Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA


DENGAN ARTRITIS GOUT

OLEH

NURAFNI LATIVA
20131043
KELOMPOK D

DOSEN PEMBIMBING
Ns. Meria Kontesa, M. Kep

PRODI PROFESI NERS


STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
2020
I. KONSEP DASAR LANSIA
a. Pengertian Lansia
Lanjut Usia (lansia) merupakan seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan
keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan
penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual
(Wilson, 2017).
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses
kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Lansia atau
disebut dengan menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi tubuh
(Nugroho, 2013).
Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses
kehidupan yang ditandai dengan adanya penurunan atau perubahan kondisi fisik,
psikologis maupun sosial dalam berinteraksi dengan orang lain (Handayani, dkk, 2013).
b. Proses Menua
Ada 4 teori penuaan menurut Pangkahila (2013) yaitu:
1) “Wear and Tear” Theory
Teori ini menyatakan bahwa organ akan mengalami kerusakan bila dipakai secara
berlebihan dan makin sering dipakai berlebihan akan makin banyak yang rusak
sehingga tubuh tidak mampu memperbaiki,
2) The Neuroendocrinology Theory
Ketidakmampuan produksi hormon untuk mengimbangi fungsinya yang berlebihan
sehingga tubuh akan mengalami kekurangan hormon secara menyeluruh sehingga
terjadila proses penuaan. Walaupun mekanisme umpan balik mulai dari
hipotalamus, hipofise dan organ sasaran masih bekerja tetapi berhubung kerjanya
berlebih sehingga poros hipotalamus-hipofise dan organ sasaran tetap tidak mampu
mengimbanginya dan akhirnya proses penuaan akan terjadi.
3) The Genetic Control Theory
Kontrol genetic mengatur manusia sesuai dengan apa yang telah diatur di dalam
DNA seseorang, namun sekarang berbagai kemajuan ilmu kedokteran khususnya
dalam bidang kedokteran anti penuaan telah mulai dijajaki untuk memutus rantai
dari DNA untuk mencegah kerusakan dan memperbaiki DNA.
4) The Free Radical Theory
Radikal bebas diyakini sebagai salah satu unsur yang mempercepat proses penuaan
sehingga berdasarkan teori ini maka terbentuknya radikal bebas yang berlebihan
harus segera dihindari.
Menurut Maas (2011) ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu :
1) Teori biologis mencakup :
a. Teori genetik dan mutasi. Menurut teori genetik dan mutasi, semua
terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi
sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-
molekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
b. Immunology slow theory. Menurut immunology slow theory, sistem imun
menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam
tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
c. Teori stres. Teori stres mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya sel-sel
yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stres
yang menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
d. Teori radikal bebas. Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak
stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen
bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini
menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan regenerasi.
e. Teori rantai silang. Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia
sel-sel yang tua menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen.
Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastisitas kekacauan, dan hilangnya
fungsi sel.
2) Teori psikologi Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan
keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif. Adanya penurunan dan
intelektualitas yang meliputi persepsi, kemampuan kognitif, memori, dan belajar
pada usia lanjut menyebabkan mereka sulit untuk dipahami dan berinteraksi.
Persepsi merupakan kemampuan interpretasi pada lingkungan. Dengan adanya
penurunan fungsi sistem sensorik, maka akan terjadi pula penurunan kemampuan
untuk menerima, memproses, dan merespons stimulus sehingga terkadang akan
muncul aksi/reaksi yang berbeda dari stimulus yang ada.
3) Teori sosial Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu:
a. teori interaksi sosial. Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak
pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat.
Pada lansia, kekuasaan dan prestasinya berkurang sehingga menyebabkan
interaksi sosial mereka juga berkurang, yang tersisa hanyalah harga diri dan
kemampuan mereka untuk mengikuti perintah.
b. Teori penarikan diri. Teori ini menyatakan bahwa kemiskinan yang diderita
lansia dan menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seorang lansia secara
perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan di sekitarnya.
c. Teori aktivitas. Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung
bagaimana seorang lansia merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas serta
mempertahankan aktivitas tersebut lebih penting dibandingkan kuantitas dan
aktivitas yang dilakukan.
d. Teori kesinambungan. Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam
siklus kehidupan lansia. Pengalaman hidup seseorang pada suatu saat
merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia. Hal ini dapat
terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak
berubah meskipun ia telah menjadi lansia.
e. Teori perkembangan. Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses
menjadi tua merupakan suatu tantangan dan bagaimana jawaban lansia
terhadap berbagai tantangan tersebut yang dapat bernilai positif ataupun
negatif. Akan tetapi, teori ini tidak menggariskan bagaimana cara menjadi tua
yang diinginkan atau yang seharusnya diterapkan oleh lansia tersebut.
f. Teori stratifikasi usia. Keunggulan teori stratifikasi usia adalah bahwa
pendekatan yang dilakukan bersifat deterministik dan dapat dipergunakan
untuk mempelajari sifat lansia secara kelompok dan bersifat makro. Setiap
kelompok dapat ditinjau dari sudut pandang demografi dan keterkaitannya
dengan kelompok usia lainnya. Kelemahannya adalah teori ini tidak dapat
dipergunakan untuk menilai lansia secara perorangan, mengingat bahwa
stratifikasi sangat kompleks dan dinamis serta terkait dengan klasifikasi kelas
dan kelompok etnik.
4) Teori spiritual Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian
hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti
kehidupan.
5)
c. Perubahan yang Terjadi pada Lansia
Menurut Maas (2011) perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia diantaranya yaitu:
1) Perubahan fisik
a) Sel
 Lebih sedikit jumlahnya.
 Lebih kecil ukurannya.
 Berkurangnya jumlah cairan tubuh
b) Sistem persyarafan
 Cepatnya menurun hubungan persyarafan.
 Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi khusunya dengan stres.
 Mengecilnya syaraf panca indra Berkurangnya penglihatan, hilangnya
pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman, dan perasa lain sensitif
terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap suhu
dingin.
c) Sistem pendengaran
 Prebiaskusis atau gangguan pada pendengaran.
 Membran tympani menjadi atropi.
 Terjadinya pengumpulan serumen yang dapat mengeras karena
meningkatnya kerotin.
d) Sistem penglihatan
 Spingter pupil timbul sklerosis dan hilangnyarespon terhadap sinar.
 Kornea lebih terbentuk sefris atau bola.
 Lensa lebih suram.
 Meningkatnya ambang peningkatan sinar.
 Hilangnya daya akomodasi.
 Menurunnya lapang pandang
e) Sistem kardiovaskular
 Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
 Kemampuan memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur
20 tahun. Hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
 Kehilangan elastisitas pembuluh darah.
 Tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari
pembuluh darah perifer.
f) Sistem respirasi
 Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
 Menurunnya aktifitas silia.
 Paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas berat, kapasitas pernafasan
maksimal menurun.
 Alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.
 O2 pada areteri menurun menjadi 75 mmHg. f) CO2 pada arteri tidak
berganti.
 Kemampuan untuk batuk berkurang
2) Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
a) Perubahan fisik, khusunya organ perasa.
b) Kesehatan umum.
c) Tingkat pendidikan.
d) Keturunan.
e) Lingkungan
3) Perubahan psikososial
a) Pensiun.
b) Merasakan atau sadar akan kematian.
c) Perubahan cara hidup yaitu memasuki rumah bergerak lebih sempit.
d) Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan.
e) Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
f) Kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial sehingga timbul depresi.
g) Gangguan syaraf panca indra timbul kebutaan dan ketulian.
h) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
i) Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan teman-teman dan
keluarga.
j) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik.
4) Perubahan spiritual
a) Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya
b) Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam
berfikir dan bertindak dalam sehari-hari
II. KONSEP DASAR KELUARGA
A. Definisi Keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang merupakan entry point
dalam upaya mencapai kesehatan masyarakat secara optimal. Keluarga juga disebut
sebagai sistem sosial karena terdiri dari individu-individu yang bergabung dan
berinteraksi secara teratur antara satu dengan yang lain yang diwujudkan dengan adanya
saling ketergantungan dan berhubungan untuk mencapai tujuan bersama (Harefa, 2016).

Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan
keterikatan aturan dan emosional, serta individu mempunyai peran masing-masing yang
merupakan bagian dari keluarga (Friedman dalam Achjar, 2010).

B. Struktur keluarga
Keluarga dibagi menjadi beberapa bentuk berdasarkan garis keturunan, jenis

perkawinan, pemukiman, jenis anggota keluarga dan kekuasaan.

1) Berdasarkan Garis Keturunan 


a. Patrilinear adalah keturunan sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui
jalur garis ayah.
b. Matrilinear adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa ganerasi dimana hubungan itu disusun melalui
jalur garis ibu.
2) Berdasarkan Jenis Perkawinan
a. Monogami adalah keluarga dimana terdapat seorang suami dengan
seorang istri.
b. Poligami adalah keluarga dimana terdapat seorang suami dengan lebih
dari satu istri.
3) Berdasarkan Pemukiman
a. Patrilokal adalah pasangan suami istri, tinggal bersama atau dekat
dengan keluarga sedarah suami.
b. Matrilokal adalah pasangan suami istri, tinggal bersama atau dekat
dengan keluarga satu istri.
c. Neolokal adalah pasangan suami istri, tinggal jauh dari keluarga suami
maupun istri.
4) Berdasarkan Jenis Anggota Keluarga
a. Keluarga Inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri dari ayah,
ibu dan anak-anak.
b. Keluarga Besar (Extended Family) adalah keluarga inti ditambahkan
dengan sanak saudara. Misalnya : kakak, nenek, keponakan, dan lain-
lain.
c. Keluarga Berantai (Serial Family) adalah keluarga yang terdiiri dari
wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu
keluarga inti.
d. Keluarga Duda/janda (Single Family) dalah keluarga yang terjadi
karena perceraian atau kematian.
e. Keluarga Berkomposisi (Composite) adalah keluarga yang
perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama.
f. Keluarga Kabitas (Cahabitation) adalah dua orang yang terjadi tanpa
pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.
5) Berdasarkan Kekuasaan
a. Patriakal adalah keluarga yang dominan dan memegang kekuasaan
dalam keluarga adalah dipihak ayah.
b. Matrikal adalah keluarga yang dominan dan memegang kekuasaan
dalam keluarga adalah pihak ibu.
c. Equalitarium adalah keluarga yang memegang kekuasaan adalah ayah
dan ibu.
C. Tipe keluarga
Keluarga merupakan salah satu bagian dari bidang garap dunia keperawatan, oleh
karena itu supaya perawat bisa memberikan asuhan keperawatan dengan tepat, perawat
harus memahami tipe keluarga yang ada yaitu sebagai berikut :

1. Tradisional
a. The Nuclear family (keluarga inti) : keluarga yang terdiri dari suami, istri dan
anak
b. The dyad family : keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang
hidup bersama dalam satu rumah.
c. Keluarga usila : Keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang sudah tua dengan
anak yang sudah memisahkan diri.
d. The childless family : Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk
mendapatkan anak terlambat waktunya yang disebabkan karena mengejar
karier/pendidikan yang terjadi pada wanita.
e. The extended family : Keluarga yang terdiri dari dari tiga generasi yang hidup
bersama dalam satu rumah, seperti nuclear family disertai: paman, tante, orang tua
(kakek-nenek), keponakan
f. The single parent family : Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah atau
ibu) dengan anak, hal ini terjadi biasanya melalui proses perceraian, kematian dan
ditinggalkan (menyalahi hokum pernikahan)
g. Commuter family : Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah
satu kota tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja di luar kota
bisa berkumpul pada anggota keluarga pad saat ”weekend”
Multigenerational family : Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok
umur yang tinggal bersama dalam satu rumah.
h. Kin-network family : Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau
saling berdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan pelayanan yang
sama (contoh: dapur, kamar mandi, televisi, telepon,dll)
i. Blended family : Duda atau janda (karena perceraian) yang menikah kembali dan
membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya.
j. The single adult living alone/single adult family : Keluarga yang terdiri dari
orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya atau perpisahan (perceraian
atau ditinggal mati)
2. Non-Tradisional
a. The unmarried teenage mother : Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama
ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah.
b. The stepparent family : Keluarga dengan orang tua tiri
c. Commune family : Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak
ada hubungan saudara yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas
yang sama, pengalaman yang sama, sosialisasi anak dengan melalui aktivitas
kelompok/membesarkan anak bersama.
d. The nonmarital heterosexsual cohabiting family : Keluarga yan ghidup
bersamaberganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan
e. Gay and lesbian families : Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup
bersama sebagaimana ”marital pathners”
f. Cohabitating couple : Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan
pernikahan karena beberapa alasan tertentu
g. Group-marriage family : Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat
rumah tangga bersama, yang saling merasa telah saling menikah satu dengan yang
lainnya, berbagi sesuatu termasuk sexsual dan membesarkan anak.
h. Group network family : Keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan/nilai-nilai,
hidup berdekatan satu sama lain dan saling menggunakan barang-barang rumah
tangga bersama, pelayanan, dan bertanggung jawab membesarkan anaknya
i. Foster family : Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan
keluarga/saudara di dalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut
perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya.
j. Homeless family : Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan
yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan
ekonomi dan atau problem kesehatan mental.
k. Gang : Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang
mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian tetapi
berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.
D. Tahap dan tugas perkembangan keluarga
1. Pasangan Baru
Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki (suami) danperempuan
(istri) membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah danmeninggalkan keluarga
masing-masing.Meninggalkan keluarga bisa berartipsikologis karena kenyataannya
banyak keluarga baru yang masih tinggal denganorang tuanya. Dua orang yang
membentuk keluarga baru membutuhkan penyesuaian peran danfungsi.Masing-masing
belajar hidup bersama serta beradaptasi dengan kebiasaansendiri dan pasangannya,
misalnya makan, tidur, bangun pagi dan sebagainya.
Adapun tugas perkembangan, yaitu :

1) Membina hubungan intim danmemuaskan.


2) Membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan kelompok sosial.
3) Mendiskusikan rencana memiliki anak.

Keluarga baru ini merupakan anggota dari tiga keluarga ; keluarga suami, keluarga,
istri dan keluarga sendiri.
2. Keluarga “child bearing” kelahiran anak pertama
Dimulai sejak hamil sampai kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak
berumur 30 bulan atau 2,5 tahun.Tugas perkembangan kelurga yang penting pada
tahap ini adalah:
1) Persiapan menjadi orang tua.
2) Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi, hubungan sexual
dan kegiatan.
3) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.

Peran utama perawat adalah mengkaji peran orang tua; bagaiaman orang
tuanberinteraksi dan merawat bayi. Perawat perlu menfasilitasi hubungan orang tua
danbayi yang positif dan hangat sehingga jalinan kasih sayang antara bayi dan orang
tuadapat tercapai.

3. Keluarga dengan anak pra sekolah


Tahap ini dimulai saat anak pertama berumur 2,5 tahun dan berakhir saat anak berusia 5
tahun. Tugas perkembangan :
1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti kebutuhan tempat tinggal, privasi
dan rasa aman.
2) Membantu anak untuk bersosialisasi.
3) Beradaptasi dengan anaky baru lahir, sementara kebutuhan anak lain juga harus
terpenuhi.
4) Mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam keluarga maupun dengan
masyarakat.
5) Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak.
6) Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.
7) Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh kembang.
4. Keluarga dengan anak sekolah
Tahap ini dimulai saat anak berumur 6 tahun (mulai sekolah ) dan berakhir padasaat anak
berumur 12 tahun. Pada tahap ini biasanya keluarga mencapai jumlahmaksimal sehingga
keluarga sangat sibuk.Selain aktivitas di sekolah, masing-masinganak memiliki minat
sendiri.Dmikian pula orang tua mempunyai aktivitas yangberbeda dengan anak.Tugas
perkembangan keluarga :
1) Membantu sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan lingkungan.
2) Mempertahankan keintiman pasangan.
3) Memenuhi kebutuhan  dan biaya kehidupan yang semakin meningkat, termasuk
kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga.

Pada tahap ini anak perlu berpisah dengan orang tua, memberi kesempatan pada anak
untuk nbersosialisasi dalam aktivitas baik di sekolah maupun di luar sekolah.

