TINJAUAN PUSTAKA
B. Klasifikasi
Turunnya uterus dari tempat yang biasa disebut desensus uteri dan ini dibagi
dalam 3 tingkat yaitu :
1. Tingkat I apabila serviks belum keluar dari vulva atau bagian prolapsus masih
di atas introitus vagina.
2. Tingkat II apabila serviks sudah keluar dari vulva, akan tetapi korpus uteri
belum
3. Tingkat III apabila korpus uteri atau bagian prolapsus sudah berada diluar
vulva atau introitus vagina
C. Etiologi
Penyebab prolapsus uteri pada dasarnya disebabkan oleh kelemahan “pelvic
floor” yang terdiri dari otot-otot, fascia endopelvik dan ligamentum-ligamentum
yang menyokong terutama ligamentum transversum.
Sebagai faktor resiko untuk terjadinya kelemahan tersebut antara lain adalah
partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering, partus dengan penyulit
merupakan penyebab prolapsus uteri dan memperburuk prolapsus yang sudah ada.
Pada saat partus, terjadi peregangan pelvic floor dan merupakan penyebab
prolapsus uteri paling signifikan. Selanjutnya bersamaan dengan terjadinya proses
penuaan, oleh karena kadar estrogen menurun menyebabkan jaringan pelvis
kehilangan elastisitas dan kekuatannya.
Faktor-faktor lain adalah akibat tarikan pada janin pada pembukaan yang belum
lengkap, perasat Crede yang berlebihan untuk mengeluarkan plasenta dan
sebagainya. Jadi, tidaklah mengherankan jika prolapsus uteri terjadi segera
sesudah partus atau dalam masa nifas. Asites dan tumor-tumor di daerah pelvis
akan mempermudah terjadinya prolapsus genitalia. Bila prolapsus uteri dijumpai
pada nullipara, faktor penyebab biasanya disebabkan oleh adanya kelainan
bawaan berupa kelemahan jaringan penunjang uterus. Pada wanita yang telah
menopause, di samping akibat kurangnya hormon estrogen yang dihasilkan oleh
ovarium serta karena faktor umur menyebabkan otot-otot dasar panggul seperti
diafragma pelvis, diafragma urogenital dan ligamentum serta fasia akan
mengalami atrofi dan melemah. Keadaan ini akan menyebabkan otot-otot dan
fascia tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik sebagai alat penyokong
organ sehingga menyebabkan terjadinya prolapsus genitalia.Pada neonatus
prolaps uteri terjadi sekunder akibat kelaemahan congenital pada otot-otot pelvis
atau defek pada persyarafan.
1. Dasar panggul yang lemah, karena kerusakan dasar panggul pada persalinan
yang terlampau sering dengan penyulit seperti ruptura perineum atau karena
usia lanjut.
2. Tarikan pada janin pada pembukaan yang belum lengkap.
3. Ekspresi yang berlebihan pada saat mengeluarkan plasenta.
4. Asites, tumor-tumor di daerah pelvis, batuk yang kronis dan pengejan
(obslipasi atau striktura pada traktus urinarius).
5. Relinakulum uteri yang lemah (asteni atau kelainan congenital berupa
kelemahan jaringan penyokong uterus yang sering pada nullipara.
6. Lanjut usia dan menopause
7. Riwayat persalinan tinggi
lingkaran himen.
Derajat III Bagian yang paling distal dari prolapsus > 1cm di bawah
Serviks uteri terletak diluar vagina, akan tergeser oleh pakaian wanita dan lambat
laun menimbulkan ulkus yang dinamakan ulkus dekubitus.Jika fasia di bagian
depan dinding vagina kendor biasanya trauma obstetric,ia akan terdorong oleh
kandung kencing sehingga menyebabkan penonjolan dinding depan vagina
kebelakang yang dinamakan sistokel.Sistokel yang pada mulanya hanya ringan
saja,dapat menjadi besar karena persalinan berikutnya yang kurang lancar,atau
yang diselesaikan dalam penurunan dan menyebabkan urethrokel. Urethrokel
harus dibedakan dari divertikulum urethra. Pada divertikulum keadaan urethra dan
kandung kencing normal hanya dibelakang urethra ada lubang yang membuat
kantong antara urethra dan vagina. kekendoran fasia dibagian belakang dinding
vagina oleh trauma obstetric atau sebab-sebab lain dapat menyebabkan turunnya
rectum kedepan dan menyebabkan dinding belakang vagina menonjol kelumen
vagina yang dinamakan retrokel. Enterokel adalah hernia dari kavum Douglasi.
