RS
DENGAN OBS. FEBRIS e.c DHF DI RUANGAN NGURAH RAI RSAD
PADA TANGGAL 16 s/d 19 SEPTEMBER 2019
OLEH:
I GUSTI AYU NYOMAN ARI SETIANINGSIH, S.Kep
C2219130
A. A. DEFINISI
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorhagic
fever//DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disetai leucopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan
plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit) atau
penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome)
adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok (Sudoyo Aru, dkk
2009)
Dengue Haemorhagic Fever adalah penyakit yang menyerang anak dan orang
dewasa yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi berupa demam akut, perdarahan,
nyeri otot dan sendi. Dengue adalah suatu infeksi Arbovirus (Artropod Born Virus) yang
akut ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegepty atau oleh Aedes Albopictus (Titik Lestari,
2016)
Dengue Hemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang ditularkan oleh gigitan nyamuk aedes aegypti dan aedes albopictus. Virus
ini akan mengganggu kinerja darah kapiler dan sistem pembekuan darah, sehingga
mengakibatkan perdarahan-perdarahan. Penyakit ini banyak ditemukan di daerah tropis,
seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika, termasuk diseluruh pelosok Indonesia,
kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 m diatas permukaan air laut.
Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan manusia. Virus
dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan melalui nyamuk
A. B. ANATOMI FISIOLOGI
1. 1. Sel-sel darah ada 3 macam yaitu:
a. a. Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit merupakan sel darah yang telah berdeferensi jauh dan mempunyai fungsi
khusus untuk transport oksigen.
a. b. Leukosit (sel darah putih)
Sel darah putih yang mengandung inti, normalnya 5.000 – 9.000 sel/mm³.
a. c. Trombosit (sel pembeku darah)
Keping darah berwujud cakram protoplasmanya kecil yang dalam peredaran darah
tidak berwarna, jumlahnya dapat bevariasi antara 200.000 – 300.000/mm³ darah.
1. 2. Struktur Sel
a. a. Membran sel (selaput sel)
Membran struktur elastic yang sangat tipis, tebalnya hanya 7,5-10nm. Hampir
seluruhnya terdiri dari keeping-keping halus gabungan protein lemak yang
merupakan lewatnya berbagai zat yang keluar masuk sel. Membran ini bertugas
untuk mengatur hidup sel dan menerima segala untuk rangsangan yang datang.
a. b. Plasma
Bahan-bahan yang dapat dalam plasma: anorganik (garam mineral, air, oksigen,
karbohidrat, amoniak), bahan organis (karbohidrat, lemak, protein, hormon,
vitamin dan asam nukleat).
1. C. ETIOLOGI/PREDISPOSISI
Pada umumnya masyarakat kita mengetahui penyebab dari Dengue Haemoragic
Fever adalah melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Virus Dengue mempunyai 4 tipe,
yaitu : DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4, yang ditularkan melalui nyamuk Aedes
Aegypti. Nyamuk ini biasanya hidup dikawasan tropis dan berkembang biak pada
sumber air yang tergenang. Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan DEN-3
serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotip akan menimbulkan antibodi yang
terbentuk terhadap serotipe yang lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan
perlindungan yang memadai terhadap serotipe yang lain tersebut. Seseorang yang
tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama
hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan diberbagai daerah di
Indonesia (Sudoyo 2009).
Virus Dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap inaktivitas
oleh distiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 70 0C. Keempat tipe tersebut
telah ditemukan pula di Indonesia dengan tipe DEN 3 yang paling banyak ditemukan
(Hendarwanto 2006).
1. E. PATOFISIOLOGI
Virus dengue yang telah masuk ke tubuh akan menimbulkan demam karena proses
infeksi. Hal tersebut akan merangsang hipotalamus sehingga terjadi termoregulasi
yang akan meningkatkan reabsorsi Na dan air sehingga terjadi hipovolemi, selain itu
juga terjadi kebocoran plasma karena terjadi peningkatan permeabilitas membran yang
juga mengakibatkan hipovolemi, syok dan jika tak teratasi akan terjadi hipoksia
jaringan yang dapat mengakibatkan kematian.
