Anda di halaman 1dari 15

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Pokok bahasan : Pencegahan Penyakit Thalasemia


Hari/tanggal : selasa, 5 Desember 2017
Pukul : 08.00-09.00 WIB
Sasaran : masyarakat di kelurahan nanggalo
Tempat : puskesmas nanggalo

A. Latar Belakang
Thalasemia merupakan kelainan herediter yang ditandai dengan penurunan sintesis rantai
globin. Penurunan sintesis rantai globin ini menyebabkan penurunan sistesis penurunan
globin dan akhirnya dapat mengakibatkan terjadinya anemia mikrositik oleh karena
hemoglobinisasi erosit yang tidak efektif. Secara garis besar kelainan genetic ini dibagi
dalam 2 kelas yaitu thalasemia alfa, dimana produksi rantai α terganggu dan thalesemia β
yang disebabkan karena gangguan produksi rantai β. (Jurnal Biomedik, 2009)
Insiden penyakit Thalasemia banyak terjadi diantara orang-orang yang berasal dari kawasan
Laut Tengah, Timur Tengah atau Asia. Jarang sekali ditemukan pada orang-orang dari Eropa
Utara. Frekuensi gen Thalasemia di Indonesia sendiri berkisar 3-10%. Berdasarkan angka ini,
diperkirakan lebih 2000 penderita baru dilahirkan setiap tahunnya di Indonesia. Jika dilihat
saat ini, insiden dan penyakit keturuan (genetic) makin menonjol di Indonesia sehingga
penyakit genetic menjadi semakin penting. Oleh sebab itu kami mengambil judul makalah
Thalasemia agar lebih mengetahui tentang penyakit tersebut.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti penyuluhan masyarakat mampu mengetahui cara mencegah
penyakit thalasemia
2. Tujuan Khusus
Diharapkan audiens dapat:

a. Menyebutkan tentang definisi thalasemia


b. Menyebutkan penyebab thalasemia

1
c. Menyebutkan jenis-jenis thalasemia
d. Menyebutkan tanda dan gejala thalasemia
e. Menyebutkan cara penanganan thalasemia
f. Menyebutkan dan mempraktekkan cara pencegahan thalasemia

C. Pelaksanaan Kegiatan :
1. Pokok Pembahasan :
Pencegahan Penyakit thalasemia
2. Sasaran dan Target
Masyarakat
3. Metode
Ceramah dan diskusi
4. Media dan Alat
1) Laptop
2) Infokus
3) Power point
4) Leafleat
5. Waktu dan Tempat
Hari/Tanggal : Selasa, 5 Desember 2017
Waktu : 08.00-09.00 WIB
Tempat : puskesmas nanggalo
6. Pengorganisasian
1) Moderator : Yulia rizki
Tugas :
a) Membuka kegiatan dengan mengucapkan salam
b) Memperkenalkan mahasiswa dan dosen pembimbing
c) Menjelaskan tujuan dan topik penyuluhan
d) Memimpin jalannya penyuluhan dan menjelaskan waktu penyuluhan (kontak
waktu)
e) Menuliskan pertanyaan yang diajukan oleh peserta penyuluhan
f) Menjadi penengah komunikasi antara peserta dan pemberi materi

2
g) Menyimpulkan dan menutup diskusi
h) Mengucapkan salam

2) Presentator : Nurafni lativa


Tugas :
a) Menjelaskan tentang penyakit hydrocephalus serta pencegahannya
b) Menjawab pertanyaan peserta penyuluhan

3) Observer : Aulia geza putri k


Tugas :
a) Mengobservasi jalannya proses kegiatan penyuluhan
b) Mencatat perilaku verbal dan non verbal peserta diskusi selama kegiatan
penyuluhan berlangsung
c) Membuat laporan penyuluhan yang telah dilaksanakan
d) Menjelaskan penjelasan kepada pembimbing tentang evaluasi dan hasil
penyuluhan

4) Fasilitator : 1. Moh. Fajri


2. Astri Wahyuni
3. Ririn Luciana T
4. Rani Novelia
5. Sintia Delvi
6. Anatasya Yolanda
7. Della Tiara G
8. Yosi Andrika P
9. Sutri Darwati
10. Nadia Lisna P
Tugas :
a) Menyiapkan tempat dan media sebelum mulai penyuluhan
b) Mengatur teknik acara sebelum penyuluhan
c) Memotivasi peserta penyuluhan agar mau berpertisipasi dalam penyuluhan

3
d) Membantu pemberi materi menjawab pertanyaan dari peserta penyuluhan
e) Membagikan lifleat kepada peserta di akhir penyuluhan
f) Membuat absen peserta penyuluhan

7. Setting Tempat

4
Keterangan :

= moderator = fasilitator =observer

= presentator = peserta = pembimbing

8. Kegiatan Penyuluhan

No. WAKTU KEGIATAN MAHASISWA KEGIATAN PESERTA


1. 5 Menit Pembukaan : Respon peserta diskusi :
1. Salam terapeutik 1. Menjawab salam
2. Perkenalan mahasiswa 2. Mendengarkan
3. Perkenalan 3. Mendengarkan
pembimbing
4. Menjelaskan tujuan 4. Mendengarkan
5. Menjelaskan dan 5. Menyepakati kontrak
menyepakati kontrak
waktu dan bahasa
2. 20 Menit Pelaksanaan :
1. menggali pengetahuan 1. mengemukakan
peserta tentang pendapat
pengertian thalasemia
2. memberikan
reinforcemen positif 2. bertepuk tangan
atas pendapat audiens
3. menjelaskan materi
3. mendengrkan dan
tentang pengertian

5
thalasemia memperhatikan
4. menggali pengetahuan
peserta tentang
4. mengemukakan
penyebab thalasemia
pendapat
5. memberikan
5. bertepuk tangan
reinforcemen positif
atas pendapat audiens
6. menjelaskan materi
6. mendengrkan dan
tentang penyebab
memperhatikan
thalasemia
7. menggali pengetahuan
7. mengemukakan
peserta tentangtanda
pendapat
dan gejala thalasemia
8. memberikan
8. bertepuk tangan
reinforcemen positif
atas pendapat audiens
9. menjelskan materi 9. mendengrkan dan
tentang tanda dan memperhatikan
gejala thalasemia
10. menggali pengetahuan 10. mengemukakan
peserta pendapat
tentangbagaimana cara
penanganan penyakit
thalasemia
11. memberikan 11. bertepuk tangan
reinforcemen positif
atas pendapat audiens
12. menjelaskan dan 12. mendengrkan dan
mempraktekkan memperhatikan
tentang cara
penanganan penyakit

6
thalasemia
13. menggali pengetahuan 13. mengemukakan
peserta tentang pendapat
bagaimana cara
pencegahan penyakit
thalasemia
14. memberikan 14. bertepuk tangan
reinforcemen positif
atas pendapat audiens
15. menjelaskan dan 15. mendengrkan dan
mempraktekkan memperhatikan
tentang cara
pencegahan penyakit
thalasemia

Proses tanya jawab:


1. memberikan 1. memberikan
kesempatan kepada pertanyaan
audiens untuk
bertanaya
2. memberikan 2. bertepuk tangan
reinforcemen positif
atas pertanyaannya
3. menjawab pertanyaan 3. mendengarkan

3. 5 Menit Penutup : Respon peserta diskusi:


1. mengevaluasi 1. mendengarkan dan
menyimpulkan materi memperhatikan
penyuluhan
2. menutup dan memberi 2. menjawab salam
salam

7
9. Materi
Pencegahan penyakit thalasemia (terlampir)
10. Evaluasi
1) Evaluasi struktur
a. Kesiapan peserta dan pengorganisasian sesuai dengan yang direncanakan
b. Setting tempat sesuai dengan yang direncanan
c. Tempat dan media sesuai dengan yang direncanakan
2) Evaluasi proses
a. Kesesuaian peran dan pengorganisasian sesuai dengan perenanaan
b. Kesesuaian moderator dalam menyampaikan materi
c. Waktu seuai dengan yang direncanakan
d. Keaktifan, partisipasi dan ketertiban audiens dalam kegiatan
3) Evaluasi hasil
Diharapkan peserta mampu:
a. Sebanyak 80% peserta yang hadir mampu menyebutkan tentang pengertian
thalasemia
b. Sebanyak 80% peserta yang hadir mampu menyebutkan tentang
penyebabthalasemia
c. Sebanyak 80% peserta yang hadir mampu menyebutkan tentang tanda dan gejala
thalasemia
d. Sebanyak 80% peserta yang hadir mampu menyebutkan penanganan penakit
thalasemia
e. Sebanyak 80% peserta yang hadir mampu mempraktekkan cara pencegahan
thalasemia

8
Lampiran materi

Pencegahan Penyakit Thalasemia

a. Pengertian thalasemia
Istilah Thalasemia, yang berasal dari kata yunani thalassa dan memiliki makna “laut”,
digunakan pada sejumlah kelainan darah bawaan yang ditandai dengan defisiensi pada
kecepatan produksi rantai globin yang spesifik dalam Hb. (Wong, 2008)
Thalasemia merupakan kelainan darah yang ditandai dengan penurunan sintesis rantai
globin. Penyakit ini cukup berbahaya karena menyerang sumsum tulang belakang, sehingga tidak
mampu meregenerasi sel darah merah ke seluruh tubuh. Penderita thalasemia pada umumnya,
mengalami penumpukan zat besi pada organ tubuhnya. Penumpukan zat besi itu karena sel darah
merah yang rusak itu meninggalkan zat besi dalam tubuh. Dalam kondisi normal, katanya, zat besi
ini dapat dimanfaatkan untuk membentuk sel darah merah baru yang diproduksi oleh tubuh. Akan
tetapi, karena tubuh memperoleh suplai darah merah dari transfusi darah, maka terjadi penumpukan
zat besi di hampir seluruh organ tubuh. Karena penumpukan zat besi yang berlebihan itu
mengakibatkan beberapa penderira penyakit Thalasemia kulitnya menghitam. “Jadi kondisi mereka
gampang sakit, pertumbuhannya melambat, akibat sel darah merah yang tidak bisa berproduksi
optimal. Harapan hidup penderita penyakit ini, menurut beberapa penelitian, hanya bisa mencapai
25 hingga 30 tahun masa hidupnya.(Jurnal Biomedik, 2009)

b. Penyebab
Thalasemia terjadi akibat adanya perubahan pada gen globin pada kromosom manusia.
Gen globin adalah bagian dari sekolompok gen yang terletak pada kromosom 11. Bentuk
dari pada gen Beta-globin ini diatur oleh locus control region (LCR). Berbagai mutasi pada
gen atau pada unsur-unsur dasar gen menyebabkan cacat pada insisasi atau pengakhiran
transkripsi, pembelahan RNA yang abnormal subtitusi dan framehits. Hasilnya adalah
penurunan atau pemberhentian dari pada penghasilan rantai beta/globin, sehingga
menimbulkan sindrom talasemia beta.
Mutasi beta-zero ditandai dengan tidak adanya produksi beta-globin, yang biasanya
akibat mutasi nonsense, framesif atau splicing. Sedangkan mutasi beta plus ditandai dengan
adanya produksi beberapa beta globin tetapi dengan sedikit cacat splicing. Mutasi yang
spesifik memiliki beberapa hubungan dengan faktor etnis atau sekolompok berbeda yang

9
lazim di berbagai belahan dunia. Seringkali, sebagian besar individu yang mewarisi
penyakit ini mengikuti pola resesif autosomal, dengan individu heterozigon memliki
kelainan gen tersebut, sedangkan pada individu heterozigon atau individu compound
homozigot, kelainan itu memanifestasi sebagai penyakit beta-thalesemia mayor atau
intermedia. (Wong, 2008)
c. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang biasa dialami oleh penderita thalasemia yaitu:
1) Demam
2) Pola makan yang buruk
3) Sakit kepala
4) Nyeri tulang
5) Kegelisahan
6) Postur tubuh kecil
7) Rona wajah kelabu dengan bercak kecoklatan
(Wong, 2008)

d. Cara penanganan thalasemia

 Untuk bisa bertahan hidup, penderita talasemia memerlukan perawatan yang rutin, seperti
melakukan tranfusi darah teratur untuk menjaga agar kadar Hb di dalam tubuhnya ± 12
gr/dL Pengidap penyakit Thalasemia juga harus melakukan transfusi darah setiap dua
atau tiga minggu sekali, tergantung tingkat keparahannya. Transfusi dilakukan, karena
tubuh pasien sama sekali tidak dapat memproduksi sel darah merah.
 Transfusi darah pada penderita thalassemia bertujuan untuk mengatasi anemia yang
menyebabkan anoksia jaringan dan mengancam hidup penderita; supresi eritropoesis
yang berlebih-lebihan, dan menghambat peningkatan absorbsi besi di usus. Beberapa
pendapat mengusulkan agar kadar Hb dipertahankan sama atau diatas 10 g/dl.
Sayangnya, transfusi darah pun bukan tanpa risiko. Risikonya terjadi pemindahan
penyakit dari darah donor ke penerima. Yang lebih berbahaya, karena memerlukan
transfusi darah seumur hidup, maka anak bisa menderita kelebihan zat besi yang
mengganggu fungsi organ-organ vital seperti jantung, hati, ginjal, paru, dan alat kelamin

10
sekunder. Gangguan tersebut bisa mengakibatkan kematian. “Jadi, ironisnya, penderita
diselamatkan oleh darah tetapi dibunuh oleh darah juga.”
 Untuk mengatasi masalah kelebihan zat besi, dengan memberikan obat kelasi besi atau
pengikat zat besi secara teratur dan terus menerus. Pada penderita thalassemia diberikan
pula tambahan vitamin C, E, calcium dan asam folat.
 Pemeriksaan ferritin serum untuk memantau kadar zat besi di dalam tubuh. Pada
penderita thalassemia yang berat, sangat tergantung pada transfusi darah. Akan tetapi,
transfusi darah memiliki efek samping, yaitu berpotensi menimbulkan kelebihan zat besi
dan tertular penyakit dari darah yang ditransfusikan. Karena itu transfusi darah harus
benar-benar steril. Sementara itu penumpukan zat besi yang berlebihan juga berbahaya
bagi kesehatan tubuh. Untuk menghindari kelebihan zat besi, penderita thalassemia harus
menghindari makanan yang mengandung zat besi. Penderita biasanya dianjurkan
menjalani diet zat besi. Makanan yang menjadi pantangan antara lain: daging berwarna
merah, hati, ginjal, sayur-mayur berwarna hijau, roti, gandum, alkohol, serta telur ayam
dan telur bebek. Akan tetapi buah-buahan serta sayur-sayuran yang mengandung asam
folat dianjurkan, antara lain brokoli, susu, dan bayam.
 Penderita talesemia juga diharuskan menghindari makanan yang diasinkan atau
diasamkan dan produk fermentasi yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi di dalam
tubuh. Dua cara yang dapat ditempuh untuk mengobati tasalemia adalah transplantasi
sumsum tulang belakang dan teknologi sel punca (stem cell). Pada 2008, di Spanyol,
seorang bayi di implan secara selektif agar menjadi pengobatan untuk saudaranya yang
menderita talasemia. Anak tersebut lahir dari embrio yang diseleksi agar bebas dari
talasemia sebelum dilakukan implantasi secara Fertilisasi in vitro. Suplai darah plasenta
yang immunokompatibel disimpan untuk transplantasi saudaranya. Transplantasi tersebut
tergolong sukses.
 Sampai saat ini belum ada obat yang menyembuhkan penyakit thalassemia secara total.
Pada dasarnya pengobatan yang diberikan pada penderita thalssemia bersifat simptomatik
dan suportif. Secara garis besar, pengobatan thalssemia terdiri dari pengobatan terhadap
penyakitnya dan pengobatan terhadap komplikasi. Pengobatan terhadap penyakitnya
meliputi transfusi darah, splenektomi, induksi sintesa rantai globin, transplantasi sumsum
tulang dan terapi gen. Pengobatan terhadap komplikasi meliputi mencegah kelebihan dan

