Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP LANSIA DAN HIPERTENSI PADA

LANSIA DI WISMA RUANG ANGGREK

Oleh :
EKA SUSANTI
NIM. 433131490119014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES KHARISMA KARAWANG
2020
A. KONSEP LANSIA
1. Pengertian Menua
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan
yang diderita, proses menua merupakan proses yang terus menerus
(berlanjut) secara alamiah. Dimulai sejak lahir umumnya dialami semua
makhluk hidup (Nugroho, 2000, Hal 13-14).
Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya
daya tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh.
Walaupun demikian, memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit
yang sering menghinggapi kaum lanjut usia. Proses menua sudah mulai
berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa, misalnya denagn
terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan syaraf dan jaringan lain
sehingga tubuh “mati” sedikit demi sedikit (Nugroho, 2000, Hal 13-14).
2. Teori-teori Proses Menua
Menurut padila (2013), Sampai saat ini banyak definisi dan teori yang
menjelaskan tentang proses menua yang tidak seragam. Proses menua
bersifat individual : dimana proses menua pada setiap orang terjad dengan
usia yang berbeda, setiap lanjuat usia mempunyai kebiasaan atau life style
yang berbeda. Tidak ada satu faktor pun yang ditemukan dapat mencegah
proses menua. Adakalanya seseorang belum tergolong tua (masih muda)
tetapi telah munujukan kekurangan yang mencolok adapula orang yang
tergolong lanjut usia penampilannya masih sehat. Harus diakui bahwa ada
berbagai penyakit yang sering dialami oleh lanjut usia. Misalnya hipertensi,
diabetes melitus, rematik, asam urat, dimensia semilis, sakit ginjal dan lain-
lain.
Teori-teori tentang penuaan sudah banyak yang dikemukakan, namun tidak
semuanya bisa diterima. Teori-teori itu dapat digolongkan dua kelompok,
yaitu yang termasuk kelompok teori biologis dan teori psikososial.
a. Teori Biologis
Teori yang merupakan, teori biologis adalah sebagai berikut :
1) Teori Jam Genetik
Secara genetik sudah terprogram bahwa material didalam intisel
dikatakan bagaikan memiliki jam genetis terkait dengan frekuensi
metosis. Teori ini didasarkan pada kenyataan bahwa spesies-spesies
tertentu memiliki harapan hidup (life span) yang tertentu pula.
Manusia yang memiliki rentang kehidupan maksimal sekitar 110
tahun, sel-selnya diperkirakan hanya mampu membelah sekitar 50
kali sesl-selnya diperkirakan sesudah itu akan mengalami deteriorasi.
2) Teori cross-linkage ( rantai silang )
Kolagen yang merupakan unsur penyusun tulang diantara susunan
molukuler, lama kelamaan akan meningkat kekuannya (tidak elastis).
Hal ini disebabkan karena sel-sel yang sudah tua dan reaksi
kimianya menyebabkan jaringan yang sangat kuat.
3) Teori Radikal Bebas
Radikal bebas merusak membran sel yang menyebabkan kerusakan
dan kemunduran secara fisik.
4) Teori Genetik
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk
spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat biokimia yang
diprogram oleh molekul-molekul atau DNA dan setiap sel pada
saatnya akan mengalami mutasi.
5) Teori Imunologi
Didalam metabolisme tubuh suatu saat diproduksi suatu zat khusus.
Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak dapat tahan terhadap zat
tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah. Sistem imun
menjadi kurang efektif dalam memperthankan diri, regulasi dan
resposibilitas.
6) Teori Stres Adaptasi
Teori stres adaptasi menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa
digunakan tubuh. Regenaerasi jaringan tidak dapat mempertahankan
kestabilan lingkungan internal. Kelebihan usaha dan stres
menyebabkan sel-sel tubuh telah terpakai.
7) Teori Wear and Tear
Kelebihan usaha dan stres menyababkan sel-sel tubuh lelah
(terpakai).
b. Teori Psikososial
Teori yang merupakan teori psikososial adalah sebagai berikut :
1) Teori Integritas Ego
Teori perkembangan ini mengidentifikasi tugas-tugas yang harus
dicapai dalam tiap tahap perkembangan. Tugas perkembangan
terakhir merefleksikan kehidapan seseorang dan pencapainnya.
Hasil akhir dan penyelesaian konflik antara integritas ego dan
keputusan adalah kebebasan.
2) Teori Stabilias Personal
Kepribadian sesorang terbentuk pada masa anak-anak dan tetap
bertahan secara stabil. Perubahan yang redikal pada usia tua bisa
jadi mengindikasikan penyakit otak.
c. Teori Sosial Kultural berikut
Teori yang merupakan sosiokultural adalah sebagaiberikut
1) Teori Pembebasan ( disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia seseorang
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya,
atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Hal ini mengakibatkan
interaksi sosial lanjut usia menurun sehingga sering terjadi
kehilangan ganda.
2) Teori aktifitas
Toeri ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses tergantung dari
bagaimana seorang usia lanjut merasakan kepuasan dalam
berkativitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin.
Adapun kualitas aktivitas tersebut lebih penting dibandingkan
kuantitas yang dilakukan.
d. Teori konsekuensi fungsional
Teori yang merupakan teori fungsional adalah sebagai berikut:
1) Teori ini mengatakan tenang konsekuensi fungsional usia lanjut yang
berhubungan dengan perubahan karena usia dan faktor resiko
tambahan
2) Tanpa intervensi maka beberapa konsekuensi fungsional akan
negatif dengan intervensi menjadi positif

3. Mitos-mitos Lansia
Menurut lilik Ma’rifat (2011), pada saat lanjut lansia terjadi suatu mitos
sebagai berikut:
a. Kedamaiaan dan ketenangan
Lanjut usia dapat santai menikmati hasil kerja dan jerih payahnya di
masa muda dan dewasanya, badai dan berbagai goncangan kehidupan
seakan-akan sudah berhasil dilewati.
Kenyataan :
1) Sering ditemui stres karena kemiskinan dan berbagai keluhan saaat
penderitaan karena penyakit.
2) Depresi
3) Kekhawatiran
4) Paranoid
5) Masalah Psikotik
b. Mitos konservatisme dan Kemunduran
Pandangan pada lanjut usia umumnya :
1) Konservatif
2) Tidak kreatif
3) Menolak inovasi
4) Berorientasi
5) Merindunkan masa lalu
6) Kembali ke masa kanak-kanak
7) Susah berubah
8) Keras kepala
9) cerewet
c. Mitos Berpenyakit
Lanjut usia dipandang sebagai mata degenerasi biologis, yang disertai
oleh berbagai penderitaan akibat bermacam penyakit yang menyertai
proses menua ( lanjut usia merupakan masa berpenyakit dan
kemunduran).
d. Mitos Senilitis
Lanjut usia dipandang sebagai masa pikun yang disebabkan oleh
kerusakan bagian otak ( banyak yang tetap sehat dan segar) untuk
menyesuaikan diri terhadap perubahan daya ingat.
e. Mitos tidak jatuh cinta
Lanjut usia tidak lagi jatuh cinta dan gairah pada lawan jenis tidak ada.
Kenyataan :
Perasaan cemas dan emosi setiap orang berubah sepanjang masa.
Perasaan cinta tidak berhenti hanya karena menjadi lanjut usia.
4. Tipe-tipe Lanjut Usia
Menurut lilik ma’rifatul (2011), tipe lanjut usia digolongkan seperti berikut:
a. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah pengalaman diri denan perubahan jaman,
mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, dermawan,
memenuhi undangan, dan mengambil perubahan
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan-kegiatan yang hilang dengan kegiatan kegiatan
baru, selektif dalam mencari pekerjaan, teman bergaul, serta memnuhi
undangan
c. Tipe tidak pas
Konflik lahir batin menentang proses ketuaan, yang menyebabkan
kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmaniah, kehilangan
kekuasaaan situs, tesinggung, menuntut, sulit dilayani
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis gelap
datang terang, mengikuti kegiatan beribadah, ringan kaki, pekerjaan apa
saja dilakukan
e. Tipe bingung
kaget, kehilangan keperibadian, mengasingkan diri, merasa minder,
menyesal, pasif, mental, sosial dan ekonominya.

