Anda di halaman 1dari 33

TUBERKULOSIS PARU

Disusun Oleh;

1. MUHAMMAD HAFIZH Q A (E2016029)


2. ABDULLAH ALBA NUR IHZA (E2017001)
3. AUFA REKA FADHILA (E2017013)
4. DIRITA SEPVHIANA PRATIWI (E2017024)
5. FATHANATYAS INGGAR VIA KISRI (E2017031)
6. GESANG BAYU AJI (E2017034)
7. IZZA AKBAR ROBBANI (E2017036)
8. RAHMIATI (E2017049)
9. SILVYANA PUTRI ANINDYASARI (E2017052)
10. SINTYA NURRAHMA PRATIWI (E2017053)
11. YASMIN FIJINAN AMINAH (E2017057)

PROGRAM STUDI IV FISIOTERAPI

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH SURAKARTA

2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatuhallahi Wabarakatuh

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’alaa yang telat
melimpahkan rahmat, taufik, serta hidyah-Nya sehingga penulis dapat menyeselesaikan makalah
ini dengan sebaik-baiknya.

Tugas makalah ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga
dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat penulis mengucapkan banyak terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yag telah memberikan bantuan dalam menyusun
makalah ini hingga selesai, terutama kepada yang saya hormati:

1. Ibu Ari Sapti Mei Lani, SSt.FT., M.Or selaku Kaprodi Fisioterapi Universitas ‘Aisyiyah
Surakarta.

2. Ibu Dea Linia Romadhoni, S.Fis., M.K.M selaku kordinator praktek lapangan.

3. Ibu Rini Widarti SSt.FT., M.Or selaku pembimbing lahan di Klinik.

4. Ibu Sulistyowati SSt.FT., Ftr selaku pembimbing lahan di RS Paru Surakarta.

5. Semua pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, semoga dengan dapat
menjadikan pembelajaran yang bermanfaat bagi penulis di masa yang akan datang.

Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Penulis

i
HALAMAN PERSETUJUAN

Makalah dengan judul “Tuberkulosis Paru” ini telah dikoreksi dan disetujui oleh pembimbing
praktik lahan guna memenuhi tugas praktek klinik di RS Paru Surakarta.

ii
DAFTAR ISI

JUDUL MAKALAH

KATA PENGANTAR ......................................................................................................i


HALAMAN PERSETUJUAN .........................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan .................................................................................................... 2
D. Manfaat Penulis ...................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 3
A. Anatomi .................................................................................................................. 3
B. Definisi Kasus ......................................................................................................... 3
C. Etiologi ................................................................................................................... 4
D. Patofisiologi ............................................................................................................
E. Tanda Dan Gejala ...................................................................................................
F. Pemeriksaan Diagnose ............................................................................................
G. Teknologi Intervensi Fisioterapi .............................................................................
BAB III LAPORAN STATUS KLINIS ..........................................................................
(Lampiran SK Pasien) ........................................................................................................
BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................................

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................


A. KESIMPULAN ......................................................................................................
B. SARAN ...................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................

H.

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tuberkulosis Paru (TB paru) adalah penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman batang
aerobik dan tahan asam yang merupakan organisme patogen maupun
saprofit. Pada hampir semua kasus, infeksi tuberkulosis didapat melalui
inhalasi partikel kuman yang cukup kecil (sekitar 1,5µm). Droplet
dikeluarkan selama batuk, tertawa, atau bersin. Nukleus yang terinfeksi
kemudian terhirup oleh individu yang rentan (hospes). Selama infeksi
pulmonari dapat terjadi, organisme yang terhirup terlebih dahulu harus
melawan mekanisme pertahanan paru. Individu yang terinfeksi
tuberculosis adalah asimtomatis. Pada individu lainnya, gejala
berkembang secara bertahap sehingga gejala tersebut tidak dikenali sampai
penyakit telah masuk dalam tahap lanjut. Bagaimanapun, gejala
dapattimbul pada individu yang mengalami immunosupresif dalam
beberapa minggu setelah terpajan oleh basil. Manifestasi klinik yang
umum termasuk keletihan, penurunan berat badan, letargi, anoreksia
(kehilangan nafsu makan) dan demam ringan biasanya terjadi pada siang
hari,“berkeringat malam” dan ansietas umum sering tampak. Dispnea,
nyeri dada, dan hemoptisis adalah juga temuan yang umum. (Hidayati &
Darni, 2018)

Menurut WHO Global TB Report 2018 Indonesia adalah negara


dengan beban TBC tertinggi ke-3 di dunia, setelah India dan China (WHO,
2018). pada tahun 2018,secara global kasus baru Tuberkulosis mencapai
842.000 kasus pertahun dengan mortalitas 107.000 kasus. sedangkan tahun
2016 ada 10,4 juta kasus insidensi Tuberkulosis baru di seluruh dunia pada
data statistik 2015, setara dengan 28.500 orang di seluruh dunia yang
terpapar Tuberkulosis setiap hari. (Obat et al., 2021)