Selain itu kerusakan endotel juga dapat mengakibatkan trombositopenia yang akan
mengakibatkan perdarahan, dan jika virus masuk ke usus akan mengakibatkan
gastroenteritis sehingga terjadi mual dan muntah.
Derajat Dengue Haemorhagic Fever menurut WHO
a. 1. Derajat1: demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya
manifestasi perdarahan adalah uji tourniquet positif
b. 2. Derajat 2 : sama seperti derjat 1, disertai perdarahan spontan dikulit atau
perdarahan lain.
c. 3. Derajat 3 : ditemukan tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut,
tekanan darah menurun (< 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab,
dan pasien menjadi gelisah.
d. 4. Derajat 4 : syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
1. F. PATWAY
1. G. PEMERIKSAAN PENUNJANG/DIAGNOSTIK
a. 1. Darah
a. a. Pada kasus DHF yang dijadikann pemeriksaan penunjang yaitu
menggunakan darah atau disebut lab serial yang terdiri dari hemoglobin, PCV, dan
trombosit. Pemeriksaan menunjukkan adanya tropositopenia (100.000 / ml atau
kurang) dan hemotoksit sebanyak 20% atau lebih dibandingkan dengan nilai
hematoksit pada masa konvaselen.
b. b. Hematokrit meningkat > 20 %, merupakan indikator akan timbulnya
renjatan. Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis pasti pada DHF
dengan dua kriteria tersebut ditambah terjadinya trombositopenia,
hemokonsentrasi serta dikonfirmasi secara uji serologi hemaglutnasi.
c. c. Leukosit menurun pada hari kedua atau ketiga
d. d. Hemoglobin meningkat lebih dari 20 %
e. e. Protein rendah
f. f. Natrium rendah (hiponatremi)
g. g. SGOT/SGPT bisa meningkat
h. h. Asidosis metabolic
i. i. Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan
a. 2. Urine
Kadar albumin urine positif (albuminuria) Sumsum tulang pada awal sakit biasanya
hiposeluler, kemudian menjadi hiperseluler pada hari ke 5 dengan gangguan maturasi
dan pada hari ke 10 sudah kembali normal untuk semua system
a. 3. Foto Thorax
Pada pemeriksaan foto torax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya posisi lateral
dekubitus kanan (pasien tidur disisi kanan) lebih baik dalam mendeteksi cairan
dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.
a. 4. USG
Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai dan dijadikan pertimbangan karena tidak
menggunakan sistem pengion (sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus berbagai organ
pada abdomen. Adanya acites dan cairan pleura pada pemeriksaan USG dapat
digunakan sebagai alat menentukan diagnosa penyakit yang mungkin muncul lebih
berat misalnya dengan melihat ketebalan dinding kandung empedu dan penebalan
pankreas
a. 5. Diagnosis Serologis
a. a. Uji Hemaglutinasi (Uji HI)
Tes ini adalah gold standart pada pemeriksaan serologis, sifatnya sensitif namun
tidak spesifik. Artinya tidak dapat menunjukkan tipe virus yang menginfeksi.
Antibodi HI bertahan dalam tubuh lama sekali (<48 tahun) sehingga uji ini baik
digunakan pada studi serologi epidemiologi. Untuk diagnosis pasien, kenaikan
titer konvalesen 4x lipat dari titer serum akut atau tinggi (>1280) baik pada serum
akut atau konvalesen dianggap sebagai pesumtif (+) atau diduga keras positif
infeksi dengue yang baru terjadi.
a. b. Uji komplemen Fiksasi (uji CF)
Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit dan butuh
tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi bertahan beberapa tahun saja
(sekitar 2-3 tahun).
a. c. Uji Neutralisasi Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus
dengue. Dan biasanya memakai cara Plaque Reduction Neutralization Test
(PNRT) .