5. Perubahan Akibat Proses Menua


a. Perubahan fisik dan fungsi Sel :
1) Jumlah sel menurun / lebih sedikit
2) Ukuran sel lebih besar
3) Jumlah cairan tubuh dan cairan inttraselular berkurang
4) Proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati menurun
5) Jumlah sel otak menurun
6) Mekanisme perbaika sel terganggu
7) Otak menjadi atrofi, berat berkurang 5 – 10%
8) Lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar (Nugroho,
2008, h. 27)
b. Perubahan Sistem Persyarafan pada Lansia
Pada sistem persyarafan terjadi beberapa gangguan dan perubahan
fungsi, antara lain :
1) Menurun hubungan persyarafan
2) Respons dan waktu untuk bereaksi lambat, khususnya terhadap
stress
3) Mengecilnya syaraf panca indera
4) Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya
syaraf pencium & perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu
dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin (Nugroho, 2008, h.
27 - 28)
c. Perubahan Sistem Pendengaran pada Lansia
Pada sistem pendengaran terjadi beberapa gangguan dan perubahan
fungsi, antara lain :
1) Gangguan pendengaran : Hilangnya (daya) pendengaran pada
telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara, antara lain nada
nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata kata, 50
% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun
2) Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis
3) Terjadinya pengumpulan serumen, dapat mengeras karena
meningkatnya keratin
4) Fungsi pendengaran semakin menurun pada lanjut usia yang
mengalami keteganggan / stres
5) Tinitus (bising yang bersifat mendengung, bisa bernada tinggi atau
rendah, bisa terus menerus atau intermiten) (Nugroho, 2008, h. 28)
d. Perubahan Sistem Penglihatan pada Lansia
Pada sistem penglihatan terjadi beberapa gangguan dan perubahan
fungsi, antara lain :
1) Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respons terhadap sinar
2) Kornea lebih berbentuk sferis
3) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa)
4) Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam cahaya gelap
5) Penururnan / hilangnya daya akomodasi
6) Menurunnya lapang pandang & berkurangnya luas pandang
7) Menurunnya daya membedakan warna biru atau warna hijau pada
skala (Nugroho, 2008, h. 28 - 29)
e. Perubahan Sistem Kardiovaskular pada Lansia
Pada sistem kardiovaskular terjadi beberapa gangguan dan perubahan
fungsi, antara lain :
1) Katub jantung menebal dan menjadi kaku
2) Menurunnya elastisitas dinding aorta
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % pertahun
sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya
4) Menurunnya curah jantung
5) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, efektifitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenasi berkurang, perubahan posisi dari tidur
keduduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah
menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak)
6) Kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan
perdarahan
7) Dan tekanan darah meningkat akibat meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer (normal ± 170/95 mmHg) (Nugroho, 2008,
h. 29)
f. Perubahan Sistem Pengaturan Suhu Tubuh pada Lansia
Pada pengaturah suhu tubuh, hipotalamus dianggap bekerja sebagai
suatu termostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu. Kemunduran
terjadi bebagai faktor yang mempengaruhinya. Yang sering ditemui
antara lain :
1) Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis ±35ºC
akibat metabolisme yang menurun
2) Pada kondisi ini, lanjut usia akan merasa kedinginan dan dapat pula
menggigil, pucat, dan gelisah
3) Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas
yang banyak sehingga terjadi penurunan aktivitas otot (Nugroho,
2008, h. 29)
g. Perubahan Sistem Pernafasan pada Lansia
Pada sistem pernafasan terjadi beberapa gangguan dan perubahan
fungsi, antara lain :
1) Otot pernafasan mengalami kelemahan akibat atrofi, kehilangan
kekuatan, dan menjadi kaku
2) Aktivitas silia menurun
3) Paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik
nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun
dengan kedalaman bernafas menurun
4) Ukuran alveoli melebar (membesar secara progresif) dan jumlah
berkurang
5) Berkurangnya elastisitas bronkus
6) Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg
7) Karbon dioksida pada arteri tidak berganti, pertukaran gas
terganggu
8) Refleks dan kemampuan untuk batuk berkurang
9) Kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan otot pernafasan
menurun seiring bertambahnya usia (Nugroho, 2008, h. 29 - 30)
h. Perubahan Sistem Pencernaan pada Lansia
Pada sistem pencernaan terjadi beberapa gangguan dan perubahan
fungsi, antara lain :
1) Kehilangan gigi, Penyebab utama adanya periodontal disease yang
biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi
kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk
2) Indera pengecap menurun, Adanya iritasi yang kronis dari selaput
lendir, atropi indera pengecap (± 80 %), hilangnya sensitivitas dari
syaraf pengecap dilidah terutama rasa manis, asin, asam & pahit
3) Esofagus melebar
4) Rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun ), asam lambung
menurun, waktu pengosongkan lambung menurun
5) Peristaltik lemah & biasanya timbul konstipasi
6) Fungsi absorbsi melemah ( daya absorbsi terganggu )
7) Hati semakin mengecil & menurunnya tempat penyimpanan,
berkurangnya aliran darah (Nugroho, 2008, h. 30)
i. Perubahan Sistem Reproduksi dan Kegiatan Seksual pada Lansia
1) Perubahan sistem reprduksi
Vagina mengalami kontraktur dan mengecil, ovari menciut karena
uterus mengalami atrofi, atrofi payudara dan atrofi vulva, selaput
lendir vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi
berkurang, sifatnya menjadi alkali dan terjadi perubahan warna
(Nugroho, 2008, h. 30 - 31)
2) Kegiatan seksual
Ada pandangan bahwa pada usia lanjut, minat, dorongan, gairah,
kebutuhan, dan daya seks dalam hubungan seks menurun. Fakta :
kehidupan seks pada lanjut usia berlangsung normal dan frekuensi
hubungan seksual menurun sejalan meningkatnya usia, tetapi
masih tetap tinggi (Nugroho, 2008, h. 19)
j. Perubahan Sistem Genitourinaria pada Lansia
Pada sistem genitourinaria terjadi beberapa gangguan dan perubahan
fungsi, antara lain :
1) Ginjal, Mengecilnya nephron akibat atropi, aliran darah ke ginjal
menurun sampai 50 % sehingga fungsi tubulus berkurang akibatnya
kurangnya kemampuan mengkonsentrasi urin, berat jenis urin
menurun, proteinuria (biasanya + 1), BUN (Blood Urea Nitrogen)
meningkat sampai 21 mg %, nilai ambang ginjal terhadap glukosa
meningkat
2) Vesika urinaria / kandung kemih, Otot otot menjadi lemah,
kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekuensi
BAK meningkat, vesika urinaria sulit dikosongkan pada pria lanjut
usia sehingga meningkatnya retensi urin.
3) Pembesaran prostat ± 75 % dimulai oleh pria usia diatas 65 tahun
4) Atropi vulva
5) Vagina, Selaput menjadi kering, elastisitas jaringan menurun juga
permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, reaksi
sifatnya lebih alkali terhadap perubahan warna (Nugroho, 2008, h.
31 - 32)
k. Perubahan Sistem Endokrin pada Lansia
Kelenjar endokrin adalah kelenjar buntu dalam tubuh manusia yang
memproduksi hormon. Hormon pertumbuhan berperan sangat penting
dalam pertumbuhan, pematangan, pemeliharaan, dan metabolisme
organ tubuh. Sistem endokrin pada lansia terjadi beberapa gangguan
dan perubahan fungsi, antara lain :
1) Produksi hampir semua hormon menurun
2) Fungsi paratiroid dan sekesinya tak berubah
3) Pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya ada di
pembuluh darah dan berkurangnya produksi dari ACTH, TSH, FSH
dan LH
4) Menurunnya aktivitas tiriod dan menurunnya daya pertukaran zat
5) Menurunnya produksi aldosteron
6) Menurunnya sekresi hormon kelamin : progesteron, estrogen,
testosterone menurun (Nugroho, 2008, h. 32)
l. Perubahan Sistem Integumen pada Lansia
Pada sistem integumen terjadi beberapa gangguan dan perubahan
fungsi, antara lain :
1) Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak
2) Permukaan kulit cenderung kusam & bersisik karena kehilangan
proses keratinasi serta perubahan ukuran dan bentuk sel epidermis
3) Timbulnya bercak pigmentasi akibat proses melanogenesis yang
tidak merata pada permukaan kulit sehingga tampak bintik-bintik
atau noda coklat.
4) Terjadinya perubahan pada daerah sekitar mata, tumbuhnya kerut -
kerut halus di ujung mata akibat lapisan kulit menipis
5) Respon terhadap trauma menurun
6) Mekanisme proteksi kulit menurun karena produksi serum menurun;
produksi vitamin D menurun, pigmentasi kulit terganggu
7) Kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu
8) Rambut dalam hidung dan telinga menebal
9) Berkurangnya elatisitas akibat menurunnya cairan vaskularisasi
10) Pertumbuhan kuku lebih lambat
11) Kuku jari menjadi keras dan rapuh
12) Kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya
13) Kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk
14) Jumlah dan fungsi kelenjar keringat berkurang (Nugroho, 2008, h.
33)
m. Perubahan Sistem Muskuloskeletal pada Lansia
Pada sistem muskuloskeletal terjadi beberapa gangguan dan
perubahan fungsi, antara lain :
1) Tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh
2) Gangguan tulang, yakni mudah mengalami demineralisasi
3) Kekuatan dan stabilitas menurun, terutama vertebra, pergelangan,
dan paha. Insiden osteoporosis dan fraktur meningkat pada area
tulang tersebut
4) Kifosis
5) Gerakan pinggang, lutut, dan jari – jari pergelangam terbatas
6) Gangguan gaya berjalan
7) Kekakuan jaringan penghubung
8) Persendian membesar dan menjadi kaku
9) Atrofi serabut otot, serabut otot mengecil sehingga gerakan menjadi
lamban, otot kram, dan menjadi tremor (Nugroho, 2008, hh. 33 - 34)

