur) dapat pula dari
dalam(endogen), misalnya dermatitis atopik.
Sejumlah kondisi kesehatan, alergi, faktor genetik, fisik, stres, dan iritasi
dapat menjadi penyebab eksim. Masing-masing jenis eksim, biasanya
memiliki penyebab berbeda pula. Seringkali, kulit yang pecah-pecah dan
meradang yang disebabkan eksim menjadi infeksi. Jika kulit tangan ada
strip merah seperti goresan, kita mungkin mengalami selulit infeksi bakteri
yang terjadi di bawah jaringan kulit. Selulit muncul karena peradangan pada
kulit yang terlihat bentol-bentol, memerah, berisi cairan dan terasa panas
saat disentuh. Selulit muncul pada seseorang yang sistem kekebalan
tubuhnya tidak bagus.
4. Patofisiologi
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang
disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan
iritan merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam
bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak
lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya
membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan
membebaskan asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan

13
leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi
dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system kinin. Juga akan menarik
neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan
histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets
yang akan menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan
merangsang ekspresi gen dan sintesis protein. Pada dermatitis kontak iritan
terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator- mediator. Sehingga
perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik sangat tipis yaitu
dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi.Ada dua jenis bahan
iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan
kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan
lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak
berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan,
gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut.
Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV
yang menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :
a. Fase Sensitisasi
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini
terjadi sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan
kontaktan yang disebut alergen kontak atau pemeka.
b. Fase elisitasi
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari
antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di
dalam kompartemen dermis.

14
PATHWAY

Sabun, detergen, zat alergen


kimia

Iritan primer Reaksi hipersensitive

Kerusakan integritas
Mengiritasi kulit Terpajang ulang
kulit

Peradangan kulit Gejala klinis : gatal,


panas, kemerahan

Resiko nyeri Gangguan citra Gangguan pola tidur


infeksi tubuh

5. Manifestasi Klinik
Subyektif ada tanda–tanda radang akut terutama priritus ( sebagai pengganti
dolor). Selain itu terdapat pula kenaikan suhu (kalor), kemerahan (rubor),
edema atau pembengkakan dan gangguan fungsi kulit (function laisa).
Obyektif, biasanya batas kelainan tidak terdapt lesi yang dapat timbul secara
serentak atau beturut-turut. Pada permulaan edema.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total,
albumin, globulin
2) Urin : pemerikasaan histopatologi
b. Penunjang (pemeriksaan Histopatologi)
Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena
gambaran histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh
sebab lain.

15
7. Komplikasi
a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
b. Infeksi sekunder khususnya oleh Stafilokokus aureus
c. hiperpigmentasi atau hipopigmentasi post inflamasi
d. jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif atau ekskoriasi
8. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penatalaksanaan yang baik adalah mengidentifikasi
penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual
yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit.
a. Pencegahan
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis
kontak iritan dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal
dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarung tangan karet di ganti
dengan sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang
panjang, penggunaan deterjen.
b. Pengobatan
1) Pengobatan topikal
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum
pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres
terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit,
makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila
subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ),
bila kronik berikan salep. Bila basah berikan kompres, bila kering
superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di
dalam, diberi salep.
2) Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau
edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut
atau kronik.

16
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Pasien
b. Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.
c. Riwayat Kesehatan.
1) Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada
pada keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien
untuk menanggulanginya.
2) Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.
3) Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.
4) Riwayat psikososial
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah
sedang mengalami stress yang berkepanjangan.
5) Riwayat pemakaian obat
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada
kulit, atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat
d. Pola Fungsional
1) Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan
penyakit. Apakah pasien langsung mencari pengobatan atau
menunggu sampai penyakit tersebut mengganggu aktivitas pasien.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
a) Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien (
pagi, siang dan malam )

17
b) Tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual
muntah, pantangan atau alergi
c) Tanyakan apakah klien mengalami gangguan dalam menelan
d) Tanyakan apakah klien sering mengkonsumsi buah-buahan dan
sayur-sayuran yang mengandung vitamin antioksidant
3) Pola eliminasi
a) Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna dan
karakteristiknya
b) Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi
c) Adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah
penggunaan alat bantu untuk miksi dan defekasi.
4) Pola aktivitas/olahraga
a) Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan
pada kulit.
b) Kekuatan Otot :Biasanya klien tidak ada masalah dengan
kekuatan ototnya karena yang terganggu adalah kulitnya
c) Keluhan Beraktivitas : kaji keluhan klien saat beraktivitas.
5) Pola istirahat/tidur
a) Kebiasaan : tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien
b) Masalah Pola Tidur : Tanyakan apakah terjadi masalah
istirahat/tidur yang berhubungan dengan gangguan pada kulit
c) Bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur? Apakah merasa
segar atau tidak?
6) Pola kognitif/persepsi
a) Kaji status mental klien
b) Kaji kemampuan berkomunikasi dan kemampuan klien dalam
memahami sesuatu
c) Kaji tingkat anxietas klien berdasarkan ekspresi wajah, nada
bicara klien. Identifikasi penyebab kecemasan klien
d) Kaji penglihatan dan pendengaran klien.
e) Kaji apakah klien mengalami vertigo

18
f) Kaji nyeri : Gejalanya yaitu timbul gatal-gatal atau bercak merah
pada kulit.
7) Pola persepsi dan konsep diri
a) Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan dirinya
sendiri, apakah kejadian yang menimpa klien mengubah
gambaran dirinya
b) Tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa
cemas, depresi atau takut
c) Apakah ada hal yang menjadi pikirannya
8) Pola peran hubungan
a) Tanyakan apa pekerjaan pasien
b) Tanyakan tentang system pendukung dalam kehidupan klien
seperti: pasangan, teman, dll.
c) Tanyakan apakah ada masalah keluarga berkenaan dengan
perawatan penyakit klien
9) Pola seksualitas/reproduksi
a) Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan
penyakitnya
b) Tanyakan kapan klien mulai menopause dan masalah kesehatan
terkait dengan menopause
c) Tanyakan apakah klien mengalami kesulitan/perubahan dalam
pemenuhan kebutuhan seks
10) Pola koping-toleransi stress
a) Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS (
financial atau perawatan diri )
b) Kaji keadan emosi klien sehari-hari dan bagaimana klien
mengatasi kecemasannya (mekanisme koping klien ). Apakah ada
penggunaan obat untuk penghilang stress atau klien sering
berbagi masalahnya dengan orang-orang terdekat.

19
11) Pola keyakinan nilai
a) Tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan-pantangan
dalam beragama serta seberapa taat klien menjalankan ajaran
agamanya. Orang yang dekat kepada Tuhannya lebih berfikiran
positif.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit
b. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imunitas
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak
bagus.
e. Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan
kurangnya informasi
3. Rencana Keperawatan
N DIAGNOSA
NOC NIC
o KEP
1. Kerusakan Setelah dilakukan 1. Lakukan inspeksi lesi
integritas asuhan keperawatan, setiap hari
kulit kulit klien dapat 2. Pantau adanya tanda-
berhubungan kembali normal dengan tanda infeksi
dengan kriteria hasil: 3. Bantu mobilitas pasien
kekeringan 1. Kenyamanan pada sesuai kebutuhan
pada kulit kulit meningkat 4. Pergunakan sarung
2. Derajat tangan jika merawat
pengelupasan kulit lesi
berkurang 5. Jaga agar alat tenun
3. Kemerahan selau dalam keadaan
berkurang bersih dan kering
4. Lecet karena 6. Libatkan keluarga
garukan berkurang dalam memberikan
5. Penyembuhan area bantuan pada pasien
kulit yang telah 7. Gunakan sabun yang
rusak mengandung
pelembab atau sabun
untuk kulit sensitive
8. Oleskan/berikan salep
atau krim yang telah
diresepkan 2 atau tiga
kali per hari.

20
2. Resiko Setelah dilakukan 1. Lakukan tekni aseptic
infeksi asuhan keperawatan dan antiseptic dalam
berhubungan diharapkan tidak terjadi melakukan tindakan
dengan infeksi dengan kriteria pada pasien
penurunan hasil: 2. Observasi adanya
imunitas 1. Hasil pengukuran tanda-tanda infeksi
tanda vital dalam 3. Batasi jumlah
batas normal. pengunjung
- RR :16-20 x/menit 4. Kolaborasi dengan
- N : 70-82 x/menit ahli gizi untuk
- T : 37,5 C pemberian makanan
- TD : 120/85 5. Libatkan peran serta
mmHg keluarga dalam
2. Tidak ditemukan memberikan bantuan
tanda-tanda infeksi pada klien
(kalor,dolor, rubor, 6. Kolaborasi dengan
tumor, infusiolesa) dokter dalam terapi
obat
3. Gangguan Setelah dilakukan 1. Menjaga kulit agar
pola tidur asuhan keperawatan selalu lembab
berhungan diharapkan klien bisa 2. Determinasi efek-efek
dengan rasa istirahat tanpa danya medikasi terhadap
gatal pruritus dengan kriteria pola tidur
hasil: 3. Jelaskan pentingnya
1. Mencapai tidur yang tidur yang adekuat
nyenyak 4. Fasilitasi untuk
2. Melaporkan gatal mempertahankan
mereda aktifitas sebelum tidur
3. Mengenali ttindakan 5. Ciptakan lingkungan
untuk meningkatkan yang nyaman
tidur 6. Kolaborasi dengan
4. Mempertahankan dokter dalam
kondisi lingkungan pemberian obat tidur.
yang tepat
4. Gangguan Setelah dilakukan 1. Kaji adanya gangguan
citra tubuh asuhan keperawatan citra diri
berhubungan diharapkan 2. Berikan kesempatan
dengan Pengembangan pengungkapan
penampakan peningkatan perasaan.
kulit yang penerimaan diri pada 3. Nilai rasa keprihatinan
tidak bagus. klien tercapai dengan dan ketakutan klien,
kriteria hasil: bantu klien yang
1. Mengembangkan cemas
peningkatan 4. mengembangkan
kemauan untuk kemampuan untuk
menerima keadaan menilai diri dan

21
diri. mengenali
2. Mengikuti dan turut masalahnya.
berpartisipasi dalam 5. Dukung upaya klien
tindakan perawatan untuk memperbaiki
diri. citra diri , spt merias,
3. Melaporkan merapikan.
perasaan dalam 6. Mendorong sosialisasi
pengendalian situasi. dengan orang lain.
4. Menguatkan
kembali dukungan
positif dari diri
sendiri.
5. Kurang Setelah dilakukan 1. Kaji apakah klien
pengetahuan asuhan keperawatan memahami dan
tentang diharapkan terapi dapat mengerti tentang
program dipahami dan penyakitnya.
terapi dijalankan dengan 2. Jaga agar klien
berhubungan kriteria hasil: mendapatkan
dengan 1. Memiliki informasi yang benar,
kurangnya pemahaman memperbaiki
informasi terhadap perawatan kesalahan
kulit. konsepsi/informasi.
2. Mengikuti terapi dan 3. Peragakan penerapan
dapat menjelaskan terapi seperti, mandi
alasan terapi. dan penggunaan obat-
3. Melaksanakan obatan lainnya.
mandi, pembersihan 4. Nasihati klien agar
dan balutan basah selalu menjaga
sesuai program hygiene pribadi juga
4. Menggunakan obat lingkungan.
topikal dengan tepat.
5. Memahami
pentingnya nutrisi
untuk kesehatan
kulit.
4.Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan adalah melaksanakan rencana tindakan yang telah
ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara
optimal. Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan sebagian oleh
pasien itu sendiri. Oleh perawat secara mandiri atau mungkin dilakukan
secara kerjasama dengan anggota team kesehatan lain misalnya : ahli
gizi dan fisiotherapist, hal ini sangat tergantung jenis tindakan,

22
kemampuan / keterangan pasien serta tenaga perawat itu sendiri.
Pelaksanaan keperawatan dibedakan menjadi:
a. Secara mandiri (independent) adalah tindakan yang diprakarsai oleh
sendiri (perawat) untuk membantu klien dalam mengatasi masalah.
b. Saling ketergantungan/kolaborasi (interdependent) adalah tindakan
keperawatan atas dasar kerjasama timperawatan atau timkesehatan
lainnya.
c. Rujukan atau ketergantungan (dependent) adalah tindakankeperawatan
atas dasar rujukan dari profesi lainnya.
Dalam melaksanakan tindakan keperawatan, terlebih dahulu penulis
merencanakan tindakan keperawatan yang dilakukan berdasarkan standar
asuhan keperawatan. Ada empat tindakan utama dalam melakukan
implementasi, yaitu observasi, melakukan prosedur keperawatan,
memberikan pendidikan kesehatan dan memberikan program pengobatan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah mengukur keberhasilan dari rencana dan
pelaksanaan tindakan yang dicapai dalam memberikan asuhan keperawatan.
Evaluasi yang dapat dilakukan adalah merupakan evaluasi proses atau
evaluasi formatif. Komponen evaluasi untuk kualitas tindakan ada 2 yaitu :
a. Evaluasi formatif : evaluasi yang harus dilakukan pada saat
memberikan intervensi dengan respon segera.
b. Evaluasi surmatif : evaluasi yang dilakukan berdasarkan tujuan yang
direncanakan atau evaluasi jangka panjang

23
24

DAFTAR PUSTAKA

Amin & Hardhi.2015.Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &


Nanda NIC-NOC.Jogjakarta:Mediaction
Djuanda S, Sularsito.2010.SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit kulit
dan kelamin Edisi III. Jakarta: FK UI
Mitchell dan Hepplewhite.2010.Dermatitis.Bandung:Yayasan Pustaka
NANDA.2012.Diagnosis Keperawatan Nanda.Jakarta:Salemba Media
Price, A. Sylvia.2006.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi
4.Buku Kedokteran:EGC.
Widhya.2011.Penyakit Kulit.Bandung:Yayasan Pustaka

24

Anda mungkin juga menyukai