Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

APENDISITIS
A. Defenisi

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan

merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai

semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang

laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000).

Menurut Smeltzer C. Suzanne (2001), apendisitis adalah penyebab

paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen

dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.

Berdasarkan defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa apendisitis

adalah kondisi dimana terjadi infeksi pada umbai apendiks dan merupakan

penyakit bedah abdomen yang paling sering terjadi.

Menurut Sjamsuhidayat (2004), apendisitis terdiri dari lima bagian

antara lain :

1. Apendisitis akut

Adalah peradangan apendiks yang timbul meluas dan mengenai peritoneum

pariental setempat sehingga menimbulkan rasa sakit di abdomen kanan

bawah.

2. Apendisitis infiltrat (Masa periapendikuler)

Apendisitis infiltrat atau masa periapendikuler terjadi bila apendisitis

ganggrenosa di tutupi pendinginan oleh omentum.

3. Apendisitis perforata

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 1


Ada fekalit didalam lumen, Umur (orang tua atau anak muda) dan

keterlambatan diagnosa merupakan faktor yang berperan dalam terjadinya

perforasi apendiks.

4. Apendisitis rekuren

Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama kali sembuh

spontan, namun apendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena

terjadi fibrosis dan jaringan parut. Resikonya untuk terjadinya serangan lagi

sekitar 50%.

5. Apendisitis kronis

Fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen

apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan infiltrasi sel

inflamasi kronik.

B. Etilogi

Penyebab penyakit apendisitis secara pasti belum diketahui. Tetapi,

terjadinya apendisitis ini umumnya karena bakteri. Selain itu, terdapat banyak

faktor pencetus terjadinya penyakit ini diantaranya sumbatan lumen apendiks,

hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris yang

dapat menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan

apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica.

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan

rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis juga

merupakan faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Konstipasi akan menaikkan

tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks

dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini

mempermudah timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidayat, 2004).

C. Patofisiologi

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 2


Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks

oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis

akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut

menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin

lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks

mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan

intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe

yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada

saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut

akan menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan

menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum

setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini

disebut apendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding

apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis

gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis

perforasi. Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang

berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal

yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat

menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih

pendek dan apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis.

Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang

sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua,

perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer,

2000).

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 3


D. Manifestasi Klinik

Menurut Arief Mansjoer (2002), keluhan apendisitis biasanya bermula

dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan

muntah. Dalam 2 – 12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah yang

akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan

anoreksia, malaise dan demam yang tak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat

konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah.

Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang

menetap namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan

semakin progresif dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan

satu titik dengan nyeri maksimal perkusi ringan pada kuadran kanan bawah

dapat membantu menentukan lokasi nyeri.

Menurut Suzanne C Smeltzer dan Brenda G Bare (2002), apendisitis

akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh radang

mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat. Nyeri kuadran

bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan

hilangnya nafsu makan. Pada apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat

dirasakan pada kuadran kanan bawah pada titik Mc.Burney yang berada antara

umbilikus dan spinalis iliaka superior anterior. Derajat nyeri tekan, spasme otot

dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya

infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar di belakang sekum, nyeri

tekan terasa di daerah lumbal. Bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini

dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi

menunjukkan ujung apendiks berada dekat rektum. Nyeri pada saat berkemih

menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter.

Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan dapat terjadi. Tanda

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 4


rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang

secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah.

Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi menyebar. Distensi abdomen

terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk. Pada pasien lansia,

tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda tersebut

dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau proses penyakit

lainnya. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai ia mengalami ruptur

apendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi pada lansia karena

banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan tidak

secepat pasien-pasien yang lebih muda.

Menurut Diane C. Baughman dan JiAnn C. Hackley (2000),

manifestasi klinis apendisitis adalah sebagai berikut:

1. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya disertai dengan demam derajat

rendah, mual, dan seringkali muntah

2. Pada titik Mc Burney terdapat nyeri tekan setempat karena tekanan dan

sedikit kaku dari bagian bawah otot rektus kanan

3. Nyeri alih mungkin saja ada; letak apendiks mengakibatkan sejumlah nueri

tekan, spasme otot, dan konstipasi serta diare kambuhan

4. Tanda Rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kanan bawah ,

yang menyebabkan nyeri kuadran kiri bawah)

5. Jika terjadi ruptur apendiks, maka nyeri akan menjadi lebih menyebar;

terjadi distensi abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 5


Pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan pada pasien yang

diduga appendicitis akut adalah pemeriksaan darah lengkap dan test

protein reaktive (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap sebagian besar

pasien biasanya ditemukan jumlah leukosit di atas 10.000 dan neutrofil

diatas 75 %. Sedangkan pada pemeriksaan CRP ditemukan jumlah serum

yang mulai meningkat pada 6-12 jam setelah inflamasi jaringan.

2. Pemeriksaan urine

Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.

pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis

banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai

gejala klinis yang hampir sama dengan appendisitis.

3. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiologi yang biasa dilakukan pada pasien yang

diduga appendicitis akut antara lain adalah Ultrasonografi, CT-scan. Pada

pemeriksaan ultrasonogarafi ditemukan bagian memanjang pada tempat

yang terjadi inflamasi pada appendiks. Sedang pada pemeriksaan CT-scan

ditemukan bagian yang menyilang dengan apendicalith serta perluasan dari

appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran dari saekum.

4. Pemeriksaan USG

Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan

pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses.

Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding

seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.

5. Abdominal X-Ray

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 6


Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab

appendisitis. pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.

F. Penatalaksanaan

Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah

ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk

membatasi aktivitas fisik sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat

diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk

mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko

perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal,

secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan metode

terbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak

dipilih oleh para ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas

sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan

ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih terdapat

keraguan. Bila terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada

kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak

(Smeltzer C. Suzanne, 2002).

Menurut Arief Mansjoer (2000), penatalaksanaan apendisitis adalah

sebagai berikut:

1. Tindakan medis

a. Observasi terhadap diagnosa

Dalam 8 – 12 jam pertama setelah timbul gejala dan tanda apendisitis,

sering tidak terdiagnosa, dalam hal ini sangat penting dilakukan

observasi yang cermat. Penderita dibaringkan ditempat tidur dan tidak

diberi apapun melalui mulut. Bila diperlukan maka dapat diberikan

cairan aperviteral. Hindarkan pemberian narkotik jika memungkinkan,

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 7


tetapi obat sedatif seperti barbitural atau penenang tidak karena

merupakan kontra indikasi. Pemeriksaan abdomen dan rektum, sel

darah putih dan hitung jenis di ulangi secara periodik. Perlu dilakukan

foto abdomen dan thorak posisi tegak pada semua kasus apendisitis,

diagnosa dapat jadi jelas dari tanda lokalisasi kuadran kanan bawah

dalam waktu 24 jam setelah timbul gejala.

b. Intubasi

Dimasukkan pipa naso gastrik preoperatif jika terjadi peritonitis atau

toksitas yang menandakan bahwa ileus pasca operatif yang sangat

menggangu. Pada penderita ini dilakukan aspirasi kubah lambung jika

diperlukan. Penderita dibawa kekamar operasi dengan pipa tetap

terpasang.

c. Antibiotik

Pemberian antibiotik preoperatif dianjurkan pada reaksi sistematik

dengan toksitas yang berat dan demam yang tinggi .

2. Terapi bedah

Pada apendisitis tanpa komplikasi, apendiktomi dilakukan segera setelah

terkontrol ketidakseimbangan cairan dalam tubuh dan gangguan sistematik

lainnya. Biasanya hanya diperlukan sedikit persiapan. Pembedahan yang

direncanakan secara dini baik mempunyai praksi mortalitas 1 % secara

primer angka morbiditas dan mortalitas penyakit ini tampaknya

disebabkan oleh komplikasi ganggren dan perforasi yang terjadi akibat

yang tertunda.

3. Terapi pasca operasi

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 8


Perlu dilakukan obstruksi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya

perdarahan didalam, syok hipertermia, atau gangguan pernapasan angket

sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung

dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan

baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien

dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi

atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali

normal. Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu

naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makan saring,

dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi

pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit.

Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar. Hari

ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

G. Komplikasi

Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang

dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi

adalah 10% sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia.

Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup

demam dengan suhu 37,7 oC atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri

atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer dan Barre, 2002).

H. Pencegahan

1. Diet tinggi serat akan sangat membantu melancarkan aliran pergerakan

makanan dalam saluran cerna sehingga tidak tertumpuk lama dan

mengeras.

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 9


2. Minum air putih minimal 8 gelas sehari dan tidak menunda buang air besar

juga akan membantu kelancaran pergerakan saluran cerna secara

keseluruhan.

I. Prognosis

Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas

dan morbiditas penyakit apendisitis sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan

meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan

berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat. Terminologi apendisitis

kronis sebenarnya tidak ada (Mansjoer, 2000).

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 10


BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Biodata

Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/

bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.

2. Lingkungan

Dengan adanya lingkungan yang bersih, maka daya tahan tubuh penderita

akan lebih baik daripada tinggal di lingkungan yang kotor.

3. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama

Nyeri pada daerah kuadran kanan bawah, nyeri sekitar umbilikus.

b. Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat operasi sebelumnya pada kolon.

c. Riwayat kesehatan sekarang

Sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama keluhan terjadi,

bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana keluhan timbul,

keadaan apa yang memperberat dan memperingan.

4. Pemeriksaan fisik

a. Inspeksi

Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling,

sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi abdomen.

b. Palpasi

Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan

bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 11


bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan

perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah, ini

disebut tanda Rovsing (Rovsing sign). Dan apabila tekanan pada perut

kiri dilepas maka juga akan terasa sakit di perut kanan bawah, ini disebut

tanda Blumberg (Blumberg sign).

c. Pemeriksaan colok dubur

Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis untuk menentukkan letak

apendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan

pemeriksaan ini terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang

meradang di daerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis

apendisitis pelvika.

d. Uji psoas dan uji obturator

Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk mengetahui letak apendiks yang

meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas mayor

lewat hiperekstensi sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan.

Bila apendiks yang meradang menempel pada m.psoas mayor, maka

tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji

obturator dilakukan gerakan fleksi dan andorotasi sendi panggul

pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan

m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka

tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada

apendisitis pelvika.

5. Perubahan pola fungsi

Data yang diperoleh dalam kasus apendisitis menurut Doenges

(2000) adalah sebagai berikut :

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 12


a. Aktivitas / istirahat

Gejala : Malaise

b. Sirkulasi

Tanda : Takikardi

c. Eliminasi

Gejala : Konstipasi pada awitan awal. Diare (kadang-kadang)

Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan/ nyeri lepas, kekakuan. Penurunan

atau tidak ada bising usus

d. Makanan / cairan

Gejala : Anoreksia, mual/muntah

e. Nyeri / kenyamanan

Gejala : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang

meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc.Burney

(setengah jarak antara umbilikus dan tulang ileum kanan),

meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam

(nyeri berhenti tiba-tiba diduga perforasi atau infark pada

apendiks). Keluhan berbagai rasa nyeri/ gejala tak jelas

(berhubungan dengan lokasi apendiks, contoh : retrosekal atau

sebelah ureter)

Tanda : Perilaku berhati-hati; berbaring ke samping atau telentang

dengan lutut ditekuk. Meningkatnya nyeri pada kuadran kanan

bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/ posisi duduk tegak.

Nyeri lepas pada sisi kiri diduga inflamasi peritoneal

f. Pernapasan

Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 13


g. Keamanan

Tanda : Demam (biasanya rendah).

6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Laboratorium

Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP).

Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara

10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%. Sedangkan

pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.

b. Radiologi

Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan

ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi

inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan

ditemukan bagian menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari

apendiks yang mengalami inflamasi serta pelebaran sekum.

B. Diagnosa

Menurut Judith M. Wilkinson dan Nancy R. Ahern dalam Buku Saku

Diagnosis Keperawatan NANDA NIC NOC (2011), diagnosa keperawatan pre

operatif pada penderita apendisitis akut adalah sebagai berikut:

1. Kekurangan volume cairan tubuh

2. Hipertermi

3. Nyeri akut

4. Hambatan mobilitas fisik

5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

6. Ansietas

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 14


C. Penyimpangan KDM

Fekalit, benda asing, jaringan parut, tumor apendiks


dan cacing askaris

Obstruksi lumen apendiks

Ketidakseimbangan produksi Migrasi bakteri dari


& ekskresi mucus colon ke apendiks

Peningkatan intra lumen

Terhambatnya aliran Obstruksi vena


Arteri
limfe
terganggu
Edema &
Edema dan ulserasi peningkatan tekanan
intral umen
Terjadi infark
pada usus Nyeri epigastrium
Peradangan dinding
apendiks
Nekrosis Nyeri akut
apendiks

Hambatan Peradangan Mual dan Mekanisme


Gangren mobilitas fisik meluas ke muntah kompensasi tubuh
peritonium
Apendiks Absorbsi Peningkatan
gangrenosa makanan tidak leukosit dan
Rencana
pembedahan adekuat, suhu tubuh
pengeluaran
cairan aktif
Ansietas Hipertermi

Kekurangan Nutrisi kurang


volume cairan dari kebutuhan
tubuh tubuh

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 15


D. Intervensi

Menurut Judith M. Wilkinson dan Nancy R. Ahern dalam Buku Saku

Diagnosis Keperawatan NANDA NIC NOC (2011), intervensi yang biasa

muncul pada penderita apendisitis akut pre operatif adalah sebagai berikut:

1. Kekurangan volume cairan tubuh

Batasan Karakteristik

Subjektif

Haus

Objektif

a. Perubahan status mental

b. Penurunan turgor kulit dan lidah

c. Penurunan haluaran urine

d. Kulit dan membran mukosa kering

e. Hematokrit meningkat

f. Suhu tubuh meningkat

g. Kelemahan

h. Peningkatan frekuensi nadi, penurunan tekanan darah, penurunan

volume dan tekanan nadi.

Faktor yang berhubungan

a. Kehilangan volume cairan aktif

b. Asupan cairan yang tidak adekuat

Tujuan dan Kriteria Hasil NOC

a. Kekurangan volume cairan akan teratasi ditandai dengan

keseimbangan cairan, keseimbanagn elektrolit dan asam basa, hidrasi

yang adekuat, dan status nutrisi: asupan makanan dan cairan adekuat.

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 16


b. Keseimbangan elektrolit dan asam basa akan dicapai dibuktikan

dengan :

1) Memiliki konsentrasi urine yang normal

2) Tidak mengalami haus abnormal

3) Memiliki asupan cairan oral dan atau intravena yang adekuat

4) Memiliki keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam

24 jam.

5) Menamilkan hidrasi yang baik (membran mukosa lembap, mampu

berkeringat.

Intervensi NIC

a. Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan

b. Observasi khususnya terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit,

misalnya diare

c. Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan cairan

(misalnya kadar hematokrit, BUN, albumin, protein total, osmolalitas

serum, dan berat jenis urine).

d. Pantau status hidrasi misalnya kelembapan membran mukosa,

keadekuatan nadi, dan tekanan darah ortostatik.

e. Kaji orientasi terhadap orang, tempat dan waktu

f. Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk mengatur

keseimbangan cairan

g. Memberikan dan memantau cairan dan obat intravena

h. Membantu dan menyediakan asupan makanan dan cairan dalam diet

seimbang

i. Timbang berat badan setiap hari dan pantau kecendrungannya

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 17


j. Tentukan jumlah cairan yang masuk dalm 24 jam, hitung asupan yang

diinginkan sepanjang sif siang, soreh, dan malam

k. Anjurkan melakukan higiene oral secara sering

l. Kolaborasi pemberian terapi IV sesuai program.

2. Hipertermi

Batasan Karakteristik

Objektif

a. Kulit merah

b. Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal

c. Frekuensi napas meningkat

d. Kejang atau konvulsi

e. Kulit teraba hangat

f. Takikardi

g. Takipneu

Faktor yang Berhubungan

a. Dehidrasi

b. Penyakit atau trauma

c. Ketidakmampuan atau penurunan kemampuan untuk berkeringat

d. Pakaian yang tidka tepat

e. Obat atau anastesia

f. Terpajan lingkungan yang panas (jangka panjang)

g. Aktivitas yang berlebihan

Tujuan dan Kriteria Hasil NOC

a. TTV dalam rentang normal

b. Pasien akan menunjukkan termoregulasi

c. Melaporkan tanda dan gejala dini hipertermia

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 18


d. Menjelaskan tindakan untuk mencegah atau meminimalkan

peningkatan suhu tubuh.

Intervensi NIC

a. Pantau TTV

b. Pantau hidrasi (misalnya turgor kulit, kelembapan membran mukosa)

c. Kaji ketepatan jenis pakaian yang digunakan, sesuai dengan suhu

lingkungan

d. Regulasi suhu NIC:

Pantau suhu minimal setiap dua jam, sesuai kebutuhan

Pantau warna kulit dan suhu

e. Anjurkan asupan cairan oral, sedikitnya 2 liter per hari

f. Ajarkan pasien/keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan

mengenali secara dini hipertermia (misalnya sengatan panas, keletihan

akibat panas)

g. Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan selimut

saja

h. Berikan kompres hangat untuk mengatasi demam

i. Kolaborasi pemberian obat antipiretik.

3. Nyeri akut

Batasan Karakteristik

Subjektif

Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan (nyeri) dengan isyarat

Objektif

a. Posisi untuk menghindari nyeri

b. Perubahan tonus otot (dengan rentang dari lemas, tidak bertenaga

sampai kaku

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 19


c. Perubahan selera makan

d. Perilaku ekspresif (misalnya gelisah, merintih, menangis, peka

terhadap rangsang, dan menghela napas panjang)

e. Wajah topeng (nyeri)

f. Perilaku menjaga atau sikap melindungi

g. Bukti nyeri yang dapat diamati

h. Berfokus pada diri sendiri

i. Gangguan tidur (mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur, atau tidak

menentu dan menyeringai)

Tujuan dan Kriteria Hasil NOC

a. Memperlihatkan Pengendalian Nyeri, yang dibuktikan oleh indikator

sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang,

sering atau selalu ):

1) Mengenali awitan nyeri

2) Menggunakan tindakan pencegahan

3) Melaporkan nyeri dapat dikendalikan

b. Melaporkan Tingkat Nyeri, yang dibuktikan oleh indikator sebagai

berikut (sebutkan 1-5: sangat berat, berat, sedang, ringan atau tidak ada):

1) Ekspresi nyeri pada wajah

2) Gelisah atau ketegangan otot

3) Durasi episode nyeri

4) Merintih dan menangis

5) Gelisah

SKALA NYERI

Nilai Skala Nyeri

0 Tidak nyeri

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 20


1 Seperti gatal, tersetrum / nyut-nyut

2 Seperti melilit atau terpukul

3 Seperti perih

4 Seperti keram

5 Seperti tertekan atau tergesek

6 Seperti terbakar atau ditusuk-tusuk

7–9 Sangat nyeri tetapi dapat dikontrol oleh klien

dengan aktivitas yang biasa dilakukan.

10 Sangat nyeri dan tidak dapat dikontrol oleh klien.

Keterangan : 1–3 (Nyeri ringan)

4–6 (Nyeri sedang)

7–9 (Nyeri berat)

10 (Sangat nyeri)

Intervensi NIC

a. Kaji tingkat nyeri dengan menggunakan skala 0-10

b. Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan terhadap

nyeri dan respon pasien

c. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, imajinasi tebimbing, terapi musik,

terapi bermain, distraksi, kompres hangat atau dingin sebelum, setelah,

dan jika memungkinkan , selama aktivitas yang menimbulkan nyeri,

sebelum nyeri terjadi atau meningkat, dan bersama penggunaan tindakan

peredaan nyeri yang lain.

d. Lakukan perubahan posisi, massase [punggung dan relaksasi

e. Libatkan pasien dalam pengambilan keputusan yang menyangkutn

aktivitas keperawatan

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 21


f. Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas, bukan pada nyeri dan

rasa tidak nyaman dengan melakukan pengalihan melalui TV, radion, dan

interaksi dengan pengunjung

g. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai program terapi

4. Hambatan mobilitas fisik

Batasan Karakteristik

Objektif

a. Penurunan waktu reaksi

b. Kesulitan membolak-balik tubuh

c. Dispnea saat beraktivitas

d. Perubahan cara berjalan (misalnya, penurunan aktivitas dan kecepatan

berjalan, kesulitan utnuk memulai berjalan, langkah kecil, berjalan

dengan menyeret kaki, pada saat berjalan badan mengayun ke

samping)

e. Pergerakan menyentak

f. Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik

kasar

g. Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik

halus

h. Keterbatasan rentang pergerakan sendi

i. Tremor yang diinduksi oleh pergerakan

j. Ketidakstabilan postur tubuh (saat melakukan rutinitas aktivitas

kehidupan sehari-hari)

k. Melambatnya pergerakan

l. Gerakan tidak teratur atau tidak terkoordinasi.

Faktor yang Berhubungan

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 22


a. Perubahan metabolisme sel

b. Indeks massa tubuh di atas persentil ke-75 sesuai usia

c. Gangguan kognitif

d. Kepercayaan budaya terkait aktivitas sesuai usia

e. Penurunan kekuatan, kendali, atau massa otot

f. Keadaan alam perasaan depresi atau ansietas

g. Keterlambatan perkembangan

h. Ketidaknyamanan

i. Intoleransi aktivitas dan penuruna kekuatan dan ketahanan

j. Kaku sendi atau kontraktur

k. Defesiensi pengetahuan tentang nilai aktivitas fisik

l. Kurang dukungan lingkungan fisik atau sosial

m. Keterbatasan ketahanan kardiovaskular

n. Hilangnya integritas struktur tulang

o. Medikasi

p. Gangguan muskuloskeletal

q. Gangguan neuromuskular

r. Nyeri

s. Program pembatasan pergerakan

t. Keengganan untuk memulai pergerakan

u. Gaya hidup yang kurang gerak atau disuse atau melemah

v. Malnutrisi (umum atau selektif)

w. Gangguan sensori persepsi

Tujuan dan Kriteria Hasil NOC

Memperlihatkan mobilitas yang dibuktikan dengan indikator:

Keseimbangan

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 23


Koordinasi

Performa posisi tubuh

Pergerakan sendi dan otot

Berjalan

Bergerak dengan mudah

Aktivitas Keperawatan

Tingkat 1

a. Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan kesehatan di rumah dan

kebutuhan terhadap peralatan pengobatan yang tahan lama

b. Ajarkan pasien tentang dan pantau penggunaan alat bantu mobilitas

c. Ajarkan dan bantu pasien dalam proses berpindah (misalnya dari

tempat tidur ke kursi)

d. Rujuk ke ahli terapi fisik untuk program latihan

e. Berikan penguatan positif selama aktivitas

f. Bantu pasien untuk menggunakan alas kaki antiselip yang mendukung

untuk berjalan

g. Pengaturan posisi (NIC):

1) Ajarkan pasien bagaimana menggunakan postur dan mekanika

tubuh yang benar saat melakukan aktivitas

2) Pantau ketepatan pemasangan traksi

Tingkat 2

a. Kaji kebutuhan belajar pasien

b. Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan kesehatan dari lembaga

kesehatan di rumah dan alat kesehatan yang tahan lama

c. Ajarkan dan dukungpasien dalam latihan ROM aktif atau pasif untuk

mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 24


d. Instruksikan dan dukung pasien untuk menggunakan trapeze atau

pemberat untuk meningkatkan serta memperthanakan kekuatan

ekstremitas atas

e. Ajarkan teknik ambulasi dan berpindah yang aman

f. Instruksikan pasien untuk menyangga berat badannya

g. Instruksikan pasien untuk memperhatikan kesejajaran tubuh yang

benar

h. Gunakan ahli terapi fisik dan okupasi sebagai suatu sumber untuk

mengembangkan perencanaan dan mempertahankan atau

meningkatkan mobilitas

i. Berikan penguatan positif selama aktivitas

j. Awasi seluruh upaya mobilitas dan bantu pasien, jika diperlukan

k. Gunakan sabuk penyokong saat memberikan bantuan ambulasi atau

perpindahan.

Tingkat 3dan 4

a. Tentukan tingkat motivasi pasien untuk mempertahankan atau

mengembalikan mobilitas sendi dan otot

b. Gunakan ahli terapi fisik dan okupasi sebagai sumber dalam

perencanaan aktivitas perawatan pasien

c. Dukung pasien dan keluarga untuk memandang keterbatasan dengan

realistis

d. Berikan penguatan positif selama aktivitas

e. Berikan analgesik sebelum memulai latihan fisik

f. Susun rencana yang spesifik, seperti:

1) Tipe alat bantu

2) Posisi pasien

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 25


3) Cara memindahkan dan mengubah posisi pasien

4) Jumlah personel yang dibutuhkan untuk memobilisasi pasien

5) Peralatan eliminasi yang diperlukan (misal, pispot, urinal, dan pispot

fraktur)

6) Jadwal aktivitas

g. Pengaturan posisi (NIC):

1) Pantau pemasangan alat traksi yang benar

2) Letakkan matras atau tempat tidur terapeutik dengan benar

3) Atur posisi dengan kesejajaran tubuh yang benar

4) Letakkan pada posisi terapeutik

5) Ubah posisi pasien yang imobilisasi minimal setiap dua jam

berdasarkan jadwal spesifik

6) Letakkan tombol pengubah posisi tempat tidur dan lampu pemanggil

dalam jangkauan pasien

7) Dukung latihan ROM aktif atau pasif, jika diperlukan.

5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Batasan Karakteristik

Subjektif

a. Kram abdomen

b. Nyeri abdomen

c. Menolak makan

d. Persepsi ketidakmampuan untuk mencerna makanan

e. Melaporkan perubahan sensasi rasa

f. Merasa cepat kenyang setelah mengomsumsi makanan

Objektif

a. Diare atau steatore

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 26


b. Bising usus hiperaktif

c. Kurangnya minat terhadap makanan

d. Membran mukosa pucat

e. Tonus otot buruk

f. Menolak untuk makan

g. Kelemahan otot untuk menelan atau mengunyah

Faktor yang Berhubungan

a. Kesulitan mengunyah atau menelan

b. Intoleransi makanan

c. Faktor ekonomi

d. Kebutuhan metabolik tinggi

e. Kurang pengetahuan dasar tentang nutrisi

f. Hilang nafsu makan

g. Mual dan muntah

h. Pengabaian oleh orang tua

Tujuan dan Kriteria Hasil NOC

a. Selera makan: Keinginan untuk makan ketika dalam keadaan sakit

atau sedang menjalani pengobatan

b. Memperlihatkan status gizi yang adekuat

c. Mengungkapkan tekad untuk mematuhi diet

d. Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal

e. Melaporkan tingkat ekergi yang adekuat.

Tujuan dan Kriteria Hasil menurut Wilkinson (2007)

Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan ebutuhan nutrisi

pasien terpenuhi dengan kriteria hasil: asupan makanan dan cairan adekuat,

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 27


zat gizi terpenuhi, asupan cairan oral atau IV dapat terpenuhi dengan baik,

serta mencapai berat badan ideal

Intervensi NIC

a. Kaji faktor pencetus mual dan muntah

b. Catat warna, jumlah, dan frekuensi muntah

c. Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan

d. Manajemen nutrisi NIC:

1) Ketahui makanan kesukaan pasien

2) Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi

3) Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan

4) Timbang pasien pada interval yang tepat

e. Ajarkan orang tua dan anak tentang makanan yang bergizi dan tidak

mahal

f. Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana

memenuhinya

g. Berikan makanan dalam porsi sedikit tetapi sering dengan makanan

yang bervariasi

h. Membantu pasien untuk makan

i. Kolaborasi pemberian obat antiemetik dan atau analgesik sebelum

makan atau sesuai dengan jadwal yang dianjurkan.

6. Ansietas

Batasana Karakteristik

Perilaku

a. Penurunan produktivitas

b. Mengekspresikan kekhawatiran akibat perubahan dalam peristiwa

hidup

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 28


c. Gerakan yang tidak relevan (misalnya mengeret kaki, gerakan lengan)

d. Gelisah

e. Memandang sekilas

f. Insomnia

g. Kontak mata buruk

h. Resah

i. Menyelidik dan tidak waspada

Afektif

a. Gelisah

b. Kesedihan yang mendalam

c. Distres

d. Ketakutan

e. Perasaan tidak adekuat

f. Fokus pada diri sendiri

g. Peningkatan kekhawatiran

h. Iritabilitas

i. Gugup

j. Gembira berlebihan

k. Nyeri dan peningkatan ketidakberdayaan yang persisten

l. Marah

m. Menyesal

n. Perasaan takut

o. Ketidakpastian

p. Khawatir

Fisiologis

a. Wajah tegang

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 29


b. Insomnia

c. Peningkatan keringat

d. Peningkatan ketegangan

e. Terguncang

f. Gemetar atau tremor di tangan

g. Suara bergetar

Parasimpatis

a. Nyeri abdomen

b. Penurunan tekanan darah

c. Penurunan nadi

d. Diare

e. Pingsan

f. Keletihan

g. Mual

h. Gangguan tidur

i. Kesemutan pada ekstremitas

j. Sering berkemih

k. Berkemih tidak lampias

l. Urgensi berkemih

Simpatis

a. Anoreksia

b. Eksitasi kardiovaskuler

c. Diare

d. Mulut kering

e. Wajah kemerahan

f. Jantung berdebar-debar

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 30


g. Peningkatan tekanan darah

h. Peningkatan nadi

i. Peningkatan refleks

j. Peningkatan pernapasan

k. Dilatasi pupil

l. Kesulitan bernapas

m. Vasokontriksi superfisial

n. Kedutan otot

o. Kelemahan

Kognitif

a. Kesadaran terhadap gejala-gejala fisiologis

b. Blocking pikiran

c. Konfusi

d. Penurunan lapang pandang

e. Kesulitan untuk berkonsentrasi

f. Keterbatasan kemampuan untuk menyelesaikan masalah

g. Keterbatasan kemampuan untuk belajar

h. Takut terhadap konsekuensi yang tidak spesifik

i. Fokus pada diri sendiri

j. Mudah lupa

k. Gangguan perhatian

l. Tenggelam dalam dunia sendiri

m. Melamun

n. Kecendruangan untuk menyalahkan orang lain

Faktor yang Berhubungan

a. Terpajan toksin

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 31


b. Hubungan keluarga/hereditas

c. Transmisi dan penularan interpersonal

d. Krisis situasi dan maturasi

e. Stres

f. Penyalahgunaan zat

g. Ancaman kematian

h. Ancaman atau perubahan pada status peran, fungsi peran, lingkungan,

status kesehatan, status ekonomi, atau pola interaksi

i. Ancaman terhadap konsep diri

j. Konflik yang tidak disadari tentang nilai dan tujuan hidup yang esensial

k. Kebutuhan yang tidak terpenuhi

Tujuan dan Kriteria Hasil NOC

a. Ansietas berkurang

b. Kemampuan untuk fokus pada stimulus tertentu

c. Memiliki TTV dalam batas normal

d. Meneruskan aktivitas yang dibutuhkan meskipun mengalami

kecemasan

Intervensi NIC

a. Kaji tingkat ansietas pasien

Skala Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) dalam penilaian

kecemasan (ansetas) terdiri dari 14 item, meliputi:

1) Perasaan Cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah

tersinggung.

2) Merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.

3) Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal

sendiri dan takut pada binatang besar.

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 32


4) Gangguan tidur sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari,

tidur tidak pulas dan mimpi buruk.

5) Gangguan kecerdasan : penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit

konsentrasi.

6) Perasaan depresi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada

hoby, sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.

7) Gejala somatik : nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara

tidak stabil dan kedutan otot.

8) Gejala sensorik : perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka

merah dan pucat serta merasa lemah.

9) Gejala kardiovaskuler : takikardi, nyeri di dada, denyut nadi

mengeras dan detak jantung hilang sekejap.

10) Gejala pernapasan : rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering

menarik napas panjang dan merasa napas pendek.

11) Gejala gastrointestinal: sulit menelan, obstipasi, berat badan

menurun, mual dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah

makan, perasaan panas di perut.

12) Gejala urogenital : sering keneing, tidak dapat menahan keneing,

aminorea, ereksi lemah atau impotensi.

13) Gejala vegetatif : mulut kering, mudah berkeringat, muka merah,

bulu roma berdiri, pusing atau sakit kepala.

14) Perilaku sewaktu wawancara : gelisah, jari-jari gemetar,

mengkerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat

dan napas pendek dan cepat.

Cara Penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan

kategori:

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 33


0 = tidak ada gejala sama sekali

1 = Ringan / Satu dari gejala yang ada

2 = Sedang / separuh dari gejala yang ada

3 = berat / lebih dari ½ gejala yang ada

4 = sangat berat / semua gejala ada

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor


dan item 1-14 dengan hasil:

1) Skor < 14 = tidak ada kecemasan.

2) Skor 14 - 20 = kecemasan ringan.

3) Skor 21 – 27 = kecemasan sedang.

4) Skor 28 – 41 = kecemasan berat.

5) Skor 42 – 56 = panik.

b. Gali bersama pasien tentang teknik yang berhasil dan tidak berhasil

menurunkan ansietas di masa lalu

c. Berikan informasi tentnag gejala ansietas

d. Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan secara verbal

pikiran dan aperasaan untuk mengeksternalisasikan ansietas

e. Yakinakan kembali pasien melalui sentuhan, dan sikap empatik secara

verbal dan nonverbal secara bergantian

f. Dorong pasien untuk mengekspresikan kemarahan dan iritasi serta

izinkan pasien untuk menangis

g. Bermain dengan anak atau bawa anak ke tempat bermain anak di rumah

sakit dan libatkan anak dalam permainan

h. Kolaborasi pemberian obat untuk menurunkan ansietas.

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 34


DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diane C dan Hackley, JiAnn C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah:

Buku Saku untuk Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC.

_____________2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC.

Sjamsuhidajat, R dan Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8
Volume 2, Alih Bahasa Kuncara, H.Y, dkk. Jakarta: EGC.

Wilkinson, Judith M dan Ahern, Nancy R. 2011. Buku Saku Diagnosis

Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil Noc.

Jakarta: EGC.

Laporan Pendahuluan Apendisitis | 35

Anda mungkin juga menyukai