OLEH:
NI KETUT RAI AYU ARSANTHI, S.KEP
C2219017
Diajukan Oleh :
Ni Ketut Rai Ayu Arsanthi, S.Kep
C2219017
(Ns.I Dewa Ayu Puspa Dewi, S.Kep) (Ns.Ni Komang Matalia Gandari, S.Kep.,M.H)
NIP.198203012006042019 NIK. 13.12.0067
Mengetahui
STIKES Bina Usada Bali
Profesi Ners
Ketua
A. DEFINISI
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorhagic
fever//DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disetai leucopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan
plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit) atau
penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome)
adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok (Sudoyo Aru, dkk
2009)
Dengue Haemorhagic Fever adalah penyakit yang menyerang anak dan orang
dewasa yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi berupa demam akut, perdarahan,
nyeri otot dan sendi. Dengue adalah suatu infeksi Arbovirus (Artropod Born Virus) yang
akut ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegepty atau oleh Aedes Albopictus (Titik Lestari,
2016)
Dengue Hemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang ditularkan oleh gigitan nyamuk aedes aegypti dan aedes albopictus. Virus
ini akan mengganggu kinerja darah kapiler dan sistem pembekuan darah, sehingga
mengakibatkan perdarahan-perdarahan. Penyakit ini banyak ditemukan di daerah tropis,
seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika, termasuk diseluruh pelosok Indonesia,
kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 m diatas permukaan air
laut. Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan manusia.
Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan melalui
nyamuk
B. ANATOMI FISIOLOGI
1. Sel-sel darah ada 3 macam yaitu:
a. Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit merupakan sel darah yang telah berdeferensi jauh dan mempunyai fungsi
khusus untuk transport oksigen.
b. Leukosit (sel darah putih)
Sel darah putih yang mengandung inti, normalnya 5.000 – 9.000 sel/mm³.
c. Trombosit (sel pembeku darah)
Keping darah berwujud cakram protoplasmanya kecil yang dalam peredaran darah
tidak berwarna, jumlahnya dapat bevariasi antara 200.000 – 300.000/mm³ darah.
2. Struktur Sel
a. Membran sel (selaput sel)
Membran struktur elastic yang sangat tipis, tebalnya hanya 7,5-10nm. Hampir
seluruhnya terdiri dari keeping-keping halus gabungan protein lemak yang
merupakan lewatnya berbagai zat yang keluar masuk sel. Membran ini bertugas
untuk mengatur hidup sel dan menerima segala untuk rangsangan yang datang.
b. Plasma
Bahan-bahan yang dapat dalam plasma: anorganik (garam mineral, air, oksigen,
karbohidrat, amoniak), bahan organis (karbohidrat, lemak, protein, hormon,
vitamin dan asam nukleat).
C. ETIOLOGI/PREDISPOSISI
Pada umumnya masyarakat kita mengetahui penyebab dari Dengue Haemoragic
Fever adalah melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Virus Dengue mempunyai 4 tipe,
yaitu : DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4, yang ditularkan melalui nyamuk Aedes
Aegypti. Nyamuk ini biasanya hidup dikawasan tropis dan berkembang biak pada
sumber air yang tergenang. Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan DEN-3
serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotip akan menimbulkan antibodi yang
terbentuk terhadap serotipe yang lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan
perlindungan yang memadai terhadap serotipe yang lain tersebut. Seseorang yang
tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama
hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan diberbagai daerah di
Indonesia (Sudoyo 2009).
Virus Dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap inaktivitas
oleh distiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 700C. Keempat tipe tersebut
telah ditemukan pula di Indonesia dengan tipe DEN 3 yang paling banyak ditemukan
(Hendarwanto 2006).
E. PATOFISIOLOGI
Virus dengue yang telah masuk ke tubuh akan menimbulkan demam karena
proses infeksi. Hal tersebut akan merangsang hipotalamus sehingga terjadi
termoregulasi yang akan meningkatkan reabsorsi Na dan air sehingga terjadi
hipovolemi, selain itu juga terjadi kebocoran plasma karena terjadi peningkatan
permeabilitas membran yang juga mengakibatkan hipovolemi, syok dan jika tak
teratasi akan terjadi hipoksia jaringan yang dapat mengakibatkan kematian.
Selain itu kerusakan endotel juga dapat mengakibatkan trombositopenia yang
akan mengakibatkan perdarahan, dan jika virus masuk ke usus akan mengakibatkan
gastroenteritis sehingga terjadi mual dan muntah.
Derajat Dengue Haemorhagic Fever menurut WHO
1. Derajat 1: demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji tourniquet positif
2. Derajat 2 : sama seperti derjat 1, disertai perdarahan spontan dikulit atau
perdarahan lain.
3. Derajat 3 : ditemukan tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut,
tekanan darah menurun (< 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab,
dan pasien menjadi gelisah.
4. Derajat 4 : syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
F. PATWAY
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG/DIAGNOSTIK
1. Darah
a. Pada kasus DHF yang dijadikann pemeriksaan penunjang yaitu menggunakan
darah atau disebut lab serial yang terdiri dari hemoglobin, PCV, dan trombosit.
Pemeriksaan menunjukkan adanya tropositopenia (100.000 / ml atau kurang) dan
hemotoksit sebanyak 20% atau lebih dibandingkan dengan nilai hematoksit pada
masa konvaselen.
b. Hematokrit meningkat > 20 %, merupakan indikator akan timbulnya renjatan.
Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis pasti pada DHF dengan
dua kriteria tersebut ditambah terjadinya trombositopenia, hemokonsentrasi serta
dikonfirmasi secara uji serologi hemaglutnasi.
c. Leukosit menurun pada hari kedua atau ketiga
d. Hemoglobin meningkat lebih dari 20 %
e. Protein rendah
f. Natrium rendah (hiponatremi)
g. SGOT/SGPT bisa meningkat
h. Asidosis metabolic
i. Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan
2. Urine
Kadar albumin urine positif (albuminuria) Sumsum tulang pada awal sakit biasanya
hiposeluler, kemudian menjadi hiperseluler pada hari ke 5 dengan gangguan maturasi
dan pada hari ke 10 sudah kembali normal untuk semua system
3. Foto Thorax
Pada pemeriksaan foto torax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya posisi lateral
dekubitus kanan (pasien tidur disisi kanan) lebih baik dalam mendeteksi cairan
dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.
4. USG
Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai dan dijadikan pertimbangan karena tidak
menggunakan sistem pengion (sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus berbagai organ
pada abdomen. Adanya acites dan cairan pleura pada pemeriksaan USG dapat
digunakan sebagai alat menentukan diagnosa penyakit yang mungkin muncul lebih
berat misalnya dengan melihat ketebalan dinding kandung empedu dan penebalan
pankreas
5. Diagnosis Serologis
a. Uji Hemaglutinasi (Uji HI)
Tes ini adalah gold standart pada pemeriksaan serologis, sifatnya sensitif namun
tidak spesifik. Artinya tidak dapat menunjukkan tipe virus yang menginfeksi.
Antibodi HI bertahan dalam tubuh lama sekali (<48 tahun) sehingga uji ini baik
digunakan pada studi serologi epidemiologi. Untuk diagnosis pasien, kenaikan
titer konvalesen 4x lipat dari titer serum akut atau tinggi (>1280) baik pada serum
akut atau konvalesen dianggap sebagai pesumtif (+) atau diduga keras positif
infeksi dengue yang baru terjadi.
b. Uji komplemen Fiksasi (uji CF)
Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit dan butuh
tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi bertahan beberapa tahun saja
(sekitar 2-3 tahun).
c. Uji Neutralisasi Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue. Dan
biasanya memakai cara Plaque Reduction Neutralization Test (PNRT) .
d. IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)
Banyak sekali dipakai, uji ini dilakukan pada hari ke 4-5 infeksi virus dengue
karena IgM sudah timbul kemudian akan diikuti IgG. Bila IgM negatif maka uji
harus diulang. Apabila sakit ke-6 IgM masih negatif maka dilaporkan sebagai
negatif. IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2-3 bulan setelah adanya infeksi.
e. Identifikasi Virus
Cara diagnostik baru dengan reverse transcriptase polymerase chain reaction
(RTPCR) sifatnya sangat sensitif dan spesifik terhadap serotype tertentu, hasil
cepat dan dapat diulang dengan mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA dari
specimen yang berasal dari darah, jaringan tubuh manusia, dan nyamuk.
H. PENATALAKSANAAN
1. Medis
a. Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi dan
haus. Pasien diberi banyak minum yaitu 1,5 – 2 liter dalam 24 jam. Keadaan
hiperpireksia diatasi dengan obat antipiretik. Jika terjadi kejang diberikan
antikonvulsan. Luminal diberikan dengan dosis : anak umur < 12 bulan 50 mg
IM, anak umur > 1tahun 75 mg. Jika kejang lebih dari 15 menit belum berhenti
luminal diberikan lagi dengan dosis 3 mg/kgBB. Infus diberikan pada pasien DHF
tanpa renjatan apabila pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum
sehingga mengancam terjadinya dehidrasi dan hematokrit yang cenderung
meningkat .
b. Pasien mengalami syok segera segera dipasang infus sebagai pengganti cairan
hilang akibat kebocoran plasma. Cairan yang diberikan biasanya RL, jika
pemberian cairan tersebut tidak ada respon diberikan plasma atau plasma
ekspander banyaknya 20 – 30 mL/kg BB. Pada pasien dengan renjatan berat
pemberian infus harus diguyur. Apabila syok telah teratasi, nadi sudah jelas
teraba, amplitude nadi sudah cukup besar, maka tetesan infus dikurangi menjadi
10 mL/kg BB/jam (Ngastiyah, 2005)
c. Cairan
1) Kristaloid
a) Larutan Ringer Laktat (RL) atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer Laktat
(D5/RL).
b) Larutan Ringer Asetat (RA) atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer Asetat
(D5/RA).
c) Larutan Nacl 0,9% (Garal Faali + GF) atau Dextrose 5% dalam larutan Faali
(d5/GF).
2) Koloid
a) Dextran 40
b) Plasma
2. Keperawatan
a. Derajat I
Pasien istirahat, observasi tanda-tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht, Hb dan
trombosit tiap 4 jam sekali. Berikan minum 1,5 – 2 liter dalam 24 jam dan
kompres hangat.
b. Derajat II
Segera dipasang infus, bila keadaan pasien sangat lemah sering dipasang pada 2
tempat karena dalam keadaan renjatan walaupun klem dibuka tetesan infus tetap
tidak lancar maka jika 2 tempat akan membantu memperlancar. Kadang-kadang 1
infus untuk memberikan plasma darah dan yang lain cairan biasa.
c. Derajat III dan IV
1) Penggantian plasma yang keluar dan memberikan cairan elektrolit (RL)
dengan cara diguyur kecepatan 20 ml/kgBB/jam.
2) Dibaringkan dengan posisi semi fowler dan diberikan O2.
3) Pengawasan tanda – tanda vital dilakukan setiap 15 menit.
4) Pemeriksaan Ht, Hb dan Trombosit dilakukan secara periodik.
5) Bila pasien muntah bercampur darah perlu diukur untuk tindakan
secepatnya baik obat – obatan maupun darah yang diperlukan.
6) Makanan dan minuman dihentikan, bila mengalami perdarahan
gastrointestinal biasanya dipasang NGT untuk membantu pengeluaran darah
dari lambung. NGT bisa dicabut apabila perdarahan telah berhenti. Jika
kesadaran telah membaik sudah boleh diberikan makanan cair.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN DENGUE HAEMORHAGIC FEVER (DHF)
A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan dasar utama dan hal penting dilakukan oleh perawat.
Hasil pengkajian yang dilakukan perawat berguna untuk menentukan masalah
keperawatan yang muncul pada pasien.
1. Pengkajian Umum
a. Identitas pasien
b. Keluhan utama
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Riwayat penyakit dahulu
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami kejang demam, apakah ada
riwayat penyakit keturunan, kardiovaskuler, metabolik, dan sebagainya.
f. Riwayat psikososial
Bagaimana riwayat imunisasi, bagaimana pengetahuan keluarga mengenai demam
serta penanganannya.
2. Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran : bisa saja Composmentis, samnolen, atau koma (tergantung dari
derajat penyakit DHF)
TTV : Biasanya terjadinya penurunan dalam pemeriksaan tanda-tanda vital
b. Kepala
1) Wajah : mengalami kemerahan (flushig), pada hidung terjadi epistaksis
2) Mulut : adanya perdarahan pada gusi, mukosa bibirtampak kering & kadang-
kadang lidah tampak kotor dan adanya hiperemia pada tenggorokan
3) Leher : Tidak ada masalah pada leher
c. Paru : Pernafasan dangkal, ketika dilakukan perkusi biasanya dapat ditemukan
bunyi redup lantaran adanya efusi fleura
d. Jantung : Dapat terjadi anemia karena kekurangan cairan
e. Abdomen : adanya nyeri ulu hati, ketika dilakukan palpasi dapat ditemukan
adanya pembesaran hepar & limpa
g. Ekstremitas : Biasanya di temukan nyeri sendi
h. Kulit : Ditemukan adanya ptekie, purpura, ekimosis, dan hyperemia serta
hematoma.
3. Data subyektif
Merupakan data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau keluarga
pada pasien DHF, data subyektif yang sering ditemukan antara lain :
a. Panas atau demam
b. Sakit kepala
c. Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
d. Lemah
e. Nyeri ulu hati, otot dan sendi
f. Konstipasi
4. Data obyektif
Merupakan data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat pada
keadaan pasien. Data obyektif yang sering ditemukan pada penderita DHF antara
lain:
a. Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor
b. Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis,
ekimosis,hematoma, hematemesis, melena
c. Hiperemia pada tenggorokan
d. Nyeri tekan pada epigastrik
e. Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa
f. Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin,
gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
g. Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan
Bleeding reduction :
gastrointestinal
Observasi adanya darah dalam
sekresi cairan tubuh: emesis,
feces, urine, residu lambung, dan
drainase luka
Monitor complete blood count dan
leukosit
Kolaborasi dalam pemberian
terapi : lactulose atau vasopressin
Lakukan pemasangan NGT untuk
memonitor sekresi dan perdarahan
lambung
Lakukan bilas lambung dengan
NaCI dingin
Dokumentasikan warna, jumlah
dan karakteristik feses
Hindari pH lambung yang ekstrem
dengan kolaborasi pemberian
antacids atau histamine blocking
agent
Kurangi faktor stress
Pertahankan jalan nafas
Hindari penggunaan anticoagulant
Monitor status nutrisi pasien
Berikan cairan Intravena
Hindari penggunaan aspirin dan
ibuprofen
Faktor Yang
Berhubungan :
Kurang pengetahuan
tentang faktor pemberat
(mis, merokok, gaya
hidup monoton, trauma,
obesitas, asupan garam,
imobilitas)
Kurang pengetahuan
tentang proses penyakit
(mis, diabetes,
hyperlipidemia)
Diabetes mellitus
Hipertensi
Gaya hidup monoton
Merokok
D. EVALUASI
Evaluasi dilakukan setelah melaksanakan implementasi keperwatan. Indikator
keberhasilan dari implementasi adalah tercapainya NOC (Nursing Outcome) sesuai
dengan kriteria hasil pada masing-masing diagnosa.
DAFTAR PUSTAKA
Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.
Handayani, Wiwik, dan Hari wibowo, Andi Sulistyo. 2008. Asuhan Keperawatan Pada
Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika. 1,5,15
Hendarwanto, 2006.. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. edisi 3. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Lestari, Titik. 2016. Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta : Nuha Medika
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. EGC: Jakarta
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.