Dinding vagina bagian belakang turun dan menonjol ke depan. Kantong hernia ini
dapat berisi usus atau omentum.
E. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda-tanda sangat berbeda dan bersifat individual. Kadang kala
penderita yang satu dengan prolaps uteri yang cukup berat tidak mempunyai
keluhan apapun sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai
banyak keluhan.
Keluhan-keluhan yang hampir selalu dijumpai:
1. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genetalia
eksterna.
2. Rasa sakit di pinggul dan pinggang (Backache). Biasanya jika penderita
berbaring,keluhan menghilang atau menjadi kurang.
3. Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala:
a. Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari,kemudian
lebih berat juga pada malam hari
b. Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan seluruhnya.
c. Stress incontinence yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk
mengejan. Kadang-kadang dapat terjadi retensio urine pada sistokel yang
besar sekali.
4. Retokel dapat menjadi gangguan pada defekasi:
a. Obstipasi karena feces berkumpul dalam rongga retrokel.
b. Baru dapat defekasi setelah diadakan tekanan pada retrokel dan vagina.
5. Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:
a. Pengeluaran serviks uteri dari vulva menggangu penderita waktu berjalan
dan bekerja. Gesekan portio uteri oleh celana menimbulkan lecet sampai
luka dan dekubitus pada portio uteri.
b. Lekores karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan karena
infeksi serta luka pada portio uteri.
6. Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasa penuh
di vagina.
F. Komplikasi
1. Keratinisasi mukosa vagina dan portio uteri
Mukosa vagina dan serivks uteri menjadi tebal serta berkerut, dan berwarna
keputih-putihan
2. Dekubitus
Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan paha dan
pakaian dalam, hal itu dapat menyebabkan luka dan radang, lambat laun
timbul ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian, perlu dipikirkan
kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada penderita berusia lanjut.
Pemeriksaan sitologi/biopsi perlu dilakukan untuk mendapat kepastian akan
adanya karsinoma.
3. Hipertropi serviks uteri dan elongasioa koli
Jika serviks uteri turun dalam vagina sedangkan jaringan penahan dan
penyokong uterus masih kuat, maka karena tarikan ke bawah di bagian uterus
yang turun serta pembendungan pembuluh darah – serviks uteri mengalami
hipertrofi dan menjadi panjang dengan periksa lihat dan periksa raba. Pada
elangasio kolli serviks uteri pada periksa raba lebih panjang dari biasa.
4. Gangguan miksi dan stress inkontinensia
Pada sistokel berat- miksi kadang-kadang terhalang, sehingga kandung
kencing tidak dapat dikosongkan sepenuhnya. Turunnya uterus bisa juga
menyempitkan ureter, sehingga bisa menyebabkan hidroureter dan
hidronefrosis. Adanya sistokel dapat pula mengubah bentuk sudut antara
kandung kencing dan uretra yang dapat menimbulkan stress incontinence
5. Infeksi saluran kencing
Adanya retensi air kencing mudah menimbulkan infeksi. Sistitis yang terjadi
dapat meluas ke atas dan dapat menyebabkan pielitis dan
pielonefritis.Sehingga hal tersebut dapat menyebabkan gagal ginjal.
6. Infertilitas
Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vaginae atau sama
sekali keluar dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan
7. Gangguan partus
Jika wanita dengan prolapsus uteri hamil, maka pada waktu persalinan dapat
timbul kesulitan di kala pembukaan, sehingga kemajuan persalinan terhalang.
8. Hemoroid
Feses yang terkumpul dalam rektokel memudahkan adanya obstipasi dan
timbul hemoroid.
9. Inkarserasi usus
Usus halus yang masuk ke dalam enterokel dapat terjepit dengan
kemungkinan tidak dapat direposisi lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan
laparotomi untuk membebaskan usus yang terjepit itu.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Penderita pada posisi jongkok diminta untuk mengejan dan ditemukan dengan
pemeriksaan jari apakah portio pada normal atau portio sampai introitus vagina
atau apakah serviks uteri sudah keluar dari vagina.
2. Penderita berbaring pada posisi litotomi ditentukan pula panjangnya serviks
uteri. Serviks uteri yang lebih panjang dari biasanya dinamakan Elongasio
kolli.
3. Pada sistokel dijumpai di dinding vagina depan benjolan kistik lembek dan
tidak nyeri tekan. Benjolan ini bertambah besar jika penderita mengejan.Jika
dimasukkan kedalam kandung kencing kateter logam,kateter itu diarahkan
kedalam sitokel,dapat diraba kateter tersebut dekat sekali pada dinding
vagina.Uretrokel letaknya lebih kebawah dari sistokel. Menegakkan diagnosis
retrokel dapat dilihat dari menonjolnya rectum kelumenvagina 1/3 bagian
bawah penonjolan ini berbentuk lonjong, memanjang dari proksimal kedistal
kistik dan tidak nyeri. Untuk memastikan diagnosis, jari dimasukkan kedalam
rectum dan selanjutnya dapat diraba dinding retrokel yang menonjol kelumen
vagina. Enterokel menonjol kelumen vagina lebih keatas dari retrokel.Pada
pemeriksaan rectal, dinding rectum lurus, ada benjolan ke vagina terdapat di
atas rectum.
J. Macam-macam Operasi
a. Ventrofiksasi
Pada wanita yang masih tergolong muda dan masih ingin menginginkan
anak lagi, maka dilakukan tindakan operasi untuk membuat uterus
ventrofiksasi dengan cara memendekkan ligamentum rotundum atau
mengikatkan ligamentum rotundum ke dinding perut.
1. Operasi Manchester
Pada tindakan operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri dan
dilakukan penjahitan ligamentum kardinale yang telah dipotong di muka
serviks lalu dilakukan pula kolporafi anterior dan kolpoperineoplastik.
Amputasi serviks dilakukan untuk memendekkan servik yang
memanjang (elongasio kolli).
Gambar 3. Teknik opersi Manchester pada kasus prolapsus uteri
dan sistokel
Dikutip dari Thompson
2. Histerektomi pervaginam
Operasi ini tepat untuk dialakukan pada prolapsus uteri dalam tingkatan
yang lebih lanjut dan pada wanita yang telah menopause. Setelah uterus
diangkat, puncak vagina digantungkan pada ligamentum rotundum kanan
dan kiri, bagian atas pada ligamentum infundebulopelvikum, kemudian
tindakan operasi dilanjutkan dengan melakukan kolporafi anterior dan
kolpoperineorafi untuk mencegah terjadinya prolapsus vagina dikemudian
hari.
3. Kolpoklesis
Pada waktu obat-obat serta pemberian anestesi dan perawatan pra dan pasca
tindakan operasi belum baik untuk perempuan tua yang seksual tidak aktif
lagi dapat dilakukan operasi sederhana dengan menjahitkan dinding vagina
depan dengan dinding bagian belakang, sehingga lumen vagina tertutup dan
uterus terletak di atas vagina. Akan tetapi tindakan operasi jenis ini tidak
akan memperbaiki sistokel atau rektokel sehingga akan dapat menimbulkan
inkotinensia urin. Obstipasi serta keluhan pada prolapsus uteri lainnya juga
tidak akan hilang pada tindakan ini.
4. Sacrohysteropexy
Prosedur ini menggunakan strip mesh sintetik untuk mempertahankan uterus
pada tempat normalnya. Hanya sedikit komplikasi yang timbul dari operasi
jenis ini tapi ada resiko penggunaan mesh yakni inflamasi.
b. Sacrospinous fixation
Operasi ini dengan cara menjahit uterus pada salah satu ligament tanpa
menggunakan mesh. Operasi ini dilakukan pervaginam.
K. Pengkajian Data
1. Data Subyektif
a. Biodata
Prolapsus uteri lebih sering ditemukan pada wanita yang telah melahirkan,
wanita tua dan wanita yang bekerja berat.
b. Keluhan utama
Gejala dan tanda-tanda sangat berbeda dan bersifat individual. Kadangkala
penderita yang satu dengan prolaps uteri yang cukup berat tidak
mempunyai keluhan apapun, sebaliknya penderita lain dengan prolaps
ringan mempunyai banyak keluhan. Keluhan-keluhan yang hampir sering
dijumpai seperti: perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau
menonjol dan rasa sakit di pinggul dan pinggang, biasanya jika penderita
berbaring, keluhan menghilang dan menjadi kurang
c. Riwayat Haid
Awal menstruasi (menarche) pada usia 11 tahun atau lebih muda. Siklus
haid tidak teratur, nyeri haid luar biasa, nyeri panggul setelah haid atau
senggama
d. Riwayat kehamilan
Faktor resiko yang menyebabkan prolaps uteri jumlah kelahiran spontan
yang banyak, berat badan berlebih, riwayat operasi pada area tersebut,
batuk dalam jangka waktu lama saat hamil.
e. Riwayat persalinan
Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering, partus dengan
penyulit merupakan penyebab prolapsus genitalis dan memperburuk
prolaps yang sudah ada. Faktor-faktor lain adalah tarikan janin pada
pembukaan belum lengkap. Bila prolapsus uteri dijumpai pada nulipara,
faktor penyebabnya adalah kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan
penunjang uterus Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan dan
menopouse. Persalinan yang lama dan sulit, meneran sebelum pembukaan
lengkap, laserasi dinding vagina bawah pad kala II, penatalaksanaan
pengeluaran plasenta, reparasi otot-otot dasar panggul yang tidak baik.
