Anda di halaman 1dari 132

KEPERAWATAN KRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA SISTEM MUSKULOSKELETAL


DAN PERSARAFAN

OLEH:

1. I Made Aditya Dwi Artawan (P07120219055)


2. I Gusti Ngurah Agung Ari Kepakisan (P07120219059)
3. I Gede Made Krisna Dwi Payana (P07120219064)
4. Luh Putu Sukma Wati (P07120219066)
5. Maria Sholasticha Putu Erlina S (P07120219068)
6. I Made Tantri Patrayana (P07120219069)
7. Putu Lydia Kusuma Riawan (P07120219078)
8. Dimas (P07120219085)
9. Ni Made Cahyaning Upadani (P07120219096)
10. Pande Gede Angga Gustina Arianto (P07120219067)
11. Ni Made Arisasmita Candra Dewi (P07120219103)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN
KEPERAWATAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Ida sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Hyang Maha
Esa yang selalu melimpahkan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Tugas yang berjudul “Asuhan Keperawatan Kritis Pada Sistem Muskuloskeletal dan
Persarafan”. Penyusunan tugas ini adalah merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh
setiap mahasiswa untuk memenuhi persyaratan di dalam mencapai nilai yang bagus pada
mata kuliah Keperawatan Kritis Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar.
Kami menyadari sepenuhnya, bahwa tugas ini masih banyak kekurangannya. Meskipun
demikian kami berharap tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Hyang Maha Esa melimpahkan rahmat-
Nya kepada kita semua.

Denpasar, 19 Januari 2022

Penulis
Konsep Asuhan Keperawatan Kritis Pada Gangguan Sistem Muskuloskeletal (Open
Fraktur Os. Femur 1/3 Distal Dextra)

A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN OPEN FRAKTUR


1. Pengkajian Keperawatan
Merupakan salah satu dari komponen proses keperawatan yang dilakukan oleh
perawat dalam menggali permasalahan klien meliputi:
a. Anamnesa
Anamnesa merupakan tekhnik memperoleh suatu informasi atau data tentang
kesehatan pasien melalui wawancara antara perawat dengan petugas kesehatan dengan
pasien atau orang lain yang mengetahui kondisi pasien. Dalam anamnesa, informasi yang
perlu didapatkan adalah:
1) Biodata pasien
Biodata pasien yang perlu dikaji dalam anamnesa meliputi nama pasien, umur pasien,
jenis kelamin, usia, alamat lengkap, pekerjaan, pendidikan, status perkawinan, agama,
suku bangsa.
2) Keluhan Utama
Dalam membuat riwayat keperawatan yang berhubungan dengan gangguan sistem
muskuloskeletal, integumen, sensori, penting untuk mengetahui tanda serta gejalanya.
Termasuk dalam keluhan utama pada gangguan sistem muskuloskeletal, integumen,
sensoriyaitu pada umumnya seseorang datang kerumah sakit dengan gejala khas
berupa polifagia, poliuria, polidipsia, lemas, dan berat badan turun. Keluhan utama
adalah keluhan yang dirasakan sangat mengganggu kondisi pasien yang mendorong
pasien untuk datang menemui layanan kesehatan.
3) Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian riwayat penyakit saat ini pada sistem muskuloskeletal, integumen, sensori
seperti menanyakan tentang riwayat penyakit sejak timbulnya keluhan sehingga klien
meminta pertolongan. Data ini terdiri dari 4 komponen, antara lain: kronologi
penyakit, gambaran dan deskripsi keluhan utama, keluhan penyerta dan usaha
berobat.
4) Riwayat allergi
Perawat menanyakan kemungkinan adanya allergi pada obat ataupun makanan
5) Riwayat pengobatan
Perawat menanyakan kepada pasien mengenai obat yang pernah dikonsumsi.
6) Riwayat penyakit dahulu
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya.
Misalnya apakah klien pernah dirawat sebelumnya, dengan penyakit apa, apakah
pernah mengalami sakit yang berat, dan sebagainya.
7) Riwayat penyakit keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga dalam gangguan sistem muskuloskeletal,
integumen, sensori meupakan hal yang mendukung keluhan penderita, perlu dicari
riwayat keluarga yang dapat memberikan predisposisi.
8) Riwayat pekerjaan dan gaya hidup
Perawat juga harus menanyakan situasi tempat kerja dan lingkungannya. Kebiasaan
sosial, kebiasaan dalam pola hidup misalnya menanyakan tentang kebiasaan
merokok, sudah berapa lama, berapa batang perhari dan jenis rokok, minum alcohol,
atau obat tertentu.
b. Pengkajian Keperawatan Kritis :
1) B1 (Breathing)
Pada Pengkajian Breathing bisa dilakukan pengkajian di bawah ini:
- Pola napas : Dinilai kecepatan, irama, dan kualitas.
- Bunyi napas: Bunyi napas normal; Vesikuler, broncho vesikuler.
- Penurunan atau hilangnya bunyi napas dapat menunjukan adanya atelektasis,
pnemotorak atau fibrosis pada pleura.
- Kaji adanya sumbatan jalan napas. Terjadi karena adanya penurunan
kesadaran/koma sebagai akibat dari gangguan transport oksigne ke otak.
- Klien biasanya kekurangan oksigen dan napas tersengal-sengal, sianosis
- Rales merupakan bunyi yang dihasilkan oleh aliran udara yang melalui sekresi di
dalam trakeobronkial dan alveoli.
- Ronchi (dapat terjadi akibat penurunan diameter saluran napas dan peningkatan
usaha napas)
- Bentuk dada : Perubahan diameter anterior – posterior (AP) menunjukan adanya
COPD
- Ekspansi dada : Dinilai penuh / tidak penuh, dan kesimetrisannya.
- Ketidaksimetrisan mungkin menunjukan adanya atelektasis, lesi pada paru,
obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga, pnemotoraks, atau penempatan
endotrakeal dan tube trakeostomi yang kurang tepat
- Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai : Retraksi dari otot-otot
interkostal, substrernal, pernapasan abdomen, dan respirasi paradoks (retraksi
abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika otot-otot interkostal
tidak mampu menggerakan dinding dada.
- Sputum
- Sputum yang keluar harus dinilai warnanya, jumlah dan konsistensinya. Mukoid
sputum biasa terjadi pada bronkitis kronik dan astma bronkiale; sputum yang
purulen (kuning hijau) biasa terjadi pada pnemonia, brokhiektasis, brokhitis akut;
sputum yang mengandung darah dapat menunjukan adanya edema paru, TBC,
dan kanker paru.
- Selang oksigen
- Endotrakeal tube, Nasopharingeal tube, diperhatikan panjangnya tube yang
berada di luar.
- Parameter pada ventilator
- Volume Tidal
- Normal : 10 – 15 cc/kg BB.
- Perubahan pada uduma fidal menunjukan adanya perubahan status ventilasi
penurunan volume tidal secara mendadak menunjukan adanya penurunan
ventilasi alveolar, yang akan meningkat PCO2. Sedangkan peningkatan volume
tidal secara mendadak menunjukan adanya peningkatan ventilasi alveolar yang
akan menurunkan PCO2.
- Kapasitas Vital : Normal 50 – 60 cc / kg BB
- Minute Ventilasi
- Forced expiratory volume
- Peak inspiratory pressure
2) B2 (Blood)
Pada Pengkajian Blood bisa dilakukan pengkajian di bawah ini:
- Irama jantung : Frekuensi ..x/m, reguler atau irregular
- Misalnya takikardia, penurunan TD, aritmia jantung
- Distensi Vena Jugularis
- Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat dari penggunaan ventilator
- Bunyi jantung : Dihasilkan oleh aktifitas katup jantung
- S1 : Terdengar saat kontraksi jantung / sistol ventrikel. Terjadi akibat penutupan
katup mitral dan trikuspid.
- S2 : Terdengar saat akhir kotraksi ventrikel. Terjadi akibat penutupan katup
pulmonal dan katup aorta.
- S3 : Dikenal dengan ventrikuler gallop, manandakan adanya dilatasi ventrikel.
- Murmur : terdengar akibat adanya arus turbulansi darah. Biasanya terdengar pada
pasien gangguan katup.
- Pengisian kapiler : normal kurang dari 3 detik
- Nadi perifer : ada / tidak dan kualitasnya harus diperiksa. Aritmia dapat terjadi
akibat adanya hipoksia miokardial.
- PMI (Point of Maximal Impuls): Diameter normal 2 cm, pada interkostal ke lima
kiri pada garis midklavikula. Pergeseran lokasi menunjukan adanya pembesaran
ventrikel pasien hipoksemia kronis.
- Edema : Dikaji lokasi dan derajatnya.
a) Inspeksi
 Inspeksi adanya parut pasca pembedahan jantung. Posisi parut dapat
memberikan petunujuk mengenai lesi katup yang telah dioperasi
 Denyut apeks : posisinya yang normal adalah pada interkostal kiri ke – 5
berjarak 1 cm medial dari garis midklavikula.
b) Palpasi
Tujuannya adalah mendeteksi kelainan yang tampak saat inspeksi. Teknik
yang dilakukan adalah sebagai berikut :
 Palpasi dilakukan dengan menggunakan telapak tangan, kemudian
dilanjutkan dengan tekanan yang sedikit keras.
 Pemeriksa berdiri di kanan klien, minta klien duduk kemudian berbaring
telentang. Pemeriksa meletakkan tangan di prekordium, samping sternum dan
lakukan palpasi denyut apeks.
 Berikan tekanan yang lebih keras pada telapak tangan. Kemudian tangan
ditekan lebih keras untuk menilai kekuatan denyut apeks.
 Lanjutkan dengan melakukan palpasi denyut apeks menggunakan ujung jari
telunjuk dan tengah. Palpasi daerah prekordial di samping sternum.
 Kaji denyut nadi arteri, tarikan dan getaran denyutan.
Palpasi denyut apeks :
 Normal pada interkosta ke – 5 (2 – 3 cm medial garis midklavikula). Dapat
tidak teraba bila klien gemuk, dinding toraks tebal, emfisema dan lain – lain.
 Meningkat bila curah jantung besar misalnya pada insufisiensi aorta/mitral.
 Impuls Parasternal dapat teraba bila pangkal telapak tangan diletakkan tepat
pada bagian kiri dari sternum dengan jari – jari agak terangkat sedikit dari
dada.
Thrill
Aliran darah yang turbulen menimbulkan murmur jantung saat auskultasi,
terkadang dapat teraba. Murmmur yang teraba ini disebut thrill. Prekordium
harus dipalpasi menggunakan telapak tangan secara sistematik untuk menentukan
adanya thrill.
Palpasi arteri karotis :
Arteri karotis mudah dipalpasi pada otot – otot sternomastoideus. Hasil
pemeriksaan ini dapat memberikan banyak informasi mengenai bentuk
gelombang denyut aorta yang dipengaruhi oleh berbagai kelainan jantung.
Tekanan vena jugularis
Teknik pengukuran tekanan vena jugularis adalah sebagai berikut :
 Minta klien berbaring telentang, dengan kepala ditinggikan pada tempat tidur
atau meja pemeriksaan
 Kepala klien harus sedikit diplangkan menjauhi sisi leher yang akan diperiksa
 Carilah vena jugularis eksterna
 Palpasi denyutan vena jugularis interna (bedakan denyutan ini dengan
denyutan arteri karotis interna yang berada di sebelah vena jugularis interna)
 Tentukan titik tertinggi denyutan vena jugularis interna yang masih terlihat
 Dengan menggunakan penggaris cm, ukurlah jarak vertikal antara titik ini
dengan sudut sternal
 Catatlah jarak dalam cm dan tentukan sudut kemiringan klien berbaring
 Pengukuran yang lebih dari 3 -4 cm di atas sudut sternal dianggap suatu
peningkatan.
c) Perkusi
Pemeriksaan perkusi pada jantung biasanya jarang dilakukan jika
pemeriksaan foto rontgen toraks telah dilakukan. Tetapi pemeriksaan perkusi ini
tetap bermanfaat untuk menentukan adanya kardiomegali, efusi perikardium, dan
aneurisma aorta. Foto rontgen toraks akan menunjukkan daerah redup sebagai
petunjuk bahwa jantung melebar. Daerah redup jantung akan mengecil pada
emfisema.
d) Auskultasi
a. Katup Pulmonal
Terdengar lebih jelas pada interkosta ke – 2 dan ke – 3 kiri sternum
b. Katup aorta
Terdengar lebih jelas pada sternum, lebih rendah dan lebih medial daripada
katup pulmonal
c. Katup mitral
Terdengar lebih jelas pada sternum, dekat batas atas sendi antara interkosta
ke – 4 dan sternum
d. Katup trikuspidalis
Terdengar lebih jelas pada sternum, sesuai garis penghubung proyeksi katup
mitral dengan sendi antara sternum dengan interkosta ke – 5 kanan.
e. Auskultasi jantung
3) B3 (Brain)
Pada Pengkajian Brain bisa dilakukan pengkajian di bawah ini:
- Tingkat kesadaran
- Penurunan tingkat kesadaran pada pasien dengan respirator dapat terjadi akibat
penurunan PCO2 yang menyebabkan vasokontriksi cerebral. Akibatnya akan
menurunkan sirkulasi cerebral.
- Biasanya terjadi peningkatan sistem saraf simpatis.
- Untuk menilai tingkat kesadaran dapat digunakan suatu skala pengkuran yang
disebut dengan Glasgow Coma Scale (GCS). GCS memungkinkan untuk menilai
secara obyektif respon pasien terhadap lingkungan.Komponen yang dinilai
adalah : Respon terbaik buka mata, respon motorik, dan Respon verbal. Nilai
kesadaran pasien adalah jumlah nilai-nilai dari ketiga komponen tersebut.
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap
rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :
 Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
 Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
 Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
 Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor
yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang
(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban
verbal.
 Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri.
 Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin
juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk
perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen
karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam
rongga tulang kepala. Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya
hemiparese serebral atau sistem aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan
tingkat kesadaran berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas (kecacatan)
dan mortalitas (kematian). Jadi sangat penting dalam mengukur status
neurologikal dan medis pasien. Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah satu
bagian dari vital sign.
- GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat
kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai
respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
- Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka
mata, bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score)
dengan rentang angka 1 – 6 tergantung responnya.
Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku
jari)
(1) : tidak ada respon
Verbal (respon verbal) :
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi
tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak
Dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
Motor (respon motorik) :
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang
nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus
saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki
extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan
jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon
Hasil pemeriksaan kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol
E…V…M…
Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu
E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.
Refleks pupil
Reaksi terhadap cahaya (kanan dan kiri)
Ukuran pupil (kanan dan kiri; 2-6mm)
Dilatasi pupil dapat disebabkan oleh : stress/takut, cedera neurologis penggunaan
atropta, adrenalin, dan kokain. Dilatasi pupil pada pasien yang menggunakan
respirator dapat terjadi akibat hipoksia cerebral. Kontraksi pupil dapat
disebabkan oleh kerusakan batang otak, penggunaan narkotik, heroin.
a) Pemeriksaan kepala dan leher
Pemeriksaan kepala sebagai bagian difokuskan untuk mengkaji bibir dan
cuping telinga untuk mengetahui adanya sianosis perifer.
b) Pemeriksaan raut muka
1. Bentuk muka : bulat, lonjong dan sebagainya
2. Ekspresi wajah tampak sesak, gelisah, kesakitan
3. Tes saraf dengan menyeringai, mengerutkan dahi untuk memeriksa fungsi
saraf VII
c) Pemeriksaan bibir
1. Biru (sianosis) pada penyakit jantung bawaan dan lainnya
2. Pucat
(anemia)
d) Pemeriksaan
mata
1. Konjungtiva
Pucat (anemia)
Ptekie (perdarahan di bawah kulit atau selaput lendir) pada endokarditis
bakterial
2. Sklera
Kuning (ikterus) pada gagal jantung kanan, penyakit hati dan lainnya
3. Kornea
Arkus senilis (garis melingkar putih atau abu – abu di tepi kornea)
berhubungan dengan peningkatan kolesterol atau penyakit jantung
koroner.
4. Funduskopi
Yaitu pemeriksaan fundus mata menggunakan opthalmoskop untuk
menilai kondisi pembuluh darah retina khususnya pada klien hipertensi.
e) Pemeriksaan neurosensori
Ditujukan terhadap adanya keluhan pusing, berdenyut selama tidur,
bangun, duduk atau istirahat dan nyeri dada yang timbulnya mendadak.
Pengkajian meliputi wajah meringis, perubahan postur tubuh, menangis,
merintih, meregang, menggeliat, menarik diri dan kehilangan kontak mata.
4) B4 (Bladder)
Pada Pengkajian Bladder bisa dilakukan pengkajian di bawah ini:
a. Kateter urin
b. Urine : warna, jumlah, dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine.
c. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat
menurunnya perfusi pada ginjal.
d. Distesi kandung kemih
Output urine merupakan indiktor fungsi jantung yang penting. Penurunan
haluaran urine merupakan temuan signifikan yang harus dikaji lebih lanjut untuk
menentukan apakah penurunan tersebut merupakan penurunan produksi urine (yang
terjadi bila perfusi ginjal menurun) atau karena ketidakmampuan klien untuk buang
air kecil. Daerah suprapubik harus diperiksa terhadap adanya massa oval dan
diperkusi terhadap adanya pekak yang menunjukkan kandungkemih yang penuh
(distensi kandung kemih).
5) B5 (Bowel)
Kaji adanya anorexia, mual muntah, perubahan nutrisi sebelum atau pada masuk
rumah sakit dan yang terpenting adalah perubahan pola makan setelah sakit. Kaji
penurunan turgor kulit, kulit kering atau berkeringat, muntah dan perubahan berat
badanRefluks hepatojuguler.
a. Rongga mulut
Penilaian pada mulut adalah ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada
lidah dapat menunjukan adanya dehidarsi.
b. Bising usus
Ada atau tidaknya dan kualitas bising usus harus dikaji sebelum melakukan
palpasi abdomen. Bising usus dapat terjadi pada paralitik ileus dan peritonitis.
Lakukan observasi bising usus selama ± 2 menit. Penurunan motilitas usus dapat
terjadi akibat tertelannya udara yang berasal dari sekitar selang endotrakeal dan
nasotrakeal.
c. Distensi abdomen
Dapat disebabkan oleh penumpukan cairan. Asites dapat diketahui dengan
memeriksa adanya gelombang air pada abdomen.
d. Nyeri
e. Dapat menunjukan adanya perdarahan gastrointestinal
f. Pengeluaran dari NGT : jumlah dan warnanya
g. Mual dan muntah.
6) B6 (Bone)
Pengkajian yang mungkin dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Keluhan lemah dan lemah pada daerah ekstremitas, cepat lelah, pusing, dada rasa
berdenyut dan berdebar
b. Keluhan sulit tidur (karena adanya ortopnea, dispnea nokturnal paroksimal,
nokturia dan keringat pada malam hari)
c. Istirahat tidur : kaji kebiasaan tidur siang dan malam, berapa jam klien tisur
dalam 24 jam dan apakah klien mengalami sulit tidur dan bagaimana
perubahannya setelah klien mengalami gangguan pada sistem kardiovaskuler.
Perlu diketahui, klien dengan IMA sering terbangun dan susah tidur karena nyeri
dada dan sesak napas
d. Aktivitas : kaji aktivitas klien di rumah atau di rumah sakit. Apakah ada
kesenjangan yang berarti misalnya pembatasan aktivitas. Aktivitas klien biasanya
berubah karena klien merasa sesak napas saat beraktivitas.
e. Warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit.
f. Adanya perubahan warna kulit; warna kebiruan menunjukan adanya sianosis
(ujung kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir dan membran mukosa). Pucat
pada wajah dan membran mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar
haemoglobin atau shok. Pucat, sianosis pada pasien yang menggunakan ventilator
dapat terjadi akibat adanya hipoksemia. Jaundice (warna kuning) pada pasien
yang menggunakan respirator dapat terjadi akibatpenurunan aliran darah portal
akibat dari penggunaan FRC dalam jangka waktu lama.
g. Pada pasien dengan kulit gelap, perubahan warna tersebut tidak begitu jelas
terlihat,. Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukan adanya demam, infeksi.
Pada pasien yang menggunkan ventilator, infeksi dapat terjadi akibat gangguan
pembersihan jalan napas dan suktion yang tidak steril.
h. Integritas kulit
i. Perlu dikaji adanya lesi, dan decubitus
c. Pemeriksaan fisik
1) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-
kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah
menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
2) Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban
dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar
luka, tekstur rambut dan kuku.
3) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada.
4) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi,
hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
5) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan
berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
6) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
7) Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah
dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
8) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat,
kacau mental, disorientasi
d. Riwayat Psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
2. Diagnosis Keperawatan
a. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri dan atau
vena ditandai dengan pengisian kapiler >3 detik, akral teraba dingin, warna kulit
pucat.
b. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan penurunan mobilitas ditandai
dengan kerusakan jaringan dan lapisan kulit, nyeri, perdarahan
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik berhubungan dengan (mis.
trauma) ditandai dengan adanya keluhan nyeri, tampak meringis, diaforesis.
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal, program
pembatasan gerak, nyeri ditandai dengan kekuatan otot menurun, rentang gerak
(ROM) menurun, gerakan terbatas
3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil
1. Perfusi Perifer Setelah dilakukan tindakan Perawatan Sirkulasi
Tidak Efektif keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
maka perfusi perifer Periksa sirkulasi perifer
meningkat dengan kriteria (mis. nadi perifer, edema,
hasil : pengisian kapiler, warna,
Warna kulit pucat menurun suhu, ankle-brachial
(5) index)
Edema perifer menurun (5) Identifikasi faktor risiko
Nyeri ekstremitas menurun gangguan sirkulasi (mis.
(5) diabetes, perokok, orang
Kelemahan otot menurun tua, hipertensi dan kadar
(5) kolesterol tinggi)
Pengisian kapiler membaik Monitor panas,
(5) kemerahan, nyeri atau
Akral membaik (5) bengkak pada ekstremitas
Trugor kulit membaik (5) Terapeutik
Tekanan darah sistolik Hindari pemasangan infus
membaik (5) atau pengambilan darah di
Tekanan darah diastolik area keterbatasan perfusi
mebaik (5) Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
Hindari penekanan dan
pemasangan tourniquet
pada area yang cedera
Lakukan pencegahan
infeksi
Lakukan perawatan kaki
dan kuku
Lakukan hidrasi
Edukasi
Anjurkan berhenti
merokok
Anjurkan berolahraga
rutin
Anjurkan mengecek air
mandi untuk menghindari
kulit terbakar
Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah
secara teratur
Anjurkan menggunakan
obat penurunan tekanan
darah, antikoagulan, dan
penurun kolesterol, jika
perlu
Anjurkan menghindari
penggunaan obat penyekat
beta
Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang tepat
(mis. melembabkan
kulitkering pada kaki)
Anjurkan program
rehabilitasi vaskular
Anjurkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi (mis. rendah
lemak jenuh, minyak ikan
omega 3)
Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan (mis. rasa sakit
yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa)
Manajemen Sensasi
Perifer
Observasi
Identifikasi penyebab
perubahan sensasi
Identifikasi penggunaan
alat pengikat, prostesis,
sepatu dan pakaian
Periksa perbedaan sensasi
tajam atau tumpul
Periksa perbedaan sensasi
panas atau dingin
Periksa kemampuan
mengidentifikasi lokasi
dan tekstur benda
Monitor terjadinya
parestesia, jika perlu
Monitor perubahan kulit
Monitor adanya
tromboflebitis dan
tromboemboli vena
Terapeutik
Hindari pemakaian benda-
benda yang berlebihan
suhunya (terlalu panas
atau dingin)
Edukasi
Anjurkan penggunaan
termometer untuk menguji
suhu air
Anjurkan penggunaan
sarung tangan termal saat
memasak
Anjurkan memakai sepatu
lembut dan bertumit
rendah
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu

2. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas


Integritas Jaringan keperawatan selama 3 x 24 jam, Kulit
maka integritas kulit dan Observasi
jaringan membaik dengan Identifikasi penyebab
Kriteria hasil : gangguan integritas kulit
 Nyeri menurun (5) (mis. perubahan sirkulasi,
 Perdarahan menurun (5) perubahan status nutrisi,
 Kemerahan menurun (5) penurunan kelembaban,
 Hematoma menurun (5) suhu lingkurgan ekstrem,
 Pigmentasi penurunan mobilitas)
abnormal menurun Terapeutik
(5) Ubah posisi tiap 2 jam jika
 Tidak ada Nekrosis tirah baring
Lakukan pemijatan pada
area penonjolan tulang,
jika perlu
Bersihkan perineal dengan
air hangat, terutama
selama periode diare
Gunakan produk berbahan
petrolium atau minyak
pada kulit kering
Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan
hipoalergik pada kulit
sensitive
Hindari produk berbahan
dasar alkohol pada kulit
kering
Edukasi
Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. lotion,
serum)
Anjurkan minum air yang
cukup
Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
Aniurkan menggunakan
tabir surya SPF minimal
30 saat berada di luar
rumah –
Arjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
Perawatan Luka
Observasi
Monitor tanda-tanda
infeksi - Manitor
karakterstik luka (mis.
drainase, wama, ukuran,
bau)
Terapeutik
Lepaskan balutan dan
plester secara perlahan
Cukur rambut di sekitar
daerah luka, jika pertu
Bersihkan dengan cairan
Nacl atau pembersih
nontoksik, sesuai
kebutuhan
Bersihkan jaringan
nekrotik
Berikan salep yang sesuai
ke kulit/lesi, jika perlu
Pasang balutan sesuai
jenis luka
Pertahankan teknik steril
saat melakukan perawatan
luka
Ganti balutan sesuai
jumlah eksudat dan
drainase
Jadwalkan perubahan
posisi setiap 2 jam atau
sesuai kondisi pasien .
Berikan diet dengan kalori
30-35 kkal/kgBB/hari dan
protein 1,25-1,5
g/kgBB/hari
Berikan suplemen vitamin
dan mineral (mis vitamin
A, vitamin C, Zinc, asam
amino), sesuai indikasi
Berikan terapi TENS
(stimulasi saraf
transkutanecus), jika perlu
Edukasi
Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
Anjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein
Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi
Kolaborasi prosedur
debridement (mis.
enzimatik, biologis,
mekanis, autolitik), jika
perlu - Kolaborasi
pemberian antibiotik, jika
perlu
3. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
maka tingkat nyeri Identifikasi lokasi,
menurundengan kriteria hasil: karakteristik, durasi,
Keluhan nyeri menurun frekuensi, kualitas ,
(5) intensitas nyeri
Meringis menurun (5) Identifikasi skala nyeri
Gelisah menurun (5) Identifikasi respons nyeri
Diaforesis menurun (5) non verbal
Frekuensi nadi membaik Identifikasi faktor yang
(5) memperberat nyeri dan
Tekanan darah membaik memperingan nyeri
(5) Identifikasi pengetahuan
Setelah dilakukan tindakan dan keyakinan tentang
keperawatan selama 3 x 24 jam, nyeri
maka kontrol nyeri meningkat Identifikasi pengaruh
dengan kriteria hasil: budaya terhadap respon
Melaporkan nyeri nyeri
terkontrol meningkat (5) Identifikasi pengaruh
Kemampuan mengenali nyeri pada kualitas hidup
onset nyeri meningkat Monitor keberhasilan
(5) terapi komplementer yan
Kemampuan sudah diberikan
menggunakan teknik Monitor efek samping
non-farmakologis penggunaan analgetik
meningkat (5) Terapeutik
Keluhan nyeri menurun Berikan teknik
(5) nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
Fasilitas istirahat dan tidur
Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Pemberian Analgesik
Observasi
Identifikasi karakteristik
nyeri (mis. Pencetus,
pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi,
durasi)
Identifikasi riwayat alergi
obat
Identifikasi kesesuaian
jenis analgesic (mis.
Narkotika, non narkotika,
atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
Monitor tanda tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
Monitor efektifitas
analgesik
Terapeutik
Diskusikan jenis analgesic
yang disukai untuk
mencapai analgesia
optimal, jika perlu
Pertimbangkan
penggunaan infus kontinu,
atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
Tetapkan target efektifitas
analgesik untuk
mengoptimalkan respon
pasien
Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik
dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi
Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis analgesik,
sesuai indikasi

4. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Dukungan Ambulasi


Mobilitas Fisik keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
maka diharpkan: Identifikasi adanya nyeri
Mobilitas Fisik atau keluhan fisik lainnya
meningkat,dengan kriteria Identifikasi toleransi fisik
hasil : melakukan ambulasi
□ Peningkatan ekstremitas Monitor frekuensi jantung
meningkat (5) dan tekanan darah
□ Kekuatan otot meningkat sebelum memulai
(5) ambulasi
□ Rentang gerak (ROM) Monitor kondisi umum
meningkat (5) selama melakukan
ambulasi
Terapeutik
Fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan alat
bantu (mis. tongkat, kruk)
Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika perlu
Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi
Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
Anjurkan melakukan
ambulasi dini
Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. berjalan
dari temapt tidur ke kursi
roda, berjalan dari tempat
tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi)

Dukungan Mobilasi
Observasi
Identifikasi adanya nyeri
atau keluhan fisik lainnya
Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
Monitor frekuensi jantung
dan tekanan darah
sebelum memulai
mobilisasi
Monitor kondisi umum
selama melakukan
mobilisasi
Terapeutik
Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu (mis. pagar tempat
tidur)
Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. duduk di
tempat tidur, duduk di sis
tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)

4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan yang dimulai setelah
perawat menyusun rencana keperawatan. Rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan
diagnosis yang tepat , diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan untuk
mendukung dan meningkatkan status kesehatan klien (Potter dan Perry, 2010).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan suatu proses kontinyu yang terjadi saat melakukan kontak dengan
klien. Setelah melaksanakan intervensi, kumpulkan data subyektif dan obyektif dari
klien, keluarga dan anggota tim kesehatan lain. Selain itu, evaluasi juga dapat meninjau
ulang pengetahuan tentang status terbaru dari kondisi, terapi, sumber daya pemulihan,
dan hasil yang diharapkan. (Potter dan Perry, 2010).
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
Alamat : Jalan Pulau Moyo No. 33, Pedungan Denpasar
Telp/Faksimile : (0361) 725273/724563
Laman (website) :www.poltekkes-denpasar.ac.id

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KRITIS

Tgl/ Jam : 19 Januari 2022 Tanggal MRS : 19 Januari 2022


Ruangan : ICU RSUD Wangaya Diagnosis Medis : Open fraktur femur dextra 1/3 distal
Nama/Inisial : Tn. P No.RM 80876453
Jenis Kelamin : Laki - laki Suku/ Bangsa : Bali/Indonesia
Umur : 42 tahun Status Perkawinan : Kawin
IDENTITAS

Agama : Hindu Penanggung jawab : Ny. C


Pendidikan : SMA Hubungan : Istri
Pekerjaan : Pedagang Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Jl. Pulau Moyo 33A Densel Alamat : Jl. Pulau
Moyo
Keluhan utama saat MRS :
RIWAYAT KESEHATAN

Nyeri
Keluhan utama saat pengkajian :
Nyeri karena adanya luka pada paha kanan
Riwayat penyakit saat ini :
Pasien mengeluh paha sebelah kanan sakit terutama pada saat digerakan dan disertai keluaran darah.
Hasil wawancara diperoleh pasien tersebut mengalami kecelakaan lalu lintas pada tanggal 19 Januari
2022 pukul 18.30 WITA. Motor yang dikendarainya menabrak pembatas jalan sehingga terjatuh dan
menimpa bagian kaki kanan. Hasil pemeriksaan didapatkan kesadaran komposmentis GCS 15,
tekanan darah 90/60mmHg, nadi 125x/menit, frekuensi nafas 28x/ menit. Pada paha yang sebelah
kanan tampak bengkak (mengalami perubahan bentuk) disertai luka terbuka dan mengeluarkan
darah.
Riwayat Allergi :
Pasien mengatakan tidak memiliki alergi pada makanan, minuman atau obat – obatan.
Riwayat Pengobatan
Ceftriaxone 2 gr IV
Riwayat penyakit sebelumnya dan Riwayat penyakit keluarga:
Sebelumnya klien belum pernah dirawat di rumah sakit. Di dalam anggota keluarga klien tidak ada
yang mempunyai penyakit yang berhubungan dengan tulang seperti osteoporosis maupun asam urat.
Jalan Nafas : Paten
Nafas : Spontan
Obstruksi : Tidak
Ada
Gerakan dinding dada: Simetris
RR : 22 x/mnt
Irama Nafas : Normal
Pola Nafas : Teratur
Sesak Nafas : Tidak Ada
BREATHING

Pernafasan Cuping hidung : Tidak


Ada Retraksi otot bantu nafas : Tidak
Ada Deviasi Trakea : Tidak Ada
Pernafasan : Pernafasan Dada
Batuk : Tidak
ada Sputum: Tidak
Emfisema S/C : Tidak Ada
Suara Nafas : Vesikuler
Alat bantu nafas: Tidak ada
Penggunaan selang dada : Tidak Ada
Masalah Keperawatan: -
Nadi : Teraba lemah N: 80x/mnt
Irama Jantung : Teratur
Tekanan Darah : 80/60mmHg
Pucat : Ya
BLOOD

