Anda di halaman 1dari 42

KMB I

ASKEP PADA PASIEN TBC PARU

Oleh:

Kelas / Prodi : II. B Str. Keperawatan

1. Ayu Made Dalem Galang Canangjaya (P07120219065)


2. Kadek Ena Ardiyanti (P07120219075)
3. Ni Luh Sulistia Dewi (P07120219081)
4. Kadek PhalyaKamalaputri (P07120219089)
5. Putu Nanda Aura NhahaPutri Yasa (P07120219090)
6. Ni Made Dwinda Permata Anandhi (P07120219092)
7. I Putu Galih Kumara Yoga (P07120219099)
8. I Gusti Bagus Ade Oka Dwipayana (P07120219100)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLTEKKES KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan
karunianya makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien TB Paru” ini dapat
terselesaikan dengan baik.

Dalam penulisan dan penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan dikarenakan pengalaman dan keterbatasan ilmu
pengetahuan yang kami miliki. Maka dari itu, saya menerima kritikan dan saran yang
membantu dalam penyempurnaan makalah ini.

Penyusunan makalah ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bimbingan,
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, kami
mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan berkat dan rahmatnya atas
bantuan yang telah diberikan kepada kami dalam penyusunan makalah ini, akhirnya
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, 10 Agustus 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................................................ ii
BAB I ................................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN................................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................. 1
1.3 Tujuan ............................................................................................................................... 1
BAB II ................................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN .................................................................................................................................. 3
2.1 Anatomi............................................................................................................................. 3
2.2 Definisi .............................................................................................................................. 7
2.3 Etiologi .............................................................................................................................. 8
2.4 Klasifikasi........................................................................................................................... 8
2.5 Maniestasi Klinis .............................................................................................................. 10
2.6 Patofisiologi..................................................................................................................... 11
2.7 Pathway .......................................................................................................................... 13
2.8 Penatalaksanaan ............................................................................................................. 13
BAB III ............................................................................................................................................. 18
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEWASA........................................................................... 18
3.1 PENGKAJIAN .................................................................................................................... 19
3.2 Diagnosa Keperawatan.................................................................................................... 22
3.3 Analisis Data .................................................................................................................... 22
BAB IV ............................................................................................................................................. 38
PENUTUP ........................................................................................................................................ 38
4.1 Kesimpulan ...................................................................................................................... 38
4.2 Saran ............................................................................................................................... 38

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Tuberkulosis Paru termasuk penyakit menular kronis. Waktu pengobatan yang
panjang dengan jenis obat lebih dari satu menyebabkan penderita sering terancam putus
berobat selama masa penyembuhan dengan berbagai alasan, antara lain merasa sudah sehat
atau faktor ekonomi. Akibatnya adalah pola pengobatan harus dimulai dari awal dengan
biaya yang bahkan menjadi lebih besar serta menghabiskan waktu berobat yang lebih lama.
Alasan ini menyebabkan situasi Tuberkulosis Paru di dunia semakin memburuk dengan
jumlah kasus yang terus meningkat serta banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama
negara-negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah Tuberkulosis Paru
besar (high burden countries), sehingga pada tahun 1993 WHO/Organisasi Kesehatan Dunia
mencanangkan Tuberkulosis Paru sebagai salah satu kedaruratan dunia (global
emergency).Tuberkulosis Paru juga merupakan salah satu emerging diseases.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja anatomi dari Tuberkulosis Paru?


2. Apa definisi dari Tuberkulosis Paru?
3. Bagaimana etiologi dari Tuberkulosis Paru?
4. Bagaimana klasifikasi dari Tuberkulosis Paru?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari Tuberkulosis Paru?
6. Bagaimana patofisiologi dari Tuberkulosis Paru?
7. Bagaimana pathway dari Tuberkulosis Paru?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari Tuberkulosis Paru?
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui anatomi dari Tuberkulosis Paru.


2. Untuk memahami definisi dari Tuberkulosis Paru.
3. Untuk mengetahui etiologi dari Tuberkulosis Paru.
1
4. Untuk mengetahui klasifikasi dari Tuberkulosis Paru.
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Tuberkulosis Paru.
6. Untuk mengetahui patofisologi dari Tuberkulosis Paru.
7. Untuk memahami pathway dari Tuberkulosis Paru.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Tuberkulosis Paru.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi

1. Anatomi Saluran Pernapasan Bagian Atas


a. Lubang Hidung (cavum nasalis)
Hidung dibentuk oleh tulang sejati(os) dan tulang rawan (kartilago). Hidung
dibentuk oleh sebagian kecil tulang sejati, sisanya terdiri atas kartilago dan jaringan
ikat (connective tissue). Bagian dalam hidung merupakan suatu lubang yang
dipisahkan menjadi lubang kiri dan kanan oleh sekat (septum). Rongga hidung
mengandung rambut (fimbriae) yang berfungsi sebagai penyaring (filter) kasar
terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan (mukosa) hidung terdapat epitel
bersilia yang mengandung sel goblet. Sel tersebut mengeluarkan lendir sehingga
dapat menangkap benda asing yang masuk ke dalam saluran pernapasan. Kita dapat
mencium aroma karena di dalam lubung hidung terdapat reseptor. Reseptor bau
terletak pada cribriform plate, di dalamnya terdapat ujung dari saraf kranial I
(Nervous Olfaktorius).
Hidung berfungsi sebagai jalan nafas pengatur udara pengatur kelembaban udara
(humidifikasi), pengatur suhu, pelindung dan penyaring udara, indra pencium dan
resonator suara. Fungsi hidung sebagai pelindung dan penyaring dilakukan oleh
vibrissa, lapisan lendir, dan enzim lisozim. Vibrissa adalah rambut pada vestibulum
nasi yang bertugas sebagai penyaring debu dan kotoran (partikel berukuran besar).
Debu-debu kecil dan kotoran (partikel kecil) yang masih dapat melewati vibrissa
akan melekat pada lapisan lendir dan selanjutnya dikeluarkan oleh refleks bersin.
Jika dalam udara masih terdapat bakteri (partikel sangat kecil), maka enzim lisozim
yang menghancurkannya.
b. Sinus paranasalis

3
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala. Dinamakan
sesuai dengan tulang tempat dia berada yaitu sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus
sphenoidalis, dan sinus maxillaris. Sinus berfungsi untuk :

• Membantu menghangatkan dun humidifikasi.


