PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan masyarakat secara
umum perlu diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia yang
tertuang dalam UUD 1945 melalui Pembangunan Nasional yang
berkesinambungan berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945. Keberhasilan
pembangunan kesehatan sangat dipengaruhi oleh tersedianya sumber daya
manusia yang sehat, terampil dan ahli, serta dirangkai dalam satu program
kesehatan dengan perencanaan terpadu yang didukung oleh data dan
informasi epidemiologi yang lengkap.
Pembangunan pada bidang kesehatan di Indonesia saat ini memiliki
beban yang lebih. Penyakit menular dan penyakit degeneratif muncul sebagai
masalah kesehatan. Penyakit menular tidak mengenal batas wilayah
administrasi, sehingga sulit untuk diberantas. Dengan tersedianya vaksin yang
dapat mencegah penyakit menular tertentu, maka tindakan pencegahan untuk
mencegah berpindahnya penyakit dari satu daerah ke daerah yang lain dapat
dilakukan dalam waktu relatif singkat dan hasil efektif.
Di Indonesia diperkirakan setiap tahun terjadi 5% (1,7 juta) kematian pada
anak balita akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).
Sementara pada tahun 1972, sesuai dengan laporan WHO, berdasarkan hasil
evaluasi kejadian penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, diperkirakan
setiap tahun sebanyak 5000 anak meninggal dunia karena akibat dari penyakit
difteri dan penemuan kasus difteri tenggorok pada balita sebanyak 28.500 kasus.
Karena ada program eradikasi polio yang digencarkan oleh ditjen P2PL untuk
surveilans, maka terjadi peningkatan angka kasus yang ditemukan dari target
662 kasus, ditemukan 868 kasus. Selama periode 1995-1997, terdapat 124
kasus yang dilaporkan dari 33 negara bagian di AS, 60% diantaranya terjadi
pada usia 20-59 tahun, 35% pada usia di atas 60 tahun, dan 5% pada usia 20
tahun. Sedangkan kejadian campak pada periode sebelum ditemukannya
vaksin di seluruh dunia, 100 juta penderita dengan 6 juta kematian dilaporkan
setiap tahun.
Walaupun PD3I sudah dapat ditekan, cakupan imunisasi harus
dipertahankan tinggi dan merata. Kegagalan untuk menjaga tingkat
perlindungan yang tinggi dan merata dapat menimbulkan letusan Kejadian
Luar Biasa (KLB) PD3I. Untuk itu, upaya imunisasi perlu disertai dengan
upaya surveilans epidemiologi agar setiap peningkatan kasus penyakit atau
terjadinya KLB dapat terdeteksi dan segera diatasi dengan cepat. Dalam PP
Nomor 25 Tahun 2000 kewenangan surveilans epidemiologi, termasuk
penanggulangan KLB merupakan kewenangan bersama antara pemerintah
pusat dan pemerintah provinsi. Selama beberapa tahun terakhir ini,
kekhawatiran akan kembalinya beberapa penyakit menular dan timbulnya
penyakit-penyakit menular baru semakin meningkat.
Dari uraian diatas jelaslah bahwa upaya imunisasi perlu terus ditingkatkan
untuk mencapai tingkat kekebalan masyarakat yang tinggi sehingga dapat
memutuskan rantai penularan PD3I.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja komponen proses terjadinya penyakit menular polio?
2. Apa saja komponen proses terjadinya penyakit menular difteri?
3. Apa saja komponen proses terjadinya penyakit menular tetanus?
4. Apa saja komponen proses terjadinya penyakit menular campak?
C. Tujuan
1. Mengetahui komponen proses terjadinya penyakit menular polio.
2. Mengetahui komponen proses terjadinya penyakit menular difteri.
3. Mengetahui komponen proses terjadinya penyakit menular tetanus.
4. Mengetahui komponen proses terjadinya penyakit menular campak.
D. Manfaat
1. Dapat mengetahui komponen proses terjadinya penyakit menular polio.
2. Dapat mengetahui komponen proses terjadinya penyakit menular difteri.
3. Dapat mengetahui komponen proses terjadinya penyakit menular tetanus.
4. Dapat mengetahui komponen proses terjadinya penyakit menular campak.
BAB II
PEMBAHASAN
4. Pengobatan Polio
Sejauh ini belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan polio
jika virus polio sudah menjangkiti seseorang, tetapi pengobatan bertujuan
untuk mengelola efek dari penyakit. Pilihan terapi suportif meliputi:
a) Antibiotik untuk infeksi sekunder.
b) Obat penghilang rasa sakit (analgetik).
c) Ventilator portabel untuk membantu pernafasan.
d) Obat untuk mengurangi kejang otot.
e) Latihan atau olahraga ringan-sedang.
f) Fisioterapi.
5. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Polio
Faktor yang berhubungan dengan kejadian polio antara lain yaitu
penderita yang tidak mempunyai daya tahan tubuh, lebih mudah terkena
infeksi polio, stress akibat kelelahan otot dan kedinginan, pembedahan
seperti tonsilektomi, penderita yang sebelumnya menderita pertusis,
campak, tetanus.
Semua orang rentan terhadap infeksi virus polio, namun kelumpuhan
terjadi hanya sekitar 1% dari infeksi. Sebagian dari penderita ini akan
sembuh dan yang masih tetap lumpuh berkisar antara 0,1% sampai 1%.
Angka kelumpuhan pada orang-orang dewasa non imun yang terinfeksi
lebih tinggi dibandingkan dengan anak dan bayi yang non imun.
Kekebalan spesifik yang terbentuk bertahan seumur hidup, baik sebagai
akibat infeksi virus polio maupun inapparent. Serangan kedua jarang
terjadi dan sebagai akibat infeksi virus polio dengan tipe yang berbeda.
Bayi yang lahir dari ibu yang sudah diimunisasi mendapat kekebalan pasif
yang pendek. Injeksi intramuskuler, trauma atau tindakan pembehadan
selama masa inkubasi atau pada saat muncul gejala prodromal dapat
memprovokasi terjadinya kelumpuhan pada ektremitas yang terkena.
Tonsiloektomi meningkatkan risiko terkenanya saraf bulber. Aktivitas otot
berlebihan pada periode prodromal dapat menjadi pencetus untuk
terjadinya kelumpuhan.
4. Pengobatan Difteri
Penyakit difteri adalah penyakit yang dapat menyebabkan kerusakan
serius pda ginjal, sistem saraf, dan jantung jika tidak diobati. Penyakit ini
menyebabkan hal yang fatal dari 3 persen kasusnya. Biasanya dokter
akan memberikan terapi dengan cepat dan agresif. Langkah pertama
terapi pengobatan difteri adalah injeksi antitoksin. Injeksi anti toksin ini
akan melawan toksin yang dihasilkan bakteri dalam tubuh. Penyebab
difteri adalah bakteri, sehingga dokter juga dapat meresepkan antibiotik
seperti penisilin dan eritromisin untuk membantu memberantas infeksi
bakteri yang terjadi di dalam tubuh. Selama pengobatan difteri, dokter juga
dapat menyarakan untuk pasien opname di rumah sakit di ruang isolasi
sehingga pasien tidak akan berpotensi menularkan infeksi ke orang lain.
4. Pengobatan Campak
Tidak ada pengobatan khusus untuk penyakit campak. Anak
sebaiknya menjalani istirahat. Untuk menurunkan demam, diberikan
asetaminofen atau ibuprofen. Jika terjadi infeksi bakteri, diberikan
antibiotik. Maka dari itu harus berjaga-jaga. Pengobatan campak berupa
perawatan umum seperti pemberian cairan dan kalori yang cukup. Obat
simtomatik yang perlu diberikan antara lain:
a) Antidemam
b) Antibatuk
c) Vitamin A
d) Antibiotik diberikan bila ada indikasi, misalnya jika campak disertai
dengan komplikasi.
Pasien tanpa komplikasi dapat berobat jalan di puskesmas atau unit
pelayanan kesehatan lain, sedangkan pasien campak dengan komplikasi
memerlukan rawat inap di rumah sakit.
5. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Campak
Faktor yang berhubungan dengan kejadian campak yaitu bayi umur
lebih dari 1 tahun, bayi dan balita karena mereka umumnya belum
memiliki sistem kekebalan tubuh yang kuat., bayi yang tidak mendapat
imunisasi, remaja dan dewasa muda yang belum mendapat imunisasi
kedua. Kurang konsumsi vitamin A. Sebenarnya, semua orang yang
belum pernah terserang penyakit ini akan berisiko terkena campak dan
mereka yang belum pernah diimunisasi serta nonresponders rentan
terhadap penyakit ini.
Semua orang yang belum pernah terserang penyakit ini dan mereka
yang belum pernah diimunisasi serta nonresponders rentan terhadap
oenyakit ini. Imunitas yang didapat setelah sakit bertahan seumur hidup.
Bayi yang baru lahir dari ibu yang pernah menderita campak akan
terlindungi dari titer antibody maternal yang tersisa pada saat kehamilan
atau tergantung pada kecepatan degradasi antibody tersebut. Antibodi
maternal mengganggu respons terhadap vaksin.
Penyakit polio adalah penyakit yang disebabkan oleh virus polio, anggota
genus Enterovirus, famili Picornaviridae. Sampai sekarang telah diisolasi 3 strain
virus polio yaitu tipe 1 (Brunhilde), tipe 2 (Lansing), dan tipe 3 (Leon). Bakteri
penyebab difteri adalah Corynebacterium diphteriae. Bakteri ini ditularkan melalui
percikan ludah dari batuk penderita atau benda maupun makanan yang telah
terkontaminasi oleh bakteri. Clostridium tetani adalah penyebab penyakit tetanus,
bakteri tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh melalui luka. Penyakit campak
disebabkan oleh virus campak, dari famili Paramyxonvirus, genus Morbilivirus.
Virus ini adalah virus RNA yang dikenal hanya mempunyai satu antigen.