B. TEORI HIPERTENSI
1. DEFINISI
Penyakit darah tinggi atau hipertensi (hypertension) adalah suatu
keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di
atas normal yang ditunjukkan oleh angka bagian atas (systolic) dan
angka bawah (diastolic) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan
alat pengukur tekanan darah baik berupa cuff air raksa
(Spygmomanometer) ataupun alat digital lainnya (Herlambang, 2013).
Tensi (tekanan darah) adalah banyaknya darah yang dipompakan jantung
dikalikan tahanan di pembuluh darah perifer. Adapun hipertensi (tekanan
darah tinggi) adalah keadaan ketika seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah diatas normal atau tekanan sistolik lebih tinggi dari 140
mmHg dan diastoliknya diatas 90 mmHg (Wijoyo, 2011).

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami


peningkatan tekanan darah di atas batas normal yang mengakibatkan
peningkatan angka morbiditas dan angka kematian (mortalitas). Tekanan
yang abnormal tinggi pada pembuluh darah menyebabkan meningkatnya
risiko terhadap stroke, gagal jantung, serangan jantung, dan kerusakan
ginjal (Rusdi,et al, 2009).

2. Klasifikasi hipertensi
Menurut Herlambang (2013) penyakit darah tinggi atau hipertensi
dikenal dengan 2 jenis klasifikasi, diantaranya hipertensi primary dan
hipetensi secondary.
a) Hipertensi primary adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan
darah tinggi sebagai akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan
faktor lingkungan. Seseorang yang pola makannya tidak terkontrol
dan mengakibatkan kelebihan berat badan atau bahkan obesitas,
merupakan pencetus awal untuk terkena penyakit tekanan darah
tinggi. Begitu pula seseorang yang berada dalam lingkungan atau
kondisi stressor tinggi sangat mungkin terkena penyakit tekanan
darah tinggi, termasuk orang-orang yang kurang olahraga pun
mengalami tekanan darah tinggi.
b) Hipertensi secondary adalah suatu kondisi dimana terjadinya
peningkatan tekanan darah tinggi sebagai akibat seseorang
mengalami/menderita penyakit lainnya seperti gagal jantung, gagal
ginjal, atau kerusakan sistem hormon tubuh. Sedangkan pada ibu
hamil tekanan darah secara umum meningkat saat kehamilan
berusia 20 minggu. Terutama pada wanita yang berat badannya
diatas normal atau gemuk (obesitas).Hipertensi sistolik terisolasi,
tekanan sistolik mencapai 140 mmHgatau lebih, tetapi tekanan
diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam
kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut.
Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami
kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai
usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-
60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan
menurun drastis.

Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa menurut JNC VII


Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Normal < 120 mmHg (dan) < 80 mmHg
Pre-hipertensi 120-139 mmHg (atau) 80-89 mmHg
Stadium 1 140-159 mmHg (atau) 90-99 mmHg
Stadium 2 >= 160 mmHg (atau) >= 100 mmHg

3. Etiologi
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada (Ritu Jain, 2011) :
a) Elastisitas dinding aorta menurun.
b) Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
c) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
d) Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena
kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
e) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor
ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda
spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di
toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti
kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat
sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi
yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan
pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat,
yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks
adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor
ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural
dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada
perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan
tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada
gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh
darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa
oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang
jantung dan peningkatan tahanan perifer (Rahmawati, 2012).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi
palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi
oleh cuff sphygmomanometer (Darmojo, 2010).

5. Manifestasi klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala;
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan
dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal
sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala,
perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang
bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang
dengan tekanan darah yang normal.Jika hipertensinya berat atau
menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut (Kristanti, 2013):
a) Sakit kepala
b) Kelelahan
c) Mual
d) Muntah
e) Sesak nafas
f) Gelisah
Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada
otak, mata, jantung dan ginjal. Kadang penderita hipertensi berat
mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi
pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang
memerlukan penanganan segera. Tanda dan gejala pada hipertensi
dibedakan menjadi : (Edward K Chung, 2013).
a) Tidak Ada Gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh
dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan
pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
b) Gejala Yang Lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini
merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang
mencari pertolongan medis.

6. Komplikasi
Hipertensi tidak dapat secara langsung membunuh penderitanya,
melainkan hipertensi memicu terjadinya penyakit lain yang tergolong
kelas berat alias mematikan. Laporan Komite Nasional Pencegahan,
Deteksi, Evaluasi dan Penanganan Hipertensi menyatakan bahwa
tekanan darah yang tinggi dapat meningkatkan resiko serangan jantung,
gagal jantung, stroke dan gagal ginjal (Wahdah, 2011)
Hipertensi merupakan penyebab utama terjadinya komplikasi
kardiovaskular dan merupakan masalah utama kesehatan masyarakat
yang tengah mengalami transisi sosial ekonomi. Dibandingkan dengan
individu yang memiliki tekanan darah normal, penderita hipertensi
memiliki risiko terserang penyakit jantung koroner 2 kali lebih besar dan
risiko yang lebih tinggi untuk terserang stroke. Apabila tidak diobati,
kurang lebih setengah dari penderita hipertensi akan meninggal akibat
penyakit jantung dan sekitar 33% akan meninggal akibat stroke
sementara 10 sampai 15 % akan meninggal akibat gagal ginjal. Oleh
sebab itu pengontrolan tekanan darah merupakan hal yang sangat
penting (Junaidi, 2010).

7. Faktor resiko
Menurut Fauzi (2014) tekanan darah tinggi memiliki beberapa faktor
resiko antara lain:
1. Risiko tekanan darah tinggi meningkat sesuai dengan faktor usia.
2. Ras dan suku bangsa juga berhubungan dengan risiko hipertensi.
3. Latar belakang keluarga
4. Kelebihan berat badan atau obesitas
5. Tidak aktif secara fisik. Denyut jantung orang-orang yang tidak aktif
cenderung lebih tinggi. Sehingga semakin keras jantung harus
bekerja dengan setiap kontraksi dan semakin kuat gaya pada arteri.
Kekurangan aktifitas fisik juga meningkatkan risiko kelebihan berat
badan.
6. Merokok, terlalu banyak garam (sodium) pada diet. Terlalu banyak
sodium pada diet dapat menyebabkan tubuh menahan caira yang
meningkatkan tekanan darah.
7. Terlalu potassium pada diet. Potassium membantu
menyeimbangkan jumlah dari sodium di sel. Jika tidak mendapat
potassium yang cukup pada diet atau menahan potassium bisa
menumpuk terlalu banyak sodium di dalam darah.
Faktor-faktor risiko penyakit hipertensi yang tidak ditangani dengan
baik dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu faktor risiko yang tidak
dapat diubah dan dapat diubah (Depkes RI, 2006).
a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
1) Umur
Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi, dengan
bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih
besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut
cukup tinggi, yaitu sekitar 40% dengan kematian sekitar diatas
65 tahun.
 Jenis kelamin
Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi,
dimana pria lebih banyak yang menderita hipertensi
dibandingkan dengan wanita, rasio sekitar 2.29 untuk
peningkatan tekanan darah sistolik.
 Keturunan
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor
keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi,
terutama pada hipertensi primer (esensial). Tentunya faktor
genetik ini juga dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lain,
yang kemudian menyebabkan seorang menderita
hipertensi. Faktor genetik juga berkaitan dengan
metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel.
Menurut Davidson bila kedua orang tua menderita
hipertensi maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya
dan bila salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi
maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya.
b. Faktor risiko yang dapat diubah
Faktor risiko dapat diubah yaitu faktor risiko yang diakibatkan
perilaku tidak sehat dari penderita hipertensi antara lain (Depkes
RI, 2006) :
1) Status gizi
Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang-orang
gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang
badannya normal.
2) Psikososial dan stres
Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa
marah, dendam, rasa takut, rasa (bersalah) dapat
merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon
adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih kuat dan
cepat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stres
berlangsung lama, tubuh akan berusaha mengadakan
penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan
patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau
penyakit maag.
3) Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida
yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah
dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, dan
mengakibatkan proses artereoskelerosis, dan tekanan darah
tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara
kebiasaan merokok dengan adanya artereosklerosis pada
seluruh pembuluh darah. Merokok juga meningkatkan denyut
jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot
jantung. Merokok peda penderita tekanan darah tinggi
semakin meningkatkan risiko kerusakan pembuluh darah
arteri.
4) Olahraga
Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan
darah dan bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Pada
orang tertentu dengan melakukan olahraga aerobik yang
teratur dapat menurunkan tekanan darah, tanpa perlu sampai
berat badan turun.
5) Konsumsi alkohol berlebih
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan darah telah dibuktikan.
Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih
belum jelas. Namun, diduga peningkatan kadar kartisol, dan
peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah
berperan dalam menaikkan tekanan darah.
6) Konsumsi garam berlebih
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena
menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga
akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada
masyarakat yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang,
ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan pada
masyarakat asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darah
rata-rata lebih tinggi.
 Hiperlipedimea /Hiperkolestrolemi
 Kelainan metabolisme lipid (lemak) yang ditandai dengan
peningkatan kadar kolestrol total, trigliserida, kolestrol LDL,
dan/atau penurunan kadar kolestrol HDL dalam darah.
Kolestrol merupakan faktor penting dalam terjadinya
ateroskelerosis yang mengakibatkan peninggian tahanan
perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah
meningkat.

8. Penatalaksanaan Medis
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis
penatalaksanaan (Ni Kadek, et al, 2014):
Penatalaksanaan Non Farmakologis.
1) Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB
dapat menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan
aktivitas rennin dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
2) Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan
dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti
berjalan, jogging, bersepeda atau berenang.

9. Penatalaksanaan Farmakologis
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
a. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
b. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
c. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
d. Tidak menimbulkan intoleransi.
e. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
f. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.Golongan obat - obatan
yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti golongan
diuretik, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium, golongan
penghambat konversi rennin angitensin.

10. Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium
 Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko
seperti : hipokoagulabilitas, anemia.
 BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi
ginjal.
 Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
 Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal
dan ada DM.
 CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
 EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas,
peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit
jantung hipertensi.
 IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu
ginjal, perbaikan ginjal.
 Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.