• Meringankan berat tulang tengkorak.
• Mengatur bunyi suara manusia dengan ruang resonansi.
c. Faring
Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong (±13cm) yang letaknya
bermula dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esofagus pada
ketinggian tulang rawan (kartilago) krikoid. Berdasarkan letaknya faring dibagi
menjadi : tiga yaitu di belakang hidung (naso-faring), belakang mulut (oro faring),
dan belakang laring (laringofaring).
Naso-faring terdapat pada superior di area yang terdapat epitel bersilia (pseudo
stratified) dan tonsil (adenoid), serta merupakan muara tube eustachius. Adenoid atau
faringeal tonsil berada di langit-langit naso- faring. Tenggorokan dikelilingi oleh
tonsil, adenoid, dan jaringan limfoid lainnya. Struktur tersebut penting sebagai mata
rantai nodus limfatikus untuk menjaga tubuh dari invasi organisme yang masuk ke
hidung dan Tenggorokan.
Oro-faring berfungsi untuk menampung udara dari naso faring dan makanan dari
mulut. Pada bagian ini terdapat tonsil palatina (posterior) dan tonsila lingualis (dasar
lidah).
Laringofaring merupakan bagian terbawah faring yang berhubungan dengan esofagus
dan pita suara (vocal cord) yang berada dalam trachea. Laringo-faring berfungsi pada
saat proses menelan dan respirasi. Laringo- faring terletak di bagian depan pada
laring sedangkan trakea terdapat di belakang.
d. Laring
Fungsi utama laring adalah untuk pembentukan suara, sebagai proteksi alat nafas
bawah dari benda asing dan untuk memfasilitasi proses terjadinya batuk. Laring
terdiri atas:
• Epiglotis : katup kartilago yang menutup dan membuka selama menelan.

4
• Glotis: lubang antara pita suara dan laring.
• Kartilago : tiroid kartilago yang terbesar pada trakea, terdapat bagian yang
membentuk jakun ('Adam's apple).
• Kartilago krikoid : cincin kartilago yang utuh di luring (terletak di bawah
kartilago tiroid).
• Kartilago aritenoid : denakan pada pergerakan pita suara bersama dengan
kartilago tiroid.
• Pita suara: sebuah ligamen yang dikantrol oleh pergerakan otot yang
menghasilkan suara dan menempel pada lumen laring
2. Anatomi Saluran Pernapasan Bagian Bawah
a. Saluran Udara Konduktif
1) Trakea
Trakea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulung vertebrae
torakal ke-7 yang bercabang menjadi dua bronchus. Ujung cabang trachea
disebut carina. Trachea bersifat sangat fleksibel, berotot, dan memiliki panjang
12 cm dengan cincin kartilago berbentuk huruf C. Pada cincin tersebut terdapat
epitel bersilia tegak (pseudostratified ciliated columnar epithelium) yang
mengandung banyak sel goblet yang mensekresikan lendir (mucus).
2) Bronkus dan Bronkiolus
Cabang bronkhus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan cenderung lebihvertikal
daripada cubung yang kiri. Hal tersebut menyebabkan benda asinglebih mudah
masuk ke dalam cabang sebelah kanan. Bronkus disusun oleh jaringan kartilago
sedangkan bronkiolus, yang berakhir di alveoli, tidak mengandung kartilago.
Tidak adanya kartilago menyebabkan bronkiolus mampu menangkap udara,
namun juga dapat mengalami kolaps, Agar tidak kolaps, alveoli dilengkapi
dengan porus/lubang kecil yang terletak antar alveoli ("Kohn pores') yang
berfungsi untuk mencegah kolaps alveoli.
b. Saluran Respiratorius Terminal
1) Alveoli
Parenkim paru-paru merupakan area yang aktif bekerja dari jaringan paru paru,
Parenkim tersebut mengandung berjuta-juta unit alveolus. Alveoli merupakan

5
kantong udara yang berukuran sangat kecil dan merupakan akhir dari
bronkhiolus respiratoria sehingga memungkinkan pertukaran O2 dan Co2.
Seluruh dari unit alveoli (zona respirasi) terdiri atas bronkhiolus respiratorius,
duktus alveolus, dan alveolar sacs (kantong alveolus). Fungsi utama dari unit
alveolus adalah pertukaran O2 dan Co2, di antara kapiler pulmoner dan alveoli.
2) Paru paru
Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada di
atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru paru kanan
dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum. Jantung, aorta, vena
cava, pembuluh paru-paru, esofagus, bagian dari trakea dan bronkus, serta
kelenjar timus terdapat pada mediastinum.
3) Dada, Diafragma, dan Pleura
Tulang dada (sternum) berfungsi melindungi paru-paru. jantung, dan pembuluh
darah besar. Bagian luar rongga dada terdiri atas 12 pasang tulang iga (costae).
Bagian atas dada pada daerah leher terdapat dua otot tambahan inspirasi yaitu
otot scalenus dan sternocleidomastoid. Otot scalenius menaikkan tulang ke-1 dan
ke-2 selama inspirasi untuk memperluas rongga dada atas dan menstabilkan
dinding dada, sedangkan sternocleidomastoid mengangkat sternum. Otot
parasternalis, trapezius, dan pectoralis juga merupakan otot tambahan inspirasi
dan berguna untuk meningkatkan kerja napas. Di antara tulang iga terdapat otot
intercostal. Otot interkostal eksternal menggerakkan tulang iga ke atas dan ke
depun sehingga akan meningkatkan diameter anterposterior dinding dada.
Diafragma terletak di bawah rongga dada. Diafragma berbentuk seperti kubah
pada keadaan relaksasi. Pengaturan saraf diafragma (Nervus Phrenicus) terdapat
pada susunan saraf spinal pada tingkat C3, sehingga jika terjadi kecelakaan pada
saraf C3 akan menyebabkan gangguan ventilasi.
Pleura merupakan membran serosa yang menyelimuti paru-paru. Pleura ada dua
macam yaitu pleura parietal yang bersinggungan dengan rongga dada(lapisan
luar paru-paru) dan pleura visceral yang menutupi setiap paru-paru (lapisan
dalam paru-paru). Diantara kedua pleura terdapat cairan pleura seperti selaput
tipis yang memungkinkan kedua permukaan tersebut bergesekan satu sama lain

6
selama respirasi, dan mencegah pelekatan dada dengan paru-paru. Tekanan
dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer sehingga mencegah
kolaps paru-paru. Masuknya udara maupun cairan ke dalam rongga pleura akan
menyebabkan paru-paru tertekan dan kolaps. Apabila terserang penyakit, pleura
akan mengalami peradangan
4) Sirkulasi Pulmoner
Paru paru mempunyai dua sumber suplai darah yaitu arteri bronkialis dan arteri
pulmonalis. Sirkulasi bronkial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi
sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru-paru.
Arteri bronkialis berasal dari aorta torakalis dan berjalan sepanjang dinding
posterior bronkus. Vena bronchialis akan mengalirkan darah menuju vena
pulmonalis. Arteri pulmonalis berasal dari ventrikel kanan yang mengalirkan
darah vena ke paru paru di mana darah tersebut mengambil bagian dalam
pertukaran gas. Jalinan kapiler paru paru yang halus mengitari dan menutupi
alveolus merupakan kontak yang diperlukan untuk pertukarangan antara alveolus
dan darah.

2.2 Definisi

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang biasanya menyerang organ parenkim
paru (Brunner & Suddarth, 2002). Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang
menyerang paru-paru biasanya ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan
nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada
orang lain (Santa, dkk, 2009).
Menurut Depkes (2007) Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru,
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Tuberkulosis (TB) paru adalah infeksi pada
paru-paru dan kadang pada struktur-struktur disekitarnya, yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis (Saputra, 2010).
TB paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
suatu basil yang tahan asam yang menyerang parenkim paru atau bagian lain dari tubuh

7
manusia melalui droplet (bersin, batuk dan berbicara) yang dapat menyerang lewat udara
dari penderita ke orang lain.Penyakit ini dapat juga menyebar kebagian tubuh lain seperti
minengen, ginjal, tulang, dan nodas limfe.

2.3 Etiologi

Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran


panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar kompenen M. tuberculosis adalah
berupa lemak atau lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan
terhadap zat kimia dan faktor fisik Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai
daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu tuberculosis senang tinggal di daerah apeks
paru paru yang kandungan oksigennya tinggi, Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif
untuk penyakit tuberkulosis.

2.4 Klasifikasi

Menurut Depkes (2007), klasifikasi penyakit TB paru, diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena :
• Tuberkulosis Paru : Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang
jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar
padahilus.
• Tuberkulosis Ekstra Paru : Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
b) Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis pada TB Paru.
1. Tuberkulosis paru BTA positif
• Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
• Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberculosis
• Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan kultur atau biakan kuman
TB positif.

8
• Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT.
2. Tuberkulosis paru BTA negative.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
• Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
• Foto toraks normal tidak menunjukkan gambaran tuberkulosis.
• Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
• Ditentukan atau dipertimbangkan oleh dokter untuk diberi pengobatan.
c) Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
a. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks
memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses "far
advanced"), dan atau keadaan umum pasien buruk.
b. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparuhan penyakitnya. yaitu:
• TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
• TB ekstra-paru berat, misalnya meningitis, milier, pericarditis, peritonitis.
pleuritis eksudativa bilateral. TB tulang belakang, TBusus, TB saluran kemih
dan alat kelamin.
d) Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, dibagi menjadi beberapa tipe
pasien, yaitu :
• Kasus Baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
• Kasus Kambuh (relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatantuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kukuri.
• Kasus setelah putus berobat (defaulat) adalah pasien yang lelah berobat dan
putus berobat 2 bulan atau lebihdengan BTA positif.

9
2.5 Maniestasi Klinis

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk
dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak
nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat
malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan (Depkes, 2006).
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah banyak
pasien ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Gejala
tambahan yang sering dijumpai (Asril Bahar. 2001) :
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang dapat
mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian
dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya sehingga pasien merasa tidak pernah
terbebas dari demam influenza ini.
2. Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-
produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap penyakit tidaklah sama, maka
mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni
setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Keadaan yang
adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan
batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus
dinding bronkus.
3. Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi
setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai
ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien
menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise

10
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan
berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin kurus (berat badan turun), sakit
kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat pada malam hari tanpa aktivitas. Gejala
malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

2.6 Patofisiologi

Tempat masuk kuman Mycobacterium Tuberculosis adalah saluran pemafasan, saluran


pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis (TBC) terjadi
melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel
yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas dengan melakukan
reaksi inflamasi bakteri dipindahkan melalui jalan nafas, basil tuberkel yang mencapai
permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga
basil, gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar
bronkhus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus, basil
tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada
tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut. Setelah
hari-hari pertama leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami
konsolidasi dan timbul gejalaPneumonia akut.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang
tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau
berkembangbiak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar
getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit.
Reaksi ini membutuhkan waktu 10 20 hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju, isi
nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Bagian ini disebut dengan lesi primer. Daerah yang
mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitamya yang terdiri dari sel
epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi
lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang
mengelilingi tuberkel.
11
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah
bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Respon lain yang dapat terjadi
pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkhus dan
menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk
kedalam percabangan trakheobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain di
paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah, atau usus. Lesi primer
menjadi rongga-rongga serta jaringan nekrotik yang sesudah mencair keluar bersama batuk.
Bila lesi ini sampai menembus pleura maka akan terjadi efusi pleura tuberkulosa.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkhus dapat menyempit dan
tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan
perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung
sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang
tidak terlepas. Keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk
lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang
lolos melalui kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang
kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini
dikenal sebagai penyebaran limfo hematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran
hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan Tuberkulosis
milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak
organisme masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh. Komplikasi
yang dapat timbul akibat Tuberkulosis terjadi pada sistem pernafasan dan di luar sistem
pemafasan. Pada sistem pernafasan antara lain menimbulkan pneumothoraks, efusi pleural,
dan gagal nafas, sedang diluar sistem pernafasan menimbulkan Tuberkulosis usus,
Meningitis serosa, dan Tuberkulosis milier (Kowalak, 2011).

12
2.7 Pathway

M. Tuberculosis

Batuk
Nyeri dada

Inhalasi Droplet

SesakNapas Mual, muntah,


lemas
MunculReaksiRa
dang
Menghalangi proses Komplikasi pada
difusioksigenasi sistempernafasan
Bersihanjalannafast
idakefektif

Pola Nyeri Akut


NafasTidakEfekti
f

2.8 Penatalaksanaan

Pengobatan TBC Paru


Tujuan pemberian obat pada penderita tuberculosis adalah: menyembuhkan, mencegah
kematian,dan kekambuhan, menurunkan tingkat penularan (Depkes RI. 2002).
Sejak ditemukannya obat-obat anti TB dan dimulainya dengan monotherapi, kemudian
mulai timbul masalah resistensi terhadap obat-obat tersebut, maka pengobatan secara paduan
beberapa obat ternyata dapat mencapai tingkat kesembuhan yang tinggi dan memperkecil
jumlah kekambuhan.
Paduan obat jangka pendek 6 – 9 bulan yang selama ini dipakai di Indonesia dan dianjurkan
juga oleh WHO adalah 2 RHZ/4RH dan variasi lain adalah 2 RHE/4RH, 2 RHS/4RH, 2
RHZ/4R3H3/ 2RHS/4R2H2, dan lain-lain. Untuk TB paru yang berat ( milier ) dan TB

13
Ekstra Paru, therapi tahap lanjutan diperpanjang jadi 7 bulan yakni 2RHZ / 7RH.
Departemen Kesehatan RI selama ini menjalankan program pemberantasan TB Paru dengan
panduan 1RHE / 5R2H2.
Bila pasien alergi/hipersensitif terhadap Rifampisin, maka paduan obat jangka panjang 12–
18 bulan dipakai kembali yakni SHZ, SHE, SHT, dan lain-lain.
Beberapa obat anti TB yang dipakai saat ini adalah :
1. Obat anti TB tingkat satu.
Rifampisin (R), Isoniazid (I), Pirazinamid (P), Etambutol (E), Sterptomisin ( S ).
2. Obat anti TB tingkat dua.
Kanamisin ( K ), Para-Amino-Salicylic Acid ( P ),Tiasetazon ( T ), Etionamide,
Sikloserin, Kapreomisin, Viomisin, Amikasin, Ofloksasin, Sifrofloksasin,
Norfloksasin, Klofazimin dan lain-lain. Obat anti TB tingkat dua ini daya
terapeutiknya tidak sekuat yang tingkat satu dan beberapa macam yang teakhir yaitu
golongan aminoglikosid dan quinolon masih dalam tahap eksperimental.

Belakangan ini WHO menyadari bahwa pengobatan jangka pendek tersebut baru berhasil
bila obat-obat yang relatif mahal ( R & Z ) tersedia sampai akhir masa pengobatan. Di
beberapa negara berkembang, pengobatan jangka pendek ini banyak yang gagal mencapai
angka kesembuhan yang (cure rate) ditargetkan yakni 85 % karena :

• Program pemberantasan kurang baik.


• Buruknya kepatuhan berobat
Hal ini menyebabkan :
• Populasi TB semakin meluas.
• Timbulnya resistensi terhadap bermacam obat
Adanya epidemi AIDS akan lebih mengobarkan kembali aktifnya TB.
Menyadari bahaya tersebut di atas, WHO pada tahun 1991 mengeluarkan pernyataan baru
dalam pengobatan TB Paru sebagai berikut :
Pengobatan tetap dibagi dalam dua tahap yakni :
1. Tahap intensif ( initial ), dengan memberikan 4 – 5 macam obat anti TB per hari
dengan tujuan :
• Mendapatkan konversi sputum dengan cepat (efek bakterisidal).

14
• Menghilangkan keluhan dan mencegah efek penyakit lebih lanjut.
• Mencegah timbulnya resistensi obat
2. Tahap lanjutan (continuation phase), dengan hanya memberikan 2 macam obat per
hari atau secara intermitten dengan tujuan :
• Menghilangkan bakteri yang tersisa (efek sterilisasi).
• Mencegah kekambuhan
Pemberian dosis diatur berdasarkan berat badan yakni kurang dari 33 kg, 33 – 50 kg dan
lebih dari 50 kg.
Pengobatan dibagi atas 4 katagori yakni :
➢ Katagori I
Ditujukan terhadap :
a. Kasus baru dengan sputum negatif.
b. Kasus baru dengan bentuk TB berat seperti meningitis, TB diseminata,
perikarditis, peritonitis, pleuritis, spondilitis dengan gangguan neurologis,
kelainan paru yang luas dengan BTA negatif, TB usus, TB genito urinarius.
Pengobatan tahap intensif adalah dengan paduan 2RHZS ( E ). Bila setelah dua bulan
BTA menjadi negatif, diteruskan dengan tahap lanjutan. Bila setelah dua bulan masih
positif, tahap intensif diperpanjang lagi selama 2 – 4 minggu dengan 4 macam obat.
Pada populasi dengan resistensi primer terhadap INH rendah pada tahap intensif
cukup diberikan 3 macam obat yakni RHZ.
Pengobatan tahap lanjutan adalah dengan paduan 4 RH atau 4R3H3. Pasien dengan
TB berat ( meningitis, TB diseminata, spondilitis dengan kelainan neurologis ), R
dan H harus diberikan setiap hari selama 6 – 7 bulan. Paduan obat alternatif adalah 6
HE ( T ).
➢ Kategori II
Ditujukan terhadap :
a. Kasus kambuh
b. Kasus gagal dengan sputum BTA positif.
Pengobatan tahap intensif selama 3 bulan dengan 2 RHZE / 1RHZE. Bila setelah
tahap intensif BTA menjadi negatif, maka diteruskan dengan tahap lanjutan. Bila
setelah 3 bulan tahap intensif BTA tetap positif, maka tahap intensif tersebut

15
diperpanjang lagi 1 bulan dengan RHZE. Bila setelah 4 bulan BTA masih juga positif
pengobatan dihentikan selama 2 – 3 hari, lalu diperiksa biakan dan resistensi
terhadap BTA dan pengobatan diteruskan dengan tahap lanjutan. Bila pasien masih
mempunyai data resistensi BTA dan ternyata BTA masih sensitif terhadap semua
obat dan setelah tahap intensif BTA menjadi negatif, maka tahap lanjutan harus
diawasi dengan ketat di RS rujukan. Kemungkinan konversi sputum masih cukup
besar. Bila data menunjukkan resiten terhadap R dan H, maka kemungkinan
keberhasilan menjadi kecil.
Pengobatan tahap lanjutan adalah dengan paduan 5 RHE atau paduan 5 R3H3E3
yang perlu diawasi dengan ketat. Bila sputum BTA masih tetap positif setelah selesai
tahap lanjutan, maka pasien tidak perlu diobati lagi.
➢ Kategori III
Ditujukan terhadap :
a. Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas.
b. Kasus TBC ekstra paru selain yang disebut dalam kategori I.
Pengobatan tahap intensif dengan panduan 2 RHZ atau 2 R3H3Z3.
Pengobatan tahap lanjutan dengan panduan 2RH atau 2 R3H3. Bila kelainan paru
lebih luas dari 10 cm2 atau pada TB ekstra paru yang belum remisi sempurna, maka
tahap lanjutan diperpanjang lagi dengan H saja selama empat bulan lagi. Paduan obat
alternatif adalah 6 HE ( T )
➢ Kategori IV
Ditujukan terhadap kasus TB kronik.
Prioritas pengobatan disini rendah, terdapat resistensi terhadap obat-obat anti TB
(sedikitnya R dan H), sehingga masalahnya jadi rumit. Pasien mungkin perlu dirawat
beberapa bulan dan diberikan obat-obat anti TB tingkat dua yang kurang begitu
efektif, lebih mahal dan lebih toksis.
Di negara yang maju dapat diberikan obat-obat anti TB eksperimental sesuai dengan
sensitivitasnya, sedangkan di negara yang kurang mampu cukup dengan pemberian
H seumur hidup dengan harapan dapat mengurangi infeksi dan penularan.

16
Departemen Kesehatan RI dalam program baru pemberantasan TB paru telah mulai
dengan paduan obat : 2RHZE / 4R3HE ( kategori I ), 2 RHZSE / 1 RHZE / 5
R3H3E3 ( kategori II ), 2 RHZ/2 R3H3 ( kategori IV ).

17
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEWASA

KASUS

Tn. S berumur 57 tahun, agama Islam, masuk ke rumah sakit pada tanggal 12 Januari 2015
dengan keluhan sesak napas yang semakin meningkat sejak 1 hari yang lalu, sesak dirasakan
terus-menurus, sesak semakin meningkat saat beraktivitas, berkurang dengan posisi duduk, sesak
tidak dipengaruhi oleh emosi, cuaca maupun makanan. Riwayat sesak ± 2 tahun yang lalu, sesak
dirasakan hilang timbul, sesak berkurang setelah minum obat salbutamol dan teosal, namun 1
hari yang lalu keluhan sesak tidak berkurang setelah minum obat. Tn. S mengalami batuk sejak 2
minggu yang lalu dengan warna dahak putih kehijauan. Riwayat batuk sejak ± 2 tahun , batuk
berdahak warna putih, dengan dahak sulit keluar. kemudian mengalami demam sejak 2 minggu
lalu, demam dirasakan naik turun, pasien berkeringat dingin pada malam hari. Tn. S juga
merasakan nyeri pada dada kanan sejak 1 minggu yang lalu, nyeri dirasakan seperti ditusuk-
tusuk, nyeri bertambah bernapas dalam dan beraktifktas. Pasien mengtakan merasa berat saat
bernapas, merasa sulit tidur dan beristirahat karena nyeri yang dirasakan. Pasien tampak
memegang dada kanan, Batuk (+), sputum kental, susah dikeluarkan, terdengar whezzing.
Riwayat mual dan muntah tidak ada.

18
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Pasien

DENGAN TBC PARU DI RUANG FLAMINGGO

RS KENANGA

3.1 PENGKAJIAN

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. Prof. M. Yamin
No. MR :-
Masuk RS : 12 Januari 2015
Tanggal Pengkajian : 12 Januari 2015

B. Keluhan Utama
Sesak napas yang semakin meningkat sejak 1 hari sebelum MRS.

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien masuk ke rumah sakit pada tanggal 12 Januari 2015 dengan keluhan sesak
napas yang semakin meningkat sejak 1 hari yang lalu, sesak menciut, sesak dirasakan
terus-menurus, sesak semakin meningkat saat beraktivitas, berkurang dengan posisi
duduk, sesak tidak dipengaruhi oleh emosi, cuaca maupun makanan. Riwayat sesak ±
2 tahun yang lalu, sesak dirasakan hilang timbul, sesak berkurang setelah minum obat
salbutamol dan teosal, namun 1 hari yang lalu keluhan sesak tidak berkurang setelah
minum obat. Pasien mengalami batuk sejak 2 minggu yang lalu dengan warna dahak
putih kehijauan. Riwayat batuk sejak ± 2 tahun , batuk berdahak warna putih,
kemudian mengalami demam sejak 2 minggu lalu, demam dirasakan naik turun, tidak
menggigil ataupun berkeringat malam hari. Pasien juga merasakan nyeri ulu hati
sejak 1 minggu yang lalu, nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk sampai ke punggung,

19
nyeri bertambah saat perut kosong dan berkurang setelah makan. Riwayat mual dan
muntah tidak ada.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengatakan riwayat sesak ± 2 tahun yang lalu, riwayat alergi ada.

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengatakan tidak mengalami Riwayat penyakit keluarga.

F. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : composmetis cooperative
Tanda vital : TD: 140/90 mmHg, Nadi: 88 x/menit, RR: 26 x/menit,
Suhu: 37,7° C
2. Pemeriksaan Head To Toe
Kepala : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : tidak ada pembesaran tiroid
Thorax :
Paru Anterior :
- Inspeksi : statis simetris kanan kiri
dinamis semetris kanan kiri
- Palpasi : vocal fremitus simetris kanan kiri
- Perkusi : sonor seluruh lapang paru
- Auskultasi : ekspresi memanjang, wheezing +/+, ronkhi -/-
Paru Posterior :
- Inspeksi : statis simetris kanan-kiri
dinamis simetris kanan kiri
- Palpasi : vocal fremitus simetris kanan-kiri
- Perkusi : sonor seluruh lapang paru
- Auskultasi : ekspresi memanjang, wheezing +/+, ronkhi -/-

20
Jantung :
- Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V 1 jari medial linea
midclavicularis sinistra
- Perkusi : batang jantung
Atas : SIC II
Kanan : linea parasternalis dextra
Kiri : 1 jari medial linea midclavikularis sinistra
Bawah : SIC V
- Auskultasi : bunyi jantung I dan II regular, bising jantung (-)

Abdomen :

- Inspeksi : perut tampak datar, tidak ada scar


- Palpasi : supel, nyeri tekan (+) epigastrium, hepat dan lien
tidak teraba
- Perkusi : timpani seluruh kuadran abdomen
- Auskultasi : bising usus (+) normal

Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik, edema (-)

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah rutin
- Hb : 13,9 g/%
- Ht : 41 %
- Leukosit : 13.000/m𝑚3
- Trombosit : 249.00/m𝑚3
- Kesan : leukositosis
b. Rontgen thorax
- Paru: corakan bronkovaskuler meningkat, infiltrate di paru kiri
- Jantung : CTR < 50%
- Diagfragma : sudut costofrenikus lancip
- Kesan : bronchitis kronik

21
3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas d.d batuk tidak efektif,
spuntum berlebih, mengi, pola napas berubah
2. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas d.d pola napas abnormal , frekuensi
ekspirasi memanjang
3. Nyeri akut b. d inflamasi paru d.d pola napas berubah, gelisah, sulit tidur, tekanandarah
meningkat, nadi meningkat

3.3 Analisis Data

Diagnosa 1

Nama Px : Tn. S

Umur : 57 Tahun

Data Etiologi Masalah


DS :
Pasien mengatakan batuk Penumpukan sekret kental Bersihan jalan nafas tidak
dengan dahak susah dalam rongga broncus efektif
dikeluarkan, sesak bila
beraktivitas, keringat
dingin pada malam hari, Batuk,dada sesak
dada terasa sakit pada saat
batuk Jalan nafas tidak efektif
DO :
Sputum kental
Whezzing(+)
TD : 100/70 mmHg
N : 78 x/ Menit
S : 36.5oC
RR : 26x/menit
Px tampak gelisah

22
Rencana Asuhan Keperawatan Diagnosa 1

Nama : Tn. S

Umur : 57 Tahun

Jenis kelamin : laki-laki

No Diagnosa Perencanaan
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 Bersihan jalan Setelah dilakukan Observasi: Observasi:
nafas tidak asuhan 1. Identifikasi 1. Untuk
efektif b.d keperawatan kemampuan batuk mengetahui
hipersekresi selama 1 x 24 jam 2. Monitor adanya kemampuan
jalan napas d.d Diharapkan retensi sputum batuk pasien
batuk tidak bersihan jalan 3. Monitor adanya 2. Untuk
efektif, napas meningat, tanda dan gejala memonitor
spuntum dengan kriteria infeksi saluran napas adanya
berlebih, hasil: Terapeutik retensi
mengi, pola 1. Batuk 1. Atur posisi semi sputum
napas berubah efektif fowler atau fowler 3. Untuk
meningkat 2. Pasang perlak atau memonitor
2. Produksi bengkok di adanya
spuntum pangkuan pasien tanda dan
menurun 3. Buang sekret pada gejala
3. Mengi pada tempat sputum infeksi
napas Edukasi saluran
menurun 1. Jelaskan tjuan dan nafas
4. Pola napas prosedur batuk Terapeutik :
membaik efektif 1. Untuk
2. Anjurkan Tarik memaksima
napas dalam melalui lkan
hidung selama 4 ekspensi

23
detik , di tahan 2. Agar terjaga
selama 2 detik , kebersihan
kemudian keluarkan pasien
dari mulut dengan 3. Untuk
bibir meminimali
mencucu(dibulatkan) sir infeksi
selama 8 detik nosokomial
Kolaborasi Edukasi
1. Kolaborasi 1. Agar pasien
pemberian mukolitik mengetahui
atau ekspektoran tujuan dan
prosedur
batuk
efektif
2. Agar pasien
dapat
melakukan
secara
mandiri
Kolaborasi :
1. Untuk
mengkolabo
rasi
pemberian
mukolitik
atau
ekspetoran.

24
Implementasi Asuhan Keperawatan Diagnosa 1

No Hari / tgl/ Diagnosa Tindakan Evaluasi Ttd


waktu keperawatan
1 12 Bersihan 1. Mengidentifikasi DS :
Januari jalan nafas kemampuan batuk Pasien
2015 tidak efektif 2. Memonitor adanya mengatakan
b.d retensi sputum masih batuk dan
hipersekresi 3. Memonitor adanya dahak sulit
08.30 jalan napas tanda dan gejala keluar. Pasien
d.d batuk infeksi saluran napas mengatakan
tidak efektif, seperti ada
spuntum sesuatu
berlebih, didadanya
mengi, pola
napas DO :
berubah Pasien tampak
kesulitan
mengeluarkan
sputum. Warna
sputum kuning.
1. Mengatur posisi DS:
semi fowler atau Pasien
fowler mengatakan
2. Memasang perlak sudah lebih
atau bengkok di nyaman, pasien
09.00 pangkuan pasien sudah
3. Membuang sekret membuang
pada tempat sputum sekretnya
4. Menjelaskan tujuan dengan benar.
dan prosedur batuk Pasien

25
efektif mengatakan
sudah mengerti
tentang prosedur
batuk efektif
DO:
Pasien tampak
lebih nyaman,
pasein terlihat
kooperatif dan
mengikuti saran
perawat. Pasien
sudah mengerti
tentang prosedur
batuk efektif

1. Menganjurkan tarik DS :
napas dalam melalui Pasien
hidung selama 4 mengatakan
detik , di tahan merasa lebih
10.00 selama 2 detik , nyaman dan
kemudian keluarkan releks.
dari mulut dengan DO :
bibir Pasien
mencucu(dibulatkan) mengikuti
selama 8 detik anjuran dengan
baik, tampak
pola nafas
pasien telah
membaik
1. Kolaborasi DS:
pemberian mukolitik Pasien

26
atau ekspektoran mengatakan
11.30 batuk dan
mudah
mengeluarkan
dahaknya.
Pasien merasa
kondisinya lebih
baik dari
sebelumnya
DO :
Pasien tampak
batuk secara
efektif dengan
sekret tidak
banyak dan
berwarna
kuning. Tidak
terdengar suara
nafas.

Evaluasi Asuhan Keperawtaan Diagnosa 1

Tanggal/jam Diagnosa Keperawatan Evaluasi TTD

12 Januari Bersihan jalan nafas S:


2015 tidak efektif b.d Pasien mengatakan merasa lebih
hipersekresi jalan nyaman dan releks, batuk dan
12. 00 napas d.d batuk tidak dahaknya mudah dikeluarkan. Pasien
efektif, spuntum mengatakan kondisinya lebih baik

27
berlebih, mengi, pola dari sebelumnya
napas berubah O:
Pasien tampak bisa batuk secara
efektif, Produksi spuntum tampak
menurun, pola nafas pasien membaik,
tidak terdengar suara nafas mengi.
Dengan hasil pemeriksaan TTV:
✓TD : 110/80
N : 80x/mnt
S : 36°C
RR : 22x/mnt
A:
Masalah teratasi
P:
Pertahankan Kondisi pasien

Diagnosa 2

Data Etiologi Masalah


DS : Inspirasi dan ekspirasi tidak Pola napas tidak efektif
Pasien mengatakan merasa adekuat
sesak di dada sejak 1 hari
yang lalu
DO : Hambatan upaya napas
Pasien tampak kesulitan
bernafas. Pernapasan tidak
teratur. Ekspirasi lebih
panjang dari inspirasi. Pola napas abnormal
Dengan hasil pemeriksaan
TTV

28
TD : 110/90 MmHg Pona napas tidak efektif
N : 90 x/menit
RR : 26x/menit
S : 36,6 ⁰ C

Rencana Asuhan Keperawatan Diagnosa 2

N Diagnosa Perencanaan
o Keperawata Tujuan Intervensi Rasional
n
1 Pola napas Setelah dilakukan Observasi Observasi
tidak efektif asuhan keperawatan 1. Monitor frekuensi, 1. Untuk
b.d selama 1 x 24 jam irama, kedalaman mengetahui
hambatan Diharapkan dan upaya napas frekuensi,
upaya napas Pola napas membaik, 2. Monitor adanya irama,
d.d pola dengan kriteria hasil: sumbatan jalan kedalaman dsn
napas 1. Ventilasi napas upaya nafas.
abnormal, semenit 3. Palpasi 2. Untuk
frekuensi meningkat kesimetrisan mengetahui
ekspirasi 2. Tekanan ekspansi paru adanya
memanjang ekspirasi 4. Auskultasi bunyi sumbatan jalan
meningkat napas nafas
3. Tekanan Terapeutik 3. Untuk
inspirasi 1. Dokumentasikan mengetahui
meningkat hasil pemantauan kesimetrisan
4. Pemanjangan Edukasi ekspansi paru
fase ekspirasi 1. Jelaskan tujuan 4. Untik
menurun dan prosedur mengetahui
pemantauan bunyi nafas
Terapeutik :
1. Untuk

29
mendokument
asikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Agar pasien
dan keluarga
mengetahui
tujuan dan
prosedur
pemantauan

Implementasi Asuhan Keperawatan Diagnosa 2

No Hari / tgl/ Diagnosa Tindakan Evaluasi Ttd


waktu keperawatan
1 13 Januari Pola napas 1. Memonitor frekuensi, DS :
2015 tidak efektif irama, kedalaman dan
b.d hambatan upaya napas DO :
08.00 upaya napas 2. Memonitor adanya RR : 26 x/menit
d.d pola sumbatan jalan napas Irama tidak
napas 3. Melakukan palpasi teratur.
abnormal, kesimetrisan ekspansi Tidak ada
frekuensi paru sumbatan jalan
ekspirasi 4. Malakukan auskultasi nafas, ekspansi
memanjang bunyi napas paru tampak tidak
simetris. Bunyi
Nafas (+)
1. Mendokumentasikan
hasil pemantauan

30
1. Menjelaskan tujuan dan DS :
09. 00 prosedur pemantauan 1. Px
mengataka
n sudah
mengerti
Tentang
tujuan dan
prosedur
pemantaua
n
DO :
1. Px tampak
mengerti

Evaluasi Asuhan Keperawatan Diagnosa 2

Tanggal/jam Diagnosa Keperawatan Evaluasi TTD

13 Januari Pola napas tidak efektif S :


2015 b.d hambatan upaya • Px mengatakan pernapasannya
napas d.d pola napas membaik
10.00 abnormal, frekuensi • Px mengatakan kondisinya lebih
ekspirasi memanjang baik dari sebelumnya
O:
• Frekuensi napas pasien ter
• Pemeriksaan TTV:

TD : 120/80 mmHg
N : 80x/mnt

31
S : 36°C
RR : 23x/mnt
A:
Masalah teratasi
P:
Pertahankan Kondisi pasien

Diagnosa 3

Data Etiologi Masalah


DS : infiltrasi radang Nyeri Akut
Pasien mengatakan sakit pada pleura/selaput paru
dadanya dan merasa berat
saat bernapas. Pasien
mengatakan setiap malam Terjadinya gesekan kedua
kesulitan untuk tidur akibat pleura saat eksprirasi dan
nyeri dadanya inspirasi
P : nyeri akibat adanya
infeksi
Q : nyeri terasa seperti Gelisah , pola napas berubah ,
ditusuk tusuk td meningkat , nadi
R : terasa pada dada sebelah meningkat , sulit tidur
kanan
S : skala 5 (dari 0-10)
T : nyeri hilang timbul, terasa
berat saat bernapas Nyeri akut
DO :

32
Pasien tampak memegang
bagian dada kanannya, nafas
pendek, pasien tampak
gelisah, dengan hasil TTV :
TD : 110/90 MmHg
N : 95 x/menit
RR : 24 x/menit
S : 36,5 ⁰ C

Rencana Asuhan Keperawatan Diagnosa 3

N Diagnosa Perencanaan
o Keperawata Tujuan Intervensi Rasional
n
1 Nyeri akut b. Setelah dilakukan Observasi Observasi :
d inflamasi asuhan keperawatan 1. Identifikasi lokasi, 1. Untuk
paru d.d pola selama 1 x 24 jam karakteristik, mengetahui
napas Diharapkan durasi, frekuensi, karakteristik,
berubah, Tingkat Nyeri kualitas, intensitas durasi,
gelisah, sulit menurun dengan nyeri frekuensi,
tidur, kriteria hasil: 2. Identifikasi skala kualitas dan
tekanandarah 1. Keluhan nyeri intensitas nyeri
meningkat, nyeri 3. Indentifikasi faktor 2. Untuk
nadi menurun yang memperberat mengetahui
meningkat 2. Gelisah dan memperingan skala nyeri
menurun nyeri 3. Untuk
3. Kesulitan Terapeutik mengetahui
tidur 1. Pertimbangakan faktor yang
menurun jenis dan sumber memperberat

33
4. Frekuensi nyeri dalam dan
nadi pemilihan strategi memperingan
membaik meredakan nyeri nyeri
5. Pola napas Edukasi Terapeutik :
membaik 1. Jelaskan penyebab, 1. Untuk
6. Tekanan periode, dan mempertimban
darah pemicu nyeri gkan jenis dan
membaik 2. Jelaskan strategi sumber nyeri
meredakan nyeri dalam
Kolaborasi pemilihan
1. Kolaborasi strategi
pemberian meredakan
analgesik nyeri
Edukasi:
1. Agar px
mengetahui
penyebab,
periode dan
pemicu nyeri
2. Agar pasien
mengetahui
strategi
meredakan
nyeri
Kolabirasi
1. Membantu
meringankan
rasa nyeri
pasien

34
Implementasi Asuhan Keperawatan Diagnosa 3

HARI
DIAGNOSA
N /
KEPERAWAT TINDAKAN EVALUASI TTD
O TGL/
AN
JAM
1 13 Nyeri akut b. d 1. Mengidentifikasi DS:
januar inflamasi paru lokasi, Pasien mengatakan
i 2015 d.d pola napas karakteristik, nyerinya semakin
berubah, durasi, frekuensi, bertambah saat
gelisah, sulit kualitas, intensitas bernapas dalam dan
13. 30 tidur, nyeri beraktivitas
tekanandarah 2. Mengidentifikasi DO :
meningkat, skala nyeri ➢ P : nyeri
nadi meningkat 3. Mengindentifikasi terjadi karena
faktor yang adanya infeksi
memperberat dan ➢ Q : Nyeri
memperingan nyeri terasa seperti
di tusuk-tusuk
➢ R : nyeri
terasa pada
bagian dada
kanan
➢ S : Skala
nyeri 5 (dari
0-10)
➢ T : Nyeri
hilang timbul,
terasa berat
saat bernapas

35
15.00 1. Pertimbangakan DS:
jenis dan sumber Pasien merasa lebih
nyeri dalam nyaman, pasien
pemilihan strategi mengatakan nyeri
meredakan nyeri dada berkurang dan
2. Mengkolaborasi sesaknya berkurang
pemberian DO :
analgesik Pasien tampak tidak
gelisah, tampak lebih
tenang.
17.00 1. Jelaskan penyebab, DS :
periode, dan Pasien mengatakan
pemicu nyeri sudah mengerti
2. Jelaskan strategi mengenai penyebab
meredakan nyeri nyeri
DO:
Pasien tampak
memahami
penjelasan yang
diberikan

Evaluasi Asuhan Keperawatan Diagnosa 3

Hari /
tanggal / Evaluasi Paraf
jam
13 Januari S : Pasien mengatakan nyeri dada sudah berkurang, sesak
2015 berkurang. Pasien merasa lebih nyaman dan tenang
P : Nyeri terjadi karena adanya infeksi

36
Q : Nyeri sudah tidak terasa
19.00 R : Nyeri terjadi di dada kanan
S :Skala nyeri 3 (dari 0-10)
T : Nyeri sudah berkurang
O : pasien tampak tidak gelisah, tampak lebih tenang, pola
nafas cukup membaik, nadi dan tekanan darah membaik.
Dengan hasil pemeriksaan TTV
TD : 110/80 MmHg
N : 85x/menit
RR : 21 x/menit
S : 36,5 ⁰ C
A : Masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi

37
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa:


TB adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitasyang diperantarai oleh sel dengan
sel efektor berupa makrofag, dan limfosit (biasanya sel T) sebagai sel imunoreponsif. Tipe
imunitas ini melibatkanpengaktifan makrofag pada bagian yang terinfeksi limfosit dan
limfokon mereka : responnya berupa reaksi berupa hipersensitifitas seluler (lambat).
Sebagian besar infeksi TB menyebar lewat udara, melalui terhirupnya nikleus droplet yang
berisikan organisme basil dari seseorang yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolar membangkitkan reaksi peradangan yaitu
ketika leukosit digantikan oleh makrofag. Alveoli yang terlibat mengalami konsolidasi, dan
timbul pneumonia akut, yang dapat sembuh sendiri sehingga tidak terdapat sisa, atau
prosesnya dapat berjalan terusdifagosit atau menjadi banyak di dalam sel-sel.

4.2 Saran

Adapun saran yang dapat kami berikan dari isi makalah ini adalah:
Hindari atau jauhi segala factor-faktor yang dapat menyebabkan seorang terinfeksi TB Paru
seperti : Alkohol, kontak langsung dengan penderita TB.
Apabila seorang yang telah di diagnose menderita TB disarankan menjalani pemeriksaan
fisik, uji tuberkin Mantoux, radiografi dada, dan pemeriksaan bekteriologi atau histology.
Lakukanlah 3 prinsip pengobatan TB yaitu; (1) regimen harus terdiri dari banyak obat-
obatan yang sesuai untuk organismetersebut, (2) obat-obatan tersebut harus digunakan
secara teratur, (3) terapi obat harus dilakukan dalam waktu yang cukup untuk memberikan
terapi yang efektifdan paling aman dalam waktu yang terpendek.

38
DAFTAR PUSTAKA

Mardiyah, Istna Abidah. 2017. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dengan Tuberculosis Paru Di Instalasi Gawat Darurat Rumah DKT Jember. Dikutip 20
Agustus,
dari:https://www.academia.edu/36153620/Asuhan_Keperawatan_pada_Pasien_Tuberculosis
_Paru_docx

Muttaqin Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan Pada Pasien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Zainita, Aida Pratami and Rosa Delima Ekwantini, and Maryana, (2019) Penerapan
Batuk Efektif Dalam Mengeluarkan Sekret Pada Pasien Tuberkulosis Dalam Pemenuhan
Kebutuhan Oksigenasi Di Keluarga. Skripsi thesis, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.

39

Anda mungkin juga menyukai