5. Keluarga dengan anak remaja


Dimulai saat anak berumur 13 tahun dan berakhir 6 sampai 7 tahun
kemudian.Tujuannya untuk memberikan tanggung jawab serta kebebasan yang lebih
besaruntuk mempersiapkan diri menjadi orang dewasa.Tugas perkembangan :
1) Memberikan kebebasan yang seimbnag dengan tanggung jawab.
2) Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.
3) Mempertahankan komunikasi yang terbuka antara anak dan orang tua. Hindari
perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.
4) Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.
Merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya dan
membimbing anak untuk bertanggung jawab.Seringkali muncul konflik orang
tuadan remaja.
6. Keluarga dengan anak dewasa
Dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan berakhir pada saat
anakterakhir meninggalkan rumah.Lamanya tahapan ini tergantung jumlah anak dan
adaatau tidaknya anak yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang
tua.Tugas perkembangan :
1) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.
2) Mempertahankan keintiman pasangan.
3) Membantu orang tua memasuki masa tua.
4) Membantu anak untuk mandiri di masyarakat.
5) Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga.
7. Keluarga usia pertengahan
Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan berakhirsaat
pensiun atau salah satu pasangan meninggal. Pada beberapa pasangan fase inidianggap
sulit karena masa usia lanjut, perpisahan dengan anak dan perasaan gagalsebagai orang
tua.Tugas perkembangan :
1) Mempertahankan kesehatan.
2) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan anak-
anak.
3) Meningkatkan keakraban pasangan.
Fokus mempertahankan kesehatan pada pola hidup sehat, diet seimbang, olah raga
rutin, menikmati hidup, pekerjaan dan lain sebagainya.
8. Keluarga usia lanjut
Dimulai saat pensiun sanpai dengan salah satu pasangan meninggal dan keduanya
meninggal. Tugas perkembangan :
1) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.
2) Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik dan
pendapatan.
3) Mempertahankan keakraban suami/istri dan saling merawat.
4) Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat.
5) Melakukan life review.
Mempertahankan penataan yang memuaskan merupakan tugas utama keluarga pada
tahap ini.
E. Fungsi Keluarga
1. Fungsi Pendidikan. Dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan
menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak bila
kelak dewasa
2. Fungsi Sosialisasi Anak. Tugas keluarga dalam menjalankan fungsi ini adalah
bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik.
3. Fungsi Perlindungan. Tugas keluarga dalam hal ini adalah melindungi anak dari
tindakan-tindakan yang tidak baik sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan
merasa aman.
4. Fungsi Perasaan. Tugas keluarga dalam hal ini adalah menjaga secara instuitif
merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi
dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga. Sehingga saling pengertian satu
sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga.
5. Fungsi Religius. Tugas keluarga dalam fungsi ini adalah memperkenalkan dan
mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan tugas
kepala keluarga untuk menanamkan keyakinan bahwa ada keyakinan lain yang
mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia ini.
6. Fungsi Ekonomis. Tugas kepala keluarga dalam hal ini adalah mencari sumber-
sumber kehidupan dalam memenuhi fungsi-fungsi keluarga yang lain, kepala
keluarga bekerja untuk mencari penghasilan, mengatur penghasilan itu, sedemikian
rupa sehingga dapat memenuhi rkebutuhan-kebutuhan keluarga.
7. Fungsi Rekreatif. Tugas keluarga dalam fungsi rekreasi ini tidak harus selalu pergi
ke tempat rekreasi, tetapi yang penting bagaimana menciptakan suasana yang
menyenangkan dalam keluarga sehingga dapat dilakukan di rumah dengan cara
nonton TV bersama, bercerita tentang pengalaman masing-masing, dsb.
8. Fungsi Biologis. Tugas keluarga yang utama dalam hal ini adalah untuk meneruskan
keturunan sebagai generasi penerus. Memberikan kasih sayang,perhatian,dan rasa
aman diaantara keluarga, serta membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga.
F. Tugas Kesehatan Keluarga
Keluarga juga berperan atau berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan,
yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan merawat anggota keluarga
yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan mempengaruhi
status kesehatan keluarga. Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan
dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat
melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup atau mampu menyelesaikan masalah
kesehatan. Tugas kesehatan keluarga terdiri dari:
1. Mengenal masalah kesehatan keluarga
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena
tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah kadang
seluruh kekuatan sumber daya dan dana kesehatan habis. Keluarga atau orang tua
perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami oleh
anggota keluarganya. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga,
secara tidak langsung akan menjadi perhatian keluarga atau orang tua. Apabila
menyadari adanya perubahan, keluarga perlu mencatat kapan terjadinya, perubahan
apa yang terjadi, dan seberapa besar perubahannya. Sejauh mana keluarga
mengetahui dan mengenal fakta-fakta dari masalah kesehatan yang meliputi
pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab dan yang mempengaruhinya, serta
persepsi keluarga terhadap masalah.
2. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan
yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa di antara
keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan
keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar
masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai
keterbatasan dapat meminta bantuan kepada orang dilingkungan tinggal keluarga
agar memperoleh bantuan.
3. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit
Sering kali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi
keluarga memiliki keterbatasan yang telah diketahui oleh keluarga sendiri. Jika
demikian, anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh
tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi.
Perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau di rumah apabila
keluarga telah memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan
pertama.
4. Mempertahankan suasana rumah yang sehat
Rumah adalah sebagai tempat berteduh, berlindung, atau bersosialisasi bagi
anggota keluarga, sehingga anggota keluarga mempunyai waktu lebih banyak
berhubungan dengan lingkungan tempat tinggal. Oleh karenanya, kondisi rumah
haruslah dapat menjadikan lambing ketenangan, keindahan dan ketentraman, dan
yang lebih penting adalah dapat menunjang derajat kesehatan bagi anggota keluarga.
5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat
Keluarga atau anggota keluarga harus dapat memanfaatkan sumber fasilitas
kesehatan yang ada disekitar, apabila mengalami gangguan atau masalah yang
berkaitan dengan penyakit. Keluarga dapat berkonsultasi atau meminta bantuan
tenaga keperawatan dalam rangka memecahkan problem yang dialami anggota
keluarga, sehingga keluarga dapat bebas dari segala macam penyakit.
Kelima tugas kesehatan keluarga tersebut saling terkait dan perlu dilakukan oleh
keluarga, perawat perlu mengkaji sejauh mana keluarga mampu melaksanakan tugas
tersebut dengan baik agar dapat memberikan bantuan atau pembinaan terhadap keluarga
untuk memenuhi tugas kesehatan keluarga tersebut.
III. KONSEP DASAR PENYAKIT
a. Pengertian
Artritis Gout adalah suatu penyakit yang ditandai dengan serangan mendadak,
berulang dan disertai dengan arthritis yang terasa sangat nyeri karena adanya endapan
Kristal monosodium urat atau asam urat yang terkumpul di dalam sendi sebagai akibat dari
tingginya kadar asam urat di dalam darah (Junaidi, 2013).
Gout Arthritis adalah penyakit sendi yang diakibatkan oleh tingginya kadar Asam
Urat dalam darah. Kadar asam urat yang tinggi dalam darah melebihi batas normal yang
menyebabkan penumpukan asam urat di dalam persendian dan organ lainnya (Susanto,
2013).
b. Etiologi/ Predisposisi
Menurut Fitriana (2015) terdapat faktor resiko yang mempengaruhi arthritis gout adalah :
1) Adanya deposit/penimbunan Kristal asam urat dalam sendi penimbunan asam urat
sering terjadi pada penyakit dengan metabolisme asam urat abnormal dan kelainan
metabolic dalam pembentukan purin dan ekskresi asam urat yang kurang dari
ginjal.
2) Metabolisme purin yang berlebihan, hal ini biasanya terjadi apabila kita terlalu
sering mengonsumsi makanan yang mengandung purin yang tinggi seperti jeroan,
makanan kaleng, seafood, serta kaldu daging.
3) Mempunyai berat badan yang berlebih juga bisa memicu meningginya kadar asam
urat, hal ini terjadi karena lemak yang ada dalam tubuh orang yang gemuk dapat
menghambat proses keluarnya asam urat dalam urine.
c. Manifestasi Klinik
Menurut Ode (2012) manifestasi klinik dari arthritis gout diantaranya yaitu:
2) Kesemutan dan linu
3) Nyeri terutama malam hari atau pagi hari saat bangun tidur
4) Sendi yang terkena asam urat terlihat bengkak, kemerahan, panas, dan nyeri
5) Terjadi peningkatan kadar asam urat dalam darah (lebih dari 7,5 mg/dl)
6) Serangan nyeri unilateral pada sendi tarsal (jari kaki)
7) Sendi ibu jari kaki terasa sakit/membengkak
8) Terjadi deformitas (kerusakan) sendi secara kronis
d. Patofisiologi
Asam urat adalah produk sisa metabolisme purin. Pada keadaan normal terjadi
keseimbangan antara produksi dan ekskresi. Sekitar dua pertiga (2/3) Jumlah yang,
diproduksi setiap hari diekskresikan melalui ginjal dan sisanya melalui feses. Serum
asam urat normal dipertahankan antara 3,4 – 7,0 mg/dl pada pria dan 2,4 – 6,0 pada
wanita. Jika terjadinya kelebihan purin maka akan menimbulkan penyakit artritis guut.
Awalnya penyakit ini disebabkan akibat beberapa faktor seperti genetik, makan (seperti
seafood) alkohol, penyakit lain dan obat-obatan, yang kemudian akan menimbulkan
gangguan pada metabolisme purin. Gangguan metabolisme purin ini akan menimbulkan
penyakirt artritis gout apabila kadar purin terlalu tinggi dan akhirnya terjadi penimbunan
kristal urat di dalam maupun disekitar sendi. Pada level ini asam urat di dalam
persendian menimbulkan respon inflamasi, selanjutnya leukosit Poli Morfo Nuklear
(PMN) menginfiltrasi persendian dan memfagosit kristal-kristal urat yang menyebabkan
kematian leukosit PMN, pengeluaran enzim-enzim lisosom serta mediator-mediator
inflamasi lainnya kedalam jaringan. Hal ini menyebabkan sendi yang terserang terlihat
kemerahan, papas, bengkak dan terasa nyeri. Gangguan metabolisme purin juga dapat
menyebabkan penimbunan kristal urat didalam sendi. Hal ini menyebabkan terjadinya
erosi tulang rawan dan degenerasi tulang rawan sehingga memicu terbentuknya tepus,
fibrosus dan akilosis pada tulang. Hal ini akan mempengaruhi bentuk tulang dan sendi
dan akan menimbulkan kekakuan pada sendi. Sehingga penderitanya akan merasakan
tidak nyaman dan mengalami gangguan bergerak.
e. Patways Keperawatan
Faktor genetik Adanya penyebab Makanan
Obat-obatan
sekunder (akibat (kepiting,
obesitas,DM,hipertensi seefood,dll)
dan gangguan ginjal

Gangguan Pemecahan asam urat Kadar protein Menghambat


metabolisme yang menyebabkan eksresi asam urat
purin hiperuricemia ditubulus ginjal

Gangguan metabolisme purin

Gout (asam urat)

Pelepasan kristal monosodium

Penimbunan kristal urat

Didalam kristal sendi


Pengendapan kristal urat

Penimbunan pada membran synovial


Leukosit menekan kristal dan tulang rawan anticular
urat

Erosi tulang rawan dan pembentukan


Mekanisme peradangan penus

Degenerasi tulang rawan sendi

Nyeri sendi pada malam atau pagi hari MK: GANGGUAN Terbentuk tepus, fibrosus,
POLA TIDUR akilosis pada tulang

MK : NYERI AKUT
Perubahan bentuk tubuh
Pembentukan tukak pada tulang dan sendi
pada sendi

Kekakuan pada sendi MK : GANGGUAN


CITRA TUBUH

MK : GANGGUAN
MK : GANGGUAN RASA
MOBILITAS FISIK
NYAMAN
f. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan medik
a) Pemeriksaan radiografi
Dilakukan pada sendi yang terserang, hasil pemeriksaan akan menunjukkan
tidak terdapat perubahan pada awal penyakit, tetapi setelah penyakit
berkembang progresif maka akan terlihat jelas/area terpukul pada tulang yang
berada di bawah sinavial sendi.
2) Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan serum asam urat
Umumnya meningkat, diatas 7,5 mg/dl. Pemeriksaan ini mengindikasikan
hiperuricemia, akibat peningkatan produksi asam urat atau gangguan ekskresi.
b) Pemeriksaan leukosit
Menunjukkan peningkatan yang signifikan mencapai 20.000/mm3 selama
serangan akut. Selama periode asimtomatik angka leukosit masih dalam batas
normal yaitu 5000 – 10.000/mm3.
c) Pemeriksaan Eusinofil Sedimen rate (ESR)
Meningkat selama serangan akut. Peningkatan kecepatan sedimen rate
mengindikasikan proses inflamasi akut, sebagai akibat deposit asam urat di
persendian.
d) Pemeriksaan Urin spesimen 24 jam
Urin dikumpulkan dan diperiksa untuk menentukan produksi dan ekskresi dan
asam urat. Jumlah normal seorang mengekskresikan 250 - 750 mg/24 jam asam
urat di dalam urin. Ketika produksi asam urat meningkat maka level asam urat
urin meningkat. Kadar kurang dari 800 mg/24 jam mengindikasikan gangguan
ekskresi pada pasien dengan peningkatan serum asam urat. Instruksikan pasien
untuk menampung semua urin dengan peses atau tisu toilet selama waktu
pengumpulan. Biasanya diet purin normal direkomendasikan selama
pengumpulan urin meskipun diet bebas purin pada waktu itu diindikasikan.
e) Analisis cairan aspirasi dari sendi yang mengalami inflamasi akut atau material
aspirasi dari sebuah tofi menggunakan jarum kristal urat yang tajam,
memberikan diagnosis definitif gout.
g. Komplikasi
1. Kencing batu
Kadar asam urat yang tinggi di dalam darah akan mengendap di ginjal dan saluran
perkemihan berupa kristal dan batu.
2. Merusak ginjal
Kadar asam urat yang tinggi akan mengendap di ginjal sehingga merusak ginjal.
3. Penyakit jantung
Asan urat menyerang endotel lapisan bagian paling dalam pembuluh darah besar.
Jika endotel mengalami disfungsi atau rusak akan menyebabkan penyakit jantung
coroner
4. Stroke
Aliran darah tidak lancer akibat penumpukan asam urat di pembuluh darah yang
meningktkan resiko penyakit stroke.
5. Peradangan tulang
Jika asam urat menumpuk di persendian, lama-lama akan membentuk tofus yang
menyebabkan arthritis gout akut, sakit rematik atau peradangan sendi bahkan bisa
sampai terjadi kepincangan.

h. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medik.
a. Fase akut.
Obat yang digunakan :
1) Colchicine (0,6 mg)
2) Indometasin ( 50 mg 3 X sehari selama 4-7 hari)
3) Fenilbutazon.
b. Pengobatan jangka panjang terhadap hyperuricemia untuk mencegah komplikasi.
1) Golongan urikosurik
- Probenasid, adalah jenis obat yang berfungsi menurunkan asam urat dalam
serum.
- Sulfinpirazon, merupakan dirivat pirazolon dosis 200-400 mg perhari.
- Azapropazon, dosisi sehari 4 X 300 mg.
- Benzbromaron.
2) Inhibitor xantin (alopurinol).
Adalah suatu inhibitor oksidase poten, bekerja mencegah konversi hipoxantin
menjadi xantin, dan konversi xantin menjadi asam urat.
2. Penatalaksanaan non medik.
a. Diet rendah purin.
Hindarkan alkohol dan makanan tinggi purin (hati, ginjal, ikan sarden, daging
kambing) serta banyak minum.
b. Tirah baring.
Merupakan suatu keharusan dan di teruskan sampai 24 jam setelah serangan
menghilang. Gout dapat kambuh bila terlalu cepat bergerak.
3. Penatalaksanaan Komplementer
Selain pentalakasanaan secara medik, kita dapat menggunakan penatalaksanaan
secara komplementer, salah satunya dengan menggunakan terapi herbal. Tanaman
obat asli Indonesia (OAI) yang mempunyai indikasi kuat untuk mengatasi asam urat
yang telah melalui pengujian klinis juga tersedia, antara lain :
a. Meniran
Mengandung falavonid kuesetin dan gilkosida flavonoid yang efektif
menghambat produksi asam urat selain kaya garam kalium yang bekerja sebagai
deuritika
b. Daun sendok
Biji dan daunya mengandung falvonoid apegin dan akubin, serta mineral kalium
yang efektif sebagai obat antiasam urat. rebus daun sendok-segar 15 g atau
kering 10 g- dalam 3 gelas air, sampai h 1 gelas. Minum sekaligus dipagi hari
ketika perut masih kosong.
c. Sambiloto
Mengandung flavonoid apigenin, mineral kalium dan zat pahit senyawa laktone
andrografolid sebagai anti radang dan analgetik. Pilih daun sambiloto segar
berukuran sedang sebanyak 15 helai atau bila berbentuk kering 10 g, seduh
dalam secangkir air mendidih, tutup, diamkan ± 10 menit, sering dan minum
sekaligus.
d. Daun salam
Berkhasiat sebagai diueritika, analgesik, dan antiradang yang efektif.
e. Daun sirih
Mengandung alkaloid tanin, minyak atsiri ( yang mudah menguap). Dan
kalsium aksalat, berkhasiat sebagai antiradang dan analgetik.
f.Kunyit
Kunyit mempunyai khasiat utama untuk meperbaiki dan menyehatkan
pencernaan, tapi juga bekerja sebagai antiradang, dan telah digunakan dalam
pengobatan tradisional cina dan india (ayurveda) untuk mengatasi asam urat,
artritis dan radang tulang alinya. Sebagai pencegahan serangan asam urat,
penggunaan kunyit secara teratur sangat dianjurkan.

