Anda di halaman 1dari 18

vcBAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Di Indonesia banyak dijumpai penyakit polio terlebih pada anak-

anak hal ini disebabkan oleh asupan gizi yang kurang.Disamping

asupan gizi juga dapat dipengaruhi oleh faktor keturunan dari orang

tua, apalagi dengan kondisi di negeri ini yang masih banyak dijumpai

keluarga kurang mampu sehingga kebutuhan gizi anaknya kurang

mendapat perhatian.

Anak-anak kecil yang terkena polio seringkali hanya mengalami

gejala ringan dan menjadi kebal terhadap polio. Karenanya, penduduk

di daerah yang memiliki sanitasi baik justru menjadi lebih rentan

terhadap polio karena tidak menderita polio ketika masih kecil.

Vaksinasi pada saat balita akan sangat membantu pencegahan polio di

masa depan karena polio menjadi lebih berbahaya jika diderita oleh

orang dewasa. Orang yang telah menderita polio bukan tidak mungkin

akan mengalami gejala tambahan di masa depan seperti layuh otot;

gejala ini disebut sindrom post-polio.

Peran serta pemerintah disini sangat diharapkan untuk membantu

dalam menangi masalah gizi buruk yang masih banyak ditemui

khususnya di daerah terpencil atau yang jauh dari fasilitas pemerintah,

sehingga sulit terjangkau oleh masyarakat pinggiran.Kalau hal ini tidak

1
mendapat perhatian, maka akan lebih banyak lagi anak-anak Indonesia

yang menderita penyakit polio.

B. Rumusan masalah

1. Apa penyakit poliomielitis itu?

2. Apa saja jenis-jenis penyakit poliomielitis?

3. Apa saja manifestasi klinis penyakit poliomielitis?

4. Patofisologi penyakit poliomielitis dan cara penularannya?

5. Apa saja komplikasi penyakit poliomielitis?

C. Tujuan

1. Mengetahui tentang penyakit poliomielitis.

2. Mengetahui tentang jenis-jenis penyakit poliomielitis.

3. Mengetahui manifestasi klinis penyakit poliomyelitis.

4. Mengetahui patofisologi dan cara penularan penyakit

poliomyelitis.

5. Mengetahui komplikasi penyakit poliomyelitis..

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Defenisi

Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh

yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus

yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut,

mengifeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan

mengalir ke sytem syaraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan

kadang kelumpuhan (paralisis).

Virus Polio termasuk genus enteroviorus, famili Picornavirus.

Bentuknya adalah ikosahedral tanpa sampul dengan genome RNA single

stranded messenger molecule. Single RNA ini membentuk hampir 30

persen dari virion dan sisanya terdiri dari 4 protein besar (VP1-4) dan satu

protein kecil (Vpg). Polio adalah penyakit menular yang dikategorikan

sebagai penyakit peradaban. Polio menular melalui kontak antarmanusia.

Virus masuk ke dalam tubuh melalui mulut ketika seseorang memakan

makanan atau minuman yang terkontaminasi feses. Poliovirus adalah virus

RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda dan amat menular. Virus

akan menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi dalam

hitungan jam. Polio menyerang tanpa mengenal usia, lima puluh persen

kasus terjadi pada anak berusia antara 3 hingga 5 tahun. inkubasi polio

dari gejala pertama berkisar dari 3 hingga 35 hari.

3
Polio dapat menyebar luas diam-diam karena sebagian besar

penderita yang terinfeksi poliovirus tidak memiliki gejala sehingga tidak

tahu kalau mereka sendiri sedang terjangkit. Setelah seseorang terkena

infeksi, virus akan keluar melalui feses selama beberapa minggu dan saat

itulah dapat terjadi penularan virus.

B. Jenis poliomeilitis

1. Polio non-paralisis

Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut,

lesu, dan sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot

terasa lembek jika disentuh.

2. Polio paralisis spinal

Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang,

menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada

batang tubuh dan otot tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan

kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari 200 penderita

akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan

terjadi pada kaki. Setelah virus polio menyerang usus, virus ini akan

diserap oleh pembulu darah kapiler pada dinding usus dan diangkut

seluruh tubuh. Virus Polio menyerang saraf tulang belakang dan syaraf

motorik — yang mengontrol gerakan fisik. Pada periode inilah muncul

gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki

kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang

seluruh bagian batang saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi

4
ini akan mempengaruhi sistem saraf pusat — menyebar sepanjang

serabut saraf. Seiring dengan berkembang biaknya virus dalam sistem

saraf pusat, virus akan menghancurkan syaraf motorik. Syaraf motorik

tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan

dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf

pusat. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas —

kondisi ini disebut acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada

sistem saraf pusat dapat menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh

dan otot pada toraks (dada) dan abdomen (perut), disebut quadriplegia.

3. Polio bulbar

Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami

sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung syaraf

motorik yang mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim

sinyal ke berbagai syaraf yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf

trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air

mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran;

saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbagai

fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang

mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang

mengatur pergerakan leher.

C. Etiologi
1. Virus polio, virus RNA yang berasal dari famili Picornaviridae,
genus Enterovirus. Virus ini memiliki inti dari single-stranded RNA
diliputi oleh kapsul protein tanpa sampul lipid sehingga tahan terhadap

5
zat yang dapat melarutkan lipid, dan stabil pada pH rendah. Virus
polio dapat dinonaktifkan dengan panas, formaldehida, klorin, sinar
ultraviolet.
Virus polio terdiri dari 3 jenis strain antigen atau serotipe wild
poliovirus (WPV) atau virus polio liar, yaitu tipe 1, tipe 2, dan tipe 3.
a. Virus Polio Tipe 1
Virus polio tipe 1 merupakan penyebab dari 85% kasus
polio paralitik. Virus ini memiliki sifat imunitas heterotipik
minimal, yaitu imunitas terhadap satu tipe, tidak melindungi
tubuh terhadap infeksi tipe lainnya. Namun, imunitas yang
timbul dari tiap tipe adalah untuk jangka panjang, atau seumur
hidup.
b. Virus Polio Tipe 2 dan 3
Virus polio tipe 2 secara resmi dideklarasikan dan
disertifikasi pada bulan September 2015, sebagai tipe yang
telah dieradikasi. Virus polio tipe 3 juga tidak terdeteksi sejak
November 2012. Karenanya, diperkirakan hanya tipe 1 WPV
yang masih bersirkulasi saat ini.
2. Reservoir
Hanya manusia yang diketahui sebagai reservoir virus polio.
Orang dengan defisiensi imun bisa menjadi carrier asimtomatik dari
virus ini.
3. Transmisi
Transmisi penularan virus polio melalui rute fekal-oral, ditularkan
melalui orang ke orang atau melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi. Rute oral-oral mungkin terjadi melalui saliva penderita
namun hal ini sangat jarang terjadi.

6
D. Faktor-faktor risiko :
1. Seseorang yang tidak pernah diimunisasi polio
2. Imunisasi yang tidak lengkap
3. Seseorang dengan gangguan kekebalan tubuh
4. Seseorang yang tinggal di lingkungan yang kurang bersih, dengan
higiene dan sanitasi yang buruk
5. Seseorang yang rentan dengan virus polio, dan tinggal atau berkunjung
ke daerah yang terdapat sirkulasi virus polio.
E. Manifestasi klinis
Tanda-tanda dan gejala-gejala dari polio berbeda tergantung pada
luas infeksi. Tanda-tanda dan gejala-gejala dapat dibagi kedalam polio
yang melumpuhkan (paralytic) dan polio yang tidak melumpuhkan (non-
paralytic).
Pada polio non-paralytic yang bertanggung jawab untuk
kebanyakan individu-individu yang terinfeksi dengan polio, pasien-pasien
tetap asymptomatic atau mengembangkan hanya gejala-gejala seperti flu
yang ringan, termasuk kelelahan, malaise, demam, sakit kepala, sakit
tenggorokan, dan muntah. Gejala-gejala, jika hadir, mungkin hanya
bertahan 48-72 jam, meskipun biasanya mereka bertahan untuk satu
sampai dua minggu.
Paralytic polio terjadi pada kira-kira 2% dari orang-orang yang
terinfeksi dengan virus polio dan adalah penyakit yang jauh lebih serius.
Gejala-gejala terjadi sebagai akibat dari sistim syaraf dan infeksi dan
peradangan sumsum tulang belakang (spinal cord). Gejala-gejala dapat
termasuk:
 sensasi yang abnormal
 kesulitan bernapas
 kesulitan menelan
 retensi urin
 sembelit
 mengeluarkan air liur

7
 sakit kepala
 turun naik suasana hati
 nyeri dan kejang-kejang otot, dan
 kelumpuhan.

F. Patofisiologi
Patofisiologi polio akibat masuknya virus polio ke dalam tubuh
terbagi dalam 2 fase, fase limfatik dan neurologis.
1. Fase Limfatik
Fase limfatik dimulai dengan masuknya virus polio ke dalam tubuh
manusia secara oral dan bermultiplikasi pada mukosa orofaring dan
gastrointestinal. Dari fokus primer tersebut, virus kemudian menyebar ke
tonsil, plakat Peyer, dan masuk ke dalam nodus-nodus limfatikus servikal
dan mesenterika.
Pada fase limfatik ini, virus polio bereplikasi secara berlimpah lalu
masuk ke dalam aliran darah, menimbulkan viremia yang bersifat
sementara, menuju organ-organ internal dan nodus-nodus limfatikus
regional. Kebanyakan infeksi virus polio pada manusia berhenti pada fase
viremia ini. Berdasarkan gejala yang muncul pada fase ini, polio
dibedakan menjadi polio nonparalitik, polio abortif, dan meningitis aseptik
nonparalitik.
 Polio Nonparalitik
Hampir 72% infeksi virus polio pada anak-anak merupakan kasus
asimtomatik. Masa inkubasi untuk polio nonparalitik ini berkisar 3-6 hari.
Satu minggu setelah onset simtom, jumlah virus polio pada orofaring
makin berkurang. Namun virus polio ini akan terus diekskresikan melalui
feses hingga beberapa minggu kemudian, sekitar 3-6 minggu.
 Polio Abortif
Sekitar 24% kasus infeksi virus polio pada anak-anak
bermanifestasi tidak spesifik, seperti demam ringan dan sakit tenggorokan,
disebut sebagai polio abortif. Pada polio abortif, terdapat kemungkinan

8
terjadinya invasi virus ke dalam sistem saraf pusat tanpa manifestasi klinis
atau laboratorium. Ciri khas kasus ini adalah terjadi kesembuhan total
dalam waktu kurang dari satu minggu.
 Meningitis Aseptik Nonparalitik
Sekitar 1-5% infeksi virus polio pada anak-anak menimbulkan
meningitis aseptik nonparalitik setelah beberapa hari gejala prodromal.
Gejala yang dialami penderita berupa kekakuan leher, punggung, dan/atau
tungkai, dengan durasi sekitar 2-10 hari, lalu sembuh total.
2. Fase Neurologis
Bila infeksi ini berlanjut, maka virus akan terus bereplikasi di luar
sistem saraf terlebih dahulu, kemudian akan menginvasi ke dalam sistem
saraf pusat. Kondisi ini dikenal sebagai fase neurologis. Pada fase ini,
virus polio akan melanjutkan replikasi pada neuron motorik kornu anterior
dan batang otak, sehingga terjadi kerusakan pada lokasi tersebut.
Kerusakan sel-sel saraf tersebut akan berdampak pada manifestasi tipikal
pada bagian tubuh yang dipersarafinya. Keadaan ini berakibat terjadinya
lumpuh layu akut, dikenal juga sebagai acute flaccid paralysis (AFP)
sehingga polio yang terjadi dikenal sebagai polio paralitik.
Masa inkubasi untuk polio paralitik ini biasanya berkisar 7-21 hari.
Polio paralitik ini terjadi kurang dari 1% dari semua kasus infeksi virus
polio yang terjadi pada anak-anak.
Gejala paralisis umumnya timbul sekitar 1-18 hari setelah melewati
masa gejala prodromal, berlangsung progresif selama 2 hingga 3 hari.
Umumnya, progresivitas paralisis akan terhenti setelah suhu tubuh
kembali normal. Masa infeksius seseorang yang terjangkiti virus polio
adalah 7-10 hari sebelum dan sesudah onset gejala.

G. Penatalaksanaan

9
Tidak ada penatalaksanaan spesifik untuk poliomielitis karena itu

penatalaksanaan hanya berupa penatalaksanaan suportif untuk mengurangi

gejala dan meminimalisir sekuele dari infeksi polio.

1. Penatalaksanaan Akut

Tata laksana akut berupa tirah baring total untuk mencegah


perluasan kelumpuhan, serta pemberian terapi simtomatik seperti
antipiretik, analgetik, atau antiemetik. Antispasmodik juga dapat diberikan
untuk merelaksasi otot-otot yang spasme.
Pasien juga harus menjalani fisioterapi pada otot yang mengalami
lumpuh layu untuk mencegah/meminimalisir kontraktur otot dan ankilosis
sendi, serta supaya fungsi otot dapat dipertahankan senormal mungkin.
 Terapi Suportif
Intubasi dan ventilasi mekanik diperlukan pada pasien dengan
kegagalan respirasi akut akibat terjadinya kelumpuhan daerah leher.
Lakukan trakeostomi jika pasien memerlukan ventilasi dalam jangka
waktu panjang untuk melindungi jalan nafas pasien. Pasien dengan
gangguan pernapasan hendaknya diobservasi ketat, kenali tanda dini
adanya infeksi paru. Jika terjadi infeksi paru, antibiotika yang sesuai dapat
diberikan.
Dokter juga perlu memasang alat penopang pada ekstremitas yang
terkena paralisis, dengan tujuan untuk mengkompensasi kekuatan fungsi
otot, memudahkan pergerakan, dan mencegah proses kerusakan lebih
lanjut (wear and tear).
Pada nyeri yang meluas, diperlukan pemberian obat analgesik. Tata
laksana ortopedik perlu dilakukan bilamana terdapat deformitas skeletal,
sendi, kelemahan otot, tulang, misalnya seperti servikal spondilosis yang
direposisi, agar tidak menggangu aktifitas harian, sehingga pekerjaan rutin
tetap dapat dilakukan. Konsultasikan kepada spesialis ortopedik, atau ahli
lain dibidangnya dalam upaya rehabilitasi pasien dengan sekuele dan
komplikasi postpolio.

10
H. Komplikasi
Komplikasi yang paling berat adalah kelumpuhan yang menetap.
Kelumpuhan terjadi sebanyak kurang dari 1 dari setiap 100 kasus, tetapi
kelemahan satu atau beberapa otot, sering ditemukan. Kadang bagian dari
otak yang berfungsi mengatur pernafasan terserang polio, sehingga terjadi
kelemahan atau kelumpuhan pada otot dada. Beberapa penderita
mengalami komplikasi 20-30 tahun setelah terserang polio. Keadaan ini
disebut sindroma post-poliomielitis, yang terdiri dari kelemahan otot yang
progresif, yang seringkali menyebabkan kelumpuhan.
Selain itu ada juga komplikasinya yaitu: Hiperkalsuria, Melena,
Pelebaran lambung akut, Hipertensi ringan, Pneumonia, Ulkus dekubitus
dan emboli paru, Psikosis
I. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan lab :
 Pemeriksaan darah
 Cairan serebrospinal
 Isolasi virus volio
2. Pemeriksaan radiologi

11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata ; nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, alamat,
golongan darah, penghasilan
2. Riwayat kesehatan ; apakah klien pernah terpajan zat zat kimia
tertentu, riwayat tumor pada keluarga, penyakit yang mendahului
seperti sklerosis TB dan penyakit neurofibromatosis, kapan gejala
mulai timbul
3. Aktivitas / istirahat, Gejala : kelemahan / keletihan, kaku, hilang
keseimbangan. Tanda : perubahan kesadaran, letargi, hemiparese,
quadriplegi, ataksia, masalah dalam keseimbangan, perubaan pola
istirahat, adanya faktor faktor yang mempengaruhi tidur seperti
nyeri, cemas, keterbatasan dalam hobi dan dan latihan
4. Sirkulasi, Gejala : nyeri punggung pada saat beraktivitas.
Kebiasaan : perubahan pada tekanan darah atau normal, perubahan
frekuensi jantung.
5. Integritas Ego, Gejala : faktor stres, perubahan tingkah laku atau
kepribadian, Tanda : cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi,
bingung, depresi dan impulsif.
6. Eliminasi : Inkontinensia kandung kemih/ usus mengalami
gangguan fungsi.
7. Makanan / cairan , Gejala : mual, muntah proyektil dan mengalami
perubahan sklera. Tanda : muntah (mungkin proyektil), gangguan
menelan (batuk, air liur keluar, disfagia)
8. Neurosensori, Gejala : Amnesia, vertigo, synkop, tinitus,
kehilangan pendengaran, tingling dan baal pad aekstremitas,
gangguan pengecapan dan penghidu. Tanda : perubahan kesadaran
sampai koma, perubahan status mental, perubahan pupil, deviasi
pada mata ketidakmampuan mengikuti, kehilangan penginderaan,
wajah tidak simetris, genggaman lemah tidak seimbang, reflek

12
tendon dalam lemah, apraxia, hemiparese, quadriplegi, kejang,
sensitiv terhadap gerakan
9. Nyeri / Kenyamanan, Gejala : nyeri kepala dengan intensitas yang
berbeda dan biasanya lama. Tanda : wajah menyeringai, respon
menarik dri rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa
istirahat / tidur.
10. Pernapasan, Tanda : perubahan pola napas, irama napas meningkat,
dispnea, potensial obstruksi.
11. Hormonal : Amenorhea, rambut rontok, dabetes insipidus.
12. Sistem Motorik : scaning speech, hiperekstensi sendi, kelemahan
13. Keamanan , Gejala : pemajanan bahan kimia toksisk, karsinogen,
pemajanan sinar matahari berlebihan. Tanda : demam, ruam kulit,
ulserasi
14. Seksualitas, Gejala: masalah pada seksual (dampak pada
hubungan, perubahan tingkat kepuasan)
15. Interaksi sosial : ketidakadekuatan sistem pendukung, riwayat
perkawinan (kepuasan rumah tangga, dukungan), fungsi peran.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual dan
muntah.
2. Hipertermi b/d proses infeksi.
3. Resiko ketidakefektifan pola nafas dan ketidakefektifan jalan nafas
b/d paralysis otot.
4. Nyeri b/d proses infeksi yang menyerang syaraf.
5. Gangguan mobilitas fisik b/d paralysis.
6. Kecemasan pada anak dan keluarga b/d kondisi penyakit.

C. Intervensi

13
1. Perubahan nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual dan
muntah.
Intervensi :
 Kaji pola makan anak.
 Berikan makanan secara adekuat.
 Berikan nutrisi kalori, protein, vitamin dan mineral.
 Timbang berat badan.
 Berikan makanan kesukaan anak.
 Berikan makanan tapi sering.
2. Hipertermi b/d proses infeksi.
Intervensi :
 Pantau suhu tubuh.
 Jangan pernah menggunakan usapan alcohol saat
mandi/kompres.
 Hindari mengigil.
 Kompres air hangat durasi 20-30 menit.
3. Resiko ketidakefektifan pola nafas dan ketidakefektifan jalan nafas
b/d paralysis otot.
Intervensi :
 Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman.
 Auskultasi bunyi nafas.
 Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi duduk
tinggi atau semi fowler.
 Berikan tambahan oksigen.
4. Nyeri b/d proses infeksi yang menyerang syaraf.
Intervensi :
 Lakukan strategi non farmakologis untuk membantu anak
mengatasi nyeri.
 Libatkan orang tua dalam memilih strategi.

14
 Ajarkan anak untuk menggunakan strategi non
farmakologis khusus sebelum nyeri.
 Minta orang tua membantu anak dengan menggunakan
srtategi selama nyeri.
 Berikan analgesic sesuai indikasi.
5. Gangguan mobilitas fisik b/d paralysis.
Intervensi :
 Tentukan aktivitas atau keadaan fisik anak.
 Catat dan terima keadaan kelemahan (kelelahan yang ada).
 Indetifikasi factor-faktor yang mempengaruhi kemampuan
untuk aktif seperti pemasukan makanan yang tidak adekuat.
 Evaluasi kemampuan untuk melakukan mobilisasi secara
aman.
6. Kecemasan pada anak dan keluarga b/d kondisi penyakit.
Intervensi :
 Kaji tingkat realita bahaya bagi anak dan keluarga tingkat
ansietas (mis.renda, sedang,parah).
 Nyatakan retalita dan situasi seperti apa yang dilihat
keluarga tanpa menayakan apa yang dipercaya.
 Sediakan informasi yang akurat sesuai kebutuhan jika
diminta oleh keluarga.
 Hindari harapan –harapan kosong mis ; pertanyaan seperti “
semua akan berjalan lancar”

15
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau

lumpuh yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini,

sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh

melalui mulut, mengifeksi saluran usus. Virus ini dapat

memasuki aliran darah dan mengalir ke sytem syaraf pusat

menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan

(paralisis).

Poliomielitis adalah penyakit menular yang dikategorikan

sebagai penyakit peradaban. Polio menular melalui kontak

antarmanusia. Virus masuk ke dalam tubuh melalui mulut ketika

seseorang memakan makanan atau minuman yang

terkontaminasi feses. Poliovirus adalah virus RNA kecil yang

terdiri atas tiga strain berbeda dan amat menular. Virus akan

menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi dalam

hitungan jam. Polio menyerang tanpa mengenal usia, lima puluh

persen kasus terjadi pada anak berusia antara 3 hingga 5 tahun.

Masa inkubasi polio dari gejala pertama berkisar dari 3 hingga

35 hari.

Polio dapat menyebar luas diam-diam karena sebagian

besar penderita yang terinfeksi poliovirus tidak memiliki gejala

16
sehingga tidak tahu kalau mereka sendiri sedang terjangkit.

Setelah seseorang terkena infeksi, virus akan keluar melalui feses

selama beberapa minggu dan saat itulah dapat terjadi penularan.

B. SARAN
Saran yang dapat saya berikan kepada masyarakat agar terhindar
dari penginfeksian penyakit poliomeilitis yang disebabkan oleh
virus yang disebut dengan poliovirus ini adalah :
a. Jagalah sanitasi lingkungan anda,
sanitasi lingkungan merupakan hal yang
sepele namun sangat penting. Apabila
sanitasi lingkungan kita tidak dijaga,
maka dapat menimbulkan berbagai
macam penyakit tidak hanya penyakit
poliomielitis.
b. Jagalah makanan ataupun minuman yang
akan dikonsumsi karena hal ini sangat
penting dimana makanan atau minuman
menjadi tempat perantara penyebaran
penyakit poliomielitis.
Untuk pencegahannya yaitu diberikan vaksin polio idealnya pada
anak-anak agar dapat diantisipasi penyakit poliomielitis ini.

17
DAFTAR PUSTAKA

CDC. Epidemiology and Prevention of Vaccine-Preventable Diseases:


Poliomyelitis. Nov 2016; Available from:
https://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/polio.html.

He, Y., et al., Complexes of poliovirus serotypes with their common cellular
receptor, CD155. J Virol, 2003. 77(8): p. 4827-35.

Howard, R.S., Poliomyelitis and the postpolio syndrome. BMJ : British Medical
Journal, 2005. 330(7503): p. 1314-1318.

Kaplan, S., Paralysis of Deglutition, A Post-poliomyelitis Complication Treated


by Section of the Cricopharyngeus Muscle. Annals of Surgery, 1951.
133(4): p. 572-573

Mammas, I.N., et al., Current views and advances on Paediatric Virology: An


update for paediatric trainees. Experimental and Therapeutic Medicine,
2016. 11(1): p. 6-14.

Racaniello, V.R., One hundred years of poliovirus pathogenesis. Virology, 2006.


344(1): p. 9-16.

WHO. Poliomyelitis. Feb 2017; Available from:


http://www.who.int/immunization/diseases/poliomyelitis/en/.

Yin-Murphy, M. and J.W. Almond, Picornaviruses, in Medical Microbiology. 4th


edition, S. Baron, Editor. 1996, University of Texas University Branch:
Galveston (TX).

18

Anda mungkin juga menyukai