b. d. IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)
Banyak sekali dipakai, uji ini dilakukan pada hari ke 4-5 infeksi virus dengue
karena IgM sudah timbul kemudian akan diikuti IgG. Bila IgM negatif maka uji
harus diulang. Apabila sakit ke-6 IgM masih negatif maka dilaporkan sebagai
negatif. IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2-3 bulan setelah adanya infeksi.
a. e. Identifikasi Virus
Cara diagnostik baru dengan reverse transcriptase polymerase chain reaction
(RTPCR) sifatnya sangat sensitif dan spesifik terhadap serotype tertentu, hasil
cepat dan dapat diulang dengan mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA dari
specimen yang berasal dari darah, jaringan tubuh manusia, dan nyamuk.
1. H. PENATALAKSANAAN
2. 1. Medis
a. a. Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien
dehidrasi dan haus. Pasien diberi banyak minum yaitu 1,5 – 2 liter dalam 24 jam.
Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat antipiretik. Jika terjadi kejang diberikan
antikonvulsan. Luminal diberikan dengan dosis : anak umur < 12 bulan 50 mg IM,
anak umur > 1tahun 75 mg. Jika kejang lebih dari 15 menit belum berhenti
luminal diberikan lagi dengan dosis 3 mg/kgBB. Infus diberikan pada pasien DHF
tanpa renjatan apabila pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum
sehingga mengancam terjadinya dehidrasi dan hematokrit yang cenderung
meningkat .
b. b. Pasien mengalami syok segera segera dipasang infus sebagai
pengganti cairan hilang akibat kebocoran plasma. Cairan yang diberikan biasanya
RL, jika pemberian cairan tersebut tidak ada respon diberikan plasma atau plasma
ekspander banyaknya 20 – 30 mL/kg BB. Pada pasien dengan renjatan berat
pemberian infus harus diguyur. Apabila syok telah teratasi, nadi sudah jelas
teraba, amplitude nadi sudah cukup besar, maka tetesan infus dikurangi menjadi
10 mL/kg BB/jam (Ngastiyah, 2005)
c. c. Cairan
a. 1) Kristaloid
• a) Larutan Ringer Laktat (RL) atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer
Laktat (D5/RL).
• b) Larutan Ringer Asetat (RA) atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer
Asetat (D5/RA).
• c) Larutan Nacl 0,9% (Garal Faali + GF) atau Dextrose 5% dalam larutan
Faali (d5/GF).
a. 2) Koloid
• a) Dextran 40
• b) Plasma
1. 2. Keperawatan
1. a. Derajat I
Pasien istirahat, observasi tanda-tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht, Hb dan
trombosit tiap 4 jam sekali. Berikan minum 1,5 – 2 liter dalam 24 jam dan
kompres hangat.
1. b. Derajat II
Segera dipasang infus, bila keadaan pasien sangat lemah sering dipasang pada 2
tempat karena dalam keadaan renjatan walaupun klem dibuka tetesan infus tetap
tidak lancar maka jika 2 tempat akan membantu memperlancar. Kadang-kadang 1
infus untuk memberikan plasma darah dan yang lain cairan biasa.
1. c. Derajat III dan IV
• 1) Penggantian plasma yang keluar dan memberikan cairan elektrolit
(RL) dengan cara diguyur kecepatan 20 ml/kgBB/jam.
• 2) Dibaringkan dengan posisi semi fowler dan diberikan O2.
• 3) Pengawasan tanda – tanda vital dilakukan setiap 15 menit.
• 4) Pemeriksaan Ht, Hb dan Trombosit dilakukan secara periodik.
• 5) Bila pasien muntah bercampur darah perlu diukur untuk tindakan
secepatnya baik obat – obatan maupun darah yang diperlukan.
• 6) Makanan dan minuman dihentikan, bila mengalami perdarahan
gastrointestinal biasanya dipasang NGT untuk membantu pengeluaran darah
dari lambung. NGT bisa dicabut apabila perdarahan telah berhenti. Jika
kesadaran telah membaik sudah boleh diberikan makanan cair.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN DENGUE HAEMORHAGIC FEVER (DHF)
a. A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan dasar utama dan hal penting dilakukan oleh perawat.
Hasil pengkajian yang dilakukan perawat berguna untuk menentukan masalah
keperawatan yang muncul pada pasien.
a. 1. Pengkajian Umum
a. a. Identitas pasien
b. b. Keluhan utama
c. c. Riwayat penyakit sekarang
d. d. Riwayat penyakit dahulu
e. e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami kejang demam, apakah ada
riwayat penyakit keturunan, kardiovaskuler, metabolik, dan sebagainya.
a. f. Riwayat psikososial
Bagaimana riwayat imunisasi, bagaimana pengetahuan keluarga mengenai demam
serta penanganannya.
a. 2. Pengkajian Fisik
a. a. Keadaan umum
Kesadaran : bisa saja Composmentis, samnolen, atau koma (tergantung dari
derajat penyakit DHF)
TTV : Biasanya terjadinya penurunan dalam pemeriksaan tanda-tanda vital
a. b. Kepala
a. 1) Wajah : mengalami kemerahan (flushig), pada hidung terjadi
epistaksis
b. 2) Mulut : adanya perdarahan pada gusi, mukosa bibirtampak kering &
kadang-kadang lidah tampak kotor dan adanya hiperemia pada tenggorokan
c. 3) Leher : Tidak ada masalah pada leher
a. c. Paru : Pernafasan dangkal, ketika dilakukan perkusi biasanya dapat
ditemukan bunyi redup lantaran adanya efusi fleura
b. d. Jantung : Dapat terjadi anemia karena kekurangan cairan
c. e. Abdomen : adanya nyeri ulu hati, ketika dilakukan palpasi dapat
ditemukan adanya pembesaran hepar & limpa
d. g. Ekstremitas : Biasanya di temukan nyeri sendi
e. h. Kulit : Ditemukan adanya ptekie, purpura, ekimosis, dan hyperemia
serta hematoma.
a. 3. Data subyektif
Merupakan data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau keluarga
pada pasien DHF, data subyektif yang sering ditemukan antara lain :
a. a. Panas atau demam
b. b. Sakit kepala
c. c. Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
d. d. Lemah
e. e. Nyeri ulu hati, otot dan sendi
f. f. Konstipasi
a. 4. Data obyektif
Merupakan data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat pada keadaan
pasien. Data obyektif yang sering ditemukan pada penderita DHF antara lain:
a. a. Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor
b. b. Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+),
epistaksis, ekimosis,hematoma, hematemesis, melena
c. c. Hiperemia pada tenggorokan
d. d. Nyeri tekan pada epigastrik
e. e. Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa
f. f. Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi,
ekstremitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
g. g. Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan
Vital sign
Monitoring
• • Monitor TD,
nadi, suhu, dan RR
• • Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
• • Monitor VS
saat pasien
berbaring, duduk
atau berdiri
• • Auskultasi
TD pada kedua
lengan dan
bandingkan
• • Monitor TD,
nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah
aktivitas
• • Monitor
kualitas dari nadi
• • Monitor
frekuensi dan irama
pernapasan
• • Monitor suara
paru
• • Monitor pola
pernapasan
abnormal
• • Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban kulit
• • Monitor
sianosis perifer
• • Monitor
adanya cushing
triad (tekanan nadi
yang melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik)
• • Identifikasi
penyebab dari
perubahan Vital
sign
Syok management
• • Monitor
fungsi neurotogis
• • Monitor
fungsi renal (e.g
BUN dan Cr :
Lavel)
• • Monitor
tekanan nadi
• • Monitor
status cairan, input,
output
• • Catat gas
darah arteri dan
oksigen dijaringan
• • Monitor EKG
• •
Memanfaatkan
pemantauan jalur
arteri untuk
meningkatkan
akurasi pembacaan
tekanan darah
• • Menggambar
gas darah arteri
dan memonitor
jaringan oksigenasi
• • Memantau
tren dalam
parameter
hemodinamik
(misalnya, CVP,
MAP, tekanan
kapiler pulmonal /
arteri)
• • Memantau
faktor penentu
pengiriman
jaringan oksigen
(misalnya, PaO2
kadar hemoglobin
SaO2, CO), jika
tersedia
• • Memantau
tingkat karbon
dioksida sublingual
dan / atau
tonometry
lambung, sesuai
• • Memonitor
gejala gagal
pernafasan
(misalnya, rendah
PaO2 peningkatan
PaCO2 tingkat,
kelelahan otot
pernafasan)
• • Monitor nilai
laboratorium
(misalnya, CBC
dengan diferensial)
koagulasi
profil,ABC, tingkat
laktat, budaya, dan
profil kimia)
• • Masukkan
dan memelihara
besarnya
kobosanan akses
IV
Bleeding reduction
• • Identifikasi
penyebab
perdarahan
• • Monitor trend
tekanan darah dan
parameter
hemodinamik
(CVP,pulmonary
capillary / artery
wedge pressure
• • Monitor
status cairan yang
meliputi intake dan
output
• • Monitor
penentu
pengiriman
oksigen ke jaringan
(PaO2, SaO2 dan
level Hb dan
cardiac output)
• • Pertahankan
patensi IV line
Bleeding reduction:
wound/luka
• • Lakukan
manual pressure
(tekanan) pada area
perdarahan
• • Gunakan ice
pack pada area
perdarahan
• • Lakukan
pressure dressing
(perban yang
menekan) pada
area luka
• • Tinggikan
ekstremitas yarg
perdarahan
• • Monitor
ukuran dan
karakteristik
hematoma
• • Monitor nadi
distal dari area
yang luka atau
perdarahan
• • Instruksikan
pasien untuk
menekan area luka
pada saat bersin
atau batuk
• • Instruksikan
pasien untuk
membatasi
aktivitas
Bleeding reduction :
gastrointestinal
• • Observasi
adanya darah
dalam sekresi
cairan tubuh:
emesis, feces,
urine, residu
lambung, dan
drainase luka
• • Monitor
complete blood
count dan leukosit
• • Kolaborasi
dalam pemberian
terapi : lactulose
atau vasopressin
• • Lakukan
pemasangan NGT
untuk memonitor
sekresi dan
perdarahan
lambung
• • Lakukan bilas
lambung dengan
NaCI dingin
• •
Dokumentasikan
warna, jumlah dan
karakteristik feses
• • Hindari pH
lambung yang
ekstrem dengan
kolaborasi
pemberian antacids
atau histamine
blocking agent
• • Kurangi
faktor stress
• • Pertahankan
jalan nafas
• • Hindari
penggunaan
anticoagulant
• • Monitor
status nutrisi
pasien
• • Berikan
cairan Intravena
• • Hindari
penggunaan aspirin
dan ibuprofen
Faktor Yang
Berhubungan :
• • Kurang
pengetahuan
tentang faktor
pemberat (mis,
merokok, gaya
hidup monoton,
trauma, obesitas,
asupan garam,
imobilitas)
• • Kurang
pengetahuan
tentang proses
penyakit (mis,
diabetes,
hyperlipidemia)
• • Diabetes
mellitus
• • Hipertensi
• • Gaya hidup
monoton
• • Merokok
a. D. EVALUASI
Evaluasi dilakukan setelah melaksanakan implementasi keperwatan. Indikator
keberhasilan dari implementasi adalah tercapainya NOC (Nursing Outcome) sesuai
dengan kriteria hasil pada masing-masing diagnosa.
DAFTAR PUSTAKA
Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.
Handayani, Wiwik, dan Hari wibowo, Andi Sulistyo. 2008. Asuhan Keperawatan Pada
Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika. 1,5,15
Hendarwanto, 2006.. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. edisi 3. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Lestari, Titik. 2016. Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta : Nuha Medika
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. EGC: Jakarta
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.