1.1.1 Pengertian Polio adalah penyakit saraf yang dapat menyebabkan kelumpuhan permanen. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus dan sangat menular, tetapi dapat dicegah dengan melakukan imunisasi polio. Polio atau poliomyelitis dapat dialami oleh siapa saja, tetapi umumnya menyerang anak usia di bawah 5 tahun (balita), terutama yang belum menjalani imunisasi polio. Selain kelumpuhan permanen, polio juga bisa menyebabkan gangguan pada saraf pernapasan. Kondisi ini menyebabkan penderitanya kesulitan bernapas. Polio adalah Virus yang termasuk dalam golongan Human Enterovirus yang bereplikasi di usus dan dikeluarkan melalui tinja. Virus Polio terdiri dari 3 strain yaitu: 1. strain-1 (Brunhilde), 2. strain-2 (Lansig) 3. strain-3 (Leon) termasuk family Picornaviridae. Penyakit ini dapat menyebabkan kelumpuhan dengan kerusakan motor neuron pada cornu anterior dari sumsum tulang belakang akibat infeksi virus. Virus polio yang ditemukan dapat berupa virus polio vaksin/sabin, Virus polio liar/WPV (Wild Poliovirus) dan VDPV (Vaccine Derived Poliovirus). VDVP merupakan virus polio vaksin/sabin yang mengalami mutasi dan dapat menyebabkan kelumpuhan. VDPV diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu: 1) Immunodeficient-related VDPV (iVDPV) berasal dari pasien imunodefisiensi, 2) Circulating VDPV (cVDPV) ketika ada bukti transmisi orang ke orang dalam masyarakat, dan 3) Ambiguous VDPV (aVDPV) apabila tidak dapat diklasifikasikan sebagai cVDPV atau iVDPV. Penetapan jenis virus yang dimaksud, ditentukan berdasarkan pemeriksaan laboratorium. Identifikasi VDPV berdasarkan tingkat perbedaan dari strain virus OPV. Virus polio dikategorikan sebagai VDPV apabila terdapat perbedaan lebih dari 1% (>10 perubahan nukleotida) untuk virus polio tipe 1 dan 3, sedangkan untuk virus polio tipe 2 apabila ada perbedaan lebih dari 0,6% (>6 perubahan nukleotida). Poliomielitis merupakan penyakit menular yang dapat menyebabkan paralisis ireversibel dan kematian pada anak. Predileksi virus polio pada sel kornu anterior medula spinalis, inti motorik batang otak dan area motorik korteks otak, menyebabkan kelumpuhan serta atrofi otot. Mengingat penyakit ini menyebabkan kelumpuhan, maka polio menjadi salah satu penyakit yang penting untuk dieradikasi secara global. Dikenal dua jenis vaksin polio, yaitu oral polio vaccines (OPV) dan inactivated polio vaccines (IPV). Namun terdapat masalah, yaitu circulating vaccine derived polio viruses (cVDPVs) dan kejadian vaccine associated paralytic poliomyelitis (VAPP), yang merupakan kasus polio paralitik yang disebabkan oleh virus vaksin. Maka pemakaian OPVdiubah dari tOPV menjadi bOPV.4,5 Di saat ini, dunia hampir tiba pada masa eradikasi penyakit. Para ilmuwan telah bergabung untuk mendukung program eradikasi polio, dengan target bebas polio di tahun 2018, melalui Eradication and Endgame Strategic Plan, suatu strategi gerakan Global Polio Eradication Initiative (GPEI). 1.1.2 Etiologi Etiologi poliomielitis atau polio adalah virus polio, virus RNA yang berasal dari famili Picornaviridae, genus Enterovirus. Virus ini memiliki inti dari single-stranded RNA diliputi oleh kapsul protein tanpa sampul lipid, sehingga tahan terhadap zat yang dapat melarutkan lipid dan stabil pada pH rendah. Virus polio dapat dinonaktifkan dengan panas, formaldehida, klorin, dan sinar ultraviolet. Penyakit polio disebabkan oleh virus polio. Virus tersebut masuk melalui rongga mulut atau hidung, kemudian menyebar di dalam tubuh melalui aliran darah. Penyebaran virus polio dapat terjadi melalui kontak langsung dengan tinja penderita polio, atau melalui konsumsi makanan dan minuman yang telah terkontaminasi virus polio. Virus ini juga dapat menyebar melalui percikan air liur ketika penderita batuk atau bersin, tetapi lebih jarang terjadi. Etiologi Virus polio yang menyebabkan poliomielitis atau paralisis infantil terdiri dari 3 jenis strain antigen atau serotipe virus polio liar (wild poliovirus / WPV), yaitu tipe 1, tipe 2, dan tipe 3. Hanya manusia yang diketahui sebagai reservoir virus polio. Orang dengan defisiensi imun bisa menjadi carrier asimtomatik dari virus ini. a. Virus Polio Tipe 1 Virus polio tipe 1 merupakan penyebab dari 85% kasus polio paralitik. Virus ini memiliki sifat imunitas heterotipik minimal, yaitu imunitas terhadap satu tipe, tidak melindungi tubuh terhadap infeksi tipe lainnya. Namun, imunitas yang timbul dari tiap tipe adalah untuk jangka panjang, atau seumur hidup. b. Virus Polio Tipe 2 dan Tipe 3 Virus polio tipe 2 secara resmi dideklarasikan dan disertifikasi pada bulan September 2015, sebagai tipe yang telah dieradikasi secara global. Virus polio tipe 3 juga tidak terdeteksi sejak November 2012. Karenanya, diperkirakan hanya tipe 1 WPV yang masih bersirkulasi saat ini. Virus polio sangat mudah menyerang orang-orang yang belum mendapatkan vaksin polio, terlebih pada kondisi berikut ini: 1. Tinggal di daerah dengan sanitasi buruk atau akses air bersih yang terbatas 2. Sedang hamil 3. Memiliki daya tahan tubuh lemah, misalnya karena menderita AIDS 4. Merawat anggota keluarga yang terinfeksi virus polio 5. Bekerja sebagai petugas kesehatan yang menangani pasien polio 6. Melakukan perjalanan ke daerah yang pernah mengalami wabah polio 1.1.3 Patofisiologi Virus polio menyerang neuron motorik di cornu anterior medulla spinalis dan menuju korteks motorik. Lokasi dan jumlah sel saraf yang dihancurkan oleh virus akan menentukan tingkat kelumpuhan pada poliomielitis paralitik. Paralisis spinal akan menyerang ekstremitas, sementara paralisis bulbar (kranial) dapat menyerang saraf-saraf kranial, bahkan pusat pernapasan Patofisiologi poliomielitis atau polio akibat masuknya virus polio ke dalam tubuh terbagi dalam 2 fase, yaitu fase limfatik dan neurologis. Pada beberapa kasus dapat mengalami sindrom postpolio setelah 15‒40 tahun, terutama bila terkena polio akut pada usia sangat muda. a. Fase Limfatik Fase limfatik dimulai dengan masuknya virus polio ke dalam tubuh manusia secara oral dan bermultiplikasi pada mukosa orofaring dan gastrointestinal. Dari fokus primer tersebut, virus kemudian menyebar ke tonsil, plakat Peyer, dan masuk ke dalam nodus- nodus limfatikus servikal dan mesenterika. Pada fase limfatik ini, virus polio bereplikasi secara berlimpah lalu masuk ke dalam aliran darah, menimbulkan viremia yang bersifat sementara, menuju organ-organ internal dan nodus-nodus limfatikus regional. Kebanyakan infeksi virus polio pada manusia berhenti pada fase viremia ini. Berdasarkan gejala yang muncul pada fase ini, polio dibedakan menjadi polio nonparalitik, polio abortif, dan meningitis aseptik non paralitik. b. Polio Nonparalitik Hampir 72% infeksi virus polio pada anak-anak merupakan kasus asimtomatik. Masa inkubasi untuk polio nonparalitik ini berkisar 3‒ 6 hari. Satu minggu setelah onset gejala, jumlah virus polio pada orofaring makin berkurang. Namun, virus polio ini akan terus diekskresikan melalui feses hingga beberapa minggu kemudian, sekitar 3‒6 minggu. c. Polio Abortif Sekitar 24% kasus infeksi virus polio pada anak-anak bermanifestasi tidak spesifik, seperti demam ringan dan sakit tenggorokan. Kondisi ini disebut polio abortif. Pada polio abortif terdapat kemungkinan terjadinya invasi virus ke dalam sistem saraf pusat tanpa manifestasi klinis atau laboratorium. Ciri khas kasus ini adalah terjadi kesembuhan total dalam waktu kurang dari satu minggu. d. Meningitis Aseptik Nonparalitik Sekitar 1‒5% infeksi virus polio pada anak-anak menimbulkan meningitis aseptik nonparalitik setelah beberapa hari gejala prodromal. Gejala yang dialami penderita berupa kekakuan leher, punggung, dan/atau tungkai, dengan durasi sekitar 2‒10 hari, kemudian sembuh total. e. Fase Neurologis Bila infeksi ini berlanjut, maka virus akan terus bereplikasi di luar sistem saraf yang kemudian akan menginvasi ke dalam sistem saraf pusat. Kondisi ini dikenal sebagai fase neurologis. Pada fase ini, virus polio akan melanjutkan replikasi pada neuron motorik kornu anterior dan batang otak, sehingga terjadi kerusakan pada lokasi tersebut. Kerusakan sel-sel saraf motorik tersebut akan berdampak pada manifestasi tipikal pada bagian tubuh yang dipersarafinya. Keadaan ini berakibat terjadinya lumpuh layu akut, dikenal juga sebagai acute flaccid paralysis (AFP) sehingga polio yang terjadi dikenal sebagai f. polio paralitik. Polio paralitik terjadi <1% dari semua kasus infeksi virus polio pada anak-anak. Gejala paralitik terjadi 1‒18 hari setelah prodromal, kemudian berlangsung progresif selama 2‒3 hari. Umumnya, progresivitas paralisis akan berhenti setelah suhu tubuh kembali normal. Tanda dan gejala prodromal tambahan dapat berupa refleks superfisial menurun hingga menghilang, refleks tendon dalam meningkat disertai nyeri otot berat dan kejang pada tungkai atau punggung. Saat fase AFP, refleks tendon dalam akan berkurang dan biasanya asimetris. Setelah gejala menetap selama beberapa hari atau minggu, kekuatan kemudian mulai kembali dan pasien tidak mengalami kehilangan sensorik atau perubahan kognisi. 1.1.4 tanda dan gejala Masa inkubasi virus polio biasanya memakan waktu 3-6 hari, dan kelumpuhan terjadi dalam waktu 7-21 hari. Kebanyakan orang terinfeksi (90%) tidak memiliki gejala atau gejala yang sangat ringan dan biasanya tidak dikenali. Pada kondisi lain, gejala awal yaitu demam, kelelahan, sakit kepala, muntah, kekakuan di leher dan nyeri di tungkai. Adapun gejala Penderita polio dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu : 1. Polio non-paralisis dapat mnyebabkan muntah, lemah otot, demam, meningitis, letih, sakit tenggorokan, sakit kepala serta kaki, tangan, leher dan punggung terasa kaku dan sakit 2. Polio paralisis menyebabkan sakit kepala, demam, lemah otot, kaki dan lengan terasa lemah, dan kehilangan refleks tubuh. 3. Sindrom pasca-polio menyebabkan sulit bernapas atau menelan, sulit berkonsentrasi, lemah otot, depresi, gangguan tidur dengan kesulitan bernapas, mudah lelah dan massa otot tubuh menurun.
Sebagian besar penderita polio tidak menyadari bahwa dirinya
telah terinfeksi polio, sebab virus polio awalnya hanya menimbulkan sedikit gejala atau bahkan tidak menimbulkan gejala sama sekali. Namun, penderita polio tetap dapat menyebarkan virus dan menyebabkan infeksi pada orang lain. Berdasarkan gejala yang muncul, polio dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu polio yang tidak menyebabkan kelumpuhan (nonparalisis) dan polio yang menyebabkan kelumpuhan (paralisis). Berikut adalah gejala kedua jenis polio tersebut: a. Polio nonparalisis Polio nonparalisis adalah jenis polio yang tidak menyebabkan kelumpuhan. Gejala polio ini muncul 6–20 hari sejak terpapar virus dan bersifat ringan. Gejala polio nonparalisis berlangsung selama 1–10 hari dan akan menghilang dengan sendirinya. Gejala tersebut meliputi: 1. Demam 2. Sakit kepala 3. Radang tenggorokan 4. Muntah 5. Otot terasa lemah 6. Kaku di bagian leher dan punggung 7. Nyeri dan mati rasa di bagian lengan atau tungkai b. Polio paralisis Polio paralisis adalah jenis polio yang berbahaya, karena dapat menyebabkan kelumpuhan saraf tulang belakang dan otak secara permanen. Gejala awal polio paralisis serupa dengan polio nonparalisis. Namun, dalam waktu 1 minggu, akan muncul gejala berupa: 1. Hilangnya refleks tubuh 2. Ketegangan otot yang terasa nyeri 3. Tungkai atau lengan terasa lemah c. Sindrom pasca-polio Sindrom pasca-polio biasanya menimpa orang-orang yang rata-rata 30-40 tahun sebelumnya pernah menderita penyakit polio. Gejala yang sering terjadi di antaranya: 1. Sulit bernapas atau menelan. 2. Sulit berkonsentrasi atau mengingat. 3. Persendian atau otot makin lemah dan terasa sakit. 4. Kelainan bentuk kaki atau pergelangan. 5. Depresi atau mudah berubah suasana hati. 6. Gangguan tidur dengan disertai kesulitan bernapas. 7. Mudah lelah. 8. Massa otot tubuh menurun (atrophia). 9. Tidak kuat menahan suhu dingin.