Sianosis : Tidak
CRT : > 2 detik
Akral : Dingin S: 36 C
Pendarahan : Ya, Lokasi: Femur
dextra
Turgor : Elastis
Diaphoresis: Ya
Riwayat Kehilangan cairan berlebihan: -
Suara jantung: S1 S2 reguler
IVFD : Ya Jenis cairan: Ringer Lactat
Masalah Keperawatan:
- Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri dan atau vena
ditandai dengan pengisian kapiler >3 detik, akral teraba dingin, warna kulit pucat.
- Risiko Hipovolemia dibuktikan dengan kehilangan cairan secara aktif
Kesadaran: Composmentis
GCS : Eye : 4 Verbal : 5 Motorik : 6
Pupil : Isokor
Refleks Cahaya: Ada (+/+)
Refleks Muntah: Ada
Refleks fisiologis: Patela (+/-)
Refleks patologis : Babinzky (-/-) Kernig (-/-)
BRAIN

Bicara : Lancar
Tidur malam : 7 jam Tidur siang : 4 jam
Ansietas : Ada
Nyeri : Ada
Lain-lain: … …
Masalah Keperawatan:
- Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik berhubungan dengan (mis. trauma)
ditandai dengan adanya keluhan nyeri, tampak meringis, diaforesis.
Nyeri pinggang: Tidak
BAK : Lancar
Nyeri BAK : Tidak ada
BLADDER

Frekuensi BAK : Warna: kuning jernih Darah : Tidak ada


Kateter : Ada Urine output: 800cc
Lain-lain: … …
Masalah Keperawatan:-
Keluhan : Tidak ada
TB : 170 cm BB : 60 kg
Nafsu makan : Baik
Makan : Frekuensi 3x/hr Jumlah : 1 piring porsi
Minum : Frekuensi 2 gls /hr Jumlah : 500 cc/hr
NGT: Tidak terpasang NGT
BOWEL

Abdomen : Abdomen datar tidak ada lesi


Bising usus: 6 kali per menit
BAB : Tidak teratur
Frekuensi BAB : Pasien mengatakan selama MRS hingga dilakukan pengkajian belum BAB
Stoma: Tidak ada
Lain-lain: … …
Masalah Keperawatan: -
(Muskuloskletal & Integumen)

Deformitas : Ya Lokasi Femur 1/3 distal dextra


BONE

Contusio : Tidak
Abrasi : Tidak
Penetrasi : Tidak
Laserasi : Ya Lokasi : di paha kanan
Edema : Tidak
Luka Bakar: Tidak
Jika ada luka/ vulnus, kaji:
Luas Luka : luka terbuka dengan luas 25x10cm warna merah, berbau, tidak terdapat pus
Warna dasar luka: Merah
Kedalaman : 0,5-2 cm
Aktivitas dan latihan :3 Keterangan:
0; Mandiri
Makan/minum :0
1; Alat bantu
Mandi :2 2; Dibantu orang
lain 3; Dibantu
orang lain
Toileting :2 dan alat
4; Tergantung total
Berpakaian 2
Mobilisasi di tempat tidur 2
Berpindah 2
Ambulasi 2
Lain-lain: … …
Masalah Keperawatan:
- Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan penurunan mobilitas ditandai dengan
kerusakan jaringan dan lapisan kulit, nyeri, perdarahan.
- Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal, program
pembatasan gerak, nyeri ditandai dengan kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM)
menurun, gerakan terbatas
(Fokus pemeriksaan pada daerah trauma/sesuai kasus non trauma)
Kepala dan wajah :
a. Rambut : Hitam, agak ikal, tebal, agak kotor
b. Mata : Bereaksi terhadap cahaya (kanan dan kiri), konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik, tidak memakai alat bantu penglihatan dan tidak ada sekret pada
mata.
c. Hidung : Bersih, tidak ada sputum deviasi, tidak ada sekret, tidak ada
epistaksis, tidak ada polip, tidak ada nafas cuping hidung, dan tidak menggunakan oksigen
d. Telinga : Mampu mendengar dengan jelas pada jarak yang normal, tidak
ada nyeri, tidak ada sekret telinga, tidak ada pembengkakan, tidak menggunakan alat bantu
e. Mulut : Selaput mukosa lembab dan berwarna merah muda, bersih, gigi utuh,
agak kuning, dan bersih, gusi tidak bengkak, tidak ada bau mulut, bibir lembab dan berwarna
merah kehitaman

Leher :
Leher dan Tenggorokan : Posisi trakea simetris, tidak ada benjolan pada leher, tidak ada alat
HEAD TO TOE

yang terpasang, tidak ada nyeri waktu menelan, tidak ada pembesaran tonsil, vena jugularis tidak
menonjol, tidak ada obstruksi jalan nafas
Dada :
1. Dada dan Thorak : Bentuk simetris, pergerakan simetris dan sama kanan-kiri, tidak ada
luka, dan tidak menggunakan otot bantu pernapasan
a. Paru-Paru
1) Inspeksi : Bentuk dan pergerakan simetris, tidak ada luka, tidak ada jejas,
nafas teratur
2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, taktil fremitus kanan dan
kiri simetris
3) Perkusi : Bunyi redup, tidak ada pelebaran dinding jantung
4) Auskultasi : Suara irama jantung teratur, terdengar S1 & S2 normal, tidak
ada bunyi jantung tambahan.

Abdomen dan Pinggang :


Abdomen
1) Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada asites
2) Auskultasi : Terdengar bunyi peristaltik usus 6x/menit
3) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, tidak teraba massa
4) Perkusi: Terdengar bunyi timpani
Pelvis dan Perineum : Tidak terdapat cedera pada pelvis
Ekstremitas :
Inspeksi : Terdapat luka terbuka di paha kanan bagian atas dengan luas 25x10 cm warna merah,
berbau, tidak terdapat pus. 0,5-2 cm
a. Kuku : Warna merah muda pucat, bersih, utuh
b. Capillary Refill : >2detik
c. Akral : Dingin
d. Kemampuan berfungsi : (mobilitas dan keamanan) untuk semua ekstremitas

Kekuatan otot : 4444 4444


2222 4444

Masalah Keperawatan:
1. Pola pikir dan persepsi
a. Alat bantu yang digunakan :
[ - ] kaca mata [ -] alat bantu pendengaran
b. Kesulitan yang dialami :
[ - ] sering pusing, mudah lelah
[ - ] menurunnya sensitifitas terhadap panas dingin
[ - ] membaca/menulis
2. Persepsi diri
PsikoSosialKultural

Hal yang dipikirkan saat ini : keluarga pasien mengatakan ingin pasien cepat sembuh dan ingin
pasien agar segera bisa kembali pulang ke rumah
Harapan setelah menjalani perawatan : Keluarga pasien mengatakan ingin pasien dapat kembali
normal seperti sebelumnya.
Perubahan yang dirasakan setelah sakit : Keluarga pasien mengatakan pasien tampak lebih
lemas dari sebelum sakit
Suasana hati : Baik, tenang dan tidak gelisah
 pembuatan keputusan dalam keluarga : Keluarga
 pola komunikasi : Terbuka, musyawarah
 keuangan : [√ ] memadai[ ] kurang
3. Hubungan/komunikasi : verbal dan non verbal
a. Bicara
[-] jelas bahasa utama : Bahasa Indonesia
[ -] relevan bahasa daerah : -
[-] mampu mengekspresikan
[ -] mampu mengerti orang lain

b. Tempat tinggal
[ ] sendiri
[ √ ] bersama orang lain, yaitu anak, menantu
c. Kehidupan keluarga
 adat istiadat yang dianut : Bali
 pembuatan keputusan dalam keluarga : Keluarga
 pola komunikasi : Terbuka, musyawarah
 keuangan : [√ ] memadai [ ] kurang
d. Kesulitan dalam keluarga
[ - ] hubungan dengan orang tua
[ - ] hubungan dengan sanak keluarga
[ - ] hubungan dengan suami/istri
4. Kebiasaan Sosial
a. Gangguan hubungan seksual disebabkan kondisi sebagai berikut :
[ - ] fertilitas [ - ] menstruasi [ - ] libido
[ - ] kehamilan [ - ] ereksi [ - ] alat kontrasepsi
b. Pemahaman terhadap fungsi seksual : Pasien mengatakan mengetahui dan mengerti fungsi
organ reproduksi
5. Pertahanan koping
a. Pengambilan keputusan
[ ] sendiri [√ ] dibantu orang lain; sebutkan :keluarga
b. Yang disukai tentang diri sendiri : Tidak ada
c. Yang ingin dirubah dari kehidupan : keluarga pasien mengatakan ingin lebih menjaga
kesehatan pasien dan anggota keluarga lainnya.
d. Yang dilakukan jika sedang stress :
[ √ ] pemecahan masalah [ ] cari pertolongan
[ ] makan [ ] makan obat
[ ] tidur
[√] lain-lain (misalnya marah, diam dll) sebutkan keluarga pasien mengatakan jika sedang
stress pasien lebih sering pergi sendiri

6. Sistem nilai – kepercayaan


a. Siapa atau apa yang menjadi sumber kekuatan : Tuhan dan Keluarga
b. Apakah Tuhan, Agama, Kepercayaan penting untuk anda :keluarga pasien mengatakan
sangat penting, karena percaya akan adanya Tuhan merupakan sumber kekuatan.
[ √ ] ya [ ] tidak
e. Kegiatan Agama atau Kepercayaan yang dilakukan (macam dan frekuensi)
Keluarga pasien mengatakan sembahyang 1 kali sehari
f. Kegiatan Agama atau Kepercayaan yang ingin dilakukan selama di rumah sakit
Keluarga pasien mengatakan berdoa hanya di tempat tidur saja.

Pemeriksaan Penunjang

Hasil Pemeriksaan Laboratorium (01 Juli 2020)

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai


Rujukan
Dewasa
Normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,0 g/dL 11,4-15,1
(HGB) Eritrosit 0 106/µL 4,0-5,0
(RBC) Leukosit 4,16 103/µL 4,7-11,3
(WBC) 16,0 % 38-42
Hematokrit 5 103/µL 142-424
Trombosit 34,4 0 492
KIMIA
KLINIK
FAAL HATI
Albumin 2,77 g/dL 3,5-5,5
METABOLISME
KARBOHIDRAT
Glukosa Darah Sewaktu 100 mg/dL <200
IMUNOSEROLOGI 0,07 ng/mL <0,5 Resiko
Procalcitonin rendah untuk
terjadinya
sepsis berat
atau syok
septik
>2 Resiko
tinggi untuk
terjadinya
sepsis berat
atau syok
septik
KIMIA KLINIK
ELEKTROLIT
ELEKTROLIT SERUM
Natrium (Na) 125 mmol/L 136-145
Kalium (K) 3,22 mmol/L 3,5-5,0
Klorida (Cl) 96 mmol/L 98-106

Hasil Pemeriksaan Mikrobiologi Klinik


1. Pada hasil kultur pus pada luka pasien tanggal 01 Juli 2021 ditemukan acinetobacter
baumannii yang sensitif terhadap antibiotik chloramphenicol 30ug. Pada hasil kultur pus
pada luka pasien tanggal 01 Juli 2021 ditemukan pseudomonas aeruginosa MDR (Multi
Drug Resistant) yang sensitif terhadap antibiotikmeropenem.
2. Pada hasil kultur pus pada luka pasien tanggal 01 Juli 2021 ditemukan Staphylococcus
negatif, tidak ada saran pemberian antibiotik tertentu namun jika pasien menunjukkan
tanda-tanda sepsis perlu dilakukan pemeriksaan kultur pusulang.
3. Pada hasil kultur pus pada luka pasien tanggal 01 Juli 2021 ditemukan Enterobacter
Cloacae (isolat I) yang sensitif terhadap antibiotik Amixacin dan Staphylococcus
Aureous (isolat II) yang sensitif terhadap antibiotik Amoxclav, Erythromycin, dan
Sulfamethoxazole.
Terapi
Terapi yang diberikan ceftriaxone 2 gr IV
Toradol 3x1 ampul IV
Ranitidine 2x1 ampul IV
Infuse line Ringers Lactated 30 tetes per menit

ANALISA DATA
Data Etiologi Masalah
DS : Trauma langsung Perfusi perifer tidak
Pasien mengeluh nyeri di paha efektif
kanan atas diarea luka terbuka Fraktur
DO :
Pasien tampak pucat Terapi Konservatif
CRT >3 detik
Akral teraba dingin
TTV:
Traksi
TD : 80/60 mmHg
Nadi : 80x/menit
Suhu : 36
Perfusi perifer tidak efektif
DS : Trauma langsung Gangguan integritas
Pasien mengeluh merasakan nyeri jaringan
di paha kanan atas diarea luka Fraktur
terbuka
DO : Luka terbuka
Terdapat luka terbuka di paha
kanan atas pasien, luas luka
25x10cm dengan kedalaman luka
Kerusakan integritas kulit
±0,5 sampai 2cm.
Terjadi perubahan bentuk di area
paha
DS : Trauma langsung Nyeri akut
Pasien mengeluh nyeri
P : Nyeri dirasakan saat pasien Fraktur
menggerakkan kaki kanannya
Q : Nyeri yang dirasakan seperti Cedera sel
tertusuk – tusuk
R : Nyeri dirasakan di paha kanan Degranulasi sel mast
atas di area luka
S : Nyeri dirasakan dalam skala 6 Pelepasan mediator kimia
(0-10)
T : Nyeri hilang timbul Nyeri akut
DO :
Pasien tampak meringis menahan
nyeri
Pasien tampak mengalami
diaphoresis
DS : Trauma langsung Gangguan mobilitas
Pasien mengatakan tidak berani fisik
menggerakan kaki pasien Fraktur
DO :
Rentang gerakan pasien terbatas Cedera sel
karena adanya open fraktur
Kekuatan otot pasien menurun di Spasme otot
ektremitas bawah bagian kanan
dengan nilai 2 Gangguan mobilitas fisik
MASALAH KEPERAWATAN
1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri dan atau vena
ditandai dengan pengisian kapiler >3 detik, akral teraba dingin, warna kulit pucat.
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan penurunan mobilitas ditandai
dengan kerusakan jaringan dan lapisan kulit, nyeri, perdarahan
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik berhubungan dengan (mis.
trauma) ditandai dengan adanya keluhan nyeri, tampak meringis, diaforesis.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal, program
pembatasan gerak, nyeri ditandai dengan kekuatan otot menurun, rentang gerak
(ROM) menurun, gerakan terbatas.
INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil
1. Perfusi Perifer Setelah dilakukan tindakan Perawatan Sirkulasi
Tidak Efektif keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
maka perfusi perifer Periksa sirkulasi perifer (mis.
meningkat dengan kriteria nadi perifer, edema,
hasil : pengisian kapiler, warna,
Warna kulit pucat menurun suhu, ankle-brachial index)
(5) Identifikasi faktor risiko
Edema perifer menurun (5) gangguan sirkulasi (mis.
Nyeri ekstremitas menurun diabetes, perokok, orang tua,
(5) hipertensi dan kadar
Kelemahan otot menurun kolesterol tinggi)
(5)  Monitor panas, kemerahan,
Pengisian kapiler membaik nyeri atau bengkak pada
(5) ekstremitas

Akral membaik (5) Terapeutik

Trugor kulit membaik (5)  Hindari pemasangan infus

Tekanan darah sistolik atau pengambilan darah di

membaik (5) area keterbatasan perfusi

Tekanan darah diastolik  Hindari pengukuran tekanan

mebaik (5) darah pada ekstremitas


dengan keterbatasan perfusi
 Hindari penekanan dan
pemasangan tourniquet pada
area yang cedera
 Lakukan pencegahan infeksi
Lakukan perawatan kaki dan
kuku
Lakukan hidrasi
Edukasi
Anjurkan berhenti merokok
Anjurkan berolahraga rutin
Anjurkan mengecek air mandi
untuk menghindari kulit
terbakar
 Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah
secara teratur
Anjurkan menggunakan obat
penurunan tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu
 Anjurkan menghindari
penggunaan obat penyekat
beta
 Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang tepat
(mis. melembabkan
kulitkering pada kaki)
Anjurkan program rehabilitasi
vaskular
 Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi (mis.
rendah lemak jenuh, minyak
ikan omega 3)
 Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan
(mis. rasa sakit yang tidak
hilang saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa)
Manajemen Sensasi Perifer
Observasi
Identifikasi penyebab
perubahan sensasi
Identifikasi penggunaan alat
pengikat, prostesis, sepatu
dan pakaian
Periksa perbedaan sensasi
tajam atau tumpul
Periksa perbedaan sensasi
panas atau dingin
Periksa kemampuan
mengidentifikasi lokasi dan
tekstur benda
 Monitor terjadinya
parestesia, jika perlu
 Monitor perubahan kulit
 Monitor adanya
tromboflebitis dan
tromboemboli vena
Terapeutik
 Hindari pemakaian benda-
benda yang berlebihan
suhunya (terlalu panas atau
dingin)
Edukasi
Anjurkan penggunaan
termometer untuk menguji
suhu air
Anjurkan penggunaan sarung
tangan termal saat memasak
Anjurkan memakai sepatu
lembut dan bertumit rendah
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu

2. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit


Integritas Jaringan keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
maka integritas kulit dan  Identifikasi penyebab
jaringan membaik dengan gangguan integritas kulit
Kriteria hasil : (mis. perubahan sirkulasi,
 Nyeri menurun (5) perubahan status nutrisi,
 Perdarahan menurun (5) penurunan kelembaban, suhu
 Kemerahan menurun (5) lingkurgan ekstrem,
 Hematoma menurun (5) penurunan mobilitas)
 Pigmentasi Terapeutik
abnormal menurun □ Ubah posisi tiap 2 jam jika
(5) tirah baring
 Tidak ada Nekrosis □ Lakukan pemijatan pada
area penonjolan tulang, jika
perlu
□ Bersihkan perineal dengan
air hangat, terutama selama
periode diare
□ Gunakan produk berbahan
petrolium atau minyak pada
kulit kering
□ Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan hipoalergik
pada kulit sensitive
□ Hindari produk berbahan
dasar alkohol pada kulit
kering
Edukasi
 Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. lotion,
serum)
 Anjurkan minum air yang
cukup
 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
 Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
□ Aniurkan menggunakan
tabir surya SPF minimal 30
saat berada di luar rumah –
□ Arjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
Perawatan Luka
Observasi
 Monitor tanda-tanda infeksi -
Manitor karakterstik luka
(mis. drainase, wama,
ukuran, bau)
Terapeutik
 Lepaskan balutan dan plester
secara perlahan
 Cukur rambut di sekitar
daerah luka, jika pertu
 Bersihkan dengan cairan
Nacl atau pembersih
nontoksik, sesuai kebutuhan
 Bersihkan jaringan nekrotik
 Berikan salep yang sesuai ke
kulit/lesi, jika perlu
 Pasang balutan sesuai jenis
luka
 Pertahankan teknik steril saat
melakukan perawatan luka
 Ganti balutan sesuai jumlah
eksudat dan drainase
 Jadwalkan perubahan posisi
setiap 2 jam atau sesuai
kondisi pasien .
□ Berikan diet dengan kalori
30-35 kkal/kgBB/hari dan
protein 1,25-1,5 g/kgBB/hari
 Berikan suplemen vitamin
dan mineral (mis vitamin A,
vitamin C, Zinc, asam
amino), sesuai indikasi
□ Berikan terapi TENS
(stimulasi saraf
transkutanecus), jika perlu
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
 Anjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein
 Ajarkan prosedur perawatan
luka secara mandiri
Kolaborasi
 Kolaborasi prosedur
debridement (mis. enzimatik,
biologis, mekanis, autolitik),
jika perlu - Kolaborasi
pemberian antibiotik, jika
perlu
3. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
maka tingkat nyeri  Identifikasi lokasi,
menurundengan kriteria hasil: karakteristik, durasi,
Keluhan nyeri menurun frekuensi, kualitas ,
(5) intensitas nyeri
Meringis menurun (5)  Identifikasi skala nyeri
Gelisah menurun (5)  Identifikasi respons nyeri
Diaforesis menurun (5) non verbal

Frekuensi nadi membaik  Identifikasi faktor yang

(5) memperberat nyeri dan

Tekanan darah membaik memperingan nyeri

(5) Identifikasi pengetahuan

Setelah dilakukan tindakan dan keyakinan tentang

keperawatan selama 3 x 24 jam, nyeri

maka kontrol nyeri meningkat Identifikasi pengaruh


dengan kriteria hasil: budaya terhadap respon

Melaporkan nyeri nyeri

terkontrol meningkat (5) Identifikasi pengaruh

Kemampuan mengenali nyeri pada kualitas hidup

onset nyeri meningkat Monitor keberhasilan


(5) terapi komplementer yan

Kemampuan sudah diberikan

menggunakan teknik  Monitor efek samping

non-farmakologis penggunaan analgetik

meningkat (5) Terapeutik

Keluhan nyeri menurun Berikan teknik

(5) nonfarmakologis untuk


mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitas istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Pemberian Analgesik
Observasi
 Identifikasi karakteristik
nyeri (mis. Pencetus,
pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi,
durasi)
 Identifikasi riwayat alergi
obat
 Identifikasi kesesuaian
jenis analgesic (mis.
Narkotika, non
narkotika, atau NSAID)
dengan tingkat
keparahan nyeri
 Monitor tanda tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
 Monitor efektifitas
analgesik
Terapeutik
Diskusikan jenis analgesic
yang disukai untuk
mencapai analgesia
optimal, jika perlu
Pertimbangkan
penggunaan infus kontinu,
atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
Tetapkan target efektifitas
analgesik untuk
mengoptimalkan respon
pasien
Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik
dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi
 Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis analgesik,
sesuai indikasi

4. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Dukungan Ambulasi


Mobilitas Fisik keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
maka diharpkan:  Identifikasi adanya nyeri
Mobilitas Fisik atau keluhan fisik
meningkat,dengan kriteria lainnya
hasil :  Identifikasi toleransi fisik
□ Peningkatan ekstremitas melakukan ambulasi
meningkat (5)  Monitor frekuensi jantung
□ Kekuatan otot meningkat dan tekanan darah sebelum
(5) memulai ambulasi
□ Rentang gerak (ROM)  Monitor kondisi umum
meningkat (5) selama melakukan ambulasi
Terapeutik
 Fasilitasi aktivitas ambulasi
dengan alat bantu (mis.
tongkat, kruk)
 Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika perlu
 Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
 Anjurkan melakukan
ambulasi dini
 Ajarkan ambulasi sederhana
yang harus dilakukan (mis.
berjalan dari temapt tidur ke
kursi roda, berjalan dari
tempat tidur ke kamar
mandi, berjalan sesuai
toleransi)

Dukungan Mobilasi
Observasi
 Identifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya
 Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
 Monitor frekuensi jantung
dan tekanan darah sebelum
memulai mobilisasi
 Monitor kondisi umum
selama melakukan mobilisasi
Terapeutik
 Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu (mis. pagar
tempat tidur)
 Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
 Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
 Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
 Ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan (mis.
duduk di tempat tidur, duduk
di sis tempat tidur, pindah
dari tempat tidur ke kursi)
IMPLEMENTASI
Hari,
No. Tanggal, No DX Implementasi Hasil TTD
Waktu
1 Rabu,19 1,2,3,4 Melakukan pemeriksaan DS :
Januari TTV Pasien mengatakan sakit pada
2022 paha kanan setelah mengalami
Pukul kecelakaan kemarin, pasien
14.00 sulit menggerakan kakinya
WITA
DO :
- GCS : 15
- TD : 90/60 mmHg
- Nadi :125x/menit
- Pernapasan : 22x/menit
- Terdapat luka terbuka
dengan luas 25x10x2cm
- CRT > 2 detik, warna kulit
pucat, akral dingin
2 Pukul 3 Melakukan pengkajian DS :
14.15 nyeri secara Pasien mengeluh nyeri
WITA komprehensif - P : Nyeri dirasakan saat
pasien menggerakkan kaki
kanannya
- Q : Nyeri yang dirasakan
seperti tertusuk–tusuk
- R : Nyeri dirasakan di
paha kanan atas di area
luka
- S : Nyeri dirasakan dalam
skala 6 (0-10)
- T : Nyeri hilang timbul
DO :
- Pasien tampak meringis
menahan nyeri
- Pasien tampak mengalami
diaphoresis
3 Pukul 3 Melakukan perawatan DS :
14.20 luka Pasien mengatakan nyeri di
WITA paha kanan

DO :
Terdapat luka jahitan di paha
kanan
4 Pukul 1,3 Melakukan pemasangan DS :
14.30 infus RL 30 tpm dan -
WITA kolaborasi pemberian DO :
toradol 1 ampul (IV), Terpasang infus RL di tangan
ranitidine 1 ampul (IV) kanan, tidak ada reaksi alergi
obat
5 Pukul 1,4 Melakukan pemasangan DS : -
14.45 traksi Pasien mengatakan sedikit
WITA nyeri

DO :
Pasien kooperatif
6 Pukul 3 Kolaborasi pemberian DS :
15.10 ceftriaxone 2 gr (IV) Dokter mengatakan pasien
WITA diteruskan diberikan dextrose
10% 20 tpm

DO :
Perawat meneruskan intruksi
dokter hasil kolaborasi
7 Pukul 4 Mengajarkan teknik DS :
15.35 ROM pada telapak kaki Pasien mengatakan susah
WITA kanan serta jari kaki menggerakkan kaki
kanan
DO :
Telapak kaki kanan serta jari
kaki kanan bisa digerakkan
sedikit demi sedikit
8 Pukul 1 Mengkaji sirkulasi DS :
15.40 perifer secara Pasien mnegatakan terkadang
WITA komprehensif kakinya kesemutan

DO :
Kulit perifer teraba dingin,
tampak pucat dan bengkak,
CRT > 2 detik
9 Pukul 2 Mengkaji keluhan pasien DS :
16.00 dan pemeriksaan TTV Pasien mengatakan kakinya
WITA pasien masih terasa kesemutan

DO :
- GCS : 15
- TD : 100/60 mmHg
- Nadi : 90x/menit
- Pernapasan : 20x/menit
- Kaki kanan teraba dingin
dan pucat
EVALUASI
No Hari/Tanggal/Jam Evaluasi Nama
Dx perawat
1 Kamis 20 Januari S : Pasien mengeluh merasakan kaki kanan
2022 terasa dingin dan pasien mengeluh
16.30 WITA kesemutan dikaki
O : Pasien tampak pucat,. Pasien hanya
bisa menggerakkan telapak kaki kanan dan
jari kaki kanannya sedikit demi sedikit.
Akral pasien teraba dingin
TD : 100/60 mmHg
CRT > 2detik
A : Tujuan belum tercapai
Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Anjurkan minum obat pengontrol
tekanan darah secara teratur
- Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi
2 Kamis 20 Januari S :Pasien mengeluh merasakan kaki kanan
2022 terasa dingin dan pasien mengeluh
16.30 WITA kesemutan dikaki.
O : Pasien tampak terpasang traksi
tidak terdapat perdarahan aktif.
A : Tujuan tercapai sebagian
Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Monitor tanda-tanda infeksi
- Monitor karakteristik luka
- Pertahankan teknik steril
saat melakukan perawatan
luka
- Berikan suplemen vitamin dan
mineral, sesuai indikasi
3 Kamis 20 Januari S : Pasien mengatakan nyeri yang
2022 dirasakan berkurang
16.30 WITA P : Nyeri saat menggerakkan kaki
Q : Nyeri seperti tertusuk – tusuk
R : Nyeri di area luka yakni di paha
kanan atas
S : Nyeri dalam skala 4 (0-10)
T : Nyeri dirasa sekitar 5 menit
O : Pasien tampak tenang, tidak
mengalami diaphoresis
TD : 100/60mmHg
N : 90x/menit
A : Tujuan tercapai
Masalah teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Kolaborasi pemberian analgesic
bila diperlukan
4 Kamis 20 Januari S : Pasien mengatakan kaki kanannya
2022 merasa kesemutan, pasien mengatakan
16.30 WITA telapak kaki dan jarinya sudah bisa
digerakkan sedikit demi sedikit
O : Pasien tampak bisa menggerakkan
telapak kakinya dan jari kaki kanan
pasien.
A : Tujuan tercapai sebagian
Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KOMPREHENSIF PADA
GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN

A. Konsep Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem Persarafan

1. Pengkajian

Pengkajian pada fungsi neurologis dilakukan melalui serangkaian pengkajian

dari fungsi kortikal yang lebih tinggi hingga logis dan diiukur dari tingkat integritas

saraf perifer.

a. Identitas klien

Identitas klien mencakup nama, usia (pada masalah disfungsi neurologis

kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, Pendidikan, alamat, pekerjaan,

agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnose medis.

b. Keluhan utama

Keluahan uatama pada asien yang memiliki gangguan persyarafan biasanya akan

terlihat bila sudah terjadi disfungsi neurologis. Keluhan yangs erring didapatkan

meliputi kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat

berkomunikasi, konvulsi (kejang), sakit kepaa yang hebat, nyeri otot, kaku kuduk,

sakit punggung, tingkat kesadaran enurun (GCS < 15), akral dingin, dan ekspresi rasa

takut.
c. Riwayat penyakit

1) Riwayat penyakit sekarang

Pada gangguan neurologis, Riwayat penyakit sekarang yang mungkin didapatkan

meliputi adanya Riwayat trauma, Riwayat jatuh, keluhan mendadak lumpuh pada saat

klien sedang melakukan aktivitas, keluhan pada gastrointestinal, di samping gejala

gangguan fungsi otak yang lain yaitu, gelisah, etargi, Lelah apatis, perubahan pupil,

pemakaian obat-obatan.

2) Riwayat penyakit dahulu

Pengkajian Riwayat penyakit dahulu daam menggali permasalahn yang

mendukung masalah saat ini pada klien dengan deficit neurologis.

3) Riwayat penyakit keluarga

Anamnesis akan adanya Riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun

diabetes melitus yang memberikan hubungan dengan beberapa maslaah disfungsi

neurologis.

d. Pemeriksaan neurologis

1) Pengkajian tingkat kesadaran

2) Pengkajian fungsi cerebral

Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa,

lobus frontal, dan hemisfer.

a) Status mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan

aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien

mengalami perubahan.

b) Fungsi intelektual

Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun

jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus

klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan

perbedaan yang tidak begitu nyata.

c) Kemampuan Bahasa

Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi fungsi

dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari

girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien

tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian

posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu

klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak

lancar. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit

dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk

menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang

dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha

untuk menyisir rambutnya.

d) Lobus frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan telah

terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang

lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian

terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan

klien ini menghadapi masalah frustrasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi

umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respons alamiah klien terhadap penyakit

katastrofik ini. Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh

emosi yang labil, bermusuhan, frustrasi, dendam, dan kurang kerja sama.

e) Hemisfer

Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri tubuh, penilaian buruk

dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke

sisi yang berlawanan tersebut. Pada stroke hemifer kiri, mengalami hemiparese kanan,

perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia

global, afasia, dan mudah frustrasi.

3) Pengkajian system saraf kranial

a) Saraf I: saraf kranial I yaitu saraf olfaktorius yang menghantarkan bau menuju

oak. Saraf ini tidak diperiksa secara rutin. Jika klien mengeluh tidak dapat

membaui sesuatu (anosmia) atau terdapat tanda-tanda lain yang menunjukkan

kemungkinna lesi pada lobus forontal atau temproral maka saraf ini harus

diperiksa.

b) Saraf II: saraf kranial II yaitu saraf sensorik murni yang dimulai diretina

(penglihatan).
c) Saraf III, IV, dan VI: saraf okulomotoris, troklearis, abdusens diperiksa secara

bersama-sama, karena saraf ini bekerja sama dalam mengatur otot-otot

ekstraokular (EOM). Saraf okulomotoris juga berfungsi mengangkat kelopak

mata atas dan memersarafi otot konstriktor yang mengubah ukuran pupil.

Persyarafan EOM diperiksa dengan emminta klien mengikuti Gerakan tangan

atau pensil dengan mata bergerak ke atas, bawah, medial, dan lateral. Kelemahan

otot diketahui jika mata tidak dapat mengikuti gerakan pada arah tertentu.

d) Saraf V: saraf trigeminus terdiri atas serabut sensorik dan serabut motoric.

Nucleus motoric dan nucleus sensorik untuk sensai raa terletak di ons, nucleus

proprioseptif terletak di mesensefalon. Sedangkan nucleus yang berhubungan

dengan sensasi nyeri dan temperature terletak sepanjang batang otak sampai

medulla spinalis servikal atas.

e) Saraf VII: saraf fasialis mempunyai fungsi sensorik maupun fungsi motoric.

Saraf ini membawa serabut sensorik yang menghantar persepsi pengecapan

bagian anterior lidah, dan serabut motoric yang mempersarafi semua otot

ekspresi wajah, termasuk tersenyum, mengerutkan dahi, menyeringai, dan

sebagainya.

f) Saraf VIII: saraf vestibulokoklearis atau saraf akustikus berfungsi

memeprthankan keseimbangan dan menghantarkan impuls yan memungkinkan

seseorang mendengar. Mempertahankan keseimbangan merupakan fungsi bagian

vestibularis sedangkan bagian koklearis memerantarai pendengaran.


g) Saraf IX dan X: saraf glosofaringeus dan saraf vagus berhubungan dengan erat.

saraf glosofaringeus mempunyai bagian sensorik yang meghantar rangsangan

pengecapan dari bagian posterior lidah, mempersarafi sinus karotikus dan korpus

karotikus, dan mnegatur sensasi faring. Saraf glosofaringeus merupakan saraf

motoric utama bagi faring, yang merangsang peranan penting dlaam mekanisme

menelan. Gangguan pada saraf ini yaitu gangguan menelan, gangguan

pengecapan, dan gangguan perasaan protopatik disekitar orofaring.

h) Saraf XII: saraf hipoglosus mengatur otot-otot lidah. Fungsi idah yang normal

penting untuk berbicara dan menelan. Kelemahan ringan bilateral

memnyebabkan klien mengalami kesulitan mengucapkan huruf konsonan dan

menelan. Kelemahan berat menyebabkan klien hampr tidak bisa menelan dan

berbicara.

4) Pengkajian system motoric

Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks cerebri,

impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus pyramidal medulla

spinalis dan bersinaps dengan lower motor neuron.

Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan kekuatan.

a) Massa otot: hypertropi, normal dan atropi

b) Tonus otot: Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada

berbagai persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara
berganti-ganti dan berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang

agak menahan pergerakan pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot.

Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot disebut

kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan tetap sama. Pada tiap

gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi dimana kekuatan otot tidak

tetap tapi bergelombang dalam melakukan fleksi dan ekstensi extremitas klien.

Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji tahanan

terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan sendi pergelangan tangan.

Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.

c) Kekuatan otot:

Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara aktif

menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya dapat

dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovett’s

(memiliki nilai 0 – 5)

0 = tidak ada kontraksi sama sekali.

1 = gerakan kontraksi.

2 = kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan


tahanan atau gravitasi.

3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.

4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.

5 = kekuatan kontraksi yang penuh.


Aktifitas refleks :

Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks

hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :

0 =Tidak ada respon

1 =Hypoactive / penurunan respon, kelemahan ( + )

2 =Normal ( ++ )

3 =Lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal ( +++ )

4 =Hyperaktif, dengan klonus ( ++++)

Refleks-refleks yang diperiksa adalah:

a) Refleks patella

Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang lebih 30 0.

Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks

hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari lutut.

b) Refleks biceps

Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan bawah

ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon m.

biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer.

Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi

sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan

fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.


c) Refleks triceps

Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 ,tendon triceps diketok dengan

refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon).

Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi

ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai otot-otot

bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.

d) Refleks achilles

Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki

yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral.

Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan

plantar fleksi kaki.

e) Refleks abdominal

Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau

digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang digores.

f) Refleks Babinski

Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit traktus

kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak

kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki.

Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya

tersebar. Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki.
5) Pengkajian system sensorik

Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai perasaan

geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa dingin

(coldness) atau perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang keluhan

motorik (kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp dan sebagainya)

disajikan oleh klien sebagai keluhan sensorik. Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan

sensorik meliputi:

a) Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada

perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.

b) Kapas untuk rasa raba.

c) Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.

d) Garpu tala, untuk rasa getar.

e) Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :

 Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.

 Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), untuk

pemeriksaan stereognosis

 Pen / pensil, untuk graphesthesia.

6) Pemeriksaan khusus

Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan

pemeriksaan :
a) Kaku kuduk

Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak

dapat menempel pada dada kaku kuduk positif (+).

b) Tanda Brudzinski I

Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain didada

klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian kepala klien difleksikan

kedada secara pasif. Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi

pada sendi panggul dan sendi lutut.

c) Tanda Brudzinski II

Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul

secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.

d) Tanda Kernig

Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi

lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas.

Kernig + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap

hambatan.

e) Test Laseque

Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri

sepanjang m. ischiadicus.

Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :


a. Decorticate posturing, terjadi jika ada lesi pada traktus corticospinal. Nampak

kedua lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua pergelangan tangan

dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan memutar kedalam dan kaki plantar

fleksi.

b. Decerebrate posturing, terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau

diencephalon. Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan pronasi,

ekstensi dan menutup kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki plantar fleksi.

e. Pemeriksaan diagnostic

1) Foto rontgen

Foto rontgen polos tengkorak dan medulla spinalis sering kali digunakan

mengdentifikasi adanya frature, dislokasi, dan abnormalitas tulang lainnya. Adanya

udara dalam tulang tengkorang juga merupakan suatu indikasi adanya fraktur kepala

terbuka seperti fraktur tengkorak frontal atau basiar yang mungkin tidak tampak

secara jelas dari luar. Foto rontgen polos kepala juga dapat memperlihatkan adanya

infeksi atau neoplasma yang ditandai oleh peubahan densitas tulang atau kalsifikasi

intrakarnial lainnya.

2) Computes tomography scan

CT Scan merupakan suatu Teknik diagnostic dengan menggunakan sinar sempit

dari sinar-X untuk memindai kepala dalam lapisan yang berurutan. Lesi-lesi pada

otak terlihat sebagai variasi kepadatan jaringan yang berbeda dari jaringan otak

normal sekitarnya. Jaringan abnormal sebagai indikasi kemungkinan adanya masa

tumor, infark miokard, perpindahan ventrikel, dan atrofi kortikal.


3) Positron emission tomography

Positron emission tomography (PET) adalah Teknik pencitraan nuklir

berdasarkan computer yang dapat menghasilkan bayangan fungsi organ secara actual.

Klien menghirup gas radioaktif atau diinjeksi dengan zat radioaktif yang memberikan

partikel bermuatan positif. Bila ppositron ini berkombinasi dengan electron-elektron

bermuatan engatif, resultan niar gamma dapat dideteksi oleh alat pemindai. PET

memungkinkan pengukuran aliran darah, komposisi jaringan, dan metabolism otak.

Otak adalah salah satu organ yang paling aktif metabolismenya, yang mengonsumsi

80% dari glukosa yang digunakan tubuh. PET mengukur aktivitas ini dengan spesifik

pada daerah otak dan dapat mendeteksi perubahan penggunan glukosa.

Uji ini digunakan untuk melihat perubahan metabolic otak (penyakit Alzheimer),

melokalisasikan lesi (tumor otak, epileptogenyik), mengidentifikasi aliran darah dan

metabolism oksigen pada klien stroke, mengevaluasi terapi baru tumor otak. Dan

menyatakan keadaan abnormal dari biokimia yang dihubungkan dengan penyakit

mental.

4) Magnetic resonance imaging (MRI)

MRI dapat memebrikan informasi tentang perubahan kimia dalam sel, juga

memberikan informasi kepada perawat dalam emmantau respons tumor terhadap

pengobatan. MRI tidak menyebbakan radiasi ion.

5) Angiografi serebri

Angiografi serebri digunakan untuk menyelidiki penyakit vascular, aneurisma,

dan malformasi arteriovenal.


6) Elektroensefalografi

EEG adalah uji yang bermnafaat untuk mediagnosis gangguan kejang seperi

epilepsy dan merupakan prosedur scanning untuk koma atau sindrom otak organic.

EEG juga bertindak sebagai indicator kematian otak, tumor, abses, jaringan parut

otak, bean darah, dan infeksi dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari ola

normal irama dan kecepatan.

7) Elektromigrafi

EMG digunakan dalam menentukan ada tidaknya gangguan neuromuscular dan

miopatis. Pemeriksaan ini dapat membedakan kelemahan karena neuropati

(perubahan fungsi atau patologis system saraf perifer) dengan kelemahan akibat

penyakit lain.

8) Lumbal pungsi dan pemeriksaan cairan serebrospinal

Tujuan memperoleh CSS adalah untuk diuji, diukur, dan menurunkan tekananan

CSS, menentukan ada atau tidaknya darah di dalam CSS, mendeteksi sumbatan

subarachnoid spinal, dan pemberian antibiotic intratekal, yaitu ke dalam kanal spinal

pada kasus infeksi.

Lumbal pungsi yang berhasil membutuhkan klien dalam keadaan rileks,

kecemasan klien membuat tegang dan peningkatan kecemasan dapat menyebbakan

peningkatan tekanan pada saat hasil dibaca. Jarak normal tekanan cairan spinal

dengan posisi rekumben adalah 70-200 mmH2O. tekanan sampai 200 mmH2O

dikatakan abnormal. Lumbal pungsi sangat berbahaya nila dilakukan ada lesi

intracranial, karena tekanna intracranial ditentukan melalui pengeluaran CDD, maka


herniasi otak akan smapai tentorium dan foramen magnum. Normalnya, tekanan CSS

meninggi cepat pada tekanan vena jugularis dan menurun cepat sampai normal bila

penekanan dikurangi. Penurunan tekana yang lambat merupakan indikasi adanya

hambatan Sebagian karena penekanan sebuah lesi pada jalur subarachnoid spinal. Jika

tidak ada perubahan tekanan merupakan indikasi adanya hambatal total. Uji ini tidak

dilakukan jika dicurigai ada lesi intracranial.

CSS harus jernih dan tidak berwarna. Warna merah muda, adanya darah, atau

bercampur darah merupakan indikasi sebuah kontosio serebri, laserasi, atau

perdarahan subarachnoid.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian
Prioritas yang dilakukan pada primary survey antara lain :
1) Primary survey
a) Airway
Menurut Jackson, (2009), tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah
memeriksa responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan
ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan
jelas maka jalan nafas pasien terbuka. Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan
bantuan airway dan ventilasi. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh
obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar. Perlu diperhatikan dalam pengkajian
airway pada pasien antara lain :
(1) Kepatenan jalan nafas pasien
(2) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain: Adanya
snoring atau gurgling, Agitasi (hipoksia), Penggunaan otot bantu pernafasan,
Sianosis
(3) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
(4) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai
indikasi :Chin lift/jaw thrust, Lakukan suction (jika tersedia), Oropharyngeal
airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway, Lakukan intubasi
b) Breathing

Pada kasus stroke mungkin terjadi akibat gangguan di pusat napas (akibat stroke)
atau oleh karena komplikasi infeksi di saluran napas. Pedoman konsensus
mengharuskan monitoring saturasi O2 dan mempertahankannya di atas 95% (94-
98%). Pada pasien stroke yang mengalami gangguan pengendalian respiratorik atau
peningkatan TIK, diperlukan untuk melakukan ventilasi.

c) Circulation

Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi


jaringan. Diagnosis shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia,
takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan
penurunan produksi urin. Pengkajian circulation menurut Muttaqin (2008) pada klien
stroke biasanya didapatkan renjatan (syok) hipovolemik, tekanan darah biasanya
terjadi peningkatan dan bisa terdapat hipertensi masif dengan TD >200 mmHg.

d) Disability

Menurut Muttaqin (2008), tingkat kesadaran klien dan respons terhadap


lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk membuat peringkat perubahan
dalam kewaspadaan dan kesadaran. Pada keadaan lanjut, tingkat kesadaran klien
stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien
sudah mengalami koma, maka penilaian GCS sangat penting untung menilai tingkat
kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
2) Secondary Assessment

Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam
artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.

a) Anamnesis

Menurut (Mansjoer dkk. 2000), anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE
yang bisa didapat dari pasien dan keluarga:

A: Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester, makanan)

M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang menjalani


pengobatan hipertensi, jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat).

P: Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah
diderita, obatnya apa, berapa dosisnya)

L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi berapa
jam sebelum kejadian).

E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cidera (kejadian yang


menyebabkan adanya keluhan utama).

b) Aktivitas/istirahat
(1) Gejala : Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan,
hemiplegia, merasa mudah lelah, nyeri/kejang otot.
(2) Tanda : Paralitik, terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan, ganggauna
tingkat kesadaran.
c) Sirkulasi
(1) Gejala : Adanya penyakit jantung, polisitemia.
(2) Tanda : Hipertensi arterial berhubungan dengan adanya embolisme, nadi
bervariasi karena ketidakstabilan fungsi jantung, obat-obatan, efek stroke pada
pusat vasomotor, disritmia.
d) Integritas Ego
(1) Gejala : Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.
(2) Tanda : Emosi yang labil, kesulitan untuk mengekspresikan diri.
e) Eliminasi
Gejala : Inkontinensia urine.

f) Makanan/cairan
(1) Gejala : Nafsu makan hilang, mual muntah karena peningkatan TIK, kehilangan
sensasi/rasa kecap.
(2) Tanda : kesulitan menelan.
g) Neurosensori
(1) Gejala : pusing, sakit kepala, kelemahan/kesemutan, penglihatan
menurun/penglihatan ganda, hilangnya rangsangan sensorik kontralateral,
gangguan rasa pengecepan dan penciuman.
(2) Tanda : Pada tingkat kesadaran biasanya terjadi koma, letargi, gangguan fungsi
kognitif seperti penuruna memoriterjadi kelemahan/paralisis pada ekstremitas,
afasia, kehilangan kemampuan untuk mengenali masuknya rangsangan visual
dan pendengaran, kehilangan kemampuan motorik (apraksia), ukuran/reaksi
pupil tidak sama, kejang.
h) Nyeri/kenyamanan
(1) Gejala : Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda.
(2) Tanda : Gelisah, ketegangan pada otot/fasia.
i) Pernapasan
(1) Gejala : Sulit bernapas.
(2) Tanda : Ketidakmampuan menelan/batuk/hambatan jalan napas.
j) Keamanan
Tanda : Masalah penglihatan, perubahan persepsi terhadap orientasi tempat tubuh,
tidak mampu mengenali objek, warna, kata dan wajah yang peranah dikenalnya
dengan baik, gangguan berespon terhadap panas/dingin, kesulitan menelan.
k) Pola hubungan dan peran
Tanda : Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
l) Pola persepsi dan konsep diri
Tanda : Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
m) Pola reproduksi seksual
Gejala : Penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti
obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
Pemeriksaan Fisik
(1) Keadaan umum
Kesadaran : umumnya mengalami penurunan kesadaran.
Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara.
Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi.
(2) Pemeriksaan integumen
Kulit : jika klien kekurangan oksigen, kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit
akan buruk. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-
tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3
minggu.
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.
Rambut : umumnya tidak ada kelainan.
(3) Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : bentuk normocephalik.
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu
sisi.
Leher : kaku kuduk jarang terjadi.
(4) Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan.
(5) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
(6) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.
(7) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
(8) Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan nervus cranialis : Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central.
Pemeriksaan motorik : Hampir selalu terjadi
kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
Pemeriksaan sensorik : Dapat terjadi hemihipestesi.
Pemeriksaan refleks : Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang
lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.

a. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko perfusi cerebral tidak efektif berhubungan dengan subdural hematoma
akibat perdarahan ditandai dengan gangguan aliran darah ke otak, terjadi
perubahan dalam fungsi sensorik dan motorik, perubahan status mental klien dan
perubahan tingkat kesadaran klien.
2) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan faktor fisiologis:
disfungsi neuromuscular ditandai dengan klien tampak tidak sadar, suara napas
ronchi (+), napas irreguler.
3) Nyeri akut berhubungan dengan pembuluh darah pada otak tertekan ditandai
dengan sakit kepala.
4) Deficit nutrisi berhubungan dengan disfagia sekunder akibat paralisis serebral
ditandai dengan menurunnya asupan makanan, penurunan berat badan,
kelemahan otot-otot mengunyah, muntah proyektil, albumin menurun.
5) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular
ditandai dengan terjadi hemiparese pada ekstremitas.
6) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuromuskuler
ditandai dengan klien tampak tidak mampu berbicara.
C. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


(SLKI) (SIKI)
1 Risiko Perfusi Serebral Setelah dilakukan asuhan Manajemen Peningkatan Tekanan
Tidak Efektif (D.0017) keperawatan selama …….x……. Intrakranial
maka Perfusi Serebral Meningkat
Definisi: dengan kriteria hasil : Observasi
Berisiko mengalami Identifikasi penyebab peningkatan TIK
Tingkat kesadaran meningkat (5) (mis. Lesi, gangguan metabolisme, edema
penurunan sirkulasi daerah Kognitif meningkat (5)
otak. serebral)
Sakit kepala menurun (5) Monitor tanda /gejala peningkatan TIK
Faktor Risiko Gelisah menurun (5) (mis. Tekanan darah meningkat, tekanan
Kecemasan menurun (5) nadi melebar, bradikardi, pola nafas
Keabnormalan masa Agitasi menurun (5) ireguler, kesadaran menurun)
prothrombin dan/atau Demam menurun (5) Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
masa tromboplastin Tekanan arteri rata-rata Monitor CVP (Central Venous Pressure),
parsial membaik (5) jika perlu
Penurunan kinerja Tekanan intra kranial membaik Monitor PAWP, jika perlu
ventrikel kiri (5) Monitor PAP , jika perlu
Aterosklerosis aorta Tekanan darah sistolik membaik Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika
Diseksi arteri (5) tersedia
Fibrilasi atrium Tekanan darah diastolit Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
Tumor otak membaik (5) Monitor gelombang ICP
Stenosis karotis Monitor setatus pernapasan
Miksoma atrium Reflex saraf membaik (5)
Monitor intake dan ouput cairan
Aneurisma serebri Monitor cairan serebro-spinalis (mis.
Koagulopati Warna, konsistensi)
(mis.anemia sel sabit)
Dilatasi
kardiomiopati
Koagulasi
intravaskuler Terapeutik
diseminata Minimalkan stimulus dengan menyediakan
Embolisme lingkungan yang tenang
Cedera kepala Berikan posisi semi Fowler
Hiperkolesteronemia Hindari maneuver valsava
Hipertensi Cegah terjadinya kejang
Endocarditis infektif Hindari penggunaan PEEP
Katup prostetik Hindari pemberian cairan IV hipotonik
mekanis Atur ventilator agar PaCO2 optimal
Stenosis mitral Pertahankan suhu tubuh normal
Neoplasma otak
Infark miokard akut Kolaborasi
Sindrom sick sinus Kolaborasi pemberian sedasi dan anti
Penyalahgunaan zat konvulsan, jika perlu
Terapi tombolitik Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika
Efek samping perlu
tindakan (mis. Kolaborasi pemberian pelunak tinja , jika
Tindakan operasi perlu
bypass)
Pemantauan Tekanan Intrakranial

Observasi
Kondisi Klinis Terkait: Identifikasi penyebab peningkatan TIK
Stroke (mis. Lesi menempati ruang, gangguan
metabolisme, edema serebraltekann vena,
Cedera kepala
obstruksi aliran cairan serebrospinal,
Aterosklerotik aortic
hipertensi, intracranial idiopatik)
Infark miokard akut Monitor peningkatan TD
Diseksi arteri Monitor pelebaran tekanan nadi (selisih
Embolisme TDS dan TDD)
Endocarditis infektif Monitor penurunan frekuensi jantung
Fibrilasi atrium Monitor ireguleritas irama napas
Hiperkolesterolemia Monitor penurunan tingkat kesadaran
Hipertensi Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan
Dilatasi respon pupil
kardiomiopati Monitor kadar CO2 dan pertahankan dalam
Koagulasi rentang yang diindikasikan
intravascular Monitor tekanan perfusi serebral
diseminata Monitor jumlah, kecepatan, dan
Miksoma atrium karakteristik drainase cairan serebrospinal
Neoplasma otak Monitor efek stimulus lingkungan terhadap
Segmen ventrikel kiri TIK
akinetic
Sindrom sick sinus Terapeutik
Stenosis karotid Ambil sampel drainase cairan serebrospinal
Stenosis mitral Kalibrasi transduser
Hidrosefalus Pertahankan sterilitas sistem pemantauan
Infeksi otak (mis. Pertahankan posisi kepala dan leher netral
Meningitis, Bilas sistem pemantauan, jika perlu
ensefalitis, abses Atur interval pemantauan sesuai kondisi
serebri) pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
□ Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

2 Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan asuhan Latihan Batuk efektif
efektif (D.0001) keperawatan selama
Observasi
…… x...............maka bersihan Identifikasi kemampuan batuk
jalan nafas tidak efektif teratasi Monitor adanya retensi sputum
Definisi : dengan kriteria hasil :
Monitor tanda dan gejala infeksi saluran
Secret ketidakmampuan Produksi sputum menurun (5) nafas
membersihkan atau obstruksi Mengi menurun (5) Monitor input dan output cairan ( mis.
jalan nafas untuk Jumlah dan karakteristik )
Wheezing menurun (5)
mempertahankan jalan nafas
Mekonium menurun (5)
tetappaten
Dispnea menurun (5) Terapeutik
Ortopnea menurn (50 Atur posisi semi-fowler atau fowler
Tidak sulit bicara (5) Pasang perlak dan bengkok letakan di
Penyebab : Sianosis menurun (5) pangkuan pasien
Fisiologis Gelisah menurun (5) Buang secret pada tempat sputum
Frekuensi napas membaik (5)
Spasme jalan nafas Pola nafas membaik (5) Edukasi
Hipersekresi jalan Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
nafas Anjurkan tarik nasaf dalam melalui hidung
Disfungsi selama 4 detik, ditahan selam 2 detik,
neuromuskular kemudian keluarkan dai mulut dengan bibir
Benda asing dalam mencucu (dibulatkan) selam 5 detik
jalan nafas Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam
Adanya jalan nafas hingga 3 kali
buatan Anjurkan batuk dengan kuat langsung
Sekrresi yang setelah tarik nafas dalam yang ke-3
tertahan Kolaborasi
Hyperplasia dinding Kolaborasi pemberian mukolitik atau
jalan nafas ekspektoran, jika perlu.
Proses infeksi
Respon alergi Manajemen Jalan Nafas
Efek agen Observasi
farmakologias ( mis. Monitor posisi selang endotraceal (EET),
Anastesi terutama setelah mengubah posisi
Monitor tekanan balon EET setiap 4-8 jam
Monitor kulit area stoma trakeostomi (mis.
Situasional Kemerahan, drainase, perdarahan)
Merokok aktif
Terapeutik
Merokok pasif
Kurangi tekanan balon secara periodic
Terpajan polutan
setiap Shift
Pasang oropharingeal airway (OPA) untuk
Gejala dan Tanda Minor mencegah EET tergigit
Cegah EET terlipat (kinking)
Subjektif : - Beriak pre-oksigenasi 100% selama 30 detik
(3-6 kali ventilasi) sebelum dan sesudah
Objektif :
penghisapan
Batuk tidak efektif Beriak volume pre-oksigen (bagging atau
Tidak mampu batuk ventialasi mekanik) 1,5 kali volume tidal
Sputum berlebih Lakukan penghisapan lender kurang dari 15
Mengi,wheezing detik jika diperlukan (bukan secara
dan/atau ronkhi berkala/rutin)
Ganti fiksasi EET setiap 24 jam
kering Ubah posisi EET secara bergantian (kiri dan
kanan) setiap 24 jam
Lakukan perawatan mulut (mis. Dengan
sikat gigi, kasa, plembab bbir)
Gejala dan Tanda Mayor Lakukan perawatan stoma trakeostomi

Subjektif : Kolaborasi
Jelaksan pasien dana/atau keluarga tujuan
Dispnea dan prosedur pemasangan jalan nafas
Sulit bicara buatan.
Ortopnea Kolaborasi intubasi ulang jika terbentuk
Objektif : mucous plug yang tidak dapat dilakuikan
penghisapan
Gelisah
Sianosis Pemantaun Respirasi
Bunyi nafas menurun
Frekuensi nafas Observasi
berubah Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
Pola nafas berubah upaya nafas
Monitor pola nafas (seperti bradipnea.
Kondisi Klinis Terkait : Takipnea, hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-
Stoke,Biot, atasik)
Gullian Barre Monitor kemampuan batuk efektif
Syndrome Monitor adanya produksi sputum
Skelrosis multipel Monitor adanya sumbatan jalan nafas
Myasthenia gravis Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Prosedur diagnostik Auskultasi bunyi nafas
( mis. Bonkoskopi, Monitor saturasi oksigen
transesophageal, Monitor nilai AGD
echocardiography Monitor hasil x-ray toraks
(TEE)
Depresi system saraf Terapeutik
pusat Atur interval pemantauan respirasi sesuai
Cedera kepala kondisi pasien
Stroke Dokumentasikan hasil pemantauan
Kuadriplegia
Sindrom aspirasi
mekonium
Infeksi saluran nafas Kolaborasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informaskan hasil pemantauan, jika perlu
3 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
keperawatan selama .... X.......jam
menit diharapkan Nyeri Akut Observasi
Definisi: Berkurang dengan kriteria hasil : Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Tingkat nyeri : frekuensi, kualitas , intensitas nyeri
Pengalaman sensorik atau Identifikasi skala nyeri
emosional yang berkaitan Keluhan nyeri (5) Identifikasi respons nyeri non verbal
dengan kerusakan jarigan Meringis (5) Identifikasi faktor yang memperberat
actual atau fungsional, Sikap protektif (5) nyeri dan memperingan nyeri
dengan onset mendadak atau Gelisah (5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
lambat dan berintensitas Kesulitan tidur (5) tentang nyeri
ringan hingga berat yang Menarik diri (5) Identifikasi pengaruh budaya terhadap
berlangsung kurang dari 3 Berfokus pada diri sendiri respon nyeri
bulan (5) Identifikasi pengaruh nyeri pada
Diaforesis (5) kualitas hidup
Perasaan depresi (tertekan) Monitor keberhasilan terapi
(5) komplementer yan sudah diberikan
Penyebab: Perasan takut mengalami Monitor efek samping penggunaan
cedera berulang (5) analgetik
Agen pencedera
Anoreksia (5)
fisiologis (mis.
Perineum terasa tertekan (5) Terapeutik
Inflamai,iskemia,
Uterus teraba membulat (5)
neoplasma Berikan teknik nonfarmakologis untuk
Ketegangan otot (5)
Agen pencedera Pupil dilatasi (5) mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
kimiawi (mis. Muntah (5) hypnosis, akupresur, terapi music,
Terbakar, bahan Mual (5) biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
kimia iritan) Frekuensi nadi (5) teknik imajinasi terbimbing, kompres
Agen pencedera fisik Pola napas (5) hangat/dingin, terapi bermain)
(mis. Abses, Kontrol lingkungan yang memperberat
Tekanan darah (5)
amputasi, terbakar, rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
Proses berpikir (5)
terpotong, pencahayaan, kebisingan)
mengangkat berat, Fokus (5)
Fasilitas istirahat dan tidur
prosedur operasi, Fungsi kemih (5)
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
trauma, latihan fisik Perilaku (5) dalam pemilihan strategi meredakan
berlebih) Nafsu makan (5) nyeri
Pola tidur (5) Edukasi
Gejala dan Tanda Mayor
Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
Subjektif Kontrol Nyeri Jelaskan strategi meredakan nyeri
Melaporkan nyeri terkontrol Anjurkan memonitor nyeri secara
Mengeluh nyeri
Objektif (5) mandiri
Kemampuan mengenali Anjurkan menggunakan analgetik
Tampak meringis onset nyeri (5) secara tepat
Bersikap protektif Kemampuan mengenali Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
(mis. Waspada, posisi penyebab nyeri (5) mengurangi rasa nyeri
menghindari nyeri) Kemampuan menggunakan
Gelisah teknik non-farmakologis (5) Kolaborasi
Frekuensi nadi Dukungan orang terdekat
meningkat (5) Kolaborasi pemberian analgetik, jika
Sulit tidur Keluhan nyeri (5) perlu
Penggunaan analgesic (5)
Pemberian Analgesik
Observasi
Gejala dan Tanda Minor Identifikasi karakteristik nyeri (mis.
Subjektif Pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi, durasi)
- Identifikasi riwayat alergi obat
Identifikasi kesesuaian jenis analgesic
Objektif (mis. Narkotika, non narkotika, atau
NSAID) dengan tingkat keparahan
Tekanan darah
nyeri
meningkat
Monitor tanda tanda vital sebelum dan
Pola napas berubah
sesudah pemberian analgesik
Nafsu makan berubah
Monitor efektifitas analgesik
Proses berpikir
terganggu
Menarik diri Terapeutik
Berfokus pada diri
sendiri Diskusikan jenis analgesic yang disukai
Diaforesis untuk mencapai analgesia optimal, jika
perlu
Pertimbangkan penggunaan infus
Kondisi klinis terkait kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam serum
Kondisi pembedahan Tetapkan target efektifitas analgesik
Cedera traumatis untuk mengoptimalkan respon pasien
Infeksi Dokumentasikan respons terhadap efek
Sindrom koroner akut analgesik dan efek yang tidak
Glaukoma diinginkan

Edukasi

Jelaskan efek terapu dan efek samping


obat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgesik, sesuai indikasi
4. Defisit nutrisi Setelah dilakukan asuhan Manajemen nutrisi:
keperawatan selama …….x…….
(D.0019) maka deficit nutrisi teratasi dengan Observasi
kriteria hasil : Identifikasi status nutrisi
Identifikasialergi dan intoleran nutrisi
Status Nutrisi:
Definisi: Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
Indeks massa tubuh (4) nutrient
Asupan nutrisi tidak cukup Frekuensi makan (4) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
untuk memenuhi kebutuhan Bising usus (4)
metabolisme. Terapeutik
Sajikan makanan secara menarik dan suhu
Berat Badan: yang sesuai
Berikan makanan tinggi serat untuk
Penyebab: Tebal lipatan kulit (4) mencegah konstipasi
□ Berat badan (4) Berikan makanna tinggi kalori dan tinggi
Ketidakmampuan
menelan makanan protein
Ketidakmampuan
Edukasi
mencerna makanan
Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrient Ajarkan diet yang diprogramkan
Peningkatan kebutuhan
Kolaborasi
metabolism
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
Factor ekonomi (mis.
makan 9mis. Perde nyeri, antiemetk) jika
Finansial tidak
perlu
mencukupi)
□ Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
Factor psikologis (mis.
Stress, keengganan menentukkan jumlah kalori dan jenis
untuk makan)
nutrient yang di butuhkan.

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif : -
Objektif:

Berat badan menurun


minimal 10% di
bawah rentang ideal
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :

Cepat kenyang
setelah makan
Kram/nyeri abdomen
Nafsu makan
menurun
Objektif :

Bising usus hiperaktif


Otot pngunyah lemah
Otot menelan lemah
Membrane mukosa
pucat
Sariawan
Serum albumin turun
Rambut rontok
berlebihan
Diare
Kondisi klinis terkait:

Stroke
Parkinson
Mobius syndrome
Cerebral palsy
Cleft lip
Cleft palate
Amyotropic lateral
sclerosis
Keruskan
neuromuscular
Luka bakar
Kanker
Infeksi
AIDS
□ Penyakit Crohn’s
5. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan asuhan Dukungan Mobilisasi
keperawatan selama …….x……. Observasi
(D.0054) maka gangguan mobilitas fisik Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
Definisi: meningkat dengan kriteria hasil : fisik lainnya
Identifikasi toleransi fiik melakukan
Keterbatasan dalam gerakan Pergerakan ekstremitas (3) pergerakan
fisik dari satu atau lebih Kekuatan otot (3) Monitor frekuensi jantung dan tekanna
ekstremitas secara mandiri. Rentang gerak (ROM) (3) darah sebelum memulai monilisasi
Kaku sendi (3) Monitor kondisi umum selama melakukan
Penyebab: Gerakan terbatas (3) mobilisasi
Kelemahan fisik (3)
Kerusakan integritas
Terapeutik
struktur tulang
Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat
Perubahan metabolism
bantu 9mis. Pagar tempat tidur)
Ketidakbugaran fisik
Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
Penurunan kendali otot
Libatkan keluarga untuk membantu pasien
Penuruna massa otot alam meningkatkan pergerakan
Penurunan kekuatan otot
Keterlambatan Edukasi
perkembangan Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
Kekuatan sendi Anjuran melakukan mobilisasi dini
Kontraktur Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
Malnutrisi dilakukan (mis. Duduk di tempat tidur,
Gangguan
muskoloskeletal duduk disisi tempat tidur, pindah dari
Gangguan neuromuscular tempat tidur ke kursi)
Indeks massa tubuh
diatas persentil ke-75
sesuai usia
Efek agen farmakologis
Nyeri
Kurang terpapar
informasi tentang
aktivitas fisik
Kecemasan
Gangguan kognitif
Keengganan melakuka
pergerakan
Gangguan
sensoripersepsi

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif

Mengeluh sulit
menggerakkan
ekstremitas
Objektif

Kekuatan otot menurun


Rentang gerak (ROM)
menurun

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif

Nyeri saat bergerak


Neggan melakukan
pergerakan
Merasa cemas saat
bergerak
Objektif

Sendi kaku
Gerakan tidak
terkoordinasi
Gerakan terbatas
Fisik lemah

Kondisi Klinis Terkait

Stroke
Cedera medulla spinalis
Trauma
Fraktur
Osteoarthritis
Ostemalasia
Keganasan

6. Gangguan Komunikasi Setelah dilakukan asuhan Promosi Komunikasi: Defisit Berbicara


Verbal (D.0119) keperawatan selama …….x……. Observasi
maka komunikasi verbal meningkat Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas,
dengan kriteria hasil : volume, dan diksi bicara
Definisi: Monitor proses kognitif, anatomis, dan
Komunikasi verbal fisiologis, yang berkaitan dengan bicara
Penurunan, perlambatan, atau Kemampuan berbicara (3) Monitor frustasi, marah, dpresi, atau hal
ketiadaan kemampuan untuk lain yang mengganggu bicara
menerima, memproses, Kesesuaian ekpresi Identifikasi perilaku emosionla dan fisik
mengirim, dan/atau wajah/tubuh (3) sebagai bentuk komunikasi.
menggunakan system
symbol. Kontak mata (3) Terapeutik
Gunakan metode komunikasi alernatif
Pelo (3) (mis. Menulis, mata berkedip, papan
komunikasi dengan gambar dan huruf,
isyarat tangan, dan computer)
Penyebab: Sesuaikan gaya komunikasi dengan
kebutuhan
Penurunan sirkulasi Modifikasi lingkungan untuk
cerebral meminimalkan bantuan
Gangguan Ulangi apa yag disampaikan pasien
neuromuskuler Gunakan juru bicara, jika perlu

Gangguan pendengaran Edukasi


Anjurkan berbicara perlahan
Gangguan Ajarkan pasien dan keluarga proses
musculoskeletal kognitif, anatomis, dan fisiologis, yang
berhubungan dengan kemampuan bicara.
Kelaianan palatum

Hambatan fisik (mis. Kolaborasi


Ketakutan, kecemasan, Rujuk ke ahli patologi atau terapis.
merasa malu,
emosional,merasa malu)

Hambatan psikologis
(mis. Gangguan psikotik,
gangguan konsep diri,
harga diri rendah,
gangguan emosi)

Hambatan lingkungan
(mis. Ketidakcukupan
informasi, ketiadaan
orang terdekat,
ketidaksesuaian budaya,
Bahasa asing)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: -
Objektif;

Tidak mampu berbicara


atau mendengar

Menunjukkan respon
tidak sesuai.
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: -
Objektif;

Afasia

Disfasia

Apraksia

Disleksia

Disartria

Afonia
Dislalia

Pelo

Gagap

Tidak ada kontak mata

Sulit memahami
komunikasi

Sulit mempertahankan
komunikasi

Sulit menggunakan
ekspresi wajah atau
tubuh.

Tidak mampu
menggunakan ekspresi
wajah atau tubuh

Sulit Menyusun kalimat

Verbalisasi tidak tepat

Sulit mengungkapkan
kata-kata

Disorientasi orang,
ruang, waktu
Deficit pengliahatan

Delusi
b. Implementasi
Implementasi dilaksanakan berdasarkan rencana keperawatan yang telah dibuat.

c. Evaluasi
No.
Diagnosa Keperawatan Evaluasi
Dx
1. Resiko perfusi cerebral tidak efektif Perfusi jaringan serebral kembali
berhubungan dengan subdural efektif :
hematoma akibat perdarahan ditandai - Perbaikan tingkat kesadaran
dengan gangguan aliran darah ke otak, - Perbaikan status mental dan fungsi
terjadi perubahan dalam fungsi sensorik motorik/sensori
dan motorik, perubahan status mental - tanda-tanda vital dalam rentang
klien dan perubahan tingkat kesadaran normal
klien.

2. Bersihan jalan napas tidak efektif Bersihan jalan nafas efektif :


berhubungan dengan faktor fisiologis: - Klien mampu batuk dan
disfungsi neuromuscular ditandai mengeluarkan sputum dengan
dengan klien tampak tidak sadar, suara efektif.
napas ronchi (+), napas irreguler - Bunyi napas klien normal
- Ronchi (-)
- Frekuensi, irama, dan kedalaman
pernapasan normal dengan RR :
12-20 x/menit.
- Pola napas normal.
- Pergerakan dada simetris, bunyi
napas normal.
3. Nyeri akut berhubungan dengan Nyeri berkurang/dapat terkontrol :
pembuluh darah pada otak tertekan - Menunjukkan postur rileks
ditandai dengan sakit kepala. - Mampu tidur/istirahat dengan
tepat.
4. Deficit nutrisi berhubungan dengan Kebutuhan nutrisi klien adekuat :
disfagia sekunder akibat paralisis - Berat badan klien dalam rentang
serebral ditandai dengan menurunnya normal
asupan makanan, penurunan berat - Klien tidak tampak lemah
badan, kelemahan otot-otot - Klien tidak muntah
mengunyah, muntah proyektil, albumin
menurun.

5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan Mobilisasi klien mengalami


dengan kerusakan neuromuskular peningkatan :
ditandai dengan terjadi hemiparese - Mempertahankan posisi optimal,
pada ekstremitas. - Mempertahankan/meningkatkan
kekuatan dan fungsi bagian tubuh
yang terserang hemiparesis dan
hemiplagia.
- Mempertahankan perilaku yang
memungkinkan adanya aktivitas.
6. Risiko cedera berhubungan dengan Cidera tidak terjadi :
perubahan mobilitas sekunder akibat - Tidak ada luka
spasme otot. - Pasien tidak terjatuh
7. Gangguan komunikasi verbal Kerusakan komunikasi verbal klien
berhubungan dengan gangguan dapat teratasi :
neuromuskuler ditandai dengan klien - Menerima pesan-pesan melalui
tampak tidak mampu berbicara. metode alternatif (mis;
komunikasi tertulis, bahasa
isyarat, bicara dengan jelas pada
telinga yang baik).
- Memperlihatkan suatu
peningkatan kemampuan
berkomunikasi.
- Meningkatkan kemampuan untuk
mengerti.
- Mengatakan penurunan frustrasi
dalam berkomunikasi.
- Mampu berbicara yang koheren.
- Mampu menyusun kata – kata/
kalimat.
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN

SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN
Alamat : Jalan Pulau Moyo No. 33, Pedungan Denpasar

Telp/Faksimile : (0361) 725273/724563

Laman (website) : www.poltekkes-denpasar.ac.id

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KRITIS


Nama Mahasiswa : Kelompok 2

NIM :-

Tgl/ Jam : 19-01-2021 Tanggal MRS : 16-01-2022

Ruangan : ICU Diagnosis Medis : SH

Nama/Inisial : Tn F No.RM : 5129xxx

Jenis Kelamin : Laki-laki Suku/ Bangsa : Bali/Indonesia


IDENTITAS

Umur : 60 thn Status Perkawinan : Sudah menikah

Agama : Hindu Penanggung jawab : Tn J

Pendidikan : SMP Hubungan : Anak

Pekerjaan : petani Pekerjaan : Swasta


Alamat : Desa M Alamat : Desa M

Keluhan utama saat MRS :


RIWAYAT KESEHATAN

Keluarga mengatakan pasien tidak dapat menggerakan tangan sebelah kirinya dan tidak merespon saat
berkomunikasi/berbicara serta tidak sadar dengan keadaan sekitar.

Keluhan utama saat pengkajian :

Pasien tidak ada respon

Riwayat penyakit saat ini :

Keluarga pasien mengatakan pasien tisdak bisa menggerakan anggota tubuh sebelah kiri sejak tgl 16 januari
2022 lalu tiba-tiba tidak bisa bangun dari tempat tidur, mata tidak bisa membuka, susah menelan dan tidak
bicara. Pada tgl 16 januari 2022 pasien langsung dibawa ke UGD Rs T pukul 12.45 wita dengan TD : 160/110
mmhg, S : 37,5 , N: 98x/mnt , RR : 28x/mn. Kemudian diberikan

terapi infus NaCl 0,9% 15tpm, injeksi citicolin 2x500mg, sohobion 2x1 amp, mecobelamine 2x1 amp, NGT
(+), DC(+), seetelah diobservasi selama 2 jam pasien dipindahkan ke ICU.

Riwayat Allergi : -

Riwayat Pengobatan

Riwayat penyakit sebelumnya dan Riwayat penyakit keluarga:


Keluarga mengatakan ada riwayat keturunan hipertensi didalam keluarga

Jalan Nafas :  Paten  Tidak Paten

Nafas :  Spontan Tidak Spontan

Obstruksi : Lidah  Cairan  Benda Asing  Tidak Ada

 Muntahan  Darah  Oedema

Gerakan dinding dada:  Simetris  Asimetris

RR : 26x/mnt

Irama Nafas :  Cepat  Dangkal  Normal

Pola Nafas :  Teratur  Tidak Teratur


BREATHING

Jenis :  Dispnoe  Kusmaul  Cyene Stoke  Lain… …

Sesak Nafas :  Ada  Tidak Ada

Pernafasan Cuping hidung  Ada  Tidak Ada

Retraksi otot bantu nafas :  Ada  Tidak Ada

Deviasi Trakea :  Ada  Tidak Ada

Pernafasan :  Pernafasan Dada  Pernafasan Perut

Batuk :  Ya  Tidak ada

Sputum:  Ya , Warna: ... ... ... Konsistensi: ... ... ... Volume:..........Bau: … …

 Tidak
Emfisema S/C : Ada  Tidak Ada

Suara Nafas : Snoring Gurgling Stridor Tidak ada

 Vesikuler  Stidor  Wheezing  Ronchi

Alat bantu nafas:  OTT  ETT  Trakeostomi  Ventilator, Keterangan: ... ... ...

Oksigenasi : ... ... lt/mnt  Nasal kanul  Simpel mask  Non RBT mask  RBT Mask  Tidak
ada

Penggunaan selang dada : Ada  Tidak Ada

Drainase : DC (+)

Trakeostomi : Ada  Tidak Ada

Kondisi trakeostomi:

Lain-lain: … …

Masalah Keperawatan: Bersihan jalan nafas tidak efektif

Nadi :  Teraba  Tidak teraba  N: 98x/mnt

Irama Jantung :
BLOOD

Tekanan Darah : 160/110 mmHg

Pucat :  Ya Tidak
Sianosis :  Ya  Tidak

CRT : < 2 detik > 2 detik

Akral :  Hangat  Dingin  S: 37,5 0C

Pendarahan :  Ya, Lokasi: ... ... Jumlah ... ...cc  Tidak

Turgor :  Elastis  Lambat

Diaphoresis:  Ya Tidak

Riwayat Kehilangan cairan berlebihan:  Diare  Muntah  Luka bakar Tidak ada

JVP: tidak meningkat

CVP:

Suara jantung:

IVFD :  Ya  Tidak, Jenis cairan: Nacl 0,9 % 15 tpm

Lain-lain: … …

Masalah Keperawatan: -

Kesadaran:  Composmentis  Delirium  Somnolen  Apatis  Koma


BRAIN

GCS :  Eye 2  Verbal 2  Motorik 4

Pupil :  Isokor  Unisokor  Pinpoint  Midriasis


Refleks Cahaya:  Ada/positif  Tidak Ada

Refleks Muntah:  Ada  Tidak Ada

Refleks fisiologis:  Patela (+/-) Lain-lain negatif

Refleks patologis :  Babinzky (+/-)  Kernig (+/-)  Lain-lain

negatif Refleks pada bayi:  Refleks Rooting (+/-)  Refleks Moro

(+/-) (Khusus PICU/NICU)  Refleks Sucking (+/-) 

Bicara :  Lancar  Cepat  Lambat unrespon

Tidur malam : … … jam Tidur siang : … … jam

Ansietas :  Ada  Tidak ada

Nyeri :  Ada  Tidak ada

Lain-lain: … …

Masalah Keperawatan:

Ketidakefektifan Perfusi serebral

Nyeri pinggang:  Ada  Tidaktidak terkaji


BLADDE
R

BAK :  Lancar  Inkontinensia  Anuri


Nyeri BAK :  Ada  Tidak ada tidak terkaji

Frekuensi BAK : Warna: kuning keruh Darah :  Ada  Tidak ada

Kateter :  Ada  Tidak ada, Urine output: 230 cc

Lain-lain: … …

Masalah Keperawatan:

Keluhan :  Mual  Muntah  Sulit menelan tidak terkaji

TB : 162cm BB : 48 kg

Nafsu makan :  Baik  Menurun tidak terkaji

Makan : Frekuensi ... ...x/hr Jumlah : 250 cc susu

Minum : Frekuensi........gls /hr Jumlah : 100 cc air


BOWEL

NGT: +

Abdomen : Distensi Supel ........

Bising usus: 10 x/mn

BAB :  Teratur  Tidak

Frekuensi BAB : 1 x/hr Konsistensi: sedikit, Warna:khas feses darah (/-)/lendir(/-)


Stoma:

Lain-lain: … …

Masalah Keperawatan:

Gangguang Pola Eleminasi


(Muskuloskletal & Integumen)
BONE

Deformitas :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...

Contusio :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...

Abrasi :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...

Penetrasi :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...

Laserasi :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...


Edema :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...

Luka Bakar :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...

Grade : ... Luas....%

Jika ada luka/ vulnus, kaji:

Luas Luka : ... ...

Warna dasar luka: ... ...

Kedalaman : ... ...

Aktivitas dan latihan :0 1 2 3 4

Makan/minum :0 1 2 3 4

Mandi :0 1 2 3 4

Toileting :0 1 2 3 4

Berpakaian :0 1 2 3 4

Mobilisasi di tempat tidur :0 1 2 3 4

Berpindah : 0 1 2 3 4

Ambulasi : 0 1 2 3 4

Lain-lain: … …

Masalah Keperawatan: Hambatan mobilitas fisik


(Fokus pemeriksaan pada daerah trauma/sesuai kasus non trauma)

Kepala dan wajah :

Tidak ada lesi pada kulit kepala, rambut warna putih

Leher :

tidak ada lesi dan tidak ada perbesaran kelenjar tiroid


HEAD TO TOE

Dada :

dada tampak simetris, tidak ada lesi, tampak terpasang monitor bed side

Abdomen dan Pinggang :

Tidak ada lesi


Masalah Keperawatan: -
PsikoSosialKultural

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko perfusi cerebral tidak efektif berhubungan dengan subdural hematoma akibat
perdarahan ditandai dengan gangguan aliran darah ke otak, terjadi perubahan dalam
fungsi sensorik dan motorik, perubahan status mental klien dan perubahan tingkat
kesadaran klien
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan faktor fisiologis: disfungsi
neuromuscular ditandai dengan klien tampak tidak sadar, suara napas ronchi (+),
napas irregular
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular ditandai
dengan terjadi hemiparese pada ekstremitas
C. RENCANA KEPERAWATAN

NO Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi (SIKI)


hasil (SLKI)

1 Risiko Perfusi Serebral Setelah dilakukan Manajemen


Tidak Efektif (D.0017) asuhan keperawatan Peningkatan
selama …….x……. Tekanan
Definisi: maka Perfusi Serebral Intrakranial
Berisiko mengalami Meningkat dengan
penurunan sirkulasi daerah kriteria hasil :
otak.  Tingkat kesadaran Observasi
meningkat (5)
Faktor Risiko Identifikasi
Kognitif meningkat penyebab
Keabnormalan masa (5) peningkatan TIK
prothrombin dan/atau Sakit kepala (mis. Lesi,
masa tromboplastin menurun (5) gangguan
parsial Gelisah menurun metabolisme,
Penurunan kinerja (5) edema serebral)
ventrikel kiri Kecemasan  Monitor tanda /
Aterosklerosis aorta menurun (5) gejala
Diseksi arteri Agitasi menurun (5)
Fibrilasi atrium Demam menurun peningkatan TIK
Tumor otak (5) (mis. Tekanan
Stenosis karotis Tekanan arteri rata- darah meningkat,
Miksoma atrium rata membaik (5) tekanan nadi
Aneurisma serebri melebar,
Koagulopati  Tekanan intra kranial
membaik (5) bradikardi, pola
(mis.anemia sel sabit)
nafas ireguler,
Dilatasi kardiomiopati  Tekanan darah
Koagulasi kesadaran
sistolik membaik (5)
intravaskuler menurun)
diseminata  Tekanan darah
Embolisme diastolit membaik (5) Monitor MAP
Cedera kepala (Mean Arterial
 Reflex saraf Pressure)
Hiperkolesteronemia
membaik (5) Monitor CVP
(Central Venous
 Hipertensi Pressure), jika
perlu
Endocarditis infektif Monitor PAWP,
Katup prostetik jika perlu
mekanis Monitor PAP ,
Stenosis mitral jika perlu
Neoplasma otak Monitor ICP
Infark miokard akut (Intra Cranial
Sindrom sick sinus Pressure), jika
Penyalahgunaan zat tersedia
Terapi tombolitik Monitor CPP
Efek samping (Cerebral
tindakan (mis. Perfusion
Tindakan operasi Pressure)
bypass) Monitor
gelombang ICP
 Monitor setatus
Kondisi Klinis Terkait: pernapasan

Stroke Monitor intake


Cedera dan ouput cairan
kepala Monitor cairan
serebro-spinalis
Aterosklerotik aortic
(mis. Warna,
Infark miokard akut
konsistensi)
Diseksi arteri
Embolisme
Endocarditis infektif
Fibrilasi atrium
Hiperkolesterolemia
 Hipertensi

Dilatasi kardiomiopati Terapeutik


Koagulasi
intravascular Minimalkan
diseminata stimulus dengan
Miksoma atrium menyediakan
Neoplasma otak lingkungan yang
Segmen ventrikel kiri tenang
akinetic  Berikan posisi
Sindrom sick sinus semi Fowler
Stenosis karotid
Stenosis mitral Hindari maneuver
HidrosefalusInfeksi valsava
otak (mis. Meningitis, Cegah terjadinya
ensefalitis, abses kejang
serebri) Hindari
penggunaan PEEP
Hindari pemberian
cairan IV
hipotonik
Atur ventilator
agar PaCO2
optimal
Pertahankan suhu
tubuh normal

Kolaborasi

Kolaborasi
pemberian sedasi
dan anti
konvulsan, jika
perlu
 Kolaborasi
pemberian diuretik
osmosis, jika perlu

Kolaborasi
pemberian
pelunak tinja , jika
perlu

Pemantauan
Tekanan
Intrakranial

Observasi

 Identifikasi
penyebab
peningkatan TIK
(mis. Lesi
menempati ruang,
gangguan
metabolisme,
edema
serebraltekann
vena, obstruksi
aliran cairan
serebrospinal,
hipertensi,
intracranial
idiopatik)

 Monitor
peningkatan TD

Monitor pelebaran
tekanan nadi
(selisih TDS dan
TDD)
Monitor
penurunan
frekuensi jantung
Monitor
ireguleritas irama
napas
Monitor penurunan
tingkat kesadaran

Monitor
perlambatan atau
ketidaksimetrisan
respon pupil
Monitor kadar
CO2 dan
pertahankan
dalam rentang
yang
diindikasikan
Monitor tekanan
perfusi serebral
Monitor jumlah,
kecepatan, dan
karakteristik
drainase cairan
serebrospinal
Monitor efek
stimulus
lingkungan
terhadap TIK

Terapeutik

Ambil sampel
drainase cairan
serebrospinal
Kalibrasi
transduser
Pertahankan
sterilitas sistem
pemantauan
 Pertahankan posisi
kepala dan leher
netral

Bilas sistem
pemantauan, jika
perlu
Atur interval
pemantauan sesuai
kondisi pasien
Dokumentasikan
hasil pemantauan
Edukasi

 Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan

Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu
2 Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan Latihan Batuk
efektif (D.0001) asuhan keperawatan efektif
selama

…… x...............maka
Definisi : bersihan jalan nafas Observasi

Secret ketidakmampuan tidak efektif teratasi Identifikasi


membersihkan atau obstruksi dengan kriteria hasil : kemampuan batuk
jalan nafas untuk Monitor adanya
Produksi sputum retensi sputum
mempertahankan jalan nafas menurun (5) Monitor tanda dan
tetappaten Mengi menurun gejala infeksi
(5) saluran nafas
Wheezing Monitor input dan
menurun (5) output cairan
Penyebab :
Mekonium ( mis. Jumlah dan
Fisiologis menurun (5) karakteristik )
Dispnea menurun
Spasme jalan nafas (5)
Hipersekresi jalan Ortopnea menurn Terapeutik
nafas (50
Disfungsi Tidak sulit bicara  Atur posisi semi-
neuromuskular (5) fowler atau
 Benda asing dalam Sianosis menurun fowler
jalan nafas (5)
Gelisah menurun Pasang perlak dan
Adanya jalan nafas (5) bengkok letakan
buatan  Frekuensi napas di pangkuan
Sekrresi yang membaik (5) pasien
tertahan Buang secret pada
Hyperplasia dinding  Pola nafas tempat sputum
jalan nafas
Proses infeksi membaik (5) Edukasi
Respon alergi
Efek agen Jelaskan tujuan
farmakologias ( mis. dan prosedur
Anastesi batuk efektif
Anjurkan tarik
nasaf dalam
Situasional melalui hidung
selama 4 detik,
Merokok aktif ditahan selam 2
Merokok pasif detik, kemudian
Terpajan polutan keluarkan dai
mulut dengan
bibir mencucu
Gejala dan Tanda Minor (dibulatkan) selam
5 detik
Subjektif : - Anjurkan
mengulangi tarik
Objektif : nafas dalam
hingga 3 kali
Batuk tidak efektif Anjurkan batuk
Tidak mampu batuk dengan kuat
Sputum berlebih langsung setelah
 Mengi,wheezing tarik nafas dalam
dan/atau ronkhi kering yang ke-3
Kolaborasi

Kolaborasi
pemberian
mukolitik atau
Gejala dan Tanda Mayor
ekspektoran, jika
Subjektif : perlu.

Dispnea
Manajemen Jalan
Ortopnea Nafas
Sulit bicara
Objektif : Observasi

Gelisah Monitor posisi


Sianosis selang endotraceal
Bunyi nafas menurun (EET), terutama
Frekuensi nafas setelah mengubah
berubah posisi
 Pola nafas berubah Monitor tekanan
balon EET setiap
4-8 jam
Monitor kulit area
Kondisi Klinis Terkait : stoma trakeostomi
(mis. Kemerahan,
Gullian Barre Syndrome drainase,
Skelrosis multipel perdarahan)
Myasthenia gravis
Prosedur diagnostik
( mis. Bonkoskopi, Terapeutik
transesophageal,
echocardiography (TEE) Kurangi tekanan
Depresi system saraf balon secara
pusat periodic setiap
Cedera kepala Shift
 Stroke Pasang
oropharingeal
Kuadriplegia airway (OPA)
Sindromaspirasi untuk mencegah
mekonium EET tergigit
Infeksi saluran nafas Cegah EET
terlipat (kinking)
Beriak pre-
oksigenasi 100%
selama 30 detik
(3-6 kali ventilasi)
sebelum dan
sesudah
penghisapan
Beriak volume
pre-oksigen
(bagging atau
ventialasi
mekanik) 1,5 kali
volume tidal
Lakukan
penghisapan
lender kurang dari
15 detik jika
diperlukan (bukan
secara
berkala/rutin)
Ganti fiksasi EET
setiap 24 jam
Ubah posisi EET
secara bergantian
(kiri dan kanan)
setiap 24 jam
Lakukan
perawatan mulut
(mis. Dengan sikat
gigi, kasa,
plembab bbir)
Lakukan
perawatan stoma
trakeostomi

Kolaborasi

Jelaksan pasien
dana/atau keluarga
tujuan dan
prosedur
pemasangan jalan
nafas buatan.
Kolaborasi
intubasi ulang jika
terbentuk mucous
plug yang tidak
dapat dilakuikan
penghisapan

Pemantaun
Respirasi

Observasi
 Monitor frekuensi,
irama, kedalaman
dan upaya nafas

Monitor pola
nafas (seperti
bradipnea.
Takipnea,
hiperventilasi,
kussmaul,
Cheyne-
Stoke,Biot, atasik)
Monitor
kemampuan batuk
efektif
Monitor adanya
produksi sputum
Monitor adanya
sumbatan jalan
nafas
Palpasi
kesimetrisan
ekspansi paru
Auskultasi bunyi
nafas
 Monitor saturasi
oksigen

Monitor nilai
AGD
Monitor hasil x-
ray toraks

Terapeutik

 Atur interval
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien

Dokumentasikan
hasil pemantauan

Kolaborasi

 Jelaskan tujuan dan


prosedur
pemantauan

Informaskan hasil
pemantauan, jika
perlu
3 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan Dukungan
asuhan keperawatan Mobilisasi
(D.0054) selama …….x…….
Observasi
Definisi: maka gangguan
mobilitas fisik Identifikasi
Keterbatasan dalam gerakan meningkat dengan adanya nyeri
fisik dari satu atau lebih kriteria hasil : atau keluhan
ekstremitas secara mandiri. fisik lainnya
 Pergerakan Identifikasi
Penyebab: ekstremitas (3) toleransi fiik
melakukan
Kerusakan integritas  Kekuatan otot (3)
pergerakan
struktur tulang Monitor
Perubahan metabolism Rentang gerak
frekuensi jantung
(ROM) (3)
Ketidakbugaran fisik dan tekanna
Penurunan kendali otot Kaku sendi (3)
darah sebelum
Gerakan terbatas
Penuruna massa otot memulai
(3)
Penurunan kekuatan otot monilisasi
Keterlambatan  Kelemahan fisik (3) Monitor kondisi
perkembangan umum selama
Kekuatan sendi melakukan
Kontraktur mobilisasi
Malnutrisi
Gangguan
Terapeutik
muskoloskeletal
 Gangguan neuromuscular  Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan
Indeks massa tubuh diatas alat bantu 9mis.
persentil ke-75 sesuai Pagar tempat
usia tidur)
Efek agen farmakologis
Nyeri Fasilitasi
Kurang terpapar melakukan
informasi tentang pergerakan, jika
aktivitas fisik perlu
Kecemasan  Libatkan keluarga
Gangguan kognitif untuk membantu
Keengganan melakuka pasien alam
pergerakan meningkatkan
Gangguan sensoripersepsi pergerakan

Gejala dan Tanda Mayor Edukasi

Subjektif  Jelaskan tujuan dan


prosedur
Mengeluh sulit mobilisasi
menggerakkan
ekstremitas Anjuran
melakukan
Objektif mobilisasi dini
Ajarkan mobilisasi
 Kekuatan otot menurun
sederhana yang
 Rentang gerak (ROM) harus dilakukan
(mis. Duduk di
menurun
tempat tidur,
duduk disisi
tempat tidur,
pindah dari tempat
Gejala dan Tanda Minor tidur ke kursi)
Subjektif

Nyeri saat bergerak


Neggan melakukan
pergerakan
Merasa cemas saat
bergerak
Objektif

Sendi kaku
Gerakan tidak
terkoordinasi
Gerakan terbatas
 Fisik lemah

Kondisi Klinis Terkait

 Stroke

Cedera medulla spinalis


Trauma
Fraktur
Osteoarthritis
Ostemalasia
Keganasan

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Hari,
No
No. Tanggal, Implementasi Hasil TTD
DX
Waktu

1 Rabu, 19 1 - Memposisikan klien - Pasien tampak lemas, GCS,


Januari E2M5V2
semi fowler
2021 - Pasien menggunakan otot
- Memberikan O2 bantu nafas
Pukul - Pasien menggunakan NRB 10
14.00 ltr
WITA
2 Pukul 1 - melakukan suction -Secret berwarna hijau
14.15 kekuningan kental.
WITA - memasage bagian dada
- Klien batuk lalu di lakukan
suction.

- Terdengr suara nafas stridor

- Pasien tampak lemas

3 Pukul 1 -Mempertahankan TD : 160/110 mmHg,


14.20 kepatenan jalan napas
WITA N : 98 x/menit

S : 37,90C

R : 28 x/menit

SpO2 = 78%

4 Pukul 1 - Memberikan manitol. -Keadaan umum lemah, GCS


14.20 E2,M4,V3.
WITA - Memberikan injeksi
- Manitol masuk 125 cc IV line.
kalnex.
- Kalnex masuk 500 mg melalui
- Memberikan injeksi IV line
piracetam
- Piracetam masuk 1 gr melalui IV
line.
- Memberikan injeksi
sanmol 100 ml. - Sanmol masuk 100 ml melalui
IV line
- Memonitor vital sign
TD : 150/100 mmHg,
klien
N : 92 x/menit

S : 37,50C

R : 26 x/menit

SpO2 = 85%
5 Pukul 2 -Memonitor pola napas - Upaya nafas ada
14.35 - RR : 26 x/ menit
(frekuensi, kedalaman,
WITA - suara ronchi masih terdengar
usaha napas) - SpO2 = 85%

6 Pukul 2 -Memonitor bunyi napas -Suara ronchi masih terdengar


14.40 tambahan (mis. gurgling,
WITA mengi, wheezing, ronkhi
kering)

8 Pukul 2 -Memposisikan semi- -Pasien sudah diposisikan semi


14.50 Fowler atau Fowler fowler
WITA

9 Pukul 2 -Memberikan oksigen, jika - SpO2 90 %


14.55 perlu
WITA - Terpasang NRM 10 ltm

10 Pukul 2 -Memonitor pola napas - Pasien menunjukkan pola nafas


15.00 (seperti : bradipnea, takipnea
WITA
takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-stokes,
biot, ataksik)

11 Pukul 2 -Mengauskultasi bunyi -Masih terdengar suara ronchi


15.05 napas
WITA

12 Pukul 2 -Monitor saturasi oksigen - SpO2 = 89%


15.05
WITA

13 Pukul 3 -Memenuhi semua - Perawat membantu semua


17.00 kebutuhan klien.
kebuthan ADLs klien
WITA - Pagar tempat tidur pasien
terpasang dan keluarga
- memasang tiang pagar mengerti penjelasan perawat
pasien dan memberian
penjelasan pemasangan
tiang pagar

14 Pukul - Mengkaji TTV, SpO2 - TD : 150/100 mmHg,


19.00
- N : 92 x/menit
WITA
- S : 37,50C

- R : 26 x/menit

- SpO2 = 85%

- Upaya nafas ada

- Masih terdengar suara ronchi

- Pasien tampak lemah


EVALUASI KEPERAWATAN

HARI,
NO
TANGGAL, CATATAN PERKEMBANGAN PARAF
DX
WAKTU

1 Rabu, 19 S : pasien belum bisa di ajak berkomunikasi secara verbal


Januari 2022
Pukul 20.00
WITA O:

- TD : 150/100 mmHg,
- N : 92 x/menit
- S : 37,50C
- R : 26 x/menit
- SpO2 = 85%
- Upaya nafas ada
- suara ronchi berkurang
- Pasien tampak lemah
- GCS E2M5V2

A : Resiko ketidakefektifan jaringan cerebral belum


teratasi

P : lanjutkan intervensi

1. Monitor TTV secara berkala/rutin


2. Monitor GCS
2 S : pasien belum bisa di ajak berkomunikasi secara verbal

O:

- TD : 150/100 mmHg,
- N : 92 x/menit
- S : 37,50C
- RR : 26 x/ menit
- SpO2 : 85%
- Upaya nafas ada
- Irama nafas normal
- Masih terdengar suara ronchi
A : Bersihan jalan napas tidak efektif belum teratasi

P : lanjutkan intervensi

1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha


napas)
2. Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling,
mengi, wheezing, ronkhi kering)
3. Pertahankan posisikan semi-Fowler atau Fowler
4. Pertahankan kepatenan jalan nafas
5. Monitor saturasi oksigen

3 S : pasien belum bisa di ajak berkomunikasi secara verbal

O : pasien masih tampak ketergantungal total

- TD : 150/100 mmHg,
- N : 92 x/menit
- S : 37,50C
- RR : 26 x/ menit
- SpO2 : 85%

A : hambatan mobilitas fisik belum teratasi

P : lanjutkan intervensi

1. Monitor ADL pasien


2. KIE keluarga pasien
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Feriyawati, Lita. 2006. Anatomi Sistem Saraf dan Peranannya dalam Regulasi
Kontraksi Otot Rangka. Medan: Fakultas Kedokteran USU.

Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan holistic.(Edisi VI). Jakarta:
EGC

Irianto, Kus. 2004. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia Untuk Paramedis. Bandung:
Yrama Widya.

Jackson, M, 2009. Panduan Praktis Keperawatan Klinis. Jakarta : Penerbit Erlangga

Mansjoer dkk. 2000. Kapita selekta kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 2. Media
Aesculapius.Jakarta.

Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
System Persarafan. Https:// Books. Google. Co.Id/ Books?Hl=En&Lr=
&Id=8uiijrjz95ac&Oi=Fnd&Pg=Pa40&Dq=Konsep+Dasar+Asuhan+Kep
erawatan+Komprehensif+Pada+Gangguan+Sistem+Persarafan&Ots=_Mz
kkqej6v&Sig=Chookdxazdirfrjznvdaosvuhs&Redir_Esc=Y#V=Onepage
&Q=Konsep%20dasar%20asuhan%20keperawatan%20komprehensif%20
pada%20gangguan%20sistem%20persarafan&F=True Diakses pada
tanggal 1 Juli 2021.
Nur, Iis. 2013. Sistem Saraf Pada Manusia. Bandung: Sekolah Tinggi Farmasi

Price & Wilson. 2006. Patofisiologi:konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6.


Volume II. EGC.Jakarta

Smeltzer & Bare. 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Volume 3.
EGC. Jakarta.

Sari, Mega. 2004. Sistem Ventrikel dan Liquor Cerebrospinal. Medan: Fakultas
Kedokteran USU.

Doenges M.E. 1989. Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care
(2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.

Hudak, Gallo. 1996. Keperawatan kritis , pendekatan holistik, edisi IV.


EGC : Jakarta

Long, B.C. 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan


ProsesKeperawatan. Alih Bahasa, Yayasan Ikatan
Alumni pendidikan Keperawatan Padjadjaran.YPKAI:Bandung

Mansjoer,dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga jilid


2.Media Aesculapis : Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia

Price A.S. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC:


Jakarta.

Doenges M.E. 1989. Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care
(2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.

Hudak, Gallo. 1996. Keperawatan kritis , pendekatan holistik, edisi IV.


EGC : Jakarta
Long, B.C. 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan
ProsesKeperawatan. Alih Bahasa, Yayasan Ikatan
Alumni pendidikan Keperawatan Padjadjaran.YPKAI:Bandung

Mansjoer,dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga jilid


2.Media Aesculapis : Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia

Price A.S. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC:


Jakarta.

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. PPNI: Jakarta


PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta Selatan.
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta Selatan.

Smeltzer,S.C & Bare B.G. 2006. Buku ajar keperawatan medical bedah ,
Edisi 8. EGC : Jakarta

Sartono, dkk. 2013. Basic Trauma Cardiac Life Suport-


BTCLS. GADAR

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. PPNI: Jakarta


PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta Selatan.
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta Selatan.

Anda mungkin juga menyukai