Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan Vol. 4 No.

1 Januari 2020, Halaman 43 – 52 pISSN : 2356-3079


UP2M AKPER Widya Husada Semarang eISSN : 2685-1946

PENERAPAN TEHNIK DISTRAKSI NAFAS RITMIK


UNTUK MENURUNKAN NYERI PADA PASIEN POST APENDIKTOMI

Vivi Rahmatun1 Wijanarko Heru2


1
Mahasiswa Akademi Keperawatan Widya Husada Semarang
2
Dosen Akademi Keperawatan Widya Husada Semarang
Email: vivirahmatun583@gmail.com

ABSTRAK

Apendisitis merupakan suatu kondisi dimana infeksi terjadi pada umbai cacing dan sering dijumpai di negara
maju. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh tehnik distraksi nafas ritmik terhadap penurunan
tingkat nyeri post apendiktomi di ruang Anggrek dan Amarilis. Desain penelitian ini adalah studi kasus dengan
metode deskriptif dan rancangan yang diambil adalah One Group PreTest – PostTest. Instrumen yang
digunakan melalui observasi tentang pemeriksaan intensitas nyeri dan penerapan tehnik ditraksi nafas ritmik.
Penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. Dahyatma, MPH Semarang pada tanggal 28 November – 4 Desember
2018. Dari pengkajian awal kedua responden memiliki tingkat skala nyeri yang berbeda didapatkan data
intensitas nyeri skala 4 dan skala 3 (dari 0-10), setelah diberikan terapi distraksi nafas ritmik selama 3 hari
berturut-turut dengan kondisi pasien tidak dalam pengaruh obat didapatkan data pada responden 1 dari awalnya
skala nyeri 4 menjadi skala 1 dan pada responden 2 awalnya skala nyeri 3 menjadi skala 1. Melihat hasil
penelitian ini maka dianjurkan kepada penderita apendiktomi untuk melakukan tehnik distraksi nafas ritmik
sebagai terapi alternatif untuk menurunkan tingkat nyeri post apendiktomi selain terapi farmakologis.

Kata kunci: Tehnik Distraksi Nafas Ritmik, Tingkat Nyeri Post Op Apendiktomi

ABSTRACT

Appendicitis is a condition where infection occurs in the worm tufts and is often found in developed countries.
The purpose of this study was to determine the effect of rhythmic breath distraction techniques on decreasing
post-appendectomy pain levels in the Anggrek and Amarilis rooms. The design of this study is a case study with
a descriptive method and the design taken is the PreTest One Group - PostTest. The instrument used through
observation about the examination of pain intensity and the application of the technique of rhythmic breath
contraction. Research conducted at Dr. Hospital Dahyatma, MPH Semarang on 28 November - 4 December
2018. From the initial assessment both respondents had different pain scale levels obtained data on pain
intensity scale 4 and scale 3 (from 0-10), after being given rhythmic breath distraction therapy for 3 consecutive
days according to the patient's condition not in the influence of the drug data obtained on respondents 1 from
the scale of pain 4 to scale 1 and in respondent 2 initially the scale of pain 3 became a scale 1. Seeing the
results of this study it is recommended to sufferers of appendectomy to perform rhythmic breath distraction
techniques as alternative therapy to reduce post appendectomy pain levels in addition to pharmacological
therapy.

Keywords: technique of rhythmic breath distraction, post appendectomy pain levels

43
Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan Vol. 4 No. 1 Januari 2020, Halaman 43 – 52 UP2M AKPER Widya Husada Semarang

