Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN

THYPOID

Dosen Pembimbing: Romadhani TP.,S.Kep.Ns.,M.Kep

Disusun oleh:

Muhammad Abu Tauhid(1702110)

2C DIII Keperawatan

STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN

TAHUN AJARAN 2018/2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahNya saya dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul makalah tentang Asuhan keperawatan Thypoid. Dalam
penyusunan makalah ini ,saya sebagai penulis tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan kelancaran dalam menulis makalah ini.
2. Semua pihak yang tidak mungkin saya sebutkan satu per satu.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna.untuk itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi sempurnanya makalah. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat baik bagi penulis mupun bagi pembaca.

Klaten, 23 November 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................ii
A. Latar Belakang................................................................................................................................iv
B. Tujuan.............................................................................................................................................iv
BAB II.........................................................................................................................................................1
TINJAUAN KEPUSTAKAAN...................................................................................................................1
A. Definisi............................................................................................................................................1
B. Etiologi............................................................................................................................................1
C. Patofisiologi.....................................................................................................................................1
D. Manifestasi klinik............................................................................................................................2
E. Pemeriksaan diagnostic...................................................................................................................2
1. Pemeriksaan leukosit...................................................................................................................2
2. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT.................................................................................................2
3. Biakan darah................................................................................................................................2
4. Uji Widal.....................................................................................................................................3
 Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :...........................................................................4
F. Penatalaksanaan...............................................................................................................................5
1. Perawatan....................................................................................................................................5
2. diet...............................................................................................................................................5
3. Obat-obatan.................................................................................................................................5
BAB III.......................................................................................................................................................6
ASUHAN KEPERAWATAN THYPOID...................................................................................................6
A. Pengkajian.......................................................................................................................................6
B. diagnose keperawatan :....................................................................................................................6
C. Intervensi.........................................................................................................................................6
D. Evaluasi...........................................................................................................................................8
BAB IVPENUTUP..........................................................................................................................................9
Kesimpulan..............................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................10

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme
ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang
yang terinfeksi kuman salmonella.

Demam typhoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah, cenderung meningkat
dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah
berhawa dingin. Sumber penularan penyakit demam tifoid adalah penderita yang aktif, penderita dalam
fase konvalesen, dan kronik karier)

Demam typhoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim. Kebersihan perorangan
yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan hidup umumnya adalah baik.
Perbaikan sanitasi dan penyediaan sarana air yang baik dapatmengurangi penyebaran penyakit ini.)

Penyebaran geografis dan musim : Kasus-kasus demam typhoid terdapat hampir di seluruh bagian
dunia. Penyebarannya tidak  bergantung pada iklim maupun musim. Penyakit itu sering merebak di
daerah yangkebersihan lingkungan dan pribadi kurang diperhatikan.

Penyebaran usia dan jenis kelamin: Siapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan antara
jenis kelamin lelaki atau perempuan. Umumnya penyakit itu lebih sering diderita anak-anak. Orang
dewasa seringmengalami dengan gejala yang tidak khas, kemudian menghilang atau sembuh
sendiri.Persentase penderita dengan usia di atas 12 tahun seperti bisa dilihat pada tabel di bawahini. Usia
persentase: 12 – 29 tahun 70 – 80 %, 30 – 39 tahun 10 – 20 %, > 40 tahun 5 – 10 %.

B. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai
asuhan keperawatan pada klien yang menderita thypoid(infeksi usus halus).

iv
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Definisi
Thypoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala yang sistematik yang
disebabkan oleh salmonella type A,B,C. penularan terjadi secara fekal, oral melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi(Sudoyo,2009)

B. Etiologi
Etiologi thypoid adalah salmonella thypi. Salmonella parathypi A,B,C. ada dua sumber penularan
salmonella thypi yaitu pasien dengan demam thypoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang
sembuh dari demam thypoid dan masih terus mengekresi salmonella thypi dalam tinja dan air kemih
selama lebih dari 1 tahun.(Padila,2013)

C. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu :
food (Makanan), Fingers(Jari tangan/kuku), Fomitus(Muntah),Fly(lalat), dan melalu feses

Feses dan muntah pada penderita thypoid dapat menularkan kumansalmonella thypi kepada orang
lain. Kumat tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap di makanan yang
akan dikonsumsi oleh orang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya
seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk kedalam tubuh orang
yang sehat memalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagaian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai
jarigan limpoid . Didalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak. Lalu masuk ke aliran darah dan
mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman kedalam
sirkulasi drah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung
empedu

Semua disangka demam dan gejala toksemia pada thypoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi
berdasarkan penelitian eksperimen disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab
utama demam pada thypoid. Endotoksemia berperan pada pathogenesis thypoid, karena membantu

1
proses inflamasi lokan pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinya
merangsang sintesis dan pelepasan zat pyrogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

(Padila,2013)

D. Manifestasi klinik
Masa tunas thypoid 10-14 hari

 Minggu I

Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan
gejala demam, nyeri oto, nyeri kepala, anoreksia dan mual, batuk, epitaksis,obstipasi/diare, perasaan tidak
enak perut

 Minggu II

Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor,
pinggirnya hiperemi), hepatomegaly, meteorismus, penurunan kesadaran.(Padila,2013)

E. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :

1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis
relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid,
jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat
leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah
leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.

2. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT


SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah
sembuhnya typhoid.

3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak
menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung
dari beberapa faktor :

2
 Teknik pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh
perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada
saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.

  Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.

Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada
minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.

  Vaksinasi di masa lampau          

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien,
antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.

  Pengobatan dengan obat anti mikroba.

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman
dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.

4. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang
spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang
yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang
sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien
membuat antibodi atau aglutinin yaitu :

a)      Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).

b)       Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).

3
c)      Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)

Pada orang normal, aglutinin O dan H positif. Aglutinin O bisa sampai 1/10 sedangkan agglutinin
H normal bisa 1/80 atau 1/160. 1/10. 1/80, 1/160 ini merupakan titer atau konsentrasi. Pada orang normal
tetap ditemukan positif karena setiap waktu semua orang selalu terpapar kkuman Salmonella. Tes widal
dikatakan positif jika

H 1/800 dan O 1/400.

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa,
makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

 Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :

A. Faktor yang berhubungan dengan klien :


 Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
 Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah
setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
 Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam
typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia
dan karsinoma lanjut.
 Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat
menghambat pembentukan antibodi.
 Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat
terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.
 Vaksinasi (penanaman bibit penyakit yg sudah dilemahkan ke dl tubuh manusia) dengan
kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan
H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun,
sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab
itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai
diagnostik.
 Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat
mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.
 Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap
salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada
 seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu.

4
B. Faktor-faktor Teknis
 Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang
sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi
pada spesies yang lain.
 Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
(Padila,2013)

F. Penatalaksanaan
1. Perawatan
 Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hai untuk mencegah komplikasi
pendarahan usus.
 -Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas , sesuai denga pulihnya tranfusi bila ada
komplikasi pendarahan

2. diet
 Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein
 Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring
 Selama bebas demam diber bubur kasar selama 2 hari lalu nas tim
 Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari

3. Obat-obatan
 Klorampenicol
 Tiampenicol
 Kotrimoxazol
 Amoxilin dan Ampicilin(Saferi andra,2013)

5
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN THYPOID

A. Pengkajian
Faktor Presipitasi dan Predisposisi

Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang tercemar oleh
salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang ditularkan melalui makanan, jari tangan,
lalat dan feses, serta muntah diperberat bila klien makan tidak teratur.

Faktor predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas,
tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan menyiapkan makanan(Padila,2013)

B. diagnose keperawatan :
1. Resiko ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan hipertermi dan
muntah
2. Resiko gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungs dengan intake
yang tidak adekuat
3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi
4. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik
5. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi atau
informasi yang tidak adekuat.(Buku Nanda,2015)

C. Intervensi
N Diagnosa dan Kriteria Hasil Intervensi
O
1 Resiko gangguan ketidak seimbangan volume cairan  Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti
dan elektrolit, kurang dari kebutuhan berhubungan mukosa bibir kering, turgor kulit
dengan hipertermia dan muntah tidak elastis dan peningkatan suhu
tubuh
 Kaji intake dan output cairan
dalam 24 jam

6
Kriteria Hasil :  Anjurkan klien minum banyak
Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital kira-kira 2000-2500 cc per hari
(TD, S, N dan RR) dalam batas normal, tanda-tanda  kolaborasi dalam pemeriksaan
dehidrasi tidak ada laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl)
dan kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian cairan tambahan
melalui parenteral sesuai indikasi.

2 Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari  Kaji pola nutrisi klien
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang  anjurkan tirah baring/pembatasan
tidak adekuat aktivitas selama fase akut
 Anjurkan klien makan sedikit tapi
sering
 kolaborasi dengan ahli gizi untuk
Kriteria Hasil : pemberian diet
Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan
stabil/ideal, nilai bising usus/peristaltik usus normal
(6-12 kali per menit) nilai laboratorium normal,
konjungtiva dan membran mukosa bibir tidak pucat.
3. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi  Observasi suhu tubuh klien
salmonella thypi  anjurkan keluarga untuk
membatasi aktivitas klien,
 beri kompres dengan air dingin
Kriteria Hasil : (air biasa) pada daerah axila, lipat
suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas paha, temporal bila terjadi panas
dari kedinginan dan tidak terjadi komplikasi yang  kolaborasi dengan dokter dalam
berhubungan dengan masalah typhoid. pemberian obat anti piretik.

7
4 Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari  bantu kebutuhan sehari-hari klien
berhubungan dengan kelemahan fisik seperti mandi, BAB dan BAK
 bantu klien mobilisasi secara
bertahap
 dekatkan barang-barang yang
Kriteria hasil : selalu di butuhkan ke meja klien
Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan  kolaborasi dengan dokter dalam
menunjukkan peningkatan kekuatan otot. pemberian vitamin sesuai indikasi.

5 Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan  Kaji sejauh mana tingkat


dengan kurang informasi atau informasi yang tidak pengetahuan keluarga klien
adekuat tentang penyakit
 Beri pendidikan kesehatan tentang
penyakit dan perawatan klien

 beri kesempatan keluaga untuk


Kriteria Hasil : bertanya bila ada yang belum
Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, dimengerti
melalui perubahan gaya hidup dan ikut serta dalam   libatkan keluarga dalam setiap
pengobatan. tindakan yang dilakukan pada
klien

D. Evaluasi
Berdasarkan intervensi yang akan di lakukan, maka evaluasi yang di harapkan untuk klien
dengan gangguan sistem pencernaan typhoid adalah :
1. kebutuhan cairan terpenuhi
2. kebutuhan nutrisi terpenuhi
3. Tanda-tanda vital stabil dan tidak terjadi hipertermia
4. klien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri
5. infeksi tidak terjadi dan keluaga klien mengerti tentang penyakitnya.

8
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Thyphoid adalah penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan
salmonella para thypi A,B,C. Sinonim dari penyakit ini adalah thypoid dan parathypoid abdominalis, .
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine
dari orang yang terinfeksi kuman salmonella.

9
DAFTAR PUSTAKA

sudoyo, Aru W., (2009) , Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jilid III,Jakarta: FKUI
Buku NANDA (diangnosa keperawatan),2015

Padila.2013,Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam,Yogyakarta: Nuha Medika

Saferi Andra.2013,Keperawatan medikal bedah,Yogyakarta: Nuha Medika

10

Anda mungkin juga menyukai