11. Penatalaksanaan Keperawatan


Penatalaksanaan keperawatan menurut (Nugroho, 2010):
A. Pengkajian
1) Aktivitas/ Istirahat.
 Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
 Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama
jantung, takipnea.
2) Sirkulasi
 Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner/katup dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.
 Tanda : Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis,
jugularis, radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi
vena jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi
perifer) pengisian kapiler mungkin lambat/ bertunda.
3) Integritas Ego
 Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor
stress multiple (hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan
pekerjaan.
 Tanda : Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue
perhatian, tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan
menghela, peningkatan pola bicara.
4) Eliminasi
 Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau
riwayat penyakit ginjal pada masa yang lalu).
5) Makanan/cairan
 Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan
tinggi garam, lemak serta kolesterol, mual, muntah dan
perubahan BB akhir akhir ini (meningkat/turun), riwayat
penggunaan diuretik.
 Tanda : Berat badan normal atau obesitas, adanya edema,
glikosuria.

6) Neurosensori
 Gejala : Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit
kepala, subojksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan
secara spontan setelah beberapa jam) Gangguan penglihatan
(diplobia, penglihatan kabur, epistakis).
 Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi,
pola/isi bicara, efek, proses piker, penurunan keuatan
genggaman tangan.
7) Nyeri/ ketidaknyaman
 Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan
jantung),sakit kepala.
8) Pernafasan
 Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,
ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum,
riwayat merokok.
 Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori
pernafasan bunyi nafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.
9) Keamanan
 Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi
postural.
10) Pembelajaran/Penyuluhan
 Gejala: Faktor resiko keluarga: hipertensi, aterosporosis,
penyakit jantung, DM. Faktor faktor etnik seperti: orang Afrika-
amerika, Asia Tenggara, penggunaan pil KB atau hormone
lain, penggunaan alcohol/obat.
 Rencana pemulangan : bantuan dengan pemantau diri
TD/perubahan dalam terapi obat.

11) Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut Wilkinson,
2011 (Berdasarkan NANDA 2011)
a) Penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload,
vasokonstriksi, hipertrofi/ rigiditas ventrikuler, iskemia miokard.
b) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan, ketidakseimbangan suplai,
dan kebutuhan oksigen.
c) Nyeri (sakit kepala) b.d peningkatan tekanan vaskuler
cerebral.
d) Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b/d gangguan afinitas Hb
oksigen, penurunan konsentrasi Hb, Hipervolemia,
Hipoventilasi, gangguan transport O2, gangguan aliran arteri
dan vena.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Purwadianto (2000), Kedaruratan Medik: Pedoman Penatalaksanaan Praktis,


Binarupa Aksara, Jakarta.

Bustan. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta

Cahyono, S. 2008. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Yogyakarta: Kanisius

Darmojo, R. Boedhi. (2010). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta:


FKUI.
Departemen Kesehatan RI. 2012. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Evelyn C.pearce (1999), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Penerbit PT


Gramedia, Jakarta.

Fauzi. I. 2014. Buku Pintar Deteksi Dini Gejala dan Pengobatan Asam Urat,
Diabetes dan Hipertensi. Yogyakarta: Araska.
Junaedi, E. 2013. Hipertensi Kandas Berkat Herbal. Jakarta Selatan

Kristanti, H. 2013. Mencegah dan Mengobati 11 Penyakit Kronis. Citra Pustaka:


Yogyakarta.

Ni Kadek, et al. 2014. Pengaruh Kombinasi Jus Seledri, Wortel dan Madu
Terhadap Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Barat. Artikel
Penelitian, Stikes Bina Husada

Nugroho, W. (2010). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC.


Rahmawati, R. 2012. Pengaruh Jus Seledri Kombinasi Wortel dan Madu Terhadap
Penurunan Tingkat Hipertensi Pada Pasien Hipertensi. Gresik (skripsi) from:
http://www.google.com , diakses 11 September 2015.

Rusdi, Nurlaela Isnawati. 2009. Awas Anda Bisa Mati Cepat Akibat Hipertensi dan
Diabetes. Yogyakarta: Powerbooks publishing.

Ritu Jain. 2011. Pengobatan Alternatif untuk Mengatasi Tekanan Darah. Jakarta:
Gramedia.

Wahdah, N. 2011. Menaklukan Hipertensi dan Diabetes. Yogyakarta: Multipre

Anda mungkin juga menyukai