PENDAHULUAN
Apendisitis atau radang apendiks yang dapat menyebabkan peritonitis atau
merupakan kasus infeksi pada organ abses. Sedangkan apendiktomi adalah
dalam yang sering dijumpai di negara- pengangkatan terhadap apendiks
negara maju, sedangkan pada negara- terimplamasi dengan prosedur atau
negara berkembang jumlahnya lebih pendekatan endoskopi (Ratu R, Ardian &
sedikit, hal ini mungkin terkait dengan Adwan, G Made, 2013).
diet serat yang kurang pada masyarakat Angka kejadian apendisitis cukup tinggi
desa yang cukup banyak mengkonsumsi di dunia. Berdasarkan Word Health
serat. Apendisitis merupakan suatu Organisation (2010) yang dikutip oleh
kondisi dimana infeksi terjadi di umbai Naulibasa (2011), angka mortalitas akibat
cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh apendisitis adalah 21.000 jiwa, di mana
tanpa perawatan, tetapi banyak kasus populasi laki-laki lebih banyak
memerlukan laparatomi dengan dibandingkan perempuan. Angka
menyingkirakan umbai cacing yang mortalitas apendisitis sekitar 12.000 jiwa
terinfeksi. Sebagai penyakit yang paling pada laki-laki dan sekitar 10.000 jiwa
sering memerlukan tindakan bedah pada perempuan. Di Amerika Serikat
kedaruratan, apendisitis merupakan terdapat 70.000 kasus apendisitis setiap
keadaan inflamasi dan obstruksi pada tahunnya. Kejadian apendisitis di Amerika
apendiks vermiformis. Apendiks memiliki insiden 1- 2 kasus per 10.000
vermiformis yang disebut pula umbai anak pertahunnya antara kelahiran sampai
cacing atau lebih dikenal dengan nama umur 4 tahun. Kejaidan apendisitis
usus buntu, merupakan kantung kecil yang meningkat 25 kasus per 10.000 anak
buntu dan melekat pada sekum. pertahunnya antara umur 10-17 tahunnya
Apendisitis dapat terjadi pada segala usia di Amerika Serikat. Apabila dirata-rata
dan mengenai laki-laki serta perempuan apendisitis 1,1 kasus per 1000 orang
sama banyak. Akan tetapi pada usia antara pertahun di Amerika Serikat.
pubertas dan 25 tahun, prevalensi Insiden apendisitis cukup tinggi termasuk
apendisitis lebih tinggi pada laki-laki. Indonesia merupakan penyakit urutan ke
Sejak terdapat kemajuan dalam terapi empat setelah dyspepsia, gastritis dan
antibiotik, insidensi dan angka kematian duodenitis dan system cerna lainnya
karena apendisitis mengalami penurunan. (stefanus Satrio, 2009). Secara umum di
Apabila tidak ditangani dengan benar, Indonesia, apendisitis masih merupakan
penyakit ini hampir selalu berakibat fatal penyokong terbesar untuk pasien operasi
(Kowalak, 2011). setiap tahunnya. Hasil laporan dari Rs
Apendisitis merupakan peradangan pada gatot Soebroto, Jakarta tahun 2006
apendiks (umbai cacing). Kira-kira 7% sebabkan oleh pola makan pasien yang
lebih cenderung terkena apendisitis rendah akan serat setiap harinya (Depkes
dibanding wanita. Apendisitis lebih sering RI, 2007).
menyerang pada usia 10 sampai 30 tahun. Berdasarkan hasil survey data dari Rumah
Apendisitis perforasi adalah merupakan Sakit Umum Daerah Dr. Adhyatma, MPH
komplikasi utama dari apendiks, dimana Semarang khususnya di ruang Anggrek
apendiks telah pecah sehingga isi yang dilakukan pada bulan Mei 2011
apendiks keluar menuju rongga perineum diketahui terdapat 10 (27,7%) klien

44
Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan Vol. 4 No. 1 Januari 2020, Halaman 43 – 52 UP2M AKPER Widya Husada Semarang

apendisitis dari 36 tempat tidur yang ada tersebut yang bertanggung jawab terhadap
di ruangan. Dari data tersebut diketahui munculnya stimulus noknius. Kedua
bahwa 5 (13,8%) klien dilakukan proses yang terjadi ini, selama dan
pembedahan apendiktomi, 4 (11,1%) klien pascabedah akan mengakibatkan sentifitas
dilakukan pembedahan laparatomy, dan 1 susunan saraf sensorik. Pada tingkat
(2,8%) klien tidak dilakukan pembedahan. perifer, terjadi penurunan nilai ambang
Sedangkan yang terjadi komplikasi reseptor nyeri (nosiseptor), sedangkan
perforasi dalam 1 bulan ada 1 (2,8%) pada tingkat sentral terjadi peningkatan
klien. eksibilitas neuron spinal yang terlihat
Kemajuan dalam bidang kesehatan dalam transmisi nyeri. Akibat perubahan
menyebabkan upaya pelayanan kesehatan sensitisasi ini maka dalam klinik nyeri
tidak hanya berusaha untuk menurunkan pascabedah ditandai dengan gejala
morbiditas dan mortalitas saja, tetapi juga hyperalgesia artinya suatu stimulus
menyangkut masalah keamanan, efisiensi, noksisu kuat yang normal menyebabkan
kenyamanan, dan kepuasan penderita nyeri kini dirasakan sangat nyeri, allody
maupun keluarganya. Kenyaman yang artinya suatu stimulus lemah yang normal
sangat diharapkan oleh penderita adalah tidak menyebabkan nyeri kini terasa nyeri
hilangnya rasa nyeri pasca bedah. Kini dan prolonged poin artinya nyeri menetap
bebas nyeri sudah merupakan hak asasi walaupun stimulus sudah dihentikan.
manusia, sehingga seorang dokter harus Sensitifitas yang terjadi pascabedah selain
mampu mengelola nyeri apapun akan menderitakan penderita juga
penyebabnya, utamanya nyeri pasca merupakan sumber stres pascabedah yang
bedah, itu sebabnya mengapa nyeri telah berimplikasi terhadap teraktifasinya saraf
diterima sebagai tanda vital kelima. otonom simpatis dengan segala akibat
Meskipun pengetahuan kita tentang yang pada gilirannya akan meningkatkan
mekanisme nyeri pasca bedah sudah morbiditas dan mortalitas. Oleh karena itu
mengalami kemajuan, namun pengelolaan pengelolaan nyeri pascabedah ditujukan
nyeri belum optimal dan masih sering ke arah pencegahan atau meminimalkan
diabaikan. Diperkirakan setengah dari terjadinya kedua proses sensitisasi
prosedur pembedahan nyeri tidak tersebut.
ditangani secara adekuat. Sekitar 80% Dokter dan perawat seringkali kurang
pasien yang menjalani pembedahan adekuat menangani nyeri pasca bedah
mengalami nyeri akut pasca bedah. Empat karena berbagai sebab. Salah satunya
puluh persen pasien mengalami nyeri adalah karena kurangnya pengetahuannya
sedang dan berat selama 24 jam pertama mengenai rentang dosis efektif dan lama
setelah operasi. kerja opioid. Serta adanya ketakutan yang
Pembedahan merupakan suatu peristiwa tidak beralasan akan terjadinya depresi
yang bersifat bifasik terhadap tubuh yang pernafasan dan ketergantungan obat pada
berimplikasi pada pengelolaan nyeri. pasien yang mendapat terapi opoid.
Pertama, selama pembedahan Dengan menggunakan pengetahuan,
berlangsung, terjadi kerusakan jaringan obat-obatan dan teknik yang kini
jaringan tubuh yang menghasilkan suatu tersedia, semua pasien dengan nyeri
stimulus noksius. Kedua, pascabedah, pasca bedah seharusnya dapat
terjadi respon inflamasi pada jaringan menikmati analgesia yang efektif.

45
Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan Vol. 4 No. 1 Januari 2020, Halaman 43 – 52 UP2M AKPER Widya Husada Semarang

Pembedahan pada daerah abdomen atas aktivasi retikuler menghambat stimulus


atau menyebabkan perubahan fungsi paru, nyeri, jika seseorang menerima input
yaitu penurunan kapasitas vital, volume sensori yang berlebihan dapat
tidal, volume residual, kapasitas residual menyebabkan terhambatnya impuls nyeri
fungsional dan volume ekspirasi paksa ke otak (nyeri berkurang atau tidak
satu detik. Terjadi juga peningkatan tonus dirasakan oleh klien). Perbedaan nyeri
otot abdomen dan penurunan fungsi secara umum berhubungan langsung
diafragma. Semua ini menyebabkan dengan partisipasi aktif klien, banyaknya
penurunan komplians paru-paru, splinting modalitas sensori yang digunakan dan
otot pernafasan, kesulitan bernafas dalam minat klien dalam stimulasi. Oleh karena
atau batuk-batuk kuat, dan pada beberapa itu, stimulasi penglihatan, pendengaran,
kasus berlanjut menjadi hipoksemia, dan sentuhan mungkin akan lebih efektif
hiperkarbia, retensi sekret, atlektase dan dalam menurunkan nyeri dibanding
pneumonia. Meningkatnya tones otot juga stimulasi satu indra saja menurut Kozier
meningkatkan konsumsi oksigen dan & Erb (2009) dalam Zakiyah, (2015).
produksi asam laktat. Tehnik distraksi nafas ritmik dipercaya
Setelah pembedahan, ileus, mual-mual dapat menurunkan intensitas nyeri melalui
dan muntah dapat terjadi karena berbagai mekanisme yaitu dengan tehnik nafas
sebab termasuk karena adanya impuls ritmik otot-otot skelet yang mengalami
nosiseptif pada struktur viseral atau spasme yang disebabkan oleh peningkatan
somatik. Nyeri dapat juga menyebbakan prostaglandin sehingga terjadi fase
hipomotilitas uretra dan vesika urinaria dilataasi pembuluh darah dan akan
sehingga timbul kesulitan berkemih. meningkatakan aliran darah kedaerah
Karena efek samping ini pasien menjadi yang mengalami spasme dan iskemik,
lebih lama tinggal dirumah sakit (Tanra, tehnik nafas ritmik dipercaya mampu
2013). merangsang tubuh untuk melepaskan
Stimulasi pada area kulit atau cutaneous opioid endiogen yaitu endorphin dan
stimulation (counter stimulation) enkefalit. Pernyataan lain menyatakan
merupakan istilah yang digunakan dalam bahwa penurunan nyeri oleh tehnik nafas
manajemen nyeri secara nonfarmakologis ritmik disebabkan ketika seseorang
sebagai salah satu teknik yang dipercaya melakukan nafas ritmik untuk
dapat mengaktifkan opioid endogen, mengendalikan nyeri yang dirasakan,
sebuah sistem analgesik monoamina yang maka tubuh akan meningkatkan
dapat menurunkan intensitas nyeri. Teknik komponen syaraf parasimpatik secara
ini terdiri atas pemberian kompres dingin, stimulan, maka ini menyebabkan terjadi
kompres hangat, massase, dan TENS penurunan kadar hormon kortisol dan
(transcutaneous electrical nerve adrenalin dalam tubuh yang
stimulation), relaksasi dan distraksi. mempengaruhi tingkat sterss seseorang
Salah satunya yaitu distraksi merupakan sehingga dapat meningkatkan konsentrasi
strategi pengalihan nyeri yang dan membuat klien merasa tenang untuk
memfokuskan perhatian klien ke stimulus mengatur ritme pernafasan menjadi
yang lain dari pada terhadap rasa nyeri teratur. Dengan distraksi nafas ritmik ini
dan emosi negatif. Teknik distraksi dapat lebih cenderung memfokuskan pada
mengatasi nyeri berdasarkan teori bahwa konsentrasi pasien untuk mengontrol atau

46
Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan Vol. 4 No. 1 Januari 2020, Halaman 43 – 52 UP2M AKPER Widya Husada Semarang

meredakan nyeri dengan cara fikiran Sedangkan metode deskriptif adalah


rileks dan berfokus pada objek atau suatu penelitian untuk mendeskripsikan atau
gambar yang dijadikan sebagai media menggambarkan suatu fenomena yang
untuk pusat konsentrasi. Dan selain itu terjadi di dalam masyarakat dalam
juga tehnik distraksi nafas ritmik mampu berbagai bidang kesehatan atau ruang
membuat irama nafas seseorang lebih lingkup sekitar. Rancangan yang diambil
teratur dan berirama yang dihasilkan dari peneliti ialah One Group Pretest-Posttest,
pola pernafasan dengan hitungan satu yang berarti tipe penelitian yang
sampai empat membuat nafas teratur dan mengungkapkan hubungan sebab akibat
menghasilkan respon rileks pada pasien dengan cara melibatkan satu kelompok
dan membuat pasien mengalihkan rasa subjek. Kelompok subjek diobservasi
nyeri dengan irama pernafasan sehingga sebelum dilakukan intervensi dan sesudah
nyeri dapat terkontrol secara tidak dilakukan intervensi (Nursalam, (2013),
langsung dapat berkurang nyeri yang Hidayat, (2014), Wiratna, (2014). Tujuan
dirasakan pasien. penelitian ini untuk mengetahui.

METODE
Desain dalam penelitian ini adalah studi
kasus dengan metode deskriptif. Studi
kasus merupakan rancangan penelitian
yang mencakup pengkajian satu unit
penelitian secara intensif seperti satu
klien, keluarga, kelompok, komunitas atau
institusi. Dalam rancangan ini jumlah
subjek cenderung sedikit namun jumlah
variable yang diteliti sangat luas.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Table 1. Hasil sebelum dan sesudah penerapan tehnik distraksi nafas ritmik
Variabel Skala Manual
Responden 1 (Nn. S) Responden 2 (Tn. R)
Pada hari I
Sebelum intervensi 4 3
Setelah intervensi 3 2
Pada hari II
Sebelum intervensi 3 2
Setelah intervensi 2 1
Pada hari III
Sebelum intervensi 2 -
Setelah intervensi 1 -

Pengkajian yang dilakukan pada kedua diberikan terapi distraksi nafas ritmik
responden dengan menggunakan lembar selama 3 hari intensitas nyeri pasien
observasi, pada Nn. S sebelum diberikan menurun, intensitas nyeri skala 1.
terapi distraksi nafas ritmik intensitas Pada Tn. R sebelum diberikan terapi
nyerinya skala 4 (dari 0-10). Setelah distraksi nafas ritmik intensitas nyerinya

47
Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan Vol. 4 No. 1 Januari 2020, Halaman 43 – 52 UP2M AKPER Widya Husada Semarang

skala 3 (dari 0-10). Setelah diberikan sehingga responden kurang teratur dalam
terapi distraksi nafas ritmik selama 3 hari pola makannya.
intensitas nyeri pasien menurun, intensitas Sebelum responden dijelaskan terlebih
nyeri menjadi skala 1 pada hari ke 2, dan dahulu mengenai manfaat teknik distraksi
pada hari ke 3 dilakukan evaluasi kembali. nafas ritmik untuk menurunkan nyeri,
Terjadi perbedaan penurunan tingkat nyeri kemudian kedua responden diminta untuk
pada pasien ke 2 dari instensitas nyeri dan melakukan terapi distraksi nafas ritmik
penurunan yang cepat pada hari kedua dalam kondisi tidak sedang dalam
berhubungan dengan faktor-faktor yang pengaruh obat untuk mengetahui manfaat
mempengaruhi nyeri antara lain usia, jenis penerapan teknik distraksi nafas ritmik
kelamin, kebudayaan, perhatian, makna untuk menurunkan nyeri pada pasien post
nyeri, mekanisme koping, keletihan, operasi apendiktomi. Peneliti sebelumnya
dukungan keluarga dan sosial. melakukan pengukuran intensitas skala
Berdasarkan hasil pengkajian melalui nyeri pasien, kemudian memberikan terapi
wawancara langsung, bahwa kedua distraksi nafas ritmik setiap pagi atau
responden belum pernah melakukan pasien kondisi tidak sedang dalam
distraksi nafas ritmik dan belum pengaruh obat selama 3 hari. Setiap kali
mengetahui manfaat dari distraksi nafas peneliti melakukan tindakan akan
ritmik itu sendiri. Manfaat dari tehnik melakukan evaluasi yang di catat pada
distraksi nafas ritmik sendiri yaitu strategi lembar observasi.
pengalihan nyeri yang memfokuskan Pada Nn. S didapatkan hasil pengukuran
perhatian pasien ke stimulus yang lain dari skala nyeri 1 (dari 0-10) pada hari ke 3
pada terhadap rasa nyeri dan emosi negatif setelah diberikan terapi distraksi nafas
(Kozier & Erb (2009) dalam Zakiyah ritmik selama 3 hari berturut-turut. Dan
(2015)). pada Tn. R didapatkan hasil pengukuran
Dengan hasil pengkajian intensitas nyeri skala nyeri 1 (dari 0-10) pada hari ke 2
yang dirasakan kedua responden, dengan setelah diberikan terapi distraksi nafas
demikian intervensi yang peneliti gunakan ritmik selama 3 hari berturut-turut.
untuk menurunkan nyeri pada pasien post Berdasarkan hasil pengukuran skala nyeri
operasi apendiktomi ialah dengan pada kedua responden sebelum diberikan
penerapan terapi distraksi nafas ritmik terapi distraksi nafas ritmik didapatkan
untuk menurunkan nyeri pada pasien post Nn. S skala nyeri 4 dan Tn. R skala 3 (dari
operasi apendiktomi. Tujuan diberikannya 0-10). Berdasarkan data yang sudah
penerapan terapi distraksi nafas ritmik diperoleh oleh peneliti masing-masing
yaitu untuk menurunkan intensitas nyeri responden memiliki intensitas nyeri yang
yang dirasakan oleh responden. berbeda.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Pada Nn. S dan Tn. R mengalami
kedua responden memiliki latar belakang penurunan intensitas nyeri yang cukup
yang berbeda Nn. S berpendidikan SMK signifikan karena terdapat perbedaan
dan belum bekerja, atau masih remaja antara hasil sebelum dan sesudah
sehingga pola makan kurang teratur dan diberikan terapi distraksi nafas ritmik
baik. Sedangkan Tn. R berpendidikan pada saat paisen tidak dalam pengaruh
SMA dan bekerja sebagai pegawai pabrik obat pada pagi hari selama 3 hari berturut-
turut.

48
Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan Vol. 4 No. 1 Januari 2020, Halaman 43 – 52 UP2M AKPER Widya Husada Semarang

Pada Nn. S sebelum diberikan terapi (dari 0-10), dan pada Tn. R didapatkan
distraksi nafas ritmik intensitas skala data intensitas skala nyeri 3 (dari 0-10).
nyerinya 4. Setelah diberikan terapi Berdasarkan data yang sudah diperoleh
distraksi nafas ritmik selama 3 hari oleh peneliti, masing-masing responden
beruturut-turut dilakukan pagi hari saat memiliki intensitas nyeri yang berbeda.
pasien tidak dalam pengaruh obat, terjadi Hasil pengkajian yang dilakukan pada Nn.
penurunan intensitas nyeri yaitu S dan Tn. R, kedua pasien tersebut
didapatkan hasil skala nyeri 1 pada hari ke mempunyai diagnosa keperawatan yang
3. sama yaitu nyeri akut berhubungan
Pada Tn. R sebelum diberikan terapi dengan agens cidera fisik (prosedur
distraksi nafas ritmik intensitas skala bedah). Nyeri pasca bedah adalah nyeri
nyerinya 3. Setelah diberikan terapi yang terjadi akibat adanya kerusakan
distraksi nafas ritmik selama 3 hari jaringan yang nyata (actual tissue damage)
beruturut-turut dilakukan pagi hari saat yang diikuti proses inflamasi. Prototipe
pasien tidak dalam pengaruh obat, terjadi nyeri akut adalah nyeri pasca bedah.
penurunan intensitas nyeri yaitu Antara kerusakan jaringan sampai
didapatkan hasil skala nyeri 1 pada hari ke dirasakan sebagai persepsi nyeri, terdapat
2. suatu rangkaian proses elektrofisiologis
Penurunan intensitas nyeri kedua yang disebut “nociception” (Tanra, 2013).
responden tersebut karena lingkungan Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
yang mendukung serta kemauan antara lain usia, jenis kelamin,
responden untuk menerapkan terapi kebudayaan, perhatian, makna nyeri,
distraksi nafas ritmik dan mematuhi mekanisme koping, keletihan, dukungan
aturan peneliti yang telah dijelaskan oleh keluarga dan sosial, dan pengalaman
peneliti diawal penelitian yang akan sebelumnya (Zakiyah, 2015).
dilakukan, yakni meminta responden Yang menjadi faktor pencetus nyeri
untuk tidak mengonsumsi sementara obat- berbeda antara kedua responden yaitu usia
obatan farmakologis untuk dapat dan jenis kelamin. Perbedaan usia yang
mengetahui manfaat terapi distraksi nafas cukup jauh dan jenis kelamin pada kedua
ritmik dalam menurunkan intensitas nyeri. responden berhubungan dengan
Dari pengkajian awal kedua responden bagaimana cara responden memahami
didapatkan data intensitas nyeri skala 4 tingkatan nyeri yang dirasakan. Pada
dan skala 3 (dari 0-10), setelah diberikan responden 1 dengan jenis kelamin
terapi distrakis nafas ritmik selama 3 hari perempuan dan usia 18 tahun tampak
berturut-turut didapatkan data penurunan kurang mampu dalam memaknai rasa
intensitas nyeri yaitu pada Nn. S dari awal nyeri, dan menimbulkan proses penurunan
skala nyeri 4 menjadi skala nyeri 1 dan nyeri yang cukup lama. Kemudian cara
Tn. R dari yang awalnya skala nyeri 3 memaknai nyeri pada responden ke 2
menjadi skala nyeri 1. dengan jenis kelamin laki-laki dan usia 45
Pengkajian yang telah dilakukan pada tahun berbeda atau cara pengontrolan rasa
kedua responden dengan menggunakan nyeri sehingga pada responden ke 2 lebih
lembar observasi, pada Nn. S sebelum cepat dalam keberhasilan penurunan nyeri
diberikan terapi distraksi nafas ritmik yang dirasakan. Dan dukungan dari kedua
didapatkan data intensitas nyeri skala 4 keluarga responden dapat mempengaruhi