i. Pengkajian Fokus
1. Identitas Pasien
a. Umur : biasanya artritis gout sering dialami oleh usia lanjut dengan usia lebih dari
40 tahun. Tetapi tidak menutup kemungkinan usia diluar itu tidak dapat mengalami
artritis gout.
b. jenis kelamin: biasanya artritis gout dialami oleh oleh semua jenis kelamin. Tidak
ada jenis kelamin yang spesifik, tatapi laki-laki yang sering mengkonsumsi alkohol
berlebihan juga dapat mengalami artritis gout. Hal ini terjadi karena adanya
penghambatan pembuangan asam urat akibat komplikasi ginjal oleh alkohol.
c. pekerjaan : biasanya artritis gout tidak memiliki faktor dari pekerjaan.semua
profesi dapat mengalami penyakit ini. Terutama pada pasien yang memiliki riwayat
keturunan.
2. Derajat Kesehatan
a. Keluhan sakit yang dirasakan
Biasanya pasien merasakan nyeri
1) Penyebab : biasanya nyeri disebabkan oleh penumpukan purin di daerah
sendi
2) Kualitas : biasanya nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk
3) Region : biasanya nyeri dirasakan di jari kaki
4) Derajat : biasanya nyeri berada pada skala 1-3
5) Waktu : biasanya nyeri terasa malam atau pagi hari
b. Riwayat penyakit dahulu :
Pada pengkajian ini, biasanya ditemukan kemungkinan penyebab yang
mendukung terjadinya gout (misalnya penyakit gagal ginjal kronis, leukemia,
hiperparatiroidisme). Masalah lain yang perlu ditanyakan adalah pernahkan klien
dirawat dengan masalah yang sama. Kaji adanya pemakaian alkohol yang
berlebihan, penggunaan obat diuretik.
c. Pola kebiasan
1) Makan dan minum
Biasanya penyebab artritis gout pasien disebabkan oleh makanan pasien yang
memicu tingginya kadar purin pasien
2) Istirahat tidur
Biasanya pasien akan mengalami gangguan tidur akibat nyeri yang dirasakan
d. Pola aktivitas
Biasanya pasien mengalami gejala nyeri sendi karena, kekakuan pada sendi di
pagi hari, dan menyebabkan keterbatasan fungsional yang berpengaruh pada gaya
hidup, aktivitas istirahat, dan pekerjaan, kelemahan, letih, sehingga menyebabkan
aktivitas menjadi terganggu.
e. Eliminasi
Biasanya terjadinya gangguan pada ginjal seperti obtruksi atau riwayat penyakit
ginjal pada masa lalu.
f. Pola psikososial
Biasanya pasien dengan arthritis gout mengalami khawatir deformitas pada sendi-
sendinya. Klien juga merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada fungsi tubuh
dan perubahan pada saat kegiatan sehari-hari.
g. Pola keyakinan : biasanya tidak ada masalah pada pola keyakinan pasien yang
terkena arthritis gout
h. Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum :
a) Kesadaran
Biasanya pasien mengalami kesadaran composmentis.
b) Tanda-tanda vital
1) Tekanan darah : biasanya tekanan darah pasien normal namun juga
bisa pasien mengalami peningkatan tekanan darah.
2) Nadi : terjadi peningkatan pada arteri karotis, jugularis, pulsasi
radialis, dan terjadinya perbedaan denyut nadi pada beberapa area
seperti arteri popliteal, posterior tibia.
c) Kepala
Biasanya tidak ada masalah dengan kepala pasien.
d) Dada paru
Biasanya tidak ada masalah pada dada/paru pasien. Biasanya suara nafas
vesikuler, Inspeksi tidak ada retaksi dada saat bernafas, Palpasi
pengembangan dada simetris, Perkusi: sonor, Auskultasi paru :vesikuler
e) Abdomen
Biasanya tidak ada masalah dengan abdomen pasien. Biasanya Inspeksi:
tidak ada lesi disekitar abdomen, tidak ada distensi, perut tidak kembung,
Auskultasi: bising usus 15 x/menit, Perkusi: tympani, Palapasi: tidak ada
nyeri tekan pada bagian abdomen, tidak ada pembesaran pada abdomen.
f) Ekstremitas
biasanya ekstremitas pasien terganggu karena nyeri pada sendinya.

j. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut b.d agens pencedera fisiologis (inflamasi)
2) Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit
3) Gangguan pola tidur b.d hambatan lingkungan
4) Gangguan mobilitas fisik b.d kekakuan sendi, nyeri
5) Gangguan citra tubuh b.d perubahan bentuk tubuh

k. Intervensi Keperawatan
N DX KEP SLKI SIKI
O
1 Nyeri akut b.d a. Tingkat nyeri: a. Manajemen nyeri
agen  Kemampuan Observasi
pencedera menuntaskan aktivitas  Identifikasi lokasi,
fisiologis
 Keluhan nyeri karakteristik, durasi, frekuensi,
(inflamasi)
 Meringis kualitas, intensitas nyeri,
 Sikap protektif  Identifikasi skala nyeri
 Gelisah  Identifikasi respon nyeri non
 Kesulitan tidur verbal
 Menarik diri  Identifikasi faktor yang
 Perasaan depresi memperberat dan
(tertekan) memperingan nyeri
 Perasaan takut  Identifikasi pengetahuan dan
mengalami cedera keyakinan tentang nyeri
berulang  Identifikasi pengaruh budaya
 Anoreksia terhadap respon nyeri
 Ketegangan otot  Identifikasi pengaruh nyeri
 Pupil dilatasi terhadap kualitas hidup
 Muntah  Monitor keberhasilan terapi
 Mual komplementer yang sudah
 Frekuensi nadi diberikan
 Pola napas  Monitor efek samping
 Tekanan darah penggunaan analgesik
 Proses berpikir Terapeutik
 Fungsi berkemih  Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
 Nafsu makan
mengurangi rasa nyeri
 Pola tidur
 Kontrol lingkungan yang
b. Kontrol nyeri: memperberat rasa nyeri
 Melaporkan nyeri  Fasilitasi istirahat dan tidur
terkontrol  Pertimbangkan jenis dan
 Kemampuan sumber nyeri dalam pemilihan
mengenali onset nyeri strateri meredakan nyeri
Edukasi
 Kemampuan
 Jelaskan penyebab, periode,
mengenali penyebab
dan pemicu nyeri
nyeri
 Jelaskan strategi meredakan
 Kemampuan
nyeri
menggunakan teknik
non farmakologis  Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
 Dukungan orang
terdekat  Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
 Keluhan nyeri
 Ajarkan teknik
 Penggunaan analgesik
norfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
c. Status kenyamanan
Kolaborasi
 Kesejahteraan fisik
 Kolaborasi pemberian
 Kesejahteraan analgetik, jika perlu
psikologis
 Dukungan sosial dr b. Pemberian analgesik
keluarga Observasi
 Kebebasan melakukan  Identifikasi karakteristik nyeri
ibadah
 Identifikasi riwayat alergi obat
 Rileks
 Keluhan tidak nyaman  Identifikasi kesesuaian
 Gelisah pemberian analgesik dengan
 Keluhan sulit tidur tingkat keparahan nyeri
 Keluhan kedinginan  Monitor TTV sebelum dan
 Keluhan kepanasan sesudah pemberian analgesik
 Gatal  Monitor efektifitas analgesik
 Mual
 Lelah Terapeutik
 Merintih  Diskusikan jenis analgesik
 Menangis yang disukai untuk mencapai
 Pola eliminasi analgesia optimal
 Pola tidur  Pertimbangkan penggunaan
infus kontinu atau bolus opioid
untuk mempertahankan kadar
dalam serum
 Tetapkan target egfektifitas
analgesik untuk
mengoptimalkan respons
pasien
 Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik dan
efek yang diinginkan