11
penimbunan besi, pemberian kalsium, asam folat, imunisasi dan pengobatan terhadap
komplikasi lainnya.
 Pada beberapa keadaan, kadang diperlukan suatu tindakan operasi untuk mengambil
limpa dari dalam tubuh (splenectomy), karena limpa telah rusak. Terapi lain dapat berupa
induksi sintesis rantai globin, dan transplantasi sumsum tulang.
 Transplantasi sumsum tulang prinsipnya ialah memberikan stem cells (sel punca) normal
donor yang mempunyai kompatibilitas sama kepada penderita thalassemia. Transplantasi
sumsum tulang lebih efektif daripada transfusi darah, namun memerlukan sarana khusus
dan biaya yang tinggi. Terdapat hasil menguntungkan transplantasi stem cells dari
anggota keluarga dengan HLA (Human Leucocyte Antigen) yang identik pada pasien
thalasemia berat. Penundaan transplantasi terlalu lama atau bila sudah timbul kerusakan
hati dan jantung karena penimbunan besi akan mengurangi kemungkinan keberhasilan
transplantasi. Jadi pada pasien thalasemia yang mempunyai donor HLA identik untuk
sesegera mungkin menjalani transplantasi. Darah tali pusat sebagai sumber stem cells,
mampu menyusun kembali sumsum tulang pada pasien thalassemia setelah terapi
persiapan (mielo-ablasi prekondisional). Manfaat utama darah tali pusat dibandingkan
sumber stem cells lainnya adalah kemampuan menembus sawar HLA, dan terdapat bukti
lebih sedikit terjadi reaksi penolakan. Penggunaan donor stem cells darah tali pusat
berhubungan dengan ketidaksesuaian 1-3 antigen HLA harus dipertimbangkan
sebelumnya untuk keberhasilan transplantasi. Sumber stem cells yang lain adalah dari
hewan kelinci yang dikembangbiakkan secara khusus (xenotransplantasi). Sumber stem
cells ini menguntungkan karena tak pernah ditemukan bukti penularan virus yang
berbahaya (retrovirus) dari kelinci ke manusia dan tak pernah ditolak tubuh yang
memerlukan obat-obat penekan reaksi imun (imunosupresi).
 Satu lagi adalah terapi gen, merupakan pengobatan yang paling utama dari semua
penyakit genetik, namun terapi gen pada thalassemia masih terus dalam penelitian.

 Pada 2009, sekelompok dokter dan spesialis di Chennai dan Coimbatore mencatatkan
pengobatan sukses talasemia pada seorang anak menggunakan darah plasenta dari
saudaranya

