Anda di halaman 1dari 27

Asuhan Keperawatn Pada Pasien Dengan Stroke

Dosen pengampu: Ibu Theresia Jamini, M.Kep

Disusun Oleh kelompok 1


Aldy witana 113063C117001
Averiani Benedita Odilia 113063C117003
Desterina Agmi 113063C117005
Een Septeria 113063C117007
Erny Manggeury 113063C117009
Eva Velyana 113063C117011
Hanson Joshua 113063C117013
Init Almahera 113063C117016

Program Sarjana Keperawatan Dan Profesi Ners


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Suaka Insan
Banjarmasin
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan atas
karuni-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan Keperawatan Medikal
Bedah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Stroke” sesuai
dengan waktu yang ditentukan.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih atas segala arahan,
bimbingan, bantuan dari berbagai pihak dalam penyusunan laporan ini. Ucapan
terimakasih disampaikan kepada:
1. Ibu Theresia Jamini, M.Kep
Laporan ini telah kami buat dengan sebaik-baiknya, namun kami
menyadari bahwa masih terdapat kekurangan. Dan pada kesempatan ini, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Kiranya
laporan ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Banjarmasin, 03 Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
BAB I .................................................................................................................................. 2
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 2
A. Anatomi dan Fisiologi ........................................................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................................... 5
A. Pengertian .............................................................................................................. 5
B. Klasifikasi Stroke .................................................................................................. 5
C. Faktor Risiko Terjadinya Stroke......................................................................... 6
D. Etiologi ................................................................................................................... 8
E. Fatofisiologi ......................................................................................................... 10
F. Manifestasi klinik ................................................................................................ 10
G. Penatalaksanaan stroke .................................................................................. 11
H. Pemeriksaan penunjang ................................................................................. 12
I. Komplikasi ........................................................................................................... 13
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN .......................................................................... 15
A. Pengkajian ........................................................................................................... 15
B. Pemeriksaan Fisik ............................................................................................... 18
C. Diagnosa Keperawatan ....................................................................................... 20
Rencana Keperawatan................................................................................................ 20
Evaluasi Keperawatan ................................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 25

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Anatomi dan Fisiologi


Otak manusia kira-kira mencapai 2% dari berat badan dewasa. Otak
menerima 15% dari curah jantung memerlukan sekitar 20% pemakaian
oksigen tubuh, dan sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya. Otak
bertanggung jawab terhadap bermacam-macam sensasi atau rangsangan
terhadap kemampuan manusia untuk melakukan gerakan-gerakan yang
disadari, dan kemampuan untuk melaksanakan berbagai macam proses
mental, seperti ingatan atau memori, perasaan emosional, intelegensi,
berkomuniasi, sifat atau kepribadian, dan pertimbangan. Berdasarkan gambar
dibawah, otak dibagi menjadi lima bagian, yaitu otak besar (serebrum), otak
kecil (serebelum), otak tengah (mesensefalon), otak depan (diensefalon), dan
jembatan varol (pons varoli) (Russell J. Greene and Norman D.Harris, 2008 ).
a. Otak Besar (Serebrum)
Merupakan bagian terbesar dan terdepan dari otak manusia. Otak besar
mempunyai fungsi dalam mengatur semua aktivitas mental, yang
berkaitan dengan kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), kesadaran,
dan pertimbangan. Otak besar terdiri atas Lobus Oksipitalis sebagai pusat
pendengaran, dan lobus frontalis berperan sebagi pusat kepribadian dan
pusat komunikasi.
b. Otak Kecil (Serebelum)
Mempunyai fungsi utama dalam koordinasi terhadap otot dan tonus otot,
keseimbangan dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan
atau berbahaya maka gerakan sadar yang normal tidak mungkin
dilaksanakan. Otak kecil juga berfungsi mengkoordinasikan gerakan
yang halus dan cepat.
c. Otak Tengah (Mesensefalon)
Terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Otak tengah berfungsi
penting pada refleks mata, tonus otot serta fungsi posisi atau kedudukan
tubuh.