Edukasi
 Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgesik, sesuai
indikasi

c. Perawatan kenyamanan
Observasi
 Identifikasi gejala yang tidak
menyenangkan
 Identifikasi pemahaman
tentang kondisi, situasi dan
perasaannya
 Identifikasi masalah emosional
dan spritual

Terapeutik
 Berikan posisi yang nyaman
 Berikan kompres dingin atau
hangat
 Ciptakan lingkungan yang
nyaman
 Berikan pemijatan
 Berikan terapi akupresur
 Dukung keluarga terlibat
dalam terapi/oengobatan
 Diskusikan mengenai situasi
dan pilihan pengobatan yang
diinginkan
Edukasi
 Jelaskan mengenai kondisi dan
pilihan terapi/pengobatan
 Ajarkan terapi relaksasi
 Ajarkan latihan pernapasan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
2 Gangguan a. Status kenyamanan a. Manajeman nyeri
rasa nyaman  Kesejahteraan fisik Observasi
 Kesejahteraan  Identifikasi lokasi,
b.d gejala karakteristik, durasi, frekuensi,
psikologis
penyakit  Dukungan sosial dr kualitas, intensitas nyeri,
keluarga  Identifikasi skala nyeri
 Kebebasan melakukan  Identifikasi respon nyeri non
ibadah verbal
 Rileks  Identifikasi faktor yang
 Keluhan tidak nyaman memperberat dan
 Gelisah memperingan nyeri
 Keluhan sulit tidur  Identifikasi pengetahuan dan
 Keluhan kedinginan keyakinan tentang nyeri
 Keluhan kepanasan  Identifikasi pengaruh budaya
 Gatal terhadap respon nyeri
 Mual  Identifikasi pengaruh nyeri
 Lelah terhadap kualitas hidup
 Merintih  Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
 Menangis
diberikan
 Pola eliminasi
 Monitor efek samping
 Pola tidur
penggunaan analgesik
b. Pola tidur Terapeutik
 Keluhan sulit tidur  Berikan teknik
 Keluhan sering terjaga nonfarmakologis untuk
 Keluhan tidak puas mengurangi rasa nyeri
tidur  Kontrol lingkungan yang
 Keluhan pola tidur memperberat rasa nyeri
berubah  Fasilitasi istirahat dan tidur
 Keluhan istirahat tidak  Pertimbangkan jenis dan
cukup sumber nyeri dalam pemilihan
 Kemampuan strateri meredakan nyeri
beraktivitas Edukasi
c. Tingkat nyeri  Jelaskan penyebab, periode,
 Kemampuan dan pemicu nyeri
menuntaskan aktivitas  Jelaskan strategi meredakan
 Keluhan nyeri nyeri
 Meringis  Anjurkan memonitor nyeri
 Sikap protektif secara mandiri
 Gelisah  Anjurkan menggunakan
 Kesulitan tidur analgetik secara tepat
 Menarik diri  Ajarkan teknik
 Perasaan depresi norfarmakologis untuk
(tertekan) mengurangi nyeri
 Perasaan takut Kolaborasi
mengalami cedera  Kolaborasi pemberian
berulang analgetik, jika perlu
 Anoreksia
 Ketegangan otot b. Kompres dingin
 Pupil dilatasi Observasi
 Muntah  Identifikasi kontraindikasi
 Mual kompres dingin
 Frekuensi nadi  Identifikasi
 Pola napas  Indentifikasi kondisi kulit
 Tekanan darah yang akan dilakukan kompres
 Proses berpikir  Periksa suhu alat kulit
 Fungsi berkemih  Monitor iritasi kulit atau
 Nafsu makan kerusakan jaringan selama 5
 Pola tidur menit pertama
Terapeutik
 Pilih metode kompres yang
nyaman dan mudah didapat
 Pilih lokasi kompres
 Balut alat kompres dingin
dengan kain pelindung, jika
perlu
 Lakukan kompres dingin pada
daerah yang cedera
 Hindari penggunaan kompres
pada jaringan yang terpapar
terapi radiasi
Edukasi
 Jelaskan prosedur penggunaan
kompres dingin
 Anjurkan tidak menyesuaikan
pengaturan suhu secara
mandiri tanpa pemberitahuan
sebelumnya
 Ajarkan cara menghindari
kerusakan jaringan akibat
dingin

c. Kompres hangat
Observasi
 Identifikasi kontraindikasi
kompres panas
 Identifikasi
 Indentifikasi kondisi kulit
yang akan dilakukan kompres
panas
 Periksa suhu alat kompres
 Monitor iritasi kulit atau
kerusakan jaringan selama 5
menit pertama
Terapeutik
 Pilih metode kompres yang
nyaman dan mudah didapat
 Pilih lokasi kompres
 Balut alat kompres dingin
dengan kain pelindung, jika
perlu
 Lakukan kompres panas pada
daerah yang cedera
 Hindari penggunaan kompres
pada jaringan yang terpapar
terapi radiasi
Edukasi
 Jelaskan prosedur penggunaan
kompres panas
 Anjurkan tidak menyesuaikan
pengaturan suhu secara
mandiri tanpa pemberitahuan
sebelumnya
 Ajarkan cara menghindari
kerusakan jaringan akibat
panas

3 Gangguan a. Pola tidur a. Dukungan tidur


pola tidur b.d  Keluhan sulit tidur Observasi
 Keluhan sering terjaga  Identifikasi pola aktivitas dan
hambatan tidur
 Keluhan tidak puas
lingkungan tidur  Identifikasi faktor pengganggu
 Keluhan pola tidur tidur (fisik/psikologis)
berubah  Identifikasi makanan dan
 Keluhan istirahat tidak minuman yang mengganggu
cukup tidur
 Kemampuan  Identifikasi obat tidur yang
beraktivitas dikonsumsi
Terapeutik
b. Status kenyamanan  Modifikasi lingkungan
 Kesejahteraan fisik  Batasi waktu tidur siang, jika
 Kesejahteraan perlu
psikologis  Fasilitasi menghilangkan stres
 Dukungan sosial dr sebelum tidur
keluarga  Tetapkan jadwal tidur rutin
 Kebebasan melakukan  Lakukan prosedur untuk
ibadah meningkatkan kenyamanan
 Rileks  Sesuaikan jadwal pemberian
 Keluhan tidak nyaman obat dan/atau tindakan untuk
 Gelisah menunjang siklus tidur-terjaga
Edukasi
 Keluhan sulit tidur
 Keluhan kedinginan  Jelaskan pentingnya tidur
cukup selama sakit
 Keluhan kepanasan
 Gatal  Anjurkan menepati kebiasaan
 Mual waktu tidur
 Lelah  Anjurkan menghindari
 Merintih makanan/minuman yang
 Menangis mengganggu waktu tidur
 Pola eliminasi  Ajarkan faktor-faktor yang
 Pola tidur berkontribusi terhadap
gangguan pola tidur
 Ajarkan relaksasi otot
autogenik atau cara
nonfarmakologis lainnya

b. Manajemen nyeri
Observasi
 Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri,
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respon nyeri non
verbal
 Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri
terhadap kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
 Monitor efek samping
penggunaan analgesik
Terapeutik
 Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strateri meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan
nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik
norfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
c. Edukasi aktivitas/istirahat
4 Gangguan a. Mobilitas fisik a. Teknik latihan penguatan sendi
mobilitas  Pergerakan Observasi
ekstremitas  Identifikasi keterbatasan
fisik b.d
 Kekuatan otot fungsi dan gerak sendi
kekakuan  Rentang gerak (ROM)  Monitor lokasi dan sifat
sendi, nyeri  Nyeri ketidaknyamanan atau rasa
 Kecemasan sakit selama gerakan/ aktivitas
 Kaku sendi Terapeutik
 Gerakan terbatas  Lakukan pengendalian nyeri
 Kelemahan fisik sebelum memulai latihan
b. Pergerakan sendi  Berikan posisi tubuh optimal
 Rahang untuk gerakan sendi pasif atau
aktif
 Leher
 Fasilitasi menyusun jadwal
 Punggung
latihan rentang gerak aktif
 Jari (kanan)
maupun pasif
 Jari (kiri)
 Fasilitasi gerak sendi teratur
 Ibu jari (kanan) dalam batas-batas rasa sakit,
 Ibu jari (kiri) ketahanan dan mobilitas sendi
 Pergelangan tangan  Berikan penguatan positif
(kanan) untuk melakukan latihan
 Pergelangan tangan bersama
(kiri) Edukasi
 Siku (kanan)  Jelaskan kepada pasien /
 Siku (kiri) keluarga tujuan dan
 Bahu (kanan) rencanakan latihan bersama
 Bahu (kiri)  Anjurkan duduk di tempat
 Pergelangan kaki tidur, atau kursi sesuai
(kanan) pergelangan toleransi
kaki (kiri)  Ajarkan melakukan latihan
 Lutut (kanan) rentang gerak aktif dan pasif
 Lutut (kiri) secara sistematis
 Panggul (kanan)  Anjurkan memvisualisasikan
 Panggul (kiri) gerak tubuh sebelum memulai
c. Toleransi aktivitas gerakan
 Frekuensi nadi  Anjurkan ambulasi, sesuai
 Kemudahan dalam toleransi
melakukan aktivitas Kolaborasi
sehari-hari  Kolaborasi dengan fisioterapi
 Kecepatan berjalan dalam mengembangkan dan
 Kekuatan tubuh melaksanakan program latihan
bagian atas
 Kekuatan tubuh
bagian bawah
 Toleransi dalam
menaiki tangga
 Keluhan lelah
 Dispnea saat aktivitas
 Dispnea setelah
aktivitas
 Perasaan lemah
 Tekanan darah
5 Gangguan a. Citra tubuh a. Promosi koping
citra tubuh  Melihat bagian tubuh Observasi
 Menyentuh bagian  Identifikasi kegiatan jangka
b.d perubahan pendek dan panjang sesuai
tubuh
bentuk tubuh  Verbalisasi kecacatan tujuan
bagian tubuh  Identifikasi kemampuan
 Verbalisasi perasaan yang dimiliki
negatif tentang  Identifikasi pemahaman
perubahan tubuh proses penyakit
 Verbalisasi  Identifikasi dampak situasi
kekhawatiran pada terhadap peran dan
penolakan/reaksi hubungan
orang lain  Identifikasi kebutuhan dan
 Verbalisasi perubahan keinginan terhadap
gaya hidup dukungan sosial
Terapeutik
b. Harga diri  Diskusikan perubahan
 Perasaan malu peran yang dialami
 Perasaan bersalah  Fasilitasi dalam
 Perasaan tidak mampu memperoleh informasi yang
melakukan apapun dibutuhkan
 Ketergantungan pada  Motivasi untuk menentukan
penguatan secara harapan yang realistis
berlebihan  Kurangi rangsangan
lingkungan yang
c. Status koping mengancam
 Kemampuan Edukasi
memenuhi peran  Anjurkan penggunaan
sesuai usia sumber spritual
 Perilaku koping  Anjurkan mengungkapkan
adaptif perasaan dan persepsi
 Verbalisasi  Latih penggunaan teknik
kemampuan mengatasi relaksasi
masalah
 Verbalisasi pengakuan
masalah
 Verbalisasi kelemahan
diri
 Perilaku asertif
DAFTAR PUSKATA
Fitriana, Rahmatul. (2015). Cara Cepat Usir Asam Urat. Yogyakarta: Medika.
Handayani., Dkk. (2013). Pesantren Lansia sebagai upaya meminimalkan resiko penurunan
fungsi/kognitif pada lansia di balai rehabilitasi sosial lanjut usia unit II pucang gading
Semarang. Jurnal keperawatan Komunitas.
Harefa, Erta. (2016) Penerapan Konsep Dasar Proses Keperawatan Keluarga. Jurnal
keperawatan keluarga.
Junaidi, I. (2013). Rematik dan Asam Urat. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.
Maas, M.L., dkk, (2011). Asuhan Keperawatan Geriatrik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Ode, Sarif la. (2012). Asuhan Keperawatan Gerontik.Yogyakarta. Nuha medika
Susanto, Teguh. (2013). Asam Urat Deteksi, Pencegahan, Pengobatan. Yogyakarta: Buku
Pintar.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta :
DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP
PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP
PPNI
Wilson, Angeline, dkk. (2017). Hubungan inkontinensia urin dengan tingkat depresi pada
lansia dipanti werdha bethania lambean.e-journal Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai