“TYPHOID”
Disusun Oleh :
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang.
Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Asuhan Keperawatan
Komunitas dengan Penyakit Thypoid” Rangkaian penyusunan makalah ini merupakan salah
satu syarat yang harus dipenuhi untuk memenuhi tugas Keperawatan Komunitas di Akademi
Keperawatan Pelni Jakarta.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini. Ucapan terima kasih
penulis sampaikan kepada Bapak/Ibu/Saudara yang penulis hormati, yaitu:
3. Bpk/Ibu Dosen dan tenaga Kependidikan Akademi Keperawatan PELNI Jakarta yang
telah memberikan dukungan dan doa serta ilmu yang sangat bermanfaat.
4. Anggota kelompok yang telah berpatispasi dalam bekerja sama untuk menyusun
Makalah Ilmiah ini.
5. Teman teman Akademi Keperawatan PELNI Jakarta Angkatan XXV yang juga sama
sedang berjuang, memberikan dukungan dan doa satu sama lain dalam menyelesaikan
Makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan
harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi kami dan teman-
teman. Semoga untuk ke depannya kami dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................4
A. Prevalensi Penyakit Thypoid.......................................................................................4
B. Pengertian......................................................................................................................5
C. Etiologi...........................................................................................................................5
D. Faktor Resiko................................................................................................................5
E. Penatalaksanaan............................................................................................................5
PENDAHULUAN
Orang yang terinfeksi penyakit demam thypoid/tipes dapat menularkan bakteri melalui
fases dan urine, makan dan minuman yang sudah terkontaminasi dengan urine atau fases
penderita tipes. Ataupun mengkonsumsi makanan yang ditangani oleh orang yang sedang
mengalami tipes dan belum dinyatakan sembuh oleh dokter, Demam thypoid termasuk
infeksi bakteri yang bisa menyebar ke seluruh tubuh dan memengaruhi banyak organ. Tanpa
perawatan yang cepat dan tepat, penyakit ini bisa menyebabkan komplikasi serius yang
berakibat fatal.
Penderita dengan demam typhoid di Indonesia tercatat 81,7 per 100.000. Berdasarkan
Profil Kesehatan Indonesia tahun 2018 penderita demam typhoid dan paratypoid yang
dirawat inap di Rumah Sakit sebanyak 41.081 kasus dan 279 diantaranya meninggal dunia
(Kemenkes RI, 2018). Angka rata rata kesakitan demam typhoid di Indonesia mencapai
500/100.000 penduduk dengan angka kematian antara 0,6-5%. Berdasarkan Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) yang dilakukan oleh departemen kesehatan tahun 2018, prevalensi
demam typhoid di Indonesia mencapai 1,7%. Distribusi prevelensi tertinggi adalah pada usia
5-14 tahun (1,9%), usia 1-4 tahun (1,6%), usia 15-24 tahun (1,5%) dan usia <1 tahun (0,8%).
Kondisi ini menunjukkan bahwa anak anak (0-19 tahun) merupakan populasi penderita
typhoid terbanyak di Indonesia (Riskesdas, 2018).
Demam thypoid merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
enterica reservoar typhi, umumnya disebut Salmonella typhi. Jumlah kasus demam tifoid di
seluruh dunia diperkirakan terdapat 21 juta kasus dengan 128.000 sampai 161.000 kematian
setiap tahun, kasus terbanyak terdapat di Asia Selatan dan Asia Tenggara (WHO, 2018).
Demam thypoid biasanya menyebar melalui makanan atau air yang terkontaminasi. Setelah
bakteri Salmonella Typhi dimakan atau diminum, mereka berkembang biak dan menyebar ke
aliran darah. Urbanisasi dan perubahan iklim berpotensi meningkatkan beban tifus global.
Selain itu, peningkatan resistensi terhadap pengobatan antibiotik membuat tifus lebih mudah
menyebar melalui populasi yang terlalu padat di kota-kota dan sistem air dan sanitasi yang
tidak memadai dan/atau banjir.
B. Pengertian
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut sistem pencernaan yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi. Demam tifoid merupakan penyakit
infeksi global, terutama di negara-negara berkembang. Demam tifoid ditularkan melalui
makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri Salmonella typhi, selain itu
penyakit ini dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan feses, urin atau sekret penderita
demam tifoid. Dengan kata lain hygiene sanitasi adalah faktor utama penularannya (Levani
dan Prastya, 2020).
Demam thypoid adalah infeksi demam sistemik akut yang nyata pada fagosit
mononuklear dan membutuhkan tatanama yang terpisah. Penyakit ini sering juga disebut
dengan demam enterik, hal ini karena penyakit ini dapat disebabkan oleh beberapa spesies,
yaitu S. typhi, S. Paratyphi A, S. Paratyphi B serta kadang-kadang S. typhimurium (Harrison,
2010).
C. Etiologi
Salmonella Typhi hanya hidup pada manusia. Orang dengan demam tifoid membawa
bakteri dalam aliran darah dan saluran usus mereka. Gejalanya meliputi demam tinggi yang
berkepanjangan, kelelahan, sakit kepala, mual, sakit perut, dan konstipasi atau diare.
Beberapa pasien mungkin mengalami ruam. Kasus yang parah dapat menyebabkan
komplikasi serius atau bahkan kematian. Demam tifoid dapat dipastikan melalui pemeriksaan
darah.
D. Faktor Resiko
Faktor yang mendukung seseorang terkena Thypoid ialah:
E. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis atau tanda dan gejala dari penyakit demam Thypoid sangat penting
untuk membantu menegakkan diagnosis dan mendeteksi secara dini sehingga bisa
diberikan terapi yang tepat dan meminimalkan komplikasi. Masa inkubasi demam
thypoid berlangsung antara 7-14 hari. Gejala klinis yang muncul pada penyakit ini sangat
bervariasi dari gejala ringan sampai berat. Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini
ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut yaitu demam, nyeri
kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, diare, perasaan tidak enak diperut,
batuk, dan pada pemeriksaan fisik ditemukan suhu badan yang meningkat.
Sifat demam yang khas dari demam thypoid adalah muncul perlahan-lahan dan
terutama tinggi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi
lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif (peningkatan suhu 1°C tidak diikuti
peningkatan denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan
ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental
berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis (Djoko W, 2009).
Mogasale (2014) gejala klinis demam thypoid pada bayi seringkali berupa
gastroenteritis dan sepsis. Bayi biasanya tertular dari ibu yang menderita demam tifoid.
Pada kelompok usia kurang dari 5 tahun, gejala yang muncul lebih ringan dan tidak
spesifik, kadang hanya berupa demam disertai gejala gastrointestinal, namun bila tidak
terdiagnosis dengan cepat, dapat mengalami penyulit yang berat. Pada kelompok usia
diatas 5 tahun (usia sekolah), gejala klasik demam tifoid biasa dijumpai.
F. Penatalaksanaan
Demam tifoid dapat diobati dengan antibiotik. Karena resistensi terhadap antibiotik telah
muncul termasuk terhadap fluoroquinolones, antibiotik yang lebih baru seperti
sefalosporin dan azitromisin digunakan di daerah yang terkena. Resistensi terhadap
azitromisin telah dilaporkan secara sporadis tetapi belum umum. Bahkan ketika gejalanya
hilang, orang mungkin masih membawa bakteri tifus, yang berarti mereka dapat
menyebarkannya ke orang lain melalui kotorannya. Penting bagi orang yang dirawat
karena demam tifoid untuk melakukan hal berikut:
G. Komplikasi
Komplikasi pada usus halus umumnya jarang terjadi tetapi bila terjadi. Apabila
komplikasi ini terjadi pada anak, maka dapat berakibat fatal seperti perdarahan usus,
perforasi usus dan peritonitis sedangkan komplikasi di luar usus terjadi karena lokalisasi
peradangan akibat sepsis (bakteremia) yaitu meningitis, kolesistitis, ensefalopati, dll.
Terjadi karena infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia (Nursalam et al., 2013).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Contoh :
Contoh :
Ketika seseorang yang kurang istirahat atau kurang tidur akan mengalami
penurunan imunitas, kemudian jika individu tersebut memiliki sanitasi air yang
buruk/tidak sehat serta mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi kotoran
seperti dikelilingi serangga (lalat), makanan di pinggir jalan yang belum diketahui
cara pembuatannya, dan berada di lokasi yang tidak sehat. Hal tersebut dapat
menyerang individu dengan mudah melalui
Contoh :
1. Pencegahan Primer
Tindakan preventif berupa vaksinasi tifus tergantung faktor risiko yang terkait
dengan individu atau populasi dalam situasi epidemiologi:
a) Populasi anak usia sekolah di daerah endemis, personel militer, staf rumah sakit,
laboratorium medis, industri makanan atau minum.
b) Secara individual, biasanya diberikan kepada wisatawan atau wisatawan yang
ingin bepergian ke daerah endemik, orang kontak dekat dengan penderita tifus
(pekerjaan).
a) Patient Centered. Konseling mengenai penyakit demam tifoid pada pasien dan
anggota keluarga.
(1) Konseling kepada pasien agar mengkonsumsi makanan yang bergizi dan tidak
jajan sembarangan.
(2) Edukasi mengenai upaya menerapkan pola hidup bersih dan sehat, seperti
mencuci tangan sebelum makan.
b) Family Focused
(1) Edukasi dan konseling tentang demam tifoid, faktor penyebab demam tifoid
dan pencegahannya,
(2) Edukasi dan konseling untuk menjaga pola makan dan menjaga higienitas
makanan.
(3) Menjelaskan kepada keluarga untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.
c) Community Oriented
(1) Edukasi mengenai pencegahan dan penularan demam tifoid di lingkungan
rumah.
(2) Bekerja sama dengan pihak Puskesmas dalam program Promosi Kesehatan
untuk melakukan penyuluhan kepada masyarakat sekitar terkait demam tifoid.
2. Pencegahan Sekunder
a) Istirahat dan perawatan: tirah baring dengan penuh perawatan perlu diperhatikan
sepenuhnya seperti ditempat makan, minum, mandi, BAK dan BAB karena
membantu proses penyembuhan. Selama perawatan, tempat tidur dan pakaian
harus dijaga kebersihannya serta perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien juga
perlu dipantau untuk mencegah dekubitus dan penumonia.
b) Diet dan terapi penunjang: cukup penting karena makanan yang kurang akan
mengurangi kondisi umum dan gizi penderita turun yang membuat proses
penyembuhan akan lebih lama. Perhatikan bahwa usus harus di istirahatkan dan
untuk menghindari komplikasi dari perdarahan gastrointestinal atau perforasi usus
maka diberikan bubur saring. Namun, beberapa peneliti menunjukkan bahwa
pemberian makan padat dini adalah nasi dengan lauk pauk kandungan selulosa
rendah (hindari sayuran berserat) bisa aman untuk digunakan pada pasien demam
tifoid.
c) Pemberian antimikroba: yang sering digunakan adalah Kloramfenikol,
Tiamfenikol, Kotrimoksazol, Ampisilin dan Amoksisilin, Sefalosporin Generasi
Ketiga, Golongan fluorokuinolon, dan Kortikosteroid. Antibiotik golongan
fluoroquinolone (ciprofloxacin, ofloxacin, dan pefloxacin) merupakan terapi yang
efektif untuk demam thypoid yang disebabkan isolat tidak resisten terhadap
fluoroquinolone dengan angka kesembuhan klinis sebesar 98%, waktu penurunan
demam 4 hari, dan angka kekambuhan dan fecal karier kurang dari 2%.
Fluoroquinolone memiliki penetrasi ke jaringan yang sangat baik, dapat
membunuh S. typhi intraseluler di dalam monosit/makrofag, serta mencapai kadar
yang tinggi dalam kandung empedu dibandingkan antibiotik lain
3. Pencegahan Tersier
Terakhir, pencegahan tersier, ini adalah upaya untuk mengurangi keparahan
komplikasi. Saat dinyatakan tifoid sudah sembuh, maka harus terus menerapkan pola
hidup sehat agar imunitas tubuh tetap terjaga dan terhindar dari Infeksi demam
thypoid.
BAB III
TINJAUAN KASUS
BAB IV
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Dr. h. masriadi, s.km., s.pd.i., S. kg. 2016. Epidemiologi Penyakit Menular. Vol. 109.
Levani, Yelvi, and Aldo Dwi Prastya. 2020. “Demam Tifoid: Manifestasi Klinis, Pilihan
Terapi Dan Pandangan Dalam Islam.” Al-Iqra Medical Journal : Jurnal Berkala Ilmiah
Kedokteran 3(1):10–16. doi: 10.26618/aimj.v3i1.4038.
Victor Trismanjaya Hulu, Salman, Agus Supinganto, Lia Amalia, Khariri, Efendi Sianturi,
Nilasari, Nurhayati Siagian, Puji Hastuti, and Syamdarniati. 2020. Epidemiologi
Penyakit Menular: Riwayat, Penularan Dan Pencegahan.
WHO. 2018. “Typhoid 31.” (January 2018):1–5.