49
Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan Vol. 4 No. 1 Januari 2020, Halaman 43 – 52 UP2M AKPER Widya Husada Semarang

penurunan nyeri karena dengan dukungan responden yaitu didapat data skala nyeri 1
dan motivasi dari keluarga juga pada hari ke 3.
pendukung keberhasilan pasien dalam Pada Tn. R sebelum diberikan terapi
mengatasi dan memanajemen nyerinya. distraksi nafas ritmik intensitas skala nyeri
Tindakan keperawatan yang dilakukan 3. Setelah diberikan terapi distraksi nafas
pada Nn. S dan Tn. R selama 3 hari ritmik selama 3 hari setiap pagi dalam
berturut-turut yaitu dengan pemberian kondisi pasien tidak dalam pengaruh obat,
terapi non farmakologis yaitu penerapan terjadi penurunan intensitas nyeri
terapi distraksi nafas ritmik yang responden yaitu didapat data skala nyeri 1
diberikan setiap pagi saat pasien tidak pada hari ke 2.
sedang dalam pengaruh obat. Evaluasi penelitian yang telah dilakukan
Penelitian yang dilakukan oleh Virgianti pada kedua responden yaitu: (1) pada Nn.
Nur Faridah (2015) yang berjudul S sebelum diberikan terapi distraksi nafas
Penurunan Tingkat Nyeri Pasien Post Op ritmik intensitas skala nyeri 4, sedangkan
Apendisitis dengan Tehnik Distraksi sesudah diberikan terapi distraksi nafas
Nafas Ritmik, hal ini menunjukkan bahwa ritmik selama 3 hari berturut-turut setiap
manfaat terapi distraksi nafas ritmik dapat pagi dengan konsidi pasien tidak dalam
menurunkan nyeri post op apendisitis, pengaruh obat menunjukkan adanya
dengan hasil penelitian di atas, pemberian penrunan skala nyeri 1 pada hari ke 3. (2)
dilakukan sebanyak satu kali dalam sehari pada Tn. R sebelum diberikan terapi
selama 3 hari berturut-turut dapat distraksi nafas ritmik intensitas skala nyeri
menurunkan nyeri yang dialami oleh 3, sedangkan sesudah diberikan terapi
pasien post operasi apendiktomi terbukti distraksi nafas ritmik selama 3 hari
pengaruhnya yaitu dengan melihat hasil berturut-turut setiap pagi dengan konsidi
nilai rata-rata penurunan intensitas nyeri pasien tidak dalam pengaruh obat
pada pasien sebelum dan sesudah menunjukkan adanya penurunan skala
pemberian terapi distraksi nafas ritmik nyeri 1 pada hari ke 2.
terdapat data penurunan intensitas nyeri Perbedaan dalam penelitian ini terdapat
yang dialami pasien yang semula skala 4 pada intensitas pemberian terapi distraksi
menjadi 1 (dari 0-10). nafas ritmik, waktu pemberian, dan hasil
Pada Nn. S dan Tn. R mengalami dari setiap hari setelah dilakukan tindakan.
penurunan intensitas nyeri cukup Pada peneliti sebelumnya pemberian
signifikan karena terdapat perbedaan terapi distrakis nafas ritmik selama 2 hari
antara hasil sebelum dan sesudah dilakukan sekali dan langsung dievaluasi
diberikan terapi distraksi nafas ritmik pada hari terakhir. Sedangkan pada
setiap pagi selama 3 hari dengan kondisi penelitian yang saya lakukan, pemberian
pasien tidak dalam pengaruh obat. terapi distraksi nafas ritmik diberikan 1
Pada Nn. S sebelum diberikan terapi kali dalam sehari dengan kondisi pasien
distraksi nafas ritmik intensitas skala nyeri tidak dalam pengaruh obat, dan dilakukan
4. Setelah diberikan terapi distraksi nafas selama 3 hari. Dari perbedaan penelitian
ritmik selama 3 hari setiap pagi dalam yang telah dilakukan, peneliti sama-sama
kondisi pasien tidak dalam pengaruh obat, mendapatkan data yang telah didapatkan
terjadi penurunan intensitas nyeri oleh kedua peneliti yaitu data sebelum dan
sesudah diberikan terapi distraksi nafas

50
Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan Vol. 4 No. 1 Januari 2020, Halaman 43 – 52 UP2M AKPER Widya Husada Semarang

ritmik. Hasil data yang diperoleh oleh International.Jogjakarta: AR-


kedua peneliti cukup baik, karena RRUZ MEDIA
penerapan terapi distraksi nafas ritmik
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2017).
bermanfaat dalam menurunkan intensitas
Metodologi Penelitian
skala nyeri pada pasien post operasi keperawatan dan kesehatan.
apendiktomi. Jakarta: Salemba Medika

KESIMPULAN Kowalak, Jenifer. (2011). Buku Ajar


Berdasarkan hasil yang didapat peneliti Fisiologi. Jakarta: EGC
menyimpulkan bahwa dengan adanya
Moore, Keith L, Dkk. (2013).
intervensi penerapan terapi distraksi nafas
Anatomi Berorientasi Klinis,
ritmik yang diberikan pada Nn. S dan Tn. Ed.5. jilid 1. Jakarta:
R dapat menurunkan intensitas nyeri yang Erlangga
dialami oleh kedua responden.
Luka post op apendiktomi yang dirasakan Kusyanti, Eni. (2013). Ketrampilan &
oleh Nn. S dan Tn. R sebelum diberikan Prosedur Laboratorium
intervensi pemberian terapi distraksi nafas Keperawatan Dasar Edisi 2.
Jakarta: EGC
ritmik intensitas nyeri responden dalam
rentang 1-4, setelah diberikan terapi Nur Faridah, Virgianti. (2015).
distraksi nafas ritmik intensitas nyeri Penurunan Tingkat Nyeri
pasien tergolong dalam nyeri ringan yaitu Pasien Post Op apendisitis
skala 1-3. dengan Tehnik Distraksi
Dan dalam penelitian ini penurunan nyeri nafas Ritmik, Vol. 07. No. 2,
Agustus 2015
yang dialami oleh kedua responden
dipengaruhi dari perbedaan usia dan jenis Ratu R, Ardian dan adwan, G. made.
kelamin yang menunjukkan perubahan (2013). Penyakit Hati,
yang sangat signifikan. Lambung, Usus, dan
Ambeien.Yogyakarta:Nuha
DAFTAR PUSTAKA Medika
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural
Keperawatan: Konsep dan Saryono. (2010). KUMPULAN
Aplikasi Kebutuhan Dasar INSTRUMEN PENELITIAN
Klien. Jakarta: Salemba KESEHATAN. Yogyakarta:
Medika Mulia Medika

Depkes RI. (2007). Hubungan Suratun dan Lusiana. (2010). Asuhan


Perilaku Makan Dengan Keperawatan klien dengan
Kejadian Apendisitis. Dikses gangguan sistem
25 September 2014, pukul Gastrointestinal. Jakarta:
10.00 WIB Trans Info Media

Hariyanto, Awan dan Rini Tanra, A. Husni, dkk. (2013).


Sulistyowati. (2015). BUKU Penatalaksanaan
AJAR KEPERAWATAN NYERI.Makassar:
MEDIKAL BEDAH 1: Departemen Anestesi, Terapi
Dengan Diagnosa NANDA Intensif & Manajemen Nyeri

51
Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan Vol. 4 No. 1 Januari 2020, Halaman 43 – 52 UP2M AKPER Widya Husada Semarang

Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
Zakiyah, Ana. (2015). Nyeri Konsep
dan Penatalaksanaan dalam Praktik
Keperawatan Berbasis
Bukti.Jakarta:Salemba Medika

52

Anda mungkin juga menyukai