Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

POLIOMYELITIS

DOSEN PENGAMPU :
Ernawati S.Kep, M.Kep

DISUSUN OLEH :
Adila Zakiyatu Syifa R (PO71201220040)
Sri Puji Aprianti (P071201220028)
Nokhayati (PO71201220027)
Dhea Amanda (PO71201220017)
Kanaya Mayssianda Lubis (PO71201220109)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES JAMBI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
TA. 2024
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Polio merupakan suatu infeksi virus yang sangat menular dan tidak bisa disembuhkan.
Virusnya menyerang seluruh tubuh (termasuk otot dan saraf) dan bisa menyebabkan
kelemahan otot yang sifatnya permanen serta kelumpuhan pada salah satu tungkai.
Menurut argumentasi kesehatan dunia (WHO) polio telah melumpuhkan sekitar seribu
anak setiap harinya dihampir tiap negara di dunia. Penting bagi orang tua untuk
mengetahui mengapa, kapan, dimana, dan berapa kali anak harus diimunisasi, termasuk
diantaranya imunisasi polio.
Pemberian imunisasi pada bayi dan anak tidak hanya memberi pencegahan penyakit
pada anak tersebut tetapi juga memberikan dampak yang lebih luas karena dapat
mencegah penularan penyakit untuk anak lain, oleh karena itu pengetahuan dan sikap
orang tua terutama ibu sangat penting untuk memahami tentang manfaat imunisasi bagi
anak Indonesia. Imunisasi Polio adalah tindakan memberi vaksin polio ( dalam bentuk
oral ) atau dikenal dengan nama oral polio vaccine ( OPV ) yang bertujuan memberi
kekebalan dari penyakit poliomyelitis. Imunisasi polio ini diharapkan dapat menekan
angka kasus polio di Indonesia, sehingga masyarakat perlu dibekali dengan informasi
agar pengetahuan mereka tentang imunisasi polio ini dapat diimplementasikan
khususnya bagi ibu yang mempunyai anak balita.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu definisi poliomyelitis?
2. Bagaimana patofisiologi poliomyelitis?
3. Apa etiologi poliomyelitis?
4. Apa saja klasifikasi poliomyelitis?
5. Apa saja manifestasi klinis poliomyelitis?
6. Apa saja komplikasi poliomyelitis?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostic poliomyelitis?
8. Apa saja penatalaksanaan poliomyelitis?
9. Bagaimana pathway poliomyelitis?
10. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada penderita poliomyelitis?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi poliomyelitis
2. Untuk mengetahui patofisiologi poliomyelitis
3. Untuk mengetahui apa etiologi poliomyelitis
4. Untuk mengetahui klasifikasi poliomyelitis
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis poliomyelitis
6. Untuk mengetahui komplikasi poliomyelitis
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic poliomyelitis
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan poliomyelitis
9. Untuk mengetahui pathway poliomyelitis
10. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada penderita poliomyelitis
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Poliomyelitis
Poliomielitis merupakan penyakit menular yang dapat menyebabkan paralisis
ireversibel dan kematian pada anak. Predileksi virus polio pada sel kornu anterior
medula spinalis, inti motorik batang otak dan area motorik korteks otak,
menyebabkan kelumpuhan serta atrofi otot. Mengingat penyakit ini menyebabkan
kelumpuhan, maka polio menjadi salah satu penyakit yang penting untuk dieradikasi
secara global.
Polio merupakan suatu infeksi virus yang sangat menular dan tidak bisa
disembuhkan. Virusnya menyerang seluruh tubuh (termasuk otot dan saraf) dan bisa
menyebabkan kelemahan otot yang sifatnya permanen serta kelumpuhan pada salah
satu tungkai. Menurut argumentasi kesehatan dunia (WHO) polio telah melumpuhkan
sekitar seribu anak setiap harinya dihampir tiap negara di dunia. Penting bagi orang
tua untuk mengetahui mengapa, kapan, dimana, dan berapa kali anak harus
diimunisasi, termasuk daintaranya imunisasi polio. Pemberian imunisasi pada bayi
dan anak tidak hanya memberi pencegahan penyakit pada anak tersebut tetapi juga
memberikan dampak yang lebih luas karena dapat mencegah penularan penyakit
untuk anak lain, oleh karena itu pengetahuan dan sikap orang tua terutama ibu sangat
penting untuk memahami tentang manfaat imunisasi bagi anak Indonesia.
Imunisasi Polio adalah tindakan memberi vaksin polio ( dalam bentuk oral )
atau dikenal dengan nama oral polio vaccine ( OPV ) yang bertujuan memberi
kekebalan dari penyakit poliomyelitis. Imunisasi polio ini diharapkan dapat menekan
angka kasus polio di Indonesia, sehingga masyarakat perlu dibekali dengan informasi
agar pengetahuan mereka tentang imunisasi polio ini dