A. DEFINISI
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-
laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10
sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007).
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith
(batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan
penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena
parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius
vermikularis (Ovedolf, 2009).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang terpuntir,
appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan multiplikasi
(Chang, 2010)
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa penyebab yang
jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya apendiks atau
pembuluh darahya (Corwin, 2009).
B. ETIOLOGI
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi yaitu:
1. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja
dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks:
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)
C. KLASIFIKASI
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada
dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari
apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
a. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
b. Fekalit
c. Benda asing
d. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat
keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga
menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks
sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding
apendiks.
Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ
lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
. 2. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang
ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa
sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan,
nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-
tanda peritonitis umum.
3. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua
syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik
apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah
apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus
lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara
1-5 persen.
4. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang
di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi
menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut
pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk
aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi
sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang
diperiksa secara patologik.Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan
apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan akut.
5. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat
adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika
isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat
disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan
bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi
infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
6. Tumor Apendiks
Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas
indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan
hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik
dibanding hanya apendektomi.
7. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen
apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa
rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan
diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor
memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif
dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik
apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi
ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan
2. FISIOLOGI
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan
ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara
appendiks tampaknya berperan pada patogenesis Apendisitis. Imunoglobulin sekretoar
yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat
disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-A).
Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol
proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen
intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun
tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran
cerna dan seluruh tubuh.
E. PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah
terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2010) .
G. KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita
meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan
diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat
melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas
dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil
dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75%
pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang
tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih
pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi,
sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi
diantaranya:
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis
gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke
rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi
meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70%
kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih
dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya
cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen,
demam, dan leukositosis.
PATHWAY
PRE OP
POST OP
LAPORAN PENDAHULUAN POST OP LAPARATOMI
Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang
diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang
disertai dengan trauma kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan
jarum pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan melalui dinding perut didaerah
kuadran bawah atau digaris tengah dibawah pusat dengan menggosokkan buli-
buli terlebih dahulu.
Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan
memasukkan cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan
kedalam rongga peritonium.
b. Sirkulasi: Tensi, nadi, respirasi, dan suhu, warna kulit, dan refill kapiler.
d Balutan: Apakah ada tube, drainage ? Apakah ada tanda-tanda infeksi? Bagaimana
penyembuhan luka?
f. Rasa nyaman: Rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien, dan fasilitas ventilasi.
Asuhan keperawatan adalah sesuatu bentuk pelayanan yang diberikan oleh
seseorang pasien dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari berupa bimbingan,
pengawasan, perlindungan. (Brunner & suddarth, 2009).
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan proses pengumpulan data yang dilakukan secara sistemik
mengenai kesehatan. Pasien mengelompokkan data menganalisis data tersebut
sehingga dapat pengkajian adalah memberikan gambaran secara terus menerus
mengenai keadaan pasien .Adapun tujuan utama dari pada pengkajian adalah
memberikan gambaran secara terus-menerus mengenai keadaan pasien yang mungkin
perawat dapat merencanakan asuhan keperawatan. (Arif mutaaq 2013).
PRE OPERASI
NO DX KEP NOC NIC RASIONAL
1. Nyeri akut Setelah 1. Kaji tingkat nyeri, lokasi Untuk mengetahui sejauh mana
berhubung dilakukan dan karasteristik nyeri. tingkat nyeri dan merupakan
an dengan asuhan indiaktor secara dini untuk
agen injuri keperawatan, dapat memberikan tindakan
biologi diharapkan nyeri selanjutnya
(distensi klien berkurang2. Jelaskan pada pasien Informasi yang tepat dapat
jaringan dengan kriteria tentang penyebab nyeri menurunkan tingkat kecemasan
intestinal hasil: pasien dan menambah
oleh Klien mampu pengetahuan pasien tentang
inflamasi) mengontrol nyeri.
nyeri (tahu 2. Ajarkan tehnik untuk Napas dalam dapat menghirup
penyebab nyeri, pernafasan diafragmatik O2 secara adequate sehingga
mampu lambat / napas dalam. otot-otot menjadi relaksasi
menggunakan sehingga dapat mengurangi
tehnik rasa nyeri.
nonfarmakologi
untuk 3. Berikan aktivitas hiburan Meningkatkan relaksasi dan
mengurangi (ngobrol dengan anggota dapat meningkatkan
nyeri, mencari keluarga) kemampuan kooping.
bantuan)
Melaporkan
bahwa nyeri 5. Observasi tanda-tanda DDeteksi dini terhadap
berkurang vital perkembangan kesehatan
dengan 6. pasien.
menggunakan Kolaborasi dengan tim Sebagai profilaksis untuk
manajemen medis dalam pemberian dapat menghilangkan rasa
nyeri analgetik nyeri.
Tanda vital
dalam rentang
normal
TD (systole 110-
130mmHg,
diastole 70-
90mmHg),
HR(60-
100x/menit), RR
(16-24x/menit),
suhu (36,5-
37,50C)
Klien
tampak rileks
mampu
tidur/istirahat
2. Perubahan Setelah 1. Pastikan kebiasaan Membantu dalam
pola dilakukan defekasi klien dan gaya pembentukan jadwal irigasi
eliminasi asuhan hidup sebelumnya. efektif
(konstipasi keperawatan, 2.
) diharapkan 2. Auskultasi bising usus Kembalinya fungsi
berhubung konstipasi klien gastrointestinal mungkin
an dengan teratasi dengan terlambat oleh inflamasi intra
penurunan kriteria hasil: peritonial
peritaltik. BAB 1-2
3. Tinjau ulang pola diet Masukan adekuat dan serat,
kali/hari dan jumlah / tipe makanan kasar memberikan
Feses lunak masukan cairan. bentuk dan cairan adalah faktor
Bising usus penting dalam menentukan
5-30 kali/menit konsistensi feses.
Makanan yang tinggi serat
4. Berikan makanan tinggi
dapat memperlancar
serat.
pencernaan sehingga tidak
terjadi konstipasi.
Obat pelunak feses dapat
5. Berikan obat sesuai
melunakkan feses sehingga
indikasi, contoh :
tidak terjadi konstipasi.
pelunak feses
3. Kekuranga Setelah 1. Monitor tanda-tanda Tanda yang membantu
n volume dilakukan vital mengidentifikasikan fluktuasi
cairan asuhan volume intravaskuler.
berhubung keperawatan 2. Kaji membrane mukosa, Indicator keadekuatan
an dengan diharapkan kaji tugor kulit dan sirkulasi perifer dan hidrasi
mual keseimbangan pengisian kapiler. seluler.
muntah. cairan dapat 3. Awasi masukan dan
dipertahankan haluaran, catat warna Penurunan haluaran urin pekat
dengan kriteria urine/konsentrasi, berat dengan peningkatan berat jenis
hasil: jenis. diduga dehidrasi/kebutuhan
kelembaban4. Auskultasi bising usus, peningkatan cairan.
membrane catat kelancaran flatus, Indicator kembalinya
mukosa gerakan usus. peristaltic, kesiapan untuk
turgor kulit5. Berikan perawatan pemasukan per oral.
baik mulut sering dengan Dehidrasi mengakibatkan
Haluaran perhatian khusus pada bibir dan mulut kering dan
urin adekuat: 1 perlindungan bibir. pecah-pecah
cc/kg BB/jam 6. Pertahankan
Tanda-tanda penghisapan gaster/usus. Selang NG biasanya
vital dalam batas dimasukkan pada praoperasi
normal dan dipertahankan pada fase
TD (systole 110- segera pascaoperasi untuk
130mmHg, dekompresi usus,
diastole 70- meningkatkan istirahat usus,
90mmHg), 7. Kolaborasi pemberian mencegah mentah.
HR(60- cairan IV dan elektrolit Peritoneum bereaksi terhadap
100x/menit), RR iritasi/infeksi dengan
(16-24x/menit), menghasilkan sejumlah besar
suhu (36,5- cairan yang dapat menurunkan
37,50C) volume sirkulasi darah,
mengakibatkan hipovolemia.
Dehidrasi dapat terjadi
ketidakseimbangan elektrolit
4. Cemas Setelah 1. Evaluasi tingkat Ketakutan dapat terjadi karena
berhubung dilakukan ansietas, catat verbal dan nyeri hebat, penting pada
an dengan asuhan non verbal pasien. prosedur diagnostik dan
akan keperawatan, pembedahan.
dilaksanak diharapkan 2. Jelaskan dan persiapkan Dapat meringankan ansietas
an operasi. kecemasab klien untuk tindakan prosedur terutama ketika pemeriksaan
berkurang sebelum dilakukan tersebut melibatkan
dengan kriteria pembedahan.
hasil: 3. Jadwalkan istirahat Membatasi kelemahan,
Melaporkan adekuat dan periode menghemat energi dan
ansietas menghentikan tidur. meningkatkan kemampuan
menurun sampai4. koping.
tingkat teratasi 4. Anjurkan keluarga untuk Mengurangi kecemasan klien
Tampak menemani disamping
rileks klien
POST OPERASI
NO DX KEP NOC NIC RASIONAL
1. Nyeri Setelah dilakukan 1. Kaji skala nyeri lokasi, Berguna dalam
berhubunga asuhan karakteristik dan pengawasan dan keefesien
n dengan keperawatan, laporkan perubahan obat, kemajuan
agen injuri diharapkan nyeri nyeri dengan tepat penyembuhan,perubahan
fisik (luka berkurang dengan 2. dan karakteristik nyeri.
insisi post kriteria hasil: 2. Monitor tanda-tanda Deteksi dini terhadap
operasi Melaporkan vital perkembangan kesehatan
appenditomi nyeri berkurang pasien.