2
d. Otak Depan (Diensefalon)
Terdiri atas dua bagian, yaitu thalamus yang berfungsi menerima semua
rangsang dari reseptor kecuali bau, dan hipotalamus yang berfungsi
dalam pengaturan suhu, pengaturan nutrien, penjagaan agar tetap bangun,
dan penumbuhan sikap agresif.
e. Jembatan Varol (Pons Varoli)
Merupakan serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan
kanan. Selain itu, menghubungkan otak besar dan sumsum tulang
belakang.
f. Selaput Otak ( Meningen )
Lobus Otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan
jaringan ikat yang disebut meninges. Lapisan meningeal terdiri dari pia
meter, lapisan araknoid dan durameter.
1. Pia meter adalah lapisan terdalam yang halus dan tipis, serta melekat
erat pada otak.
2. Lapisan araknoid terletak di bagian eksternal pia meter dan
mengandung sedikit pembuluh darah. Ruang araknoid memisahkan
lapisan araknoid dari piameter dan mengandung cairan
cerebrospinalis, pembuluh darah serta jaringan penghubung serta
selaput yang mempertahankan posisi araknoid terhadap piameter di
bawahnya.
3. Durameter, lapisan terluar adalah lapisan yang tebal dan terdiri dari
dua lapisan. Lapisan ini biasanya terus bersambungan tetapi terputus
pada beberapa sisi spesifik. Lapisan periosteal luar pada durameter
melekat di permukaan dalam kranium dan berperan sebagai
periosteum dalam pada tulang tengkorak. Lapisan meningeal dalam
pada durameter tertanam sampai ke dalam fisura otak dan terlipat
kembali di arahnya untuk membentuk falks serebrum, falks
serebelum, tentorium serebelum dan sela diafragma. Ruang subdural
memisahkan durameter dari araknoid pada regia cranial dan medulla
spinalis. Ruang epidural adalah ruang potensial antara perioteal luar

3
dan lapisan meningeal dalam pada durameter di regia medulla
spinalis.

4
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian
1. Stroke adalah kehilangan fungsi otak diakibatkan oleh berhentinya
suplai darah kebagian otak, biasanya merupakan akumlasi penyakit
serebrovaskular selama beberapa tahun. (Ariani, 2012, hal. 41)
2. Stroke (gangguan peredaran darah otak) merupakan salah satu masalah
neurologis yang paling sering dihadapi oleh dokter ahli penyakit dalam.
(Weiner & Levitt, 2012, hal. 21)
3. Stroke adalah gangguan peredaran daraha otak yang menyebabkan defisit
neuorologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi
saraf otak. (Nurarif & Kusuma, 2015)

B. Klasifikasi Stroke
Menurut Satyanegara (1998), gangguan peredaraan darah otak atau
stroke dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu non-hemoragi/iskemik/infark
dan stroke hemoragi.
1. Non-hemoragi/iskemik/infark
a. Serangan Iskemik Sepintas (Transist Ischecmic Attack-TIA)
TIA merupakan tampilan peristiwa berupa episode-episode serangan
sesaat dari suatu disfungsi serebral fokal akibat gangguan vaskular,
dengan lama serangan sekitar 2-15 menit sampai paling lama 24 jam.
b. Defisit Neurologis Iskemik Sepintas (Reversible Ischemic
Neurologis Deficit-RIND)
Gejala dan tanda gangguan neurologis yang berlangsung lebih lama
dari 24 jam dan kemudian pulih kembali (dalam jangka waktu
kurang dari 3 minggu).
c. In Evolutional atau Progressing Stroke
Gejala gangguan neurologis yang progresif dalam waktu 6 jam atau
lebih.
d. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)

5
Gejala gangguan neurologis dengan lesi-lesi yang stabil selama
periode waktu 18-24 jam, tanpa adanya progresivitas lanjut.
2. Stoke Hemoragi
Pendarahan intrakarnial dibedakan berdasarkan tempat pendarahannya,
yakni di rongga subraknoid atau di dalam parenlim otak (intraserebral).
Ada juga pendarahan yang terjadi bersamaan pada kedua tempat diatas
seperti: pendarahan sub araknoid yang bocor ke dalam otak atau
sebaliknya. Selanjutnya gangguan-gangguan arteri yang menimbulkan
pendarahan otak spontan dibedakan lagi berdasarkan ukuran dan lokasi
regional otak.
(Ariani, 2012)

C. Faktor Risiko Terjadinya Stroke


Menurut Baughman (2000) yang menentukan timbulnya manifestasi
stroke dikenal sebagai faktor risiko stroke. Adapun faktor-faktor tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial.
2. Diabetes Militus merupakan faktor risiko terjadi stroke yaitu dengan
peningkatan aterogenesis.
3. Penyakit jantung/kardiovaskular berpotensi untuk menimbulkan stroke.
Faktor risiko ini akan menimbulkan embolisme serebral yang berasal dari
jantung.
4. Kadar hematokrit normal tinggi yang berhubungan dengan infark
serebral.
5. Kontrasepsi oral, peningkatan oleh hipertensi yang menyertai, usia di atas
35 tahun, perokok, dan kadar esterogen tinggi.
6. Penurunan tekanan darah yang berlebih atau jangka panjang dapat
menyebabkan iskemik serebral umum.
7. Penyalahgunaan obat, terutama pada remaja dan dewasa muda.
8. Konsumsi alkohol.

