Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN DISKEL

ASUHAN KEPERAWATAN TB PARU

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Keluarga


Dosen Koordinator: Nadirawati, S.Kp., M.Kep
Dosen Pembimbing: Monna Maharani, S.Kep., Ns., Sp.Kep.Mat

Kelompok I
Ketua : Rurik Mistarudin (213118091)
Scriber 1: Anggia Nur Amalia (213118102)
Scriber 2: Mochamad Fajariyanto (213118087)
Anggota:
Hilmy Naufal Yasin (213118093) Siti Laela Saida Widia (213118096)
Sely Nurmalasari (213118088) Lenny Sri Lestari (213118099)
Yulinar (213118089) Mentari Dwi Saputri (213118100)
Yusi Nurhofifah (213118090) Mela Putri Aprilia (213118101)
Fajar Andrianto (213118092) Rianti Khoirun Nisa (213118097)
Atik Sukarsih (213118094) Risa Ayunda Safitri (213118103)
Wina Dian Ratnasari (213118095)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN S-1


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan
laporan diskel ini. Shalawat serta salam kita sanjungkan kepangkuan alam Nabi
Muhammad Saw yang telah membawa umat manusia dari alam kebodohan ke alam
yang berilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan pada saat ini.

Keperawatan merupakan suatu profesi yang difokuskan pada perawatan


individu, keluarga, dan komunitas dalam mencapai, memelihara dan meningkatkan
kesehatan yang optimal.

Laporan ini dibuat dengan bantuan kamus kedokteran, internet, dan jurnal
sehingga mempermudah dalam mencari informasi. Laporan ini disusun dengan
bersungguh-sungguh dan hati yang ikhlas, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu.

Kami berterimakasih atas dukungan dari berbagai macam pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan laporan ini. Kami berharap semoga laporan ini
dapat memberikan manfaat kepada pembaca agar lebih memahami seputar dunia
kesehatan.

Cimahi, 12 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Batasan Masalah...................................................................................
C. Rumusan Masalah ................................................................................
D. Tujuan ..................................................................................................
E. Metode Penulisan .................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................

A. Skenario Kasus .....................................................................................


B. Step 1 Klarifikasi Istilah .......................................................................
C. Step 2 Identifikasi Masalah ..................................................................
D. Step 3 Analisa Masalah ........................................................................

BAB III PENUTUP .........................................................................................

A. Simpulan .............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan yang besar di dunia. Dalam 20
tahun World Health Organitation (WHO) dengan negara-negara yang tergabung
di dalamnya mengupayakan untuk mengurangi TB Paru. Tuberkulosis paru
adalah suatu penyakit infeksi menular yang di sebabkan oleh infeksi menular
oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Sumber penularan yaitu pasien TB
BTA positif melalui percik renik dahak yang dikeluarkannya. Penyakit ini
apabila tidak segera diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat
menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian (Kemenkes RI, 2015).
Menurut WHO tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian
global. Dengan berbagai upaya pengendalian yang dilakukan, insiden dan
kematian akibat tuberkulosis telah menurun, namun tuberkulosis diperkirakan
masih menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan 1,2 juta kematian pada tahun
2014. India, Indonesia dan China merupakan negara dengan penderita
tuberkulosis terbanyak yaitu berturut-turut 23%, 10%, dan 10% dari seluruh
penderita di dunia (WHO, 2015). Pada tahun 2015 di Indonesia terdapat
peningkatan kasus tuberkulosis dibandingkan dengan tahun 2014. Pada tahun
2015 terjadi 330.910 kasus tuberkulosis lebih banyak dibandingkan tahun 2014
yang hanya 324.539 2 kasus. Jumlah kasus tertinggi terdapat di provinsi dengan
jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa tengah
(Kemenkes RI, 2016).

1
2

B. Batasan Masalah
1. Step 1: Klarifikasi Istilah
2. Step 2: Identifikasi Masalah
3. Step 3: Analisa Kasus

C. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari TB Paru?
2. Bagaimana etiologi TB Paru?
3. Apa saja tanda dan gejala TB Paru?
4. Bagaimana patofisiologi TB Paru?
5. Bagaimana manifestasi klinis TB Paru?
6. Apa saja klasifikasi TB Paru?
7. Apa saja pemeriksaan penujang TB Paru?
8. Bagaimana penatalaksanaan TB Paru?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan TB Paru?

D. Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami definisi TB Paru
2. Mahasiswa mampu memahami etiologi TB Paru
3. Mahasiswa mampu menyebutkan tanda dan gejala
4. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi TB Paru
5. Mahasiswa mampu memahami manifestasi TB Paru
6. Mahasiswa mampu menyebutkan klasifikasi klinis TB Paru
7. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan penunjang TB Paru
8. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan TB Paru
9. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan TB Paru

E. Metode Penulisan
1. Pencarian Dari Internet
Yaitu penelusuran dari berbagai alamat web, mengenai karya tulis
ilmiah yang ada di internet untuk memperoleh materi yang akan dibahas.
3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Skenario Kasus
Suatu hari perawat keluarga melakukan pengkajian kepada keluarga Tuan
A di salah satu wilayah binaan puskesmasnya. Usia Tuan A 45 tahun. Punya
anak 2. Rumah Tn. A sangat sederhana, matahari tidak masuk demikian pula
sirkulasi udara agak pengap karena ventilasi kurang ditambah jendela yang
jarang dibuka. Tn. A mengatakan dia menderita batuk sejak 2 bulan terakhir.
Saat dikaji didapatkan data TTV Tensi 125/90 mmHg, nadi 80, nafas 24x/m,
suhu 37,9 C, sering keringat malam, bulan ini BB turun 3 kg, Bapak A juga
jarang makan karena nafsu makan menurun. Seminggu lalu, dianjurkan untuk
foto ronsen. Hasilnya ada bercak putih dan nodular di segmen apical dan
posterior lobus atas paru sinistra. Saat ini mengatakan belum sempat mengambil
obat di puskesmas. Terdapat kavitas lebih dari 1 di paru kiri. Saat ditanyakan
apakah penyakit yang dideritanya, keluarga mengatakan mungkin TB paru. Saat
batuk Tn. A tampak tidak menutup mulustnya. Keluarga mengatakan tidak tau
ap aitu TB paru dan akibatb TB yang akan terjadi. Keluarga mengatakan alat
makan tidak dipisahkan dari anggota keluarga lain, membuang dahaknya di
mana saja, keluarga mengatakan kadang-kadang saja membuka pintu rumah
supaya ada udara masuk kedalam rumah.
1. Jelaskan konsep TB Paru
• Definisi
• Etiologi
• Tanda dan gejala
• Fatofisiologi
• Manifestasi klinis
• Klasifikasi
• Pemeriksaan penujang
• Penatalaksanaan

4
2. Susun Asuhan Keperawatan TB paru
• Pengkajian
• Analisa data dan diagnosa
• Rencana asuhan keperawatan

B. Step 1 Klarifikasi Istilah


Pertanyaan:
1. nodular (hilmy)
2. Posterior lobus ( siti laela )
3. Paru sinistra (yulinar)
4. Kavitas (sely)
5. Sirkulasi (mela)
6. Ventilasi (Anggia)
7. Tes ronsen (wina)
8. Segmen apikal (atik)

Jawaban:
1. Nodular merupakan pertumbuhan kecil dan bulat pada paru-paru yang
muncul berupa titik putih pada pemeriksaan radiologi. Biasanya, nodul ini
berdiameter lebih kecil dari tiga 3 cm. (Risa ayunda)
2. Lobus posterior adalah bagian belakang kelenjar pituitari yang berfungsi
menghasilkan hormon antidiuretik, yakni hormon yang bertugas untuk
membuat ginjal menyerap air lebih banyak dan menyimpannya di aliran
darah untuk mencegah dehidrasi. (Yusi Nurhofifah)
3. Sinistra merupakan bahasa Latin yang artinya adalah kiri, jadi merujuk pada
lokasi. Jadi paru sinistra artinya paru kiri. (Mochamad Fajariyanto)
4. kavitas didefinisikan sebagai keadaan patologis dengan gambar gas yang
mengisi ruang dalam zona konsodilasi paru atas dalam masaa atau nodul,
yang terbentuk oleh ekspulsi bagian nekrotik pada lesi melalui cabang
bronkus dan secara radiologi akan tampak gambaran lusen dalam zona
konsolidasu paru, massa atau nodul. Area lusen dalam paru mungkin dapat

5
berisi cairan dengan gambaran air-fluid level yang dikelilingi dinding
dengan ketebalan yang bervariasi (>4 mm). Kavitas biasanya disebabkan
oleh karsinoma bronkogenik, metastase paru, vaskulitis, dan penyakit
infeksius sepertu abses paru, septik emboli, tuberkulosis dan infeksi jamur
(Lenny Sri Lestari)
5. kavitas didefinisikan sebagai keadaan patologis dengan gambar gas yang
mengisi ruang dalam zona konsodilasi paru atas dalam masaa atau nodul,
yang terbentuk oleh ekspulsi bagian nekrotik pada lesi melalui cabang
bronkus dan secara radiologi akan tampak gambaran lusen dalam zona
konsolidasu paru, massa atau nodul. Area lusen dalam paru mungkin dapat
berisi cairan dengan gambaran air-fluid level yang dikelilingi dinding
dengan ketebalan yang bervariasi (>4 mm). Kavitas biasanya disebabkan
oleh karsinoma bronkogenik, metastase paru, vaskulitis, dan penyakit
infeksius sepertu abses paru, septik emboli, tuberkulosis dan infeksi jamur
(Lenny Sri Lestari)
6. Ventilasi artinya sirkulasi, pergantian, atau pemurnian udara atau gas
lainnyadi dalam suatu ruangan. Ventilasi adalah pergerakan udara masuk
kedalam dan keluar dari ruang tertutup. (Fajar Andrianto)
7. Foto Rontgen adalah prosedur pemeriksaan menggunakan radiasi
gelombang elektromagnetik atau sinar-X untuk menampilkan gambar
bagian dalam tubuh.
Pada foto Rontgen, gambaran dari benda padat, seperti tulang, akan
ditampilkan sebagai area berwarna putih. Sedangkan, udara yang terdapat
pada paru-paru akan tampak berwarna hitam dan gambaran dari lemak atau
otot ditampilkan dengan warna abu-abu. (Rianti Khoirun Nisa)
8. Segmen apika ,kalau di buku dorland itu segmen adalah "bagian yang
berbatas jelas dari suatu entitas /anterior "sedangkan apikal itu berhubungan
dengan lokasi apeks,atau jika dihubungkan ke kasus itu seperti segmen
paru-paru bagian atas. (hilmy naufal)

6
C. Step 2 Identifikasi Masalah
1. Jelaskan konsep TB Paru
• Definisi
• Etiologi
• Tanda dan gejala
• Fatofisiologi
• Manifestasi klinis
• Klasifikasi
• Pemeriksaan penujang
• Penatalaksanaan