). Klien tampak 3. Pertahankan istirahat Menghilangkan tegangan
rileks dengan posisi semi abdomen yang bertambah
Dapat tidur fowler. dengan posisi terlentang.
dengan tepat 4. Dorong ambulasi dini. Meningkatkan kormolisasi
Tanda-tanda fungsi organ.
vital dalam batas 5. Berikan aktivitas Meningkatkan relaksasi.
normal hiburan. Menghilangkan nyeri.
TD (systole 110- 6. Kolborasi tim dokter
130mmHg, diastole dalam pemberian
70-90mmHg), analgetika.
HR(60-
100x/menit), RR
(16-24x/menit),
suhu (36,5-37,50C)
2. Resiko Setelah dilakukan 1. Kaji adanya tanda- Dugaan adanya infeksi
infeksi asuhan tanda infeksi pada area
berhubunga keperawatan insisi
n dengan diharapkan infeksi 2. Monitor tanda-tanda Dugaan adanya
tindakan dapat diatasi vital. Perhatikan infeksi/terjadinya sepsis,
invasif dengan kriteria demam, menggigil, abses, peritonitis
(insisi post hasil: berkeringat, perubahan mencegah transmisi
pembedaha Klien bebas mental penyakit virus ke orang lain.
n). dari tanda-tanda 3. Lakukan teknik isolasi Mencegah meluas dan
infeksi untuk infeksi enterik, membatasi penyebaran
Menunjukkan termasuk cuci tangan organisme infektif /
kemampuan untuk efektif. kontaminasi silang.
mencegah 4. Pertahankan teknik Menurunkan resiko
timbulnya infeksi aseptik ketat pada terpajan.
Nilai leukosit perawatan luka insisi /
(4,5-11ribu/ul) terbuka, bersihkan
dengan betadine.
5. Awasi / batasi
pengunjung dan siap
kebutuhan.
6. Kolaborasi tim medis Terapi ditunjukkan pada
dalam pemberian bakteri anaerob dan hasil
antibiotik aerob gra negatif.
3. Defisit self Setelah dilakukan 1. Mandikan pasien setiap Agar badan menjadi segar,
care asuhan hari sampai klien melancarkan peredaran
berhubunga keperawatan mampu melaksanakan darah dan meningkatkan
n dengan diharapkan sendiri serta cuci kesehatan.
nyeri. kebersihan klien rambut dan potong
dapt dipertahankan kuku klien.
dengan kriteria 2. Ganti pakaian yang Untuk melindungi klien
hasil: kotor dengan yang dari kuman dan
klien bebas dari bersih. meningkatkan rasa nyaman
bau badan 3. Berikan Hygiene Agar klien dan keluarga
klien tampak Edukasi pada klien dan dapat termotivasi untuk
bersih keluarganya tentang menjaga personal hygiene.
ADLs klien pentingnya kebersihan
dapat mandiri atau diri.
dengan bantuan 4. Berikan pujian pada Agar klien merasa
klien tentang tersanjung dan lebih
kebersihannya. kooperatif dalam kebersihan
5. Bimbing keluarga klien Agar keterampilan dapat
memandikan / menyeka diterapkan
pasien
6. Bersihkan dan atur Klien merasa nyaman
posisi serta tempat tidur dengan tenun yang bersih
klien. serta mencegah terjadinya
infeksi.
4. Kurang Setelah dilakukan 1. Kaji ulang pembatasan Memberikan informasi pada
pengetahua asuhan aktivitas pascaoperasi pasien untuk merencanakan
n tentang keperawatan kembali rutinitas biasa tanpa
kondisi diharapkan menimbulkan masalah.
prognosis pengetahuan 2. Anjuran menggunakan Membantu kembali ke
dan bertambah dengan laksatif/pelembek feses fungsi usus semula
kebutuhan kriteria hasil: ringan bila perlu dan mencegah ngejan saat
pengobatan menyatakan hindari enema defekasi
b.d kurang pemahaman proses3. Diskusikan perawatan Pemahaman meningkatkan
informasi. penyakit, insisi, termasuk kerja sama dengan terapi,
pengobatan dan mengamati balutan, meningkatkan penyembuhan
berpartisipasi pembatasan mandi, dan
dalam program kembali ke dokter
pengobatan untuk mengangkat
jahitan/pengikat Upaya intervensi
4. Identifikasi gejala yang menurunkan resiko
memerlukan evaluasi komplikasi lambatnya
medic, contoh penyembuhan peritonitis.
peningkatan nyeri
edema/eritema luka,
adanya drainase,
demam
DAFTAR PUSTAKA
Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8.
Volume 2. Jakarta, EGC
Nazir, Moh. 2011. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Nursalam. 2010. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Edisi II.
Salemba Medika. Jakarta
Prasetyo, S. N. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Soeparman, dkk. 2010. Ilmu Penyakit Dalam : Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2010. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8
Vol.3. EGC : Jakarta