Pada menopouse, hormon estrogen telah berkurang sehingga otot-otot
dasar panggul menjadi atrofi dan melemah.
f. Pola kebiasaan sehari-hari
a) Eliminasi
Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala:
1) Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari,
kemudian lebih berat pada malam hari
2) Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan
seluruhnya
3) Stress incontinence yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk
dan mengejan. Kadang-kadang dapat terjadi retensio urine pada
sistokel yang besar sekali
4) Rektokel dapat menjadi gangguan pada defekasi
5) konsipasi karena feses berkumpul dalam rongga rektokel
6) Baru dapat defekasi setelah diadakan tekanan pada rektokel vagina
b) Aktivitas dan istirahat
Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita saat
berjalan dan beraktivitas. Gesekan portio uteri oleh celana dapat
menimbulkan lecet hingga dekubitus pada porsio.
2. Data Obyektif
a. Keadaan umum
b. Tanda-tanda vital
c. Pemeriksaan fisik
a) Muka
Tampak pucat pertanda adanya anemia, keluar keringat dingin bila
terjadi syok. Bila perdarahan konjungtiva tampak anemis. Pada klien
yang disertai rasa nyeri klien tampak meringis.
b) Mulut
Mukosa bibir dan mulut tampak pucat, bau kelon pada mulut jika
terjadi shock hipovolemik hebat.
c) Dada dan payudara
Gerakan nafas cepat karena adanya usaha untuk memenuhi kebutuhan
O2 akibat kadar O2 dalam darah yang tinggi, keadaan jantung tidak
abnormal.
d) Abdomen
Adanya benjolan pada perut bagian bawah. Teraba adanya massa pada
perut bagian bawah konsisten keras/kenyal, tidak teratur, gerakan, tidak
sakit, tetapi kadang-kadang ditemui nyeri. Pada pemeriksaan bimanual
akan teraba benjolan pada perut, bagian bawah, terletak di garis tengah
maupun agak kesamping dan sering kali teraba benjolan-benjolan dan
kadang-kadang terasa sakit
e) Genetalia
Pada kasus ringan, bagian uterus turun ke puncak vagina dan pada
kasus yang sangat berat dapat terjadi protrusi melalui orifisium vagina
dan berada di luar vagina.
f) Anus
Akan timbul haemoroid, luka dan varices pecah karena keadaan
obstipasi akibat penekanan mioma pada rectum.
g) Ekstremitas
Oedem pada tungkai bawah oleh karena adanya tekanan pada vena cava
inferior
M. Implementasi Keperawatan
Setelah menyusun perencanaan, tindakan, langkah selanjutnya adalah
implementasi atau pelaksanaan tindakan. Di dalam tahap ini perlu mendapatkan
perhatian di dalam tahap implementasi adalah
1. Intervensi yang dilakukan harus berdasarkan prosedur tetap yang lazim
dilakukan.
2. Pengamatan yang telah dilakukan secara cermat dan tepat sesuai dengan
kriteria dan evaluasi yang telah ditetapkan.
3. Pengendalian kepada klien/pasien sehingga secara berangsur-angsur
mencapai kondisi yang diharapkan.
N. Evaluasi
Melakukan evaluasi sesuai yang telah ditetapkan di dalam rencana. Semakin
dekat hasil tindakan yang dilakukan dengan asuhan yang telah ditetapkan di
dalam kriteria, maka tindakan akan mendekati keberhasilan yang diharapkan
evaluasi dengan pendekatan SOAP yaitu:
S : Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien
melalui anamnesa.
O : Data obyektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik, hasil
laboratorium dan tes diagnosa lain yang dirumuskan dalam data
focus untuk mendukung assessment.
A : Assesment
Menggambarkan interpretasi data subyektif dan obyektif dalam suatu
identifikasi;
Diagnosa/masalah
Antisipasi diagnosa lain/masalah potensial
P : Planning
Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan evaluasi
berdasarkan assessment