12
e. Pencegahan thalasemia

1. Untuk mencegah terjadinya talasemia pada anak, pasangan yang akan menikah perlu
menjalani tes darah, baik untuk melihat nilai hemoglobinnya maupun melihat profil sel
darah merah dalam tubuhnya. Peluang untuk sembuh dari talasemia memang masih
tergolong kecil karena dipengaruhi kondisi fisik, ketersediaan donor dan biaya.
2. Penapisan (skrining) pembawa sifat thalassemia
Skrining pembawa sifat dapat dilakukan secara prospektif dan retrospektif. Secara
prospektif berarti mencari secara aktif pembawa sifat thalassemia langsung dari populasi
diberbagai wilayah, sedangkan secara retrospektif ialah menemukan pembawa sifat
melalui penelusuran keluarga penderita thalassemia (family study). Kepada pembawa
sifat ini diberikan informasi dan nasehat-nasehat tentang keadaannya dan masa depannya.
Suatu program pencegahan yang baik untuk thalassemia seharusnya mencakup kedua
pendekatan tersebut. Program yang optimal tidak selalu dapat dilaksanakan dengan baik
terutama di negara-negara sedang berkembang, karena pendekatan prospektif
memerlukan biaya yang tinggi. Atas dasar itu harus dibedakan antara usaha program
pencegahan di negara berkembang dengan negara maju. Program pencegahan retrospektif
akan lebih mudah dilaksanakan di negara berkembang daripada program prospektif.
3. Konsultasi genetik (genetic counseling)
Konsultasi genetik meliputi skrining pasangan yang akan kawin atau sudah kawin tetapi
belum hamil. Pada pasangan yang berisiko tinggi diberikan informasi dan nasehat tentang
keadaannya dan kemungkinan bila mempunyai anak.
4. Diagnosis prenatal.
Diagnosis prenatal meliputi pendekatan retrospektif dan prospektif. Pendekatan
retrospektif, berarti melakukan diagnosis prenatal pada pasangan yang telah mempunyai
anak thalssemia, dan sekarang sementara hamil. Pendekatan prospektif ditujukan kepada
pasangan yang berisiko tinggi yaitu mereka keduanya pembawa sifat dan sementara baru
hamil. Diagnosis prenatal ini dilakukan pada masa kehamilan 8-10 minggu, dengan
mengambil sampel darah dari villi khorialis (jaringan ari-ari) untuk keperluan analisis
DNA.

13
Dalam rangka pencegahan penyakit thalassemia, ada beberapa masalah pokok yang harus
disampaikan kepada masyarakat, ialah :

(1) bahwa pembawa sifat thalassemia itu tidak merupakan masalah baginya;
(2) bentuk thalassemia mayor mempunyai dampak mediko-sosial yang besar, penanganannya
sangat mahal dan sering diakhiri kematian;
(3) kelahiran bayi thalassemia dapat dihindarkan.

Karena penyakit ini menurun, maka kemungkinan penderitanya akan terus bertambah dari
tahun ke tahunnya. Oleh karena itu, pemeriksaan kesehatan sebelum menikah sangat penting
dilakukan untuk mencegah bertambahnya penderita thalassemia ini. Sebaiknya semua orang
Indonesia dalam masa usia subur diperiksa kemungkinan membawa sifat thalassemia.

Pemeriksaaan akan sangat dianjurkan bila terdapat riwayat : (1) ada saudara sedarah yang
menderita thalassemia, (2) kadar hemoglobin relatif rendah antara 10-12 g/dl walaupun sudah
minum obat penambah darah seperti zat besi, (3) ukuran sel darah merah lebih kecil dari
normal walaupun keadaan Hb normal.

14
PENUTUP

KESIMPULAN

Thalasemia merupakan kelainan herediter yang ditandai dengan penurunan sintesis rantai globin.
Penyakit ini cukup berbahaya karena menyerang sumsum tulang belakang, sehingga tidak mampu
meregenerasi sel darah merah ke seluruh tubuh. Penderita thalasemia pada umumnya, mengalami
penumpukan zat besi pada organ tubuhnya. Penumpukan zat besi itu karena sel darah merah yang rusak
itu meninggalkan zat besi dalam tubuh. Dalam kondisi normal, katanya, zat besi ini dapat dimanfaatkan
untuk membentuk sel darah merah baru yang diproduksi oleh tubuh. Akan tetapi, karena tubuh
memperoleh suplai darah merah dari transfusi darah, maka terjadi penumpukan zat besi di hampir seluruh
organ tubuh. Karena penumpukan zat besi yang berlebihan itu mengakibatkan beberapa penderira
penyakit Thalasemia kulitnya menghitam. “Jadi kondisi mereka gampang sakit,
pertumbuhannyamelambat, akibat sel darah merah yang tidak bisa berproduksi optimal.

15

Anda mungkin juga menyukai