6
Sementara itu, menurut Harsono (1996), semua fakor yang menetukan
timbulnya menifestasi stroke dikenal sebagai faktor risiko stroke. Adapun
faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut.
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial. Hipertensi
dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh
darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah, maka timbullah
perdarahan otak dan apabila pembuluh darah otak menyempit, maka
aliran darah ke otak akan terganggu dan sel-sel otak akan mengalami
kematian.
b. Diabetes melitus
Diabetes melitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak
yang berukuran besar. Menebalkan dinding pembuluh darah otak
akan menyempitkan diameter pembuluh darah tadi dan penyempitan
tersebut kemudian akan mengganggu kelancaran aliran ke otak, yang
pada akhirnya akan menyebabkan infark sel-sel otak.
c. Penyakit jantung
Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke.
Fakor risiko ini akan menimbulkan hambatan/sumbatan aliran darah
ke otak karena jantung melepas gumpalan darah atau sel-sel/jaringan
yang telah mati ke dalam aliran darah
d. Gangguan aliran darah otak sepintas
Pada umumnya bentuk-bentuk gejalanya adalah hemiparesis,
disartria, kelumpuhan otot-otot mulut atau pipi, kebutaan mendadak,
hemiparestesi, dan afasia.
e. Hiperkolesterolemi
Meningginya angka kolestrol dalam darah, terutama low density
lipoprotein (LDL), merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya
arteriosklerosis (menebalnya dinding pembuluh darah ). Peningkatan
kadar LDL dan penurunan kadar High DensityLipoprotein (HDL)
merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner.
f. Infeksi

7
Penyakit infeksi yang mampu berperan sebagai faktor risiko stroke
adalah tuberkulosis, malaria, lues (sifilis), leptosprirosis, dan infeksi
cacing.
g. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk penyakit jantung.
h. Merokok.
Merokok merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya infark
jantung.
i. Kelainan pembuluh darah otak.
Pembulah darah otak yang tidak normal dimana suatu saat akan
pecah dan menimbulkan perdarahaan.
j. Lain-lain
Lanjut usia, penyakit paru-paru menahun, penyakit darah, asam urat
yang berlebih, kombinasi berbagai faktor risiko secara teori.
(Ariani, 2012)

D. Etiologi
Menurut Smeltzer (2001) strok biasanya diakibatkan dari salah satu dari
kejadian yaitu sebagai berikut:
1. Trombosis serebal
Arterioklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama trombosis serebral yang merupakan penyebab paling
umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit
kepala adalah unsur yang tidak umum. Beberapa pasien dapat mengalami
pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa mengalami onset
yang tidak dapat di bedakan dari hemoragi intraserebral atau embolisme
serebral. Secara umum trombosit serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba
dan kehilangan bicara sementara, hemplegia atau parestesia pada
setengah tubuh dapat mengdahului onset paralis berat pada beberapa jam
atau hari.
2. Embolisme serebral

8
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-
cabangnya sehingga merusak sirkulasi serebral. Onset hemparesis atau
hemiplegia tiba-tiba dengan afasia. Tanpa afesia, atau kehilangan
kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah
karateristik dari embolisme serebral.
3. Iskemia serebral
Iskemia serebral ( insufensi suplai darah ke otak) terutama karena
kontriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
4. Hemoragi serebral
a. Hemoragi ekstandural ( hemoragi epidural) adalah ke daruratan
bedah nuero yang memerlukan perawatan segera. Keadaan ini
biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah
dan arteri meninges lain, dan pasien harus di atas dalam beberapa
jam cidera untuk mempertahankan tubuh.
b. Hemoragi bupdural pada dasarnya sama dengan hemoragi epidural,
kecuali karena hematoma subdural adalah jembatan vena robekan.
Oleh karena itu, periode pembetukan hematoma lebih lama dan
menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin
mengalami hemoragi supdural kronik tampa menunjukan tanda atau
gejala.
c. Hemoragi subarakrnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau
hipertensi, tetapi paling sering adalah kebocoran aneurime pada area
sirkulasi Willis dan malformasi arteri vena kongenital pada orak.
d. Hemoragi intraserebral adalah pendarahan di subtansi dalam otak,
pada umum terjadi pada pasien hipertensi dan ateroklerosis serebral
di sebabakan oleh perubahan degeneratif karena penyakit ini bisa
menyebabkan ruptur pembuluh darah. Biasanya onset bisa tiba-tiba,
dengan sakit kepala berat. Bila hemoragi membesar, makin jelas
defisit neurologi yang terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran dan
abnormalitas pada tanda vital.
(Ariani, 2012)

9
E. Patofisiologi
Perdarahan intracranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam
ruang subarachnoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Akibat
pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan pembesaran darah ke
dalam parenkim otak. Perdarahan tersebut mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak sehingga terjadi infark otak,
oedema dan herniasi otak. Timbulnya infark serebral disebabkan karena
adanya trombosis, emboli dan arteritis yang dapat menyumbat pembuluh
darah yang mengakibatkan pecahnya arteri serebral (Suddarth &
Brunner, 2002).

F. Manifestasi klinik
Menurut Smelzer (2001) manifestasi klinik stroke adalah sebagai berikut:
1. Defisit lapang penglihatan
a. Hemonimus bemianopsi ( kehilangan setengah lapang penglihatan)
Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan,
penglihatan, mengakibatakan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai
jarak
b. Kehilangan penglihatan perifer
Kesulitan penglihatan pada malam hari, tidak menyadari objek atau
batas objek.
c. Diplopia
Penglihatan ganda.
2. Defisit motorik
a. Hemiparesis
Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama. Paralisis
wajah ( karena lesi pada hemisfer yang berlawanan).
b. Araksi
Berjalan tidak mantap, tegak. Tidak dapat menyatukan kaki, perlu
dasar berdiri yang lurus.
c. Disartria
Kesulitan dalam membentuk kata.

10
d. Disfagi
Kesulitan dalam menelan.
3. Defisit verbal
a. Afasia ekspresif
Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami, mungkin
mampu bicara dalam respon kata tunggal.
b. Afasia reseptif
Tidak mampu memahami kaya yang dibicarakan, mampu bicara tapi
tidak masuk akal.
c. Afasia global
Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif.
4. Defisit kognitif
Penderita stroke dapat mengalami kehilangan kontrol diri, labilitas
emosional, penutunan toleransi pada situasi yang menimbulkan serta
perasaan isoalasi.
(Ariani, 2012)

G. Penatalaksanaan stroke
Menurut Harsono (1996), kematian dan deteriosasi neurologis minggu
pertama stroke iskemik tejadi karena adanya edema otak. Edema otak timbul
dalam beberapa jam setelah stroke iskemik dan mencapai puncaknya 24-96
jam. Edema otak mula-mula cytofosic karena terjadi gangguan pada
metabolisme seluler kemudian terdapat edema vasogenik kerena rusaknya
sawar darah otak setempat. Untuk menurunkan edema otak, dilakukan hal-hal
berikut ini.
1. Naikkan posisi kepala dan badan bagian atas setinggi 20-300.
2. Hindarkan pemberian cairan intravena yang berisi glukosa atau cairan
hipotonik.
3. Pemberian osmoterapi seperti berikut ini.
a. Bolus marital satu gr/kgBB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan
dengan dosis 0.25 gr/kgBB setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam.
Target osmolaritas 300-320 mmol/liter.

11
b. Gliserol 50 % oral 0,25-1 gr/kgBB setiap 4 atau 6 jam atau gliserol
10% intravena 10 ml/kgBB dalam 3-4 jam (untuk edema serebral
ringan, sedang)
c. Furosemide 1 mg/kgBB intravena.
4. Intubasi dan hiperventilasi terkontrol dengan oksigen hiperbarik sampai
PCO2=29-35 mmHg.
5. Tindakan bedah di konpresif perlu dikerjakan apabila terdapat supra
tentoral 8. Dengan pergeseran linea mediarea atau serebral infak disertai
efek rasa.
6. Steroid di anggap kurang menguntungkan untuk terapi udara serebral
karena di samping menyebabkan hiperglikemia juga naiknya resiko
infeksi.
(Ariani, 2012)

H. Pemeriksaan penunjang
Menurut Harsono (1996) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
pada penderita stroke adalah sebagai berikut.
1. CT-Scan bagian kepala.
Pada stroke non hemoragi terlihat adanya infark, sedangkan pada stroke
hemoragi terlihat pendarahan.
2. Pemeriksaan lumbal fungsi.
Pada pemeriksaan lumbal fungsi untuk pemeriksaan diagnostik diperiksa
kimia sitologi, mikrobiologi, dan virologi. Disamping itu, dilihat pula
tetesan cairan serebrosvinal saat keluar baik kecepatannya,
kejernihannya, warna, dan tekanan yang menggambarkan proses
terjadinya di intrasvinal. Pada stroke non hemoragi akan ditemukan
tekanan normal dari airan serebrosvinal jernih. Pemeriksaan fungsi
sisternal dilakukan bila tidak mungkin dilakukan fungsi lumbal. Prosedur
ini dilakukan dengan supervisi neurologi yang telah berpengalaman.
3. Elektrokarsiografi atau (EKG)
Untuk mengetahui keadaan jantung dimana jantung berperan dalam
suplai darah keotak.

12
4. Elektro encophlo grafi
Elektro encophlo grafi mengidentifikasi masalah berdasarkan gelombang
otak, menunjukkan area lokasi secara spesifik.
5. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan darah, kekentalan
darah, jumlah sel darah, penggumpalan trombosit yang abnormal, dan
mekanisme pembekuan darah.
6. Angiografi serebral
Pada serebral angiografi membantu secara spesifik penyebab stroke
seperti perdarahan atau obstruksi arteri, memperlihatkan secara tepat
letak oklusi atau ruptur.
7. Maghnetik resonansi imagine (MRI)
Menunjukkan darah yang mengalami infark, hemoragi, malformasi
arterior vena (MAV). Pemeriksaan ini lebih canggih dibandingkan CT-
Scan.
8. Unltrasonografi dopler
Ultrasonografi dopler dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyakit
MAV (Harsono, 1996). Menurut Wibowo (1991), pemeriksaan sinar-X
kepala dapat menujukkan perubahan pada glandula lineal pada sisi yang
berlawana dari massa yang meluas, klasifikasi karotisinternal yang dapat
dilihat pada trombosis serebral, klasifikasi parsial pada dinding
aneurisme pada perdarahan subaraknoid.
(Ariani, 2012)

I. Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Satyanegara (1998) adalah sebagai berikut.
1. Komplikasi dini (0-48 jam pertama)
a. Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan
akhirnya menimbulkan kematian.
b. Infak miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium
awal.

13
2. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama).
a. Pneumonia: akibat imobilisasi lama
b. Infark miokard.
c. Enboli paru: cenderung terjadi 7-14 hari pasca-stroke, sering kali
pada saat penderita mulai mobilisasi.
d. Stroke rekuren: dapat terjadi pada setiap saat.
3. Komplikasi jangka panjang.
Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskular lain: penyakit
vaskular perifer.
Menurut Smaltzer (2001), komplikasi yang terjadi pada pasien stroke
yaitu sebagai berikut.
a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi.
b. Penurunan darah serebral.
c. Embolisme serebral.
(Ariani, 2012)

14
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Sirkulasi
Gejala: Adanya penyakit jantung (rematik/jantung vaskuler, endokarditis
bacterial), polisitemia, riwayat hipotensi postural.
Tanda: Hipertensi arterial (dapat ditemukan/terjadi pada cidera
serebrovaskuler/stroke) sehubungan dengan adanya embolisme/
malformasi vaskuler.
Nadi : Frekuensi nadi bervariasi (karena ketidak stabilan fungsi jantung /
kondisi jantung, obat – obatan, efek stroke pada vasomotor).
2. Neurosensori
Gejala:
a. Sinkope/pusing (sebelum serangan cidera serebrovaskuler / stroke)
b. Sakit kepala : akan sangat berat dengan adanya perdarahan
intraserebral atau subaraknoid, kelemahan / kesemutan, sisi yang
terkena terlihat seperti “ mati/lumpuh “.
c. Penglihatan menurun, seperti buta total, kehilangan daya lihat
sebagian (kebutaan monokuler), penglihatan ganda (diplopia).
d. Sentuhan : hilangnya rasa sensorik kontra lateral ( pada sisi tubuh
yang berlawanan ) pada ekstremitas dan kadang – kadang ipsilateral
( yang satu sisi ) pada wajah.
Tanda:
a. Status mental / tingkat kesadaran : biasanya terjadi koma pada tahap
awal stroke, ketidak sadaran biasanya akan tetap sadar jika
penyebabnya adalah trombosis yang bersifat alami, gangguan fungsi
kognitif ( seperti penurunan memori, pemecahan masalah ).
b. Ekstrimitas : kelemahan/paralysis (kontra lateral pada semua jenis
stroke), genggaman tidak sama, reflek tendon melemah secara kontra
lateral. Pada wajah terjadi paralysis.
c. Afasia : Gangguan atau kehilangan fungsi bahasa mungkin afasia
motorik ( kesulitan untuk mengungkapkan kata ), reseptif ( afasia

15
sensorik ) yaitu kesulitan untuk memahami kata – kata secara
bermakna, atau afasia secara global yaitu gabungan dari kedua hal
diatas.
d. Kehilangan kemampuan menggunakan motorik saat pasien ingin
menggerakkannya ( apraksia ). Ukuran / reaksi pupil tidak sama,
dilatasi atau miosis pupil ipsilateral (perdarahan/herniasi).
e. Kekakuan nukal (biasanya karena perdarahan). Kejang (biasanya
karena adanya pencetus perdarahan).
f. Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
3. Nyeri / kenyamanan
Gejala:
a. Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda – beda (karena arteri
karotis terkena).
Tanda:
a. Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot / fasia
4. Makanan/cairan
Gejala:
a. Nafsu makan hilang, mual, muntah selama fase akut (peningkatan
tekanan intrakranial).
b. Kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan,
disfagia.
c. Adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.
Tanda:
a. Kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan farigeal),
obesitas ( faktor resiko ).
5. Eliminasi
Gejala:
a. Perubahan pola berkemih, seperti inkonfinensial urine, anuria.
Distensi abdomen ( distensi kandung kemih berlebihan ), bising usus
negatif (ilius paralitik).
6. Aktivitas / istirahat
Gejala:

16
a. Memiliki kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi, atau paralysis (hemiplegia) merasa mudah lelah,
susah untuk beristirahat (nyeri / kejang otot).
Tanda:
a. Gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik (hemiplegia), dan
terjadi kelemahan umum, gangguan tingkat kesadaran.
7. Integritas Ego
Gejala:
a. Perasaan tidak berdaya, putus asa.
Tanda:
a. Emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan
gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri.
8. Keamanan
Tanda:
a. Motorik / sensorik : masalah dengan penglihatan, perubahan persepsi
terhadap orientasi tempat tubuh (stroke kanan).
b. Kesulitan untuk melihat objek dari sisi kiri (pada stroke kanan).
c. Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit.
d. Tidak mampu mengenali objek, warna, kata – kata dan wajah yang
pernah dikenali dengan baik.
e. Gangguan berespon terhadap panas dan dingin / gangguan regulasi
suhu tubuh.
f. Kesulitan menelan, tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
sendiri (mandiri).
g. Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan,
tidak sabar / kurang kesadaran diri (stroke kanan).
9. Interaksi Sosial
Tanda:
a. Masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.

17
Berikut ini data-data yang diperlukan untuk melengkapi data pengkajian pada
stroke yaitu:
1. Anamnesis
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan
bicara, pelo, tidak dapat berkomunikasi dan penuranan tingkat kesadaran.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke sekali berlangsung sangat mendadak pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya diabetes mellitus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang
lama. Penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan. Pengkajian pemakaian, obat-obat yang sering
digunakan klien seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia,
penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan
alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral.
a. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi diabetes
mellitus atau adanya riwayat stroke dari generasi dahulu.

B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran, suara bicara kadang
mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara
dan tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi.
2. Fungsi Serebral
Pada klien stroke kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang
paling mendasar. Pada klien stroke tingkat kesadaran berkisar pada
tingkat latergi, stupor, dan semikomotosa. Apabila klien sudah

18
mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai
tingkat kesadaran.
Tabel 2.1 Tingkat Kesadaran Dengan Menggunakan GCS.
Respon motorik yang Respon verbal yang
Membuka mata
Terbaik terbaik
Dengan perintah 6 Berorentasi 5 Spontan 4
Melokalisasi nyeri 5 Bicara 4 Terhadap 3
membingungkan panggilan
Menarik diri dari 4 Kata tidak tepat 3 Dengan nyeri 2
rangsang nyeri
Fleksi abnormal 3 Suara tidak 2 Tidak ada 1
dimengerti respon
Ekstensi 2 Tidak ada respon 1
Tidak ada respon 1
Sumber : Brunner & Suddarth, 2001:2091.
3. Fungsi Motorik
Pemeriksaan fungsi motorik dilakukan dengan :
a. Mengamati besar dan bentuk otot.
b. Melakukan pemeriksaan tonus otot dengan palpasi diam, palpasi
gerak pasif dan ROM.
c. Melakukan pemeriksaan kekuatan ekstremitas.
d. Fungsi Sensorik
Pemeriksaan fungsi motorik dapat dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan terhadap beberapa area / jenis sensasi yaitu sensasi nyeri,
sentuhan, temperatur, rasa getar dan tekanan.
4. Fungsi Reflek
Pemeriksaan fungsi reflek dilakukan terhadap reflek superfisial dan
reflek regangan / reflek tendon dalam. Pemeriksaan reflek superfisial
dilakukan dengan cara memberikan stimulus ringan pada permukaan
kulit / membrane mukosa. Sedangkan pada pemeriksaan reflek tendon
dalam dengan cara menggunakan hammer perkusi pada trisep, bisep,
barkhioradialis, patellar dan archilles. ( Tuti Pahria, Skp.1996 : 35 – 42 ).

19
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon
(status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok
dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasikan dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan
menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah (Nursalam, 2001 : 35).
Menurut Doengoes (2000), diagnosa keperawatan yang muncul pada stroke
adalah :
1. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan
neuromuskuler seperti kelemahan, parastesia, flaksid/paralysis hipotonik,
paralysis spastic.
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi
serebral, kerusakan nueromuskuler, kehilangan tonus/kontrol otot fasial,
kelemahan.
3. Harga diri rendah berhubungan dengan gangguan fungsi neuromoskuler.
4. Kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler/
perceptual.

D. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan meliputi pengembangan strategi desain, untuk
mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang diindentifikasi
pada diagnosa keperawatan. Tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosa
keperawatan dan menyimpulkan rencana dokomentasi (Nursalam, 2001 : 51).
Menurut Doengoes ( 2000 : 293-307 ), perencanaan untuk stroke adalah :
1. Kerusakan mobilitas fisik berhungan dengan keterlibatan neuromuskuler
seperti kelemahan, parastesia flaksid/paralysis hipotonik paralysis
spastis.
Tujuan: Klien dapat mempertahankan posisi optimal. Klien dapat
meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena.
Kriteria: Klien dapat mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan
melakukan aktivitas.

20
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kemampuan secara fungsional/ 1. Mengidentifikasi kekuatan atau
lamanya kerusakan awal dengan kelemahan dan dapat memberikan
dengan cara yang teratur informasi pemulihan.
2. Ubah posisi minimal dua jam dan 2. Menurunkan resiko terjadinya trauma.
jika memungkinkan bisa lebih 3. Mencegah kontraktur dan
sering jika diletakkan dalam posisi memfasilitasi kegunaannya jika
bagian yang terganggu berfungsi kembali.
3. Sokong ekstrimitas dalam posisi 4. Jaringan yang mengalami edema lebih
fungsional, gunakan papan kaki mudah mengalami trauma dan
selama peiode paralysis flaksid, penyembuhannya lambat.
pertahankan posisi kepala netral. 5. Meminimalkan atrofi otot,
4. Observasi daerah yang terkena meningkatkan sirkulasi, membantu
termasuk warna, edema, atau tanda mencegah kontraktur.
lain jika dari gangguan sirkulasi. 6. Meningkatkan harapan terhadap
5. Mulailah melakukan gerak aktif perkembangan / peningkatan dan
dan pasif pada semua ekstremitas. memberikan perasaan kontrol atau
Anjurkan klien melakukan latihan kemandirian.
seperti meremas bola karet, 7. Mungkin diperlukan untuk
melebarkan jari – jari / telapak. menghilangkan spastisitas pada
ekstrimitas yang terganggu.
6. Susun tujuan dengan klien atau
orang terdekat untuk berpartisipasi
dalam aktivitas / latihan dan
mengubah posisi.
7. Kolaborasi dalam pemberian obat
relaksan otot, anti spasmodik sesuai
indikasi, seperti Blakofen,
Dantroen.

21
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi
serebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus otot/control otot
fasial, kelemahan.
Tujuan: klien dapat memahami tentang masalah komuukasi.
Kriteria: metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tipe atau derajat disfungsi, 1. Membantu menentukan dearah dan
seperti klien tidak tampak derajat kerusakan serebral.
memahami kata atau mengalami 2. Intervensi yang dipilih tergantung
kesulitan berbicara atau membuat pada tipe kerusakannya.
penertian sendiri. 3. Klien mungkin kehilangan untuk
2. Bedakan antara afasia dengan memantau ucapan yang keluar dan
disatria. tidak menyadari bahwa komunikasi
3. Perhatikan kesalahan dalam yang diucapkannya tidak nyata.
komunikasi dan berikan umpan 4. Melakukan penilaian adanya
balik. kerusakan sensori.
4. Mintalah klien untuk mengikuti 5. Melakukan penilaian terhadap adanya
perintah sederhana seperti : buka kerusakan motorik.
mata, tunjuk pintu. Ulangi dengan 6. Meningkatkan percakapan yang
kata atau kalimat sederhana. bermakna dan memberikan
5. Tunjukkan objek dan inta klien kesempatan untuk keterampilan
untuk menyebut nama benda praktis.
tersebut. 7. Menurunkan kebingungan / ansietas
6. Diskusikan mengenai hal – hal selama proses komunikasi dan
yang dikenal klien, seperti hobi, berespon pada informasi yang lebih
dan keluarga. banyak pada satu waktu tertentu
7. Katakan secara langsung dengan 8. Untuk mengidentifikasi kekurangan
klien, bicara perlahan dan tenang. atau kebutuhan terapi.
8. Kolaborasi dan konsultasikan atau
rujuk kepada ahli terapi wicara.

22
3. Kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler atau
perseptual.
Tujuan: Mempertahankan berat badan yang diinginkan.
Kriteria: Klien mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi
individual untuk mencegah aspirasi.
INTERVENSI RASIONAL
1. Tinjau ulang patologi/kemampuan 1. Intervensi nutrisi atau pilihan rute
menelan klien, catat luasnya makanan ditentukan oleh faktor –
paralisis fasial, gangguan lidah, faktor ini.
kemampuan untuk melindungi jalan a. Menggunakan gravitasi untuk
napas. Timbang berat badan sesuai memudahkan prose menelandan
kebutuhan. menurunkan resiko terjadinya
2. Tingkatkan upaya untuk dapat aspirasi.
melakukan proses menelan yang 2.
efektif seperti: a. Memberikan stimulus sensori (
a. Letakkan klien dalam posisi termasuk rasa kecap ) yang dapat
duduk atau tegak selama dan mencetuskan usaha untuk menelan
setelah makan. dan meningkatkan masukan.
b. Letakkan makanan pada daerah b. Membantu dalam melatih kembali
mulut yang tidak terganggu. sensori dan meningkatkan kontrol
c. Stimulasi bibir untuk membuka muskuler.
dn menutup mulut secara c. Menetralkan hiperekstensi,
manual dengan menekan ringan membantu mencegah aspirasi.
di atas bibir atau bawah dagu d. Menguatkan otot fasial dan otot
jika dibutuhkan. menelan.
d. Bantu klien dengan mengontrol e. Dapat meningkatka pelepasan
kepalanya endofrin dalam otak yang
e. Anjurkan klien menggunakan meningkatkan nafsu makan.
sedotan untuk minum f. mungkin diperlukan untuk
f. Anjurkan untuk berpartisipasi memberikan cairan pengganti dan
dalam program atau kegiatan juga makanan harus dicarikan
metode alternative untuk makan.

23
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
diagnosis dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Evaluasi sebagai
sesuatu yang direncanakan, dan perbandingan yang sistematik pada status
kesehatan klien. Dengan mengukur perkembangan klien dalam mencapai
suatu tujuan, maka perawat bisa menentukan efektivitas tindakan
keperawatan (Nursalam, 2001 : 71).

24
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, T. A. (2012). Sistem neurobehaviour. Jakarta : Salemba Medika.


Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan
diagnosis medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Mediaction
Publishing.
Weiner, H. L., & Levitt, L. P. (2012). Buku saku neurologi. Jakarta: EGC.

25

Anda mungkin juga menyukai