4
Kegagalan pasien TB dalam pengobatan dapat diakibatkan oleh
banyak faktor, seperti obat, penyakit dan penderitanya sendiri. Faktor dari
penderita sendiri
seperti kurangnya pengetahuan tentang TB, kurangnya biaya, malas
berobat dan merasa sudah sembuh. TB paru adalah pengetahuan yang
tidak adekuat,
sosial ekonomi rendah, terinfeksi HIV, riwayat gagal berobat. Hasil
penelitian
Limbu dan Marni menyimpulkan bahwa peran PMO dalam proses
pengobatan TB adalah membawa pasien TB ke tenaga Kesehatan,
mengingatkan pasien dalam
meminum obat, memberi obat untuk diminum setiap malam, memotivasi
pasien serta mengantarkan pasien dalam melakukan pengobatan di
Puskesmas. (Obat et al., 2021)
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penulisan ini antara lain:
1. Apa peran fisioterapi terhadap penanganan TB Paru?
2. Apa saja intervensi yang dapat menangani TB Paru?

C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan ini antara lain:
1. Untuk mengetahui apakah penanganan TB Paru dengan Breathing
control dapat mengurangi sesak pada penderita TB Paru
2. Untuk mengetahui hubungan pemberian massage terhadap penderita
TB Paru

D. MANFAAT PENULISAN
1. Secara Akademis
a. Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat keilmuan
dalam bidang Kardiopulmonal khususnya menangani TB Paru.

5
b. Memberikan gambaran cara penanganan TB Paru.

2. Secara Praktis
a. Memberikan informasi dan masukan kepada pembaca agar lebih
dapat meningkatkan layanan penanganan kepada penderita TB
Paru.
b. Bermanfaat bagi para pembaca dalam dunia kesehatan, terutama
pada Kardiopulmonal.

6
7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI

Paru-paru berada pada rongga dada bagian atas, di bagian samping


dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma
yang berotot kuat. Paru-paru terbagi atas dua bagian yaitu paru-paru kanan
yang terdiri atas 3 lobus yaitu lobus atas, tengah dan bawah. Lobus-lobus
tersebut dibatasi oleh fisura horisontal dan obliq. Paru-paru kiri yang
terdiri atas 2 lobus yaitu lobus atas dan lobus bawah yang dibatasi oleh
fisura obliq (Watson R., 2011).

Gambar 2.1 Anatomi Paru (Sumber : Gunardi S., 2009)

Pada bagian atas atau puncak paru disebut apeks yang menjorok ke
atas arah leher dan pada bagian bawah disebut basal. Paru-paru dibungkus
oleh dua selaput yang tipis, yang disebut pleura. Selaput bagian dalam
yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura
visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan
dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis). Antara selaput
luar dan selaput dalam terdapat rongga yang berisi cairan pleura yang
berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma
darah yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat
permeabel terhadap air dan zat-zat lain (Aryani, 2009).

B. DEFINISI KASUS

8
Bakteri penyebab penyakit Tuberkulosis ini pertama kali
ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882. Penyakit
tuberculosis paru adalah penyakit infeksi kronik jaringan paru yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, penyakit TB Paru pada
paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP) (Nizar, 2010).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Depkes,
2011). Tuberculosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat
menyerang berbagai organ, terutama paru-paru. Penyakit ini apa bila tidak
diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi
berbahaya hingga kematian (Kemenkes RI, 2016).
Mycobacterium tuberculosis merupakan basil tahan asam
berukuran 0,5-3 μm. Mycobacterium tuberculosis ditularkan melalui
droplet udara yang disebut sebagai droplet nuclei yang dihasilkan oleh
penderita TB paru atau pun TB laring pada saat batuk, bersin, berbicara,
atau pun menyanyi. Droplet ini akan tetap berada di udara selama
beberapa menit sampai jam setelah proses ekspektorasi (Amanda, 2018).

C. ETIOLOGI
Etiologi tuberculosis paru adalah bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang yang tahan asam atau sering
disebut sebagai basil tahan asam, intraseluler, dan bersifat aerob. Basil ini
berukuran 0,2-0,5 µm x 2-4 µm, tidak berspora, non motil, serta bersifat
fakultatif. Dinding sel bakteri mengandung glikolipid rantai panjang
bersifat mikolik, kaya akan asam, dan fosfolipoglikan. Kedua komponen
ini memproteksi kuman terhadap serangan sel liposom tubuh dan juga
dapat menahan zat pewarna fuchsin setelah pembilasan asam (pewarna
tahan asam) (Jahja, 2018).

9
Bakteri tuberculosis mati pada pemanasan 100°C selama 5-10
menit atau pada pemanasan 60°C selama 30 menit, dengan alcohol 70-
95% selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara
terutama ditempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan), namun
tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara (Widoyono, 2011).

D. PATOFISIOLOGI
Individu terinfeksi melalui droplet nuclei dari pasien TB paru
ketika pasien batuk, bersin, tertawa. Droplet nuclei ini mengandung basil
TB dan ukurannya kurang dari 5 mikron dan akan melayang-layang di
udara. Droplet nuclei ini mengandung basil TB. Saat mikrobakterium
tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan
tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular. Biasanya melalui
serangkaian reaksi imunologis bakteri TB paru ini akan berusaha dihambat
melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru.
Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya
menjadi jaringan parut dan bakteri TB paru akan menjadi dormant
(istirahat).
Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai
tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen. Sistem imun tubuh berespon
dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag)
menelan banyak bakteri limpospesifik-tuberculosis melisis
(menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini
mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan
bronkopneumonia dan infeksi awal terjadi dalam 2-10 minggu setelah
pemajanan. Masa jaringan paru yang disebut granulomas merupakan
gumpalan hasil yang masih hidup.
Granulomas diubah menjadi massa jaringan-jaringan fibrosa,
bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel ghon dan menjadi
nekrotik membentuk massa. Massa ini dapat mengalami klasifikasi,
membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa

10
perkembangan penyakit aktif. Setelah pemajanan dari infeksi awal,
individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon
yang inadekuat dari respon sistem imun (Darliana, 2016).
E. TANDA DAN GEJALA

Sebagian besar anak dengan TB tidak memperlihatkan gejala pada


awal infeksi. Salah satu gejala sistemik yang tersering adalah demam.
Gejala sistemik lain yang sering dijumpai adalah anoreksia, berat badan
yang tidak naik, dan malaise. Batuk kronik merupakan gejala tersering
pada TB paru dewasa, tetapi pada anak tidak selalu menjadi gejala utama.
Fokus primer TB paru pada anak umumnya terdapat di daerah parenkim
yang tidak mempunyai reseptor batuk. Akan tetapi, gejala batuk kronik
pada TB anak dapat timbul bila limfadenitis regional menekan bronkus
sehingga meransang reseptor batuk secara kronik. Manifestasi klinis
spesifik lainnya bergantung pada organ yang terkena, misalnya kelenjar
limfe, susunan saraf pusat, tulang, dan abdomen.
Gejala utama terbanyak yaitu penurunan kesadaran (28,8%), diikuti berat
badan yang tidak naik (25,3%), demam (18,2%), pembesaran kelenjar
limfe (11,6%), deformitas tulang (9,1%), batuk kronik ((4,0%), dan nyeri
perut (2,5%). Penurunan kesadaran yang merupakan manifestasi klinis TB
pada susunan saraf pusat menjadi gejala utama terbanyak (Noviarisa N,
2019).
Menurut (Safithri, 2011) gejala umum TBC pada aak :
a. Berat badan turun selama 3 bulan berturutturut tanpa sebab yang jelas
dan tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi
yang baik (failure to thrive).
b. Nafsu makan tidak ada (anorexia) dengan gagal tumbuh dan berat
badan tidak naik (failure to thrive) dengan adekuat.
c. Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria
atau infeksi saluran nafas akut) dapat disertai keringat malam.

11
d. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit biasanya
multipel paling sering didaerah leher ketiak dan lipatan paha
(inguinal).
e. Gejala –gejala dari saluran nafas misalnya batuk lama lebih dari 30
hari (setelah disingkirkan sebab lain dari batuk) tanda cairan didada
dan nyeri dada.
f. Gejala-gejala dari saluran cerna misalnya diare berulang yang tidak
sembuh dengan pengobatan diare benjolan (masa) di abdomen dan
tanda-tanda cairan dalam abdomen.
F. PEMERIKSAAN DIAGOSA
Uji tuberkulin merupakan alat diagnosis TB yang sudah sangat
lama dikenal, tetapi hingga saat ini masih mempunyai nilai diagnosis yang
tinggi terutama pada anak, dengan sensitivitas dan spesifisitas lebih dari
90%. Uji tuberkulin dapat negatif bila terdapat keadaan anergi, yaitu
keadaan penekanan sistem imun oleh berbagai keadaan, sehingga tubuh
tidak memberikan reaksi terhadap tuberkulin walaupun sebenarnya sudah
terinfeksi TB. Beberapa keadaan yang dapat menimbulkan anergi misalnya
gizi buruk, penyakit immunokompromais seperti HIV, keganasan,
penggunaan steroid jangka panjang, sitostatik, penyakit morbili, pertussis,
varisela, influenza, serta TB yang berat.
Foto rontgen toraks adalah pemeriksaan penunjang yang paling
sering dilakukan untuk mendiagnosis TB anak. Gambaran infiltrat atau
pembesaran kelenjar getah bening hilus yang selama ini banyak digunakan
sebagai dasar diagnosis TB, bukanlah suatu gambaran khas TB karena hal
tersebut masih dapat disebabkan oleh penyakit lain seperti pneumonia atau
infeksi respiratorik akut lain.Sebaliknya foto toraks yang normal (tidak
terdeteksi secara radiologis) tidak dapat menyingkirkan diagnosis TB jika
klinis dan pemeriksaan lain mendukung. Pada studi ini, 183 kasus (92%)
memiliki gambaran foto toraks sugestif TB, 2 kasus (1%) gambaran milier
dan 13 kasus (6,6%) dengan gambaran foto toraks normal.

12
Sumber infeksi TB pada anak yang terpenting adalah pajanan
terhadap orang dewasa yang infeksius, terutama dengan BTA positif.
Risiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih
tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum positif,
infiltrat luas atau kavitas pada lobus atas, produksi sputum banyak dan
encer, batuk produktif dan kuat, serta terdapat faktor lingkungan yang
kurang sehat terutama sirkulasi udara yang tidak baik. Pada penelitian ini
hanya 87 kasus (43,9%) yang diketahui memiliki kontak TB yang jelas.
Kontak TB yang tidak jelas mesti ditelusuri secara komprehensif karena
sumber infeksi yang tidak terdeteksi dapat menimbulkan penularan yang
lebih luas.
Diagnosis pasti TB adalah ditemukannya M. tuberkulosis pada
pemeriksaan sputum, bilas lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura
dan biopsi jaringan. Pemeriksaan sputum sulit dilakukan pada anak,
penyebab pertama karena jumlah kuman TB di sekret bronkus pasien anak
lebih sedikit karena lokasi kerusakan jaringan TB paru primer terletak di
kelenjar limfe hilus dan parenkim paru bagian perifer. Penyebab kedua,
karena sulitnya melakukan pengambilan spesimen karena produksi sputum
yang minimal dan gejala batuk yang jarang. Pada studi ini pemeriksaan
lainnya yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis TB yaitu CT
scan/MRI (36,4%), pemeriksaan cairan cerebrospinal (27,3%), biopsi
jaringan (19,2%) dan pemeriksaan cairan pleura (1%)(Noviarisa N, 2019).
G. TEKNOLOGI INTERVENSI
Fisioterapi berperan dalam penyembuhan kasus ini karena
fisioterapi salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk
individu dan atau kelompok dalam upaya mengembangkan, memelihara,
dan memulihkan gerak dan fungsi sepanjang daur kehidupan
menggunakan modalitas, mekanis, gerak dan komunikasi. Modalitas yang
dapat digunakan dalam menyelesaikan problematika pada penderita
tuberkulosis diantaranya menggunakan Infrared dan Active Cycle Of
Breathing Technique (ACBT).

13
Infrared atau IR yang menjadi salah satu modalitas yang
digunakan dalam penanganan kasus TB paru ini memberikan efek
pemanasan dari panjang gelombang lebih panjang dari cahaya tampak,
tetapi lebih pendek dari radiasi gelombang radio. Metode terapi
menggunakan inframerah bertujuan untuk melancarkan sirkulasi
pernafasan menjadi lebih baik, mengurangi spasme otot pernafasan karena
adanya vasodilatasi pada jaringan yang terkena sinar inframerah. Active
cyrcle of breathing technique (ACBT) merupakan suatu siklus gabungan
dari deep breathing exercise, Huffing, dan breathing control.
Penggabungan latihan tersebut pada penderita TB paru dapat mengurangi
sputum, mengurangi sesak nafas, meningkatkan ekspansi sangkar thoraks
dan meningkatkan aktivitas fungsional.( Safira, A.R. and Nahdliyyah, A.I.,
2017)

14
BAB III

Nomor Urut: 10 / 4 / 2021

LAPORAN STATUS KLINIK


PROGRAM STUDI D IV FISIOTERAPI

STIKES AISYIYAH SURAKARTA

NAMA MAHASISWA : GESANG BAYU AJI

TEMPAT PRAKTIK : Gabusan Rt01 Rw05 Jombor, Bendosari, Sukoharjo

PEMBIMBING : Rini Widarti,SSt.FT.,M.Or

Sulistyowati SSt.Ftr

Tanggal Pembuatan Laporan : 10 April 2021

Kondisi : FT D

FT A (obsgin, pediatri) FT B (muskuluskeletal) FT C (neuromuskular) FT D


(kardiovaskular) FT E (kesehatan masyarakat)

A. KETERANGAN UMUM PENDERITA


Nama : An. A
Umur : 6 Tahun ( 29 juli 2014 )
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Alamat : Gabusan rt01 rw05 Jombor, Bendosari, Sukoharjo

15
No RM :-
Tempat Perawatan : Rumah
B. DATA-DATA MEDIS RUMAH SAKIT
1. DIAGNOSA MEDIS :
Tanggal, 12 Februari 2021
Tuberculosis Paru

2. CATATAN KLINIS :
(Hasil : Rontgen, Uji Laboratorium, Ct scan, MRI, EMG, dll yang terkait dengan
permasalahan fisioterapi)

Rontgen
Cor : Tidak membesar
Pulmo : Corakan bronchovasculer meningkat
Tampak bercak-bercak kesuraman pada perihiler dan paracardial kanan
& kiri
Hilus pulmo kanan melebar
Diafragma dan sinus membaik

*) Coret yang tidak perlu


3. TERAPI UMUM ( GENERAL TREATMENT )
Mengkonsumsi obat

16
4. RUJUKAN FISIOTERAPI DARI DOKTER :
Mohon dilakukan tindakan fisioterapi pada An.A

C. SEGI FISIOTERAPI
1. ANAMNESIS (AUTO / )
a. KELUHAN UTAMA :
Pola pernafasan tidak normal ( sesak nafas)
Nyeri pada dada sebelah kanan
Mudah lelah
Adanya sputum
Adanya batuk
b. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
Pada tanggal 10 februari 2021 An. A mengalami keluhan sesak nafas,
keringat dingin, batuk, muntah-muntah, dan badan lemas, lalu di bawa ke
klinik umum. Setelah dilakukan rontgen terhadap An. A. Kemudian pada
tanggal 12 februari 2021 Dr. Kristiani mendiagnosa Tuberculosis paru.
Kemudian Dr. Kristianti memberikan pengobatan secara farmakologis dan
pasien di rujuk ke fisioterapi untuk mendapatkan penanganan fisioterapi.
Kondisi pasien semakin parah atau berat ketika terpapar udara dingin
c. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :
Tidak ada
d. RIWAYAT PENYAKIT PENYERTA :
Tidak ada penyakit penyerta
e. RIWAYAT PRIBADI (KETERANGAN UMUM PENDERITA):
Pasien anak pertama, KELAS BERAPA, TINGGAL NYA ADA POLUSI ATAU
TIDAK, TENTANG KESEHARIAN PASIEN YANG ADA BERHUBUNGAN DENGAN
PASIEN, MAIN APA SAMA SIAPA YANG KIRA2 BERHUBUNGAN

17
f. RIWAYAT KELUARGA :
Tidak ada

g. ANAMNESIS SISTEM :
1) Kepala & Leher :
Normal
2) Kardiovaskuler :
Normal
3) Respirasi (tidak ada batasan normal)
Adanya sesak nafas
Nyeri pada dada sebelah kanan
4) Gastrointestinalis :
Normal
5) Urogenitalis :
Normal
6) Muskuloskeletal :
Normal
7) Nervorum :
Normal
D. PEMERIKSAAN
1. PEMERIKSAAN FISIK
a. TANDA - TANDA VITAL
1) Tekanan darah : 90/60 mmHg
2) Denyut nadi : 75/ menit
3) Pernapasan : 25x/ menit
4) Temperatur : 37,70C.
5) Tinggi badan : 120 cm
6) Berat badan : 22 kg
b. INSPEKSI :
1) Statis :
Posisi terlentang: Terlihat thorax kanan mengembang atau lebih besar
Posisi tengkurap: -
Posisi on elbow:-

18
Posisi on hand:-
2) Dinamis: Nafas terlihat terengah-engah saat beraktivitas ketika
bermain
Dan keterbatasan saat melakukan aktivitas fungsional (mandi kesulitan
mengangkat gayung).
c. PALPASI :
Adanya nyeri tekan pada dada bagian kanan
Spasme pada otot pectoralis mayor sebelah kanan
d. PERKUSI :
Terdapat suara hyper sonor pada lobus kanan
e. AUSKULTASI :
Terdapat suara wheeing pada lobus kanan saat bernafas
f. GERAKAN DASAR :
1) Gerak Aktif :
Pemeriksaan gerak aktif perlu usaha untuk mencapai Deep breathing
karena adanya sesak nafas. PAKEK OTOT YANG TERLIHAT SEPERTI BAHU
2) Gerak Pasif :
3) Gerak Isometrik Melawan
Tahanan :
Tidak dilakukan
g. KOGNITIF, INTRA PERSONAL & INTER
PERSONAL :
Kognitif: Koperatif pada intruksi dan anak senang bermain.
Intra personal: mempunyai kemauan untuk minum obat yang rutin.
Inter personal: Anak mampu mengikuti atau menjalani treatment terapis
dengan baik.
h. KEMAMPUAN FUNGSIONAL & LINGKUNGAN
AKTIVITAS
1) Kemampuan Fungsional Dasar :
Pasien mampu melakukan ADL secara mandiri.
2) Aktivitas Fungsional :
Pasien mampu melakukan semua aspek gerakan secara aktif.

19
AKTITITAS SEKOLAH BELAJAR ADA HAMBATAN ATAU TIDAK ATAU
AKTIFITAS KESEHARIAN

3) Lingkungan Aktivitas :
Semua keluarga mendukung anak dalam melakukan proses terapi dan
home program. LINGKUNGAN AKTIVITASNYA GIMNA BAGAIMNA
PENCAHAYAAN, DEKET EGK DENGAN SUMBER POLUSI

i. PEMERIKSAAN SPESIFIK ( FT A / FT B / FT C / FT
D / FT E *)
PEMERIKASAAN SESAK NAFAS

20
CLINICAL REASONING
Faktor Internal Faktor eksternal

Infeksi Bakteri mycobacterium tuberculosis Asap rokok

Nikotin menyebar dan Nikotin menyebar di Nikotin menimbulkan


menimbulkan bercak menimbulkan bercak pada Paracardial
pada perihiler bronchovasculer kanan & kiri
sehingga bercak hitam

Pelebaran pada Hilus


pulmo kanan

Tuberculosis Paru

Adanya spuntum pada Adanya nyeri tekan pada


dada sebelah kanan Adanya sesak nafas dada sebelah kanan

Breathing exercise
Chess terapy Breathing control
Positioning
Cupping
Meningkatkan
kemapuan fungsional

Mengeluarkan sputum

Mengurangi sesak nafas

21
E. KODE DAN KETERANGAN PEMERIKSAAN ICF
1. Body Stucture
Adanya nyeri tekan pada dada sebelah kanan
Spasme pada otot pectoralis mayor sebelah kanan
2. Body Function
Pola pernafasan tidak normal ( sesak nafas)
Nyeri pada dada sebelah kanan
Mudah lelah
Adanya sputum
Adanya batuk
3. Activity Limitation
Mandi kesulitan mengangkat gayung
Nafas terlihat terengah-engah saat beraktivitas ketika bermain
4. Participation Restriction
Pada aktivitas sehari-hari pasien masih dibantu penuh oleh kedua orang
tuanya.
5. Enviromental & Personal Factors
Lingkungan pasien mendukung dalam kesembuhan pasien.
F. DIAGNOSA FISIOTERAPI
1. Immpairment : Adanya nyeri tekan pada pectoralis mayor dada sebelah
kanan, Terdapat dahak, pola pernafasan tidak normal ( sesak nafas)
2. Fungsional Limitation : Mandi kesulitan mengangkat gayung , Nafas
terlihat terengah-engah saat beraktivitas ketika bermain dan Mudah lelah.
3. Disstability : Pasien belum mampu beraktivitas dan bermain layaknya anak
seumurannya.
G. RENCANA INTERVENSI
1. TUJUAN
a. Jangka Pendek
- Mengeluarkan sputum
- Mengurangi sesak nafas
KLO ADA NYERI TEKAN
b. Jangka Panjang

22
- Meningkatkan kemampuan fungsional.

2. TINDAKAN FISIOTERAPI
a.Teknologi Fisioterapi :
1) Teknologi Alternatif :
a) Breathing exercise : Deep breating exercise mengatasi sesak
nafas
b) Positioning : Half laying, postural drainage untuk mengeluarkan
sputum
c) Breathing control : Mendidik kembali pola pernafasan ritmis dan
tenang
d) Chest terapy: Mengeluarkan sputum
e) Massage : Merileksasikan otot, Mengurangi spsame
f) Infra Red : Melancarkan peredaran darah
2) Teknologi Terpilih
(Jelaskan argumentasi / alasan metode teknologi tersebut di lakukan)

a) Breathing exercise : Deep breating exercise mengatasi sesak


nafas
b) Positioning : Half laying, postural drainage untuk mengeluarkan
sputum
c) Breathing control : Mendidik kembali pola pernafasan ritmis dan
tenang
g) Chest terapy : Mengeluarkan sputum
d) Massage : Merileksasikan otot, Mengurangi spsame
e) Infra Red : Melancarkan peredaran darah
b. Edukasi
- Menjauhi perokok
- Orang tua pasien diminta memberikan positioning yang tepat saat di rumah
c. Rencana Evaluasi
Pengukuran respirasi normal
Pengukuran nyeri dengan VDS

23
H. Prognosis
1. Quo Ad Vitam : Baik
2. Quo Ad Sanam : Baik
3. Quo Ad Fungsionam : Baik
4. Quo Ad Cosmeticam : Baik
I. Penatalaksanaan Fisioterapi
1. Hari: senin Tgl: 5 April 2021
Massage
Px : pasien berbaring terlentang
Tx : terapis berada d samping pasien
Aksi : terapis memassage bagian pectoralis mayor
Breathing exercise
Px : Duduk
Tx : Di belakang pasien
Aksi : Terapis mengintruksikan untuk melakukan inspirasi nafas dalam selama 2
detik langsung menghembusan nafas
Breathing control
Px : posisi kan pasien setengah duduk
Tx : Di belakang pasien
Aksi : Terapi menginstruksikan untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi secara
teratur dosisi berapa kali pengulangan
Chest terapy
Px : Terlentang
Tx : Di belakang pasien
Aksi : Terapis melakukan cupping pada pasien untuk mengeluarkan sputum
Positioning
Px : Terlentang
Tx : Di samping pasien
Aksi : Terapis memposisikan pasien setengah badan dengan menaikkan kepala
dan dada setinggi 45*-90* tanpa fleksi lutut.
2. Hari: rabu Tgl: 7 April 2021
Massage

24
Px : pasien berbaring tengkurap
Tx : terapis berada d samping pasien
Aksi : terapis memassage bagian pectoralis mayor
Breathing exercise
Px : Duduk
Tx : Di belakang pasien
Aksi : Terapis mengintruksikan untuk melakukan inspirasi nafas dalam selama 2
detik
Breathing control
Px : Duduk
Tx : Di belakang pasien
Aksi : Terapi menginstruksikan untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi secara
teratur
Chest terapy
Px : Terlentang
Tx : Di belakang pasien
Aksi : Terapis melakukan cupping pada pasien untuk mengeluarkan sputum
Positioning
Px : Terlentang
Tx : Di samping pasien
Aksi : Terapis memposisikan pasien setengah badan dengan menaikkan kepala
dan dada setinggi 45*-90* tanpa fleksi lutut.
3. Hari: sabtu Tgl: 10 April 2021
Massage
Px : pasien berbaring tengkurap
Tx : terapis berada d samping pasien
Aksi : terapis memassage bagian pectoralis mayor
Breathing exercise
Px : Duduk
Tx : Di belakang pasien
Aksi : Terapis mengintruksikan untuk melakukan inspirasi nafas dalam selama 2
detik

25
Breathing control
Px : Duduk
Tx : Di belakang pasien
Aksi : Terapi menginstruksikan untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi secara
teratur
Chest terapy
Px : Terlentang
Tx : Di belakang pasien
Aksi : Terapis melakukan cupping pada pasien untuk mengeluarkan sputum
Positioning
Px : Terlentang
Tx : Di samping pasien
Aksi : Terapis memposisikan pasien setengah badan dengan menaikkan kepala
dan dada setinggi 45*-90* tanpa fleksi lutut.
J. Evaluasi
Pasien mengalami sesak nafas kemudian setelah di berikan terapi sebanyak 3x
mengalami penurunan sesak nafas menggunakan alat ukur skala borg

Hasil dari skala borg menunjukkan pasien berada di skala no. 2

26
Pola pernafasan anak sudah kembali normal

K. Hasil Evaluasi Akhir


Anak sudah mampu beraktivitas seperti anak pada umumnya.
Hasil dari pengukuran VDS menunjukkan pada angka 2
Pola pernafasan anak sudah membaik

Pembimbing,

Sulistyowati SSt.Ftr

Nip 19790329 2005


012011

27
BAB IV

PEMBAHASAN

Tuberculosis. adalah suatu penyakit infeksi menular yang


disebabkan oleh bakteriMyobacterium tubercolusis, yang menyerang
berbagai organ, terutama paru-paru. Penyakit ini bila tidak di obati atau
pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya
hingga kematian (Kemenkes RI, 2016).
Foto rontgen toraks adalah pemeriksaan penunjang yang paling
sering dilakukan untuk mendiagnosis TB pada anak. Gambaran infiltrat
atau pembesaran kelenjar getah bening hilus yang selama ini banyak
digunakan sebagai dasar diagnosis TB. Diagnosis TB ditemukannya M.
Tuberkulosis pada pemeriksaan sputum, bilas lambung cairan
serebrospinal, cairan pleura dan biposi jaringan. Pemeriksaan sputum sulit
dilakukan pada anak, penyebab utama karena jumlah kuman TB di sekret
bronkus pasien anak lebih sedikit karena lokasi kerusakannya jaringan TB
paru primer terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru bagian
perifer. Penyebab kedua, karena sulitya melakukan pengambilan spsimen
karena produksi sputum yang minimal dan gejala batk yang jarang
(Noviarisa N, 2019).
Infrared atau IR merupakan salah satu modalitas yang digunakan
dalam penanganan kasus TB paru. Metode ini bertujuan untuk
melancarkan sirkulasi pernafasan menjadi lebih baik, mengurangi spasme
otot pernafasan karena adanya vasodilatasi pada jaringan yang terkena
sinar inframerah
Active cyrcle of breathing technique (ACBT) merupakan suatu
siklus gabungan dari Deep Breathing exercise huffing dan breathing
control, penggabungan latihan tersebut pada penderita TB paru dapat
mengurangi sputum, mengurangi sesak nafas, dan meningkatkan ekspansi
thorak juga meningkatkan aktivitas fungsional (Safira A.R dan
Nahdliyyah, A.I,2017).

28
Chest Therapy merupakan teknik untuk membersihkan jalan nafas
akibat menurunnya fungsi mucocilliary clearance atau batuk yang terdiri
dari postural drainage, perkusi, fibrasi, breathing, cougung dan mobilisasi
thorak. Chest therapy merupakan teknik untuk mengeluarkn secret yang
berlebihan atau material yang teraspirasi dari dalam saluran pernafasan
(Raharjoe 2008).
Massage atau pijatan metode untuk merelaksasikan otot pectoralis
mayor
Pasien atas nama An. A usia 6 tahun dengan diagnosis Tubercolusis paru
setelah diberikan terapi mendapatkan hasil evaluasi yaitu penurunan sesak
nafas dan pola nafas sudah kembali normal
1. Skala Borg

Has
il dari skala borg menunjukkan pasien berada di skala no. 2
2. Anak sudah mampu beraktivitas seperti anak pada
umumnya.
3. Hasil dari pengukuran VDS menunjukkan pada
angka 2

29
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pemeriksaan yang dilakukan pada kasus TB paru Uji tes
Tuberculosis, Pemeriksaan Foto Rontgen, Pemeriksaan Sputum,
Pemeriksaan Darah. Penatalaksanaan fisioterapi yang dilakukan untuk
kasus TB paru ini yaitu Infrared untuk untuk melancarkan sirkulasi
pernafasan menjadi lebih baik, mengurangi spasme otot pernafasan karena
adanya vasodilatasi, Active cyrcle of breathing technique (ACBT) untuk
mengurangi sputum, mengurangi sesak nafas, dan meningkatkan ekspansi
thorak juga meningkatkan aktivitas fungsional, Chest Therapy merupakan
teknik untuk membersihkan jalan nafas akibat menurunnya fungsi
mucocilliary clearance, Massage atau pijatan metode untuk
merelaksasikan otot pectoralis mayor.
B. SARAN
Diharapkan pasien melakukan pengobatan 6 bulan dengan full
untuk kesembuhan yang maksimal, hindari polusi udara agar tidak
menghambat penyembuhan.

30
DAFTAR PUSTAKA

Amanda, Gina. Peran Aerosol M. 2018.Tuberculosis pada Penyebaran Infeksi


Tuberkulosis. CDK-260, Vol. 45 (1): 63-65.

Depkes RI. 2011. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberculosis. Direktorat


Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.Jakarta.

Darliana, Devi. 2016. Manajemen Pasien Tuberculosis Paru. Idea Nursing


Journal. Volume II No. 1: 27-31.

Jahja,Riwati.2018. Etiologi dan Patofisiologi Tuberkulosis Paru.


Alomedika,.https://www.alomedika.com/penyakit/pulmonologi/tuberkulosis
-paru/ Diakses 12 April 2021

Safira, A.R. and Nahdliyyah, A.I., 2017. PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI


PADA KONDISI TUBERKULOSIS PARU DENGAN MODALITAS
INFRARED DAN ACTIVE CYCLE OF BREATHING TECHNIQUE
(ACBT) DI BBKPM SURAKARTA. Pena Jurnal Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, 31(1), pp.37-44.

Kemenkes RI.2016.Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan


RI. Tuberkulosis Temukan Obati Sampai Sembuh. Jakarta.

Nizar, Muhammad. 2010. Pemberantasandan Penanggulangan Tuberkulosis.


Yogyakarta: Penerbit Gosyen Publishing.

Widoyono. 2011. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan


Pemberantasannya. Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta.

Hidayati, A., & Darni, Z. (2018). Penerapan Pendidikan Kesehatan Perawatan TB


Paru. JIKO (Jurnal Ilmiah Keperawatan Orthopedi), 2(2), 10–25.
https://doi.org/10.46749/jiko.v2i2.12

Obat, M., Pasien, P., Paru, T. B., Puskesmas, D., Kabupaten, T., & Tengah, M.

31
(2021). Jurnal Keperawatan Muhammadiyah. 6(1), 89–94.

Raharjoe NN, Supriyanto B dan Setyo DB. Physiotherapy For Respiratory And
Cardoiac Problems. London : Churchill Livingstone

32

Anda mungkin juga menyukai