Anda di halaman 1dari 4

BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil kasus asuhan keoerawatan yang dilakukan pada Tn. S dengan STEMI
Inferior Onset 7 Jam diruang intermediet RSUD Karawang maka dalam bab ini penulis
akan membahas kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang diperoleh sebagai hasil
pelaksanaan studi kasus. Penulis juga akan membahas kesulitan yang ditemukan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada Tn. S dengan STEMI Inferior Onset 7 Jam, dalam
penyusunan asuhan keperawatan kami merencanakan keperawatan yang meliputi
pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dengan uraian sebagai
berikut:

A. Diagnosa Keperawatan
Tanda-tanda awal yang dikenali pada awal proses diagnostik dapat dipahami hanya jika
ada penjelasan yang masuk akal untuk tanda-tanda tersebut dengan kontek suatu
sitiuasi, ini adalah proses berfikir aktif ketika perawat mengeksplorasi pengetahuan
dalam memorinya untuk mendapatkan kemungkinan penjelasan data ( SDKI, ...)
.Berdasarkan hal tersebut penulis dalam kasus asuhan keperawatan pada tn. S dengan
STEMI Inferior Onset 7 Jam diruang intermediet RSUD Karawang maka penulis
menegakan sebanyak tiga diagnosa yang muncul.

Berdasarkan data pengkajian yang diperoleh, penulis menegakan diagnosa yang


pertama yaitu: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
dibuktikan dengan nyeri saat bernafas (D.001). Patofisiologinya sesak nafas yang
didapatkan pasien pada kasus ini disebabkan karena. Disfungsi miokard menyebabkan
kontraktilitas jantung menurun sehingga beban sistole meningkat maka preload
meningkat akibatnya beban jantung meningkat sehingga kompensasi tubuh
meningkatkan frekuensi nafas akibat dari gagal jantung kongestif.

Diagnosa ke dua yang muncul yaitu: Penurunan curah jantung berhubungan dengan
preload dibuktikan dengan klien mengeluh lelah (D.0001). Patofisiologinya terjadinya
disfungsi miokard mengakibatkan kontraktilitas jantung menurun sehingga beban
sistole meningkat dan preload meningkat dan hambatan pengosongan ventrikel
sehingga beban jantung meningkat dan frekuensi nafas meningkat menyebabkan
penurunan curah jantung

Diagnosa ke tiga yang muncul yaitu: Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencedera
fisiologis dibuktikan dengan klien tampak meringis kesakitan (D.0077).
Patofisiologinya suplai oksigen menurun menyebabkan peningkatan metabolisme
anaerob mengakibatkan pembentukan asam laktat yang menyebabkan iskemik pada
otot jantung yang dapat mengakibatkan nyeri.

Berdasarkan data yang di peroleh dari teori diagnosa keperawatan yang muncul adalah
Nyeri akut, penurunan curah jantung, kecemasan. Nyeri akut berhubungan dengan
agen injuri dimana nyeri akut ini disebabkan oleh rusaknya jaringan jantung akibat
suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang akibat
penyempitan kritis arteri koroner karena arterosklerosis. Atau penyumbatan total arteri
oleh emboli atau trombus. Penurunan aliran adarah koroner juga bisa disebabkan oleh
syok atau perdarahan. Pada setiap kasus selalu terjadi ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen jantung.

Dalam kasus pasien yang penulis kaji, sudah sesuai dengan diagnosa nyeri yang
muncul secara teori. Tapi penulis tidak mengangkat sebagai diagnosa pertama seperti
diagnosa teori dikarenakan, dalam pengkajian data-data lebih menunjang untuk
pengangkatan diagnosa pola nafas tidak efektif. Penurunan curah jantung berhubungan
dengan gangguan irama jantung, stroke volume, preload dan after load kontraktilitas
jantung. Miocard infark mengganggu fungsi ventikuler dan merupakan predis posisi
terhadap perubahan haemodinamik yang meliputi kemunduran kontraksi, penurunan
stroke volume gerakkan dinding abdomen, penurunan fraksi ejeksi, peningkatan
ventrikuler kiri, pada akhir sistole dan volume akhir diastole serta peningkatan tekanan
akhir diastolik ventrikular.

Diagnosa yang muncul pada kasus adalah penurunan curah jantung sesuai dengan teori.
Diagnosa yang ketiga adalah kecemasan berhubungan dengan ancaman terhadap
kematian, pasien mengalami kecemasan yang disebabkan pasien khawatir jika
serangan terjadi dan berulang. Disini penulis mengangkat diagnosa kecemasan tatapi
bukan sebagai diagnosa utama. Penulis mengangkat diagnosa pola nafas tidak efektif
sebagai diagnosa utama dikarenakan data-data yang diperoleh dalam pengkajian lebih
mendukung, dan masalah utama yang harus diatasi adalah masalah breathing sebelum
mengatasi diagnosa yang lainnya.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan non stemi, maka
dapat disimpulkan bahwa :
Pengkajian primer pada Tn. S didapatkan keluhan sesak nafas dengan TD:
118/74mmhg, nadi : 101x/min, suhu : 36.3 RR: 28x/min dengan CRT> 3
detik, penggunaan otot bantu pernafasan, auskultasi nafas ronchi, nyeri dada
sebelah kiri kurang lebih 25 menit, pasien mudah lelah.

2. Diagnosa keperawatan yang di angkat pada Tn. T adalah pola nafas tidak
efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas dibuktikan dengan nyeri
saat bernafas, penurunan curah jantung berhubungan dengan preload
dibuktikan dengan klien mengeluh lelah, nyeri akut berhubungan dengan
agen pencedera fisiologis dibuktikan dengan klien tampak meringis
kesakitan.
3. Intervensi yang direncanakan yaitu menejemen pola nafas, manajemen
penurunan curah jantung, manajemen nyeri dan terapi analgetik.
4. Implementasi yang diberikan yaitu dengan pemberian posisi semifowler
atau fowler atau posisi nyaman pasien, ajarkan tehnik relaksasi nyeri dengan
tehnik nafas dalam saat skala nyeri ringan, berikan diit jantung, berikan
dukungan spiritual, berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
>94%, kolaborasi pemberian analgetik, kolaborasi pemberian antiaritmia.
5. Hasil evaluasi keperawatan yang didapatkan yaitu pola nafas tidak efektif
teratasi sebagian, penurunan curah jantung teratasi sebagian, nyeri akut
teratasi sebagian.

B. Saran
1. Bagi Profesi Keperawatan
a. Menjadikan asuhan keperawatan pada pasien Non ST Elevation
Myocardial Infarction ( NSTEMI).
b. Menerapkan penggunaan posisi semi fowler atau fowler, ajarkan tehnik
relaksasi nyeri dengan relaksasi nafas dalam
2. Bagi Institusi Rumah Sakit
Hasil dari laporan asuhan keperawatan NSTEMI diharapkan dapat menjadi
alternatif dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan kasus
yang sama.

3. Bagi institusi pendidikan


Hasil dari laporan asuhan keperawatan diharapkan dapat menjadi referensi
dan masukan dalam menyusun asuhan keperawatan khususnya pada klien
NSTEMI.

Anda mungkin juga menyukai