2. Susun Asuhan Keperawatan TB paru


• Pengkajian
• Analisa data dan diagnosa
• Rencana asuhan keperawatan

3. Step 3 Analisa Masalah


1. Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang masih menjadi
permasalahan di dunia karena menyebabkan kematian terbesar
(Soedarto, 2009). World Health Organization (WHO)
mendeklarasikan tuberkulosis sebagai kegawatan global (Global
Emergency) sejak tahun 1993 karena situasinya yang semakin
memburuk (Kemenkes RI, 2011). Meskipun pengobatan yang
efektif sudah tersedia, jumlah kasus tuberkulosis semakin meningkat
dan banyak kasus yang tidak berhasil disembuhkan (Depkes RI,
2011). Menurut WHO, pada tahun 2011 terdapat 8,7 juta orang
didiagnosis tuberkulosis dan 1,4 juta meninggal karena tuberkulosis.
Angka kejadian tuberkulosis di Indonesia dari tahun 2000 sampai
2010 menempati urutan kelima, setelah Vietnam, Uganda, Malawi,

7
dan Bangladesh (Kemenkes RI, 2013). Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan prevalensi tuberkulosis di
Indonesia adalah 0,4% (Kemenkes RI, 2013).
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi kronik dan menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Muttaqin, 2008),
biasanya menyerang paru (tuberkulosis paru), dapat pula menyerang
organ tubuh lainnya (tuberkulosis ekstra paru) (Smeltzer & Bare,
2002). Tuberkulosis paru merupakan penyakit yang berdampak
bukan hanya pada kesehatan fisik, tetapi juga pada keadaan psikis
(mental) dan sosialnya (Rajeswari, dkk, 2005; Darmanto, 2007).
Secara fisik, pasien tuberkulosis akan mengalami batuk berdahak
lama, dapat disertai batuk darah, sesak nafas, penurunan berat badan,
berkeringat malam, dan demam meriang (Depkes RI, 2008).
Dampak psikis dan sosial dirasakan pasien tuberkulosis paru akibat
adanya stigma terkait tuberkulosis dan perubahan sikap orang di
sekitarnya (Ramachandran, dkk, 2008; Wagner, et al., 2010).
(Rianti Khoirun Nisa dan Wina Dian Ratnasari).
2. Etiologi Tuberkulosis paru (TB paru) adalah bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang yang tahan asam atau
sering disebut sebagai basil tahan asam, intraseluler, dan bersifat
aerob. Basil ini berukuran 0,2-0,5 µm x 2-4 µm, tidak berspora, non
motil, serta bersifat fakultatif.
Menurut Wim de Jong et al 2005 (Nurarif & Hardhi Kusuma, 2015),
Penyebab Tuberculosis adalah Mycobacterium Tuberculosis. Basil
ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar
matahari, dan sinar ultraviolet. Ada dua macam mikobakteria
tuberculosis yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada
dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberculosis usus. Basil tipe
human bisa berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal
dari penderita TBC terbuka dan orang yang rentan terinfeksi TBC

8
ini bila menghirup bercak ini. Perjalanan TBC setelah infeksi
melalui udara. (Anggia)
Tambahan:
Mycobacterium Tuberculosis merupakan etiologi dari penyakit
Tuberkulosis yang dapat menyerang berbagai organ dan dapat
ditularkan dari individu satu ke individu lainnya melalui batuk
maupun bersin (Dipiro et al, 2015). Penyakit Tuberkulosis
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis.
Mycobacterium Tuberculosis berbentuk batang dengan panjang 1 –
10 mikron dan lebar 0,3 – 0,6 mikron (Shafee et al., 2014).
Bakteri ini mengandung asam mikolat yang tinggi, asam lemak
cross-linked rantai panjang dan lipid sehingga membuat bakteri
Mycobacterium Tuberculosis tahan terhadap asam (BTA). Pada
dinding sel bakteri terdapat kandungan arabinogalaktan dan
peptidoglidan sehingga dinding sel akan menghasilkan struktur yang
memiliki permeabilitas yang rendah dan akan mengurangi efektifitas
sebagian besar antibiotik (Harrison et al, 2015). Mycobacterium
Tuberculosis bersifat dormant, sehingga bakteri ini dapat tidur
selama bertahun-tahun kemudian menjadi aktif kembali.
Mycobacterium Tuberculosis bersifat aerob yang menunjukan
bakteri ini tinggal pada jaringan dengan kandungan oksigen tinggi
seperti pada bagian apex paru – paru. (Sudoyo dkk, 2009)
-Mycobacterium Tuberculosis hidup secara intraselular fakultatif
yang artinya tidak hanya hidup di dalam sel, sebab setelah individu
terpapar bakteri ini maka bakteri akan masuk ke dalam paru-paru dan
terjadi infiltrasi local neutrophil dan makrofag, namun bakteri ini
tidak hancur oleh karena beberapa faktor virulen yang dimilikinya
dan dapat menyebar melalui system limfatik maupun darah, sifat
bakteri intraselular fakultatif selama infeksi awal ini sebagian dapat
disebebkan oleh senyawa seperti sulfatida, senyawa ini dapat

9
menghambat proses fagositosis yang mengandung enzim
bakterisidal (Gladwin & Trattler, 2013). (Yusi)
3. Tanda dan Gejala.
Berikut gejala yang akan muncul saat tertular TBC:
a) Batuk Kronis
Bila kamu mengalami batuk yang tidak sembuh-sembuh selama
lebih dari dua minggu, sebaiknya segera periksakan diri ke
dokter. Karena bisa jadi itu adalah gejala TBC. Batuk karena
infeksi TBC biasanya mengeluarkan dahak berwarna abu-abu
atau kuning yang kental dan bisa disertai bercak darah jika
infeksinya sudah parah.
b) Demam
Semua jenis infeksi umumnya ditandai dengan gejala demam
atau kenaikkan suhu tubuh, artinya sistem kekebalan tubuh
sedang berusaha melawan bakteri. Begitu juga dengan infeksi
TBC. Penyakit paru ini juga bisa menyebabkan demam yang
kadang-kadang disertai keringat dingin dan menggigil.
c) Berat Badan Menurun
Kebanyakan pengidap TBC mengeluhkan tidak nafsu makan
yang berlangsung selama berhari-hari. Akibatnya, berat badan
pengidap akan menurun secara drastis yang merupakan salah
satu gejala paling khas dari TBC paru-paru.
d) Sesak Napas
Infeksi kuman mycobacterium tuberculosis di paru-paru
maupun saluran yang terhubung ke organ tersebut sangat
memengaruhi sistem pernapasan. Kondisi ini bisa menyebabkan
gejala sesak napas disertai nyeri dada. Bila dipindai melalui
Rontgen, maka akan terlihat adanya flek yang menandakan
adanya kerusakan di jaringan paru-paru.
e) Lemas dan Mudah Lelah

10
Fungsi sistem pernapasan yang menurun karena rusaknya
jaringan paru-paru, ditambah lagi dengan nafsu makan
berkurang, maka hasilnya pengidap akan merasa lemas dan
mudah letih. Pengidap TBC umumnya tampak lesu dan sering
mengeluh kelelahan, bahkan saat melakukan aktivitas yang
ringan.
https://www.halodoc.com/artikel/5-tanda-gejala-yang-muncul-jika-
tertular-tbc
f) Batuk menerus selama 2 minggu lebih Hampir semua penyakit
yang menyerang saluran pernapasan akan menimbulkan gejala
batuk, begitu pun dengan penyakit tuberkulosis. Hal ini karena
adanya infeksi yang mengganggu jalannya pernapasan.
Batuk merupakan refleks alami tubuh yang bertujuan
membersihkan saluran pernapasan dari organisme penyebab
infeksi. Infeksi tuberkulosis di paru-paru akan menyebabkan
produksi lendir berlebih sehingga menyebabkan Anda batuk
berdahak. Namun, ada juga yang tidak memicu peningkatan
produksi lendir dan membuat pasien TBC mengalami batuk
kering. Apabila kondisinya lebih berat, mungkin saja pasien
TBC juga mengalami batuk disertai darah.
g) Berkeringat di malam hari
Salah satu gejala utama dan khas dari TBC selain batuk adalah
keringat berlebih di malam hari. Ciri TBC ini biasanya juga
diikuti dengan kondisi tubuh yang lemas dan mengalami nyeri
di bagian otot dan sendi.
https://www.google.co.id/amp/s/hellosehat.com/pernapasan/tbc
/gejala-tbc/%3famp
(Risa ayunda safitri 213118103)
4. Patofisiologi
Individu terinfeksi melalui droplet nuclei dari pasien TB paru
ketika pasien batuk, bersin, tertawa. droplet nuclei ini

11
mengandung basil TB dan ukurannya kurang dari 5 mikron
dan akan melayang layang di udara. Droplet nuclei ini
mengandung basil TB.
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-
paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang
berbentuk globular. Biasanya melalui serangkaian reaksi
imunologis bakteri TB paru ini akan berusaha dihambat
melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-
sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat
jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TB
paru akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant
inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada
pemeriksaan foto rontgen.
Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi
inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak
bakteri; limpospesifik-tubercolosis melisis (menghancurkan)
basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan
bronkopneumonia dan infeksi awal terjadi dalam 2-10 minggu
setelah pemajanan.
Massa jaringan paru yang disebut granulomas merupakan
gumpalan basil yang masih hidup. Granulomas diubah
menjadi massa jaringan jaringan fibrosa, bagian sentral dari
massa fibrosa ini disebut tuberkel ghon dan menajdi nekrotik
membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami
klasifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi
dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif. Setelah
pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami
penyakit aktif karena inadekuat gangguan atau dari respon
respon yang system imun. Penyakit dapat juga aktif dengan
infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini,

12
tuberkel ghon memecah melepaskan bahan seperti keju
dalam bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara,
mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel
yang menyerah menyembuh membentuk jaringan parut. Paru
yang terinfeksi menjadi lebih membengkak, menyebabkan
terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut.

13
5. Manifestasi Klinis
a) Menurut jurnal ‘’Manajemen Pasien Tuberculosis Paru’’
Manifestasi Klinis Penderita TB paru akan mengalami
berbagai gangguan kesehatan, seperti batuk berdahak kronis,
demam, berkeringat tanpa sebab di malam hari, sesak napas,
nyeri dada, dan penurunan nafsu makan. Semuanya itu dapat
menurunkan produktivitas penderita bahkan kematian.
Pasien TB paru juga sering dijmpai konjungtiva mata atau
kulit yang pucat karena anemia, badan kurus atau berat badan
menurun
b) Menurut Kemenkes RI (2014), Gejala utama TB Paru adalah
batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.batuk
biasanya diikuti gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat pada
malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari
1 bulan. Menurut Tabrani Rab (2013), Gejala klinis yang
tampak tergantung dari tipe infeksinya.Pada tipe infeksi
yang primer dapat tanpa gejala dan sembuh sendiri atau
dapat berupa gejala pneumonia, yakni batuk dan panas
ringan. Gejala TB, primer dapat juga terdapat dalam bentuk
pleuritis dengan efusi pleura atau dalam bentuk yang lebih
berat lagi, yakni berupa nyeri pleura dan sesak napas. Tanpa
pengobatan tipe infeksi primer dapat sembuh dengan
sendirinya, hanya saja tingkat kesembuhannya 50%. TB
postprimer terdapat gejala penurunan berat badan, keringat
dingin pada malam hari, tempratur subfebris, batuk
berdahak lebih dari dua minggu, sesak napas, hemoptisis
akibat dari terlukanya pembuluh darah disekitar bronkus,
sehingga menyebabkan bercak-bercak darah pada sputum,
sampai ke batuk darah yang masif, TB postprimer dapat

14
menyebar ke berbagai organ sehingga menimbulkan gejala-
gejala seperti meningitis, tuberlosismiliar, peritonitisdengan
fenoma papan catur, tuberkulosis ginjal, sendi, dan
tuberkulosis pada kelenjar limfe dileher, yakni berupa
skrofuloderma. Menurut Brunner dan Suddarth (2013),
Tuberkulosis dapat mempunyai manifestasi antipikal pada
lansia, seperti perilaku tidak biasa dan perubahan status
mental, demam, anoreksia, dan penurunan berat badan. Basil
TB Paru dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan
dorman.
(Siti laela, Hilmy naufal)
6. Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting
dilakukan untuk menetapkan paduan Obat Anti Tuberkulosis
(OAT) yang sesuai dan dilakukan sebelum pengobatan dimulai.
Klasifikasi TB paru :
a. Tuberculosis ParuBerdasarkan hasil pemeriksaan dahak,
TBC Paru dibagi dalam :
1) Tuberkulosis Paru BTA (+)
Kriteria hasil dari tuberkulosis paru BTA positif adalah
Sekurang-kurangnya 2 pemeriksaan dari 3 spesimen
dahak SPS hasilnya BTA (+) atau 1 spesimen dahak SPS
hasilnya (+) dan foto rontgen dada menunjukan
gambaran tuberculosis aktif.
2) Tuberkulosis Paru BTA (-)
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (-)
dan foto rontgen dada menunjukan gambaran
Tuberculosis aktif. TBC Paru BTA (-), rontgen (+)
dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu
bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto
rontgan dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru
yang luas.

15
b. Tuberculosis Ekstra Paru
TBC ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu :
1) TBC ekstra-paru ringan
Misalnya : TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.
2) TBC ekstra-paru berat
Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis,
pleuritis eksudativa duplex, TBC tulang belakang, TBC
usus, TBC saluran kencing dan alat kelamin.
c. Tipe Penderita
Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, ada beberapa
tipe penderita yaitu:
1) Kasus Baru Adalah penderita yang belum pernah diobati
dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang
dari satu bulan (30 dosis harian).
2) Kambuh (Relaps) Adalah penderita Tuberculosis yang
sebelumnya pernah mendapatpengobatan Tuberculosis
dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi
berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+).
3) Pindahan (Transfer In) Adalah penderita yang sedang
mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain dan
kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita
pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah
(Form TB.09).
4) Setelah Lalai (Pengobatan setelah default/drop out)
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1
bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang
kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+).
(Yulinar, Mela)

16
7. Penatalaksanaan pada pasien tuberkulosis dengan masalah
keperawatan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu terapi
farmakologi dan non farmakologi.
a. Terapi Farmakologi
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2006), membagi
penatalaksanaan tuberkulosisi menjadi tiga bagian yaitu
pencegahan, pengobatan, dan penemuan penderita (active case
finding).
1) Pencegahan Tuberkulosis paru
a) Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap
individu yang bergaul erat dengan penderita tuberkulosis
paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin,
klinis, dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka
pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan
12 bulan mendatang. Bila masih negatif diberikan BCG
vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes
tuberkulin dan di berikan kemoprofilaksis.
b) Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap
kelompok kelompok populasi tertentu. misalnya:
(1) Karyawan rumah sakit/puskesmas/balai pengobatan.
(2) Penghuni rumah tahanan.
(3) Siswa-siswi pesantren.
c) Vaksinasi BCG
d) Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB
selama 6-12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau
mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit. indikasi
kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang
menyusu pada ibu dengan BTA positif, sedangkan
kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok
berikut:

17
(1) Bayi di bawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin
positif karena resiko timbulnya TB milier dan
meningitis TB.
(2) Anak dan remaja dibawah 20 tahun dengan hasil tes
tuberkulin positif yang bergaul erat dengan penderita
TB yang menular.
(3) Individu yang menunjukan konversi hasil tes
tuberkulin dari negatif menjadi positif.
(4) Penderita yang menerima pengobatan steroid atau
obat imunosupresif jangka panjang.
(5) Penderita diabetes melitus
e) Komunikasi informasi, dan edukasi (KIE) tentang
penyakit tuberkulosis kepada masyarakat di tingkat
puskesmas maupun ditingkat rumah sakit oleh petugas
pemerintah maupun petugas LSM (misalnya
Perkumpulan Pemberantas Tuberkulosis Paru Indonesia -
PPTI).

2) Pengobatan Tuberkulosis paru


Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain
mengobati juga untuk mencegah kematian, kekambuhan,
resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai
penularan. untuk penatalaksanaan pengobatan tuberkulosis
paru, berikut adalah hal yang penting untuk diketahui.
Mekanisme kerja obat anti tuberkulosis (OAT)
a) Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah
cepat
(1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah
Rifampisin (R) dan Streptomisin (S)
(2) Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah
Rifampisin dan Isoniazid (INH)

18
b) Aktivitas sterilisasi, terhadap the persister (bakteri
semidormant)
(1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan Rifampisin
dan Isoniazid
(2) Intraseluler, untuk slowly growing bacili digunakan
Rifampisin dan Isoniazid, untuk very slowly growing
bacili , digunakan Pirazinamid (Z)
c) Aktivitas bakteriostasis, obat-obatan yang mempunyai
aktivitas bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam
(1) Ekstraseluker, jenis obat yang digunakan Etanabutol
(E), asam para amino salistik (PAS) dan Sikloserin
(2) Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan
oleh Isoniazid dalam keadaan terjadi resistensi
sekunder
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat
utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan
rekomendasi WHO adalah rifampisin, isoniazid, pirazinamid, streptomisin, dan
etambutol (DEPKES RI, 2004).

19
20
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat Batasan kasus terlebih dahulu
berdasarkan lokasi TB, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologi,
apusan sputum, dan Riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu, perlu
pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly
Observed Course (DOTSC).

DOTSC yang direkomendasikan oleh WHO terdiri atas lima komponen, yaitu :
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil keputusan
dalam penanggulangan TB.

2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan sputum secara mikroskopik langsung,


sedangkan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis

21
dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana
tersebut.

3. Pengobatan TB dengan panduan OAT jangka pendek di bawah pengawasan


langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO), khususnya dua bulan
pertama di mana penderita harus minum obat setiap hari.

4. Kesinambungan ketersediaan panduan OAT jangka pendek yang cukup.

5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.

Untuk program nasional pemberantasan TB paru, WHO menganjurkan panduan


obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori didasarkan pada urutan kebutuhan
pengobatan dalam program. Untuk itu, penderita dibagi menjadi empat kategori
sebagai berikut :

KATEGORI I
KATEGORI I adalah kasus baru dengan sputum positif dan penderita
dengan keadaan yang berat seperti meningitis, TB milier, pericarditis, peritonitis,
pleuritis masif atau bilateral, spondiolitis dengan gangguan neurologis; dan
penderita dengan sputum negatif tetapi kelainan parunya luas, TB usus, TB saluran
perkemihan, dan sebagainya.

Dimulai dengan fase 2 HRZS(E) obat diberikan setiap hari selama dua
bulan. Bila selama dua bulan sputum menjadi negatif, maka dimulai fase lanjutan.
Bila setelah dua bulan sputum masih tetap positif, maka fase intensif diperpanjang
2-4 minggu lagi (dalam program P2TB Depkes diberikan 1 bulan dan dikenal
dengan obat sisipan), kemudian diteruskan dengan fase lanjutan tanpa melihat
apakah sputum sudah negatif atau belum. Fase lanjutannya adalah 4 HR atau 4
H3R3. Pada penderita meningitis, TB milier, spondiolitis dengan gangguan
neurologis, fase lanjutan diberikan lebih lama, yaitu 6-7 bulan. Sebagai panduan
alternatif pada fase lanjutan ialah 6 HE.

KATEGORI II

22
Kategori II adalah kasus kambuh atau gagal dengan sputum tetap positif.
Fase intensif dalam bentuk 2 HRZES-1 HRZE. Bila setelah fase intensif sputum
menajdi negatif, baru diteruskan ke fase lanjutan. Bila setelah tiga bulan sputum
tetap masih positif, maka fase intensif diperpanjang 1 bulan lagi dengan HRZE
(juga dikenal dengan obat sisipan). Bila setelah empat bulan sputum masih tetap
positif, maka pengobatan dihentikan 2-3 hari. Kemudian periksa biakan dan uji
resistensi lalu pengobatan diteruskan dengan fase lanjutan.

Bila penderita mempunyai data resisten sebelumnya dan ternyata bakteri


masih sensitif terhadap semua obat dan setelah fase intensif sputum menjadi
negative maka fase lanjutan dapat diubah seperti kategori I dengan pengawasan
ketat. Bila data menunjukkan resistensi terhadapa H atau R, maka kemungkinan
keberhasilan pengobatan kecil. Fase lanjutan adalah 5 H3R3E3 bila dapat dilakukan
pengawasan atau 5 HRE bila tidak dapat dilakukan pengawasan.

KATEGORI III
Kategori III adalah kasus dengan sputum negatif tetapi kelainan parunya
tidak luas dan kasus TB di luar paru selain yang disebut dalam kategori I.
pengobatan yang diberikan :

2 HRZ/6 HE

2 HRZ/4 HR

2 HRZ/4 H3R3

KATEGORI IV
Kategori IV adalah TB kronis. Prioritas pengobatan rendah karena
kemungkinan keberhasilan pengobatan kecil sekali. Untuk negara kurang mampu
dari segi Kesehatan masyarakat, dapat diberikan H saja seumur hidup. Untuk
negara maju atau pengobatan secara individu (penderita mampu), dapat dicoba
pemberian obat berdasarkan uji resisten atau obat lapis kedua seperti Quinolon,

23
Ethiomide, Sikloserin, Amikasin, Kanamisin, dan sebagainya.

b. Terapi Non Farmakologi


Tindakan yang dapat dilakukan pada pasien tuberkulosis dengan masalah
keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif yaitu latihan batuk efektif, napas
dalam dan pengaturan posisi (semi atau high fowler).
1) Batuk Efektif
Batuk Efektif merupakan suatu upaya untuk mengeluarkan dahak
dan menjaga paru-paru agar tetap bersih, di samping dengan
memberikan tindakkan nebulizer dan postural drainage. Batuk efektif
dapat dilakukan pada pasien dengan cara diberikan posisi yang sesuai
agar pengeluaran dahak dapat lancar. Batuk efektif ini merupakan
bagian tindakkan keperawatan untuk pasien dengan gangguan
pernapasan akut dan kronik (Alie & Rodiyah, 2013).
2) Tujuan Batuk Efektif
Batuk efektif dan napas dalam merupakan teknik batuk efektif yang
menekankan inspirasi maksimal yang dimulai dari ekspirasi, yang
bertujuan untuk (Alie & Rodiyah, 2013):
a) Merangsang terbukanya sistem kolateral
b) Meningkatkan distribusi ventilasi
c) Meningkatkan volume paru
d) Memfasilitasi pembersihan saluran napas
3) Manfaat Batuk Efektif
Pemberian latihan batuk efektif beserta teknik melakukannya akan

24
memberikan manfaat. Manfaat dari batuk efektif yaitu untuk
melonggarkan dan melegakan saluran pernapasan maupun mengatasi
sesak akibat adanya lendir yang memenuhi saluran pernapasan.Lendir,
baik dalam bentuk dahak (sputum) maupun sekret dalam hidung, timbul
akibat adanya infeksi pada saluran pernapasan maupun karena sejumlah
penyakit yang di derita seseorang (Alie & Rodiyah, 2013).
4) Prosedur Tindakkan Batuk Efektif
Prosedur tindakkan batuk efektif yaitu antara lain sebagai berikut
(Alie & Rodiyah, 2013):
a) Beri tahu pasien, minta persetujuan klien dan anjurkan untuk
cuci tangan
b) Atur pasien dalam posisi duduk tegak atau duduk setengah
memebungkuk (Semi fowler atau high fowler)
c) Letakkan handuk/alas pada leher klien, letakkan bengkok atau
pot sputum pada pangkuan dan anjurkan klien memegang tisu
d) Ajarkan klien untuk menarik napas dalam secara perlahan,
tahan 1-3 detik dan hembuskan perlahan melalui mulut.
Lakukan prosedur ini beberapa kali
e) Anjurkan untuk menarik napas, 1-3 detik batukkan dengan
kuat
f) Tarik napas kembali selama 1-2 kali dan ulangi prosedur diatas
2 hingga 6 kali
g) Jika diperlukan, ulangi lagi prosedur di atas
h) Bersihkan mulut klien, instruksikan klien untuk membuang
sputum pada pot sputum atau bengkok
i) Beri penguatan, berskan alat dan cuci tangan
j) Menjaga kebersihan dan mencegah kontaminasi terhadap
sputum
k) Tindakan batuk efektif perlu diulang beberapa kali bila
diperlukan
(Atik, Lenny)

25
8. Pemeriksaan penunjang Tuberkulosis
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita TB paru adalah :
a. Pemeriksaan Diagnostik
b. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum sangat penting karena dengan di
ketemukannya kuman BTA diagnosis tuberculosis sudah
dapat di pastikan. Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali yaitu:
dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak sewaktu
kunjungan kedua. Bila didapatkan hasil dua kali positif maka
dikatakan mikroskopik BTA positif. Bila satu positif, dua
kali negatif maka pemeriksaan perlu diulang kembali. Pada
pemeriksaan ulang akan didapatkan satu kali positif maka
dikatakan mikroskopik BTA negatif.
c. Ziehl-Neelsen (Pewarnaan terhadap sputum). Positif jika
diketemukan bakteri taham asam.
d. Skin test (PPD, Mantoux)
Hasil tes mantoux dibagi menjadi :
1) indurasi 0-5 mm (diameternya ) maka mantoux negative
atau hasil negative
2) indurasi 6-9 mm ( diameternya) maka hasil meragukan
3) indurasi 10- 15 mm yang artinya hasil mantoux positif
4) indurasi lebih dari 16 mm hasil mantoux positif kuat
5) reaksi timbul 48- 72 jam setelah injeksi antigen
intrakutan berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari
infiltrasi limfosit yakni persenyawaan antara antibody
dan antigen tuberculin
e. Rontgen dada
Menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian
atas, timbunan kalsium dari lesi primer atau penumpukan

26
cairan. Perubahan yang menunjukkan perkembangan
Tuberkulosis meliputi adanya kavitas dan area fibrosa.

Tambahan:
a. Pemeriksaan histology / kultur jaringan Positif bila terdapat
Mikobakterium Tuberkulosis.
b. Biopsi jaringan paru
Menampakkan adanya sel-sel yang besar yang mengindikasikan
terjadinya nekrosis.
c. Pemeriksaan elektrolit
Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi.
d. Analisa gas darah (AGD)
Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa
kerusakan jaringan paru.
e. Pemeriksaan fungsi paru
Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang fungsi,
meningkatnya rasio residu udara pada kapasitas total paru, dan
menurunnya saturasi oksigen sebagai akibat infiltrasi parenkim
/ fibrosa, hilangnya jaringan paru, dan kelainan pleura (akibat
dari tuberkulosis kronis)
(Mentari, Sely)

Asuhan Keperawatan TB Paru


1. Pengkajian

a. Identitas diri pada klien


1) Nama: Tn. A
2) Jenis kelamin: Laki-Laki
3) Umur: 45 Tahun
b. Riwayat Kesehatan
1) Kesehatan sekarang

27
nafas pendek, Batuk 2 bulan terakhir, keringat malam hari, nafsu
makan menurun

2) Kesehatan dahulu:
Jenis gangguan kesehatan yang baru saja di alami, cedera dan

3) Pola aktifitas / istirahat


a) Gejala :
(1) Kelelahan umum dan kelemahan
(2) Napas pendek
(3) Keringat malam hari
(4) Demam
b) Tanda :
(1) RR 24x/menit, Nadi 80x/menit, S: 37,9 oC, TD:
125/90 mmHg
4) Pola intergritas ego
a) Gejala :
(1) Adanya / faktor stres lama
(2) Masalah keuangan, rumah
(3) Populasi budaya / etnik
b) Tanda :
(1) Menyangkal (khususnya tahap dini)
(2) Ansietas, ketakutan, mudah terangsang
5) Makanan / cairan
a) Gejala :
(1) Kehilangan nafsu makan
(2) Tidak dapat mencerna
(3) Penurunan BB
b) tanda :
Turgor kulit, buruk, kering / kulit bersisik

6) Nyeri / kenyamanan
a) Gejala :

28
Nyeri dada meningkat karena batuk berulang

b) Tanda :
Perilaku distraksi, gelisah

7) Pernafasan
a) Gejala :
(1) Nafas Pendek
(2) Adanya bercak putih, nodular di segmen apikal,
posterior lobus atas paru sinistra
(3) Terdapat kavitas lebih dari 1 di paru kiri
(4) Gejala yang berkaitan dengan masalah utama
8) Pemeriksaan Penunjang
a) Rontgen Dada
9) Pengkajian Lingkungan
a) kurangnya pencahayaan sinar matahari
b) sirkulasi udara pengap
c) ventilasi atau jendela jarang dibuka
d) keluarga tidak mengetahui apa itu TB paru
e) alat makan keluarga dan penderita TB paru tidak
dipisahkan
f) membuang dahak dimana saja
g) kadang-kadang pintu rumah dibuka sesekali saja
(M Fajar, Risa, Anggia, Yulinar, Yusi)

2.

29
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga dengan TB paru,
penulis melaksanakan secara bertahap mulai dari pengkajian, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi. Dengan menggunakan pendekatan secara
komprehensif yang mencakup bio, psiko, social dan spiritual.
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis
yang hampir seluruh organ tubuh dapat diserang olehnya, tapi yang paling
banyak adalah paru-paru (IPD, FK, UI, 2005)
Adapun tanda dan gejala dari tb paru adalah demam, batuk disertai dahak/
darah, sesak nafas, nyeri dada, malaise meliputi anoreksia, nafsu makan
menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat malam.
Prinsip penatalaksanaan keperawatan klien dengan TB paru adalah dengan
medikasi tentunya ke fasilitas kesehatan, memberikan Pendidikan kesehatan
mengenai penyakit TB paru, pentingnya minum obat, pengawasan obat (PMO).
Penanganan segera penyakit yang dapat dilakukan secara mandiri dirumah yaitu
dengan Teknik nafas dalam untuk mengeluarkan dahak, meminum air hangat
hingga memberi fisioterapi dada.

B. SARAN
1. Keluarga
Diharapkan kepada keluarga atau ada anggota keluarga yang mengidap
TB paru dapat lebih memahami dan mampu untuk merawat anggota

30
keluarganya. Bantu untuk memantau keteraturan minum obat anggota
keluarga yang mengidap TB paru dan minimalisir kemungkinan adanya
penularan kepada anggota keluarga yang lain.
2. Perawat
Diharapkan perawat atau pelayanan kesehatan lainnya dapat membantu
untuk mengobati kondisi dan penyakit yang dialami pasien, jelaskan
kepada pasien pentingnya mengkonsumsi obat secara rutin dan teratur
demi kesembuhan pasien, jelaskan kepada pasien bahwa penyakit yang
dialaminya adalah penyakit menular sehingga perlu perhatian lebih agar
anggota keluarga lainnya tidak tertular.

31
DAFTAR PUSTAKA

Zainita,AP. 2019.TB PARU. Dikutip 12 Maret 2021 dari:

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://eprints.poltekke
sjogja.ac.id/1362/4/BAB%2520II.pdf&ved=2ahUKEwiU9r-
wj6rvAhWv4HMBHSNgBqEQFjAIegQIGhAC&usg=AOvVaw3cvQ2sFlBOs-
AWRNMbGORn

Mutaqqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Bagaskara, Fajar. 2019. Asuhan Keperawatan Tuberkulosis Paru Pada Ny.S dan
Ny.M dengan masalah keperawatan Ketidakefektifan bersihan jalan nafas di ruang
Melati RSUD dr. Haryoto Lumajang Tahun 2019. Jember : Universitas Jember.

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.unej.
ac.id (diakses pada 12 Maret 2021).

Darliana, D., 2011. Manajemen Pasien Tuberculosis Paru. Idea Nursing Journal,
2(1), pp.27-31.

Buku Aajar Tuberkulosis Diagnostik Mikrobiolohis/ Editor: Ni Made


Mertaniasih...[dkk] Surabaya: Pusat Penerbitan dan Pencetakan Universitas
Airlangga, 2013

32

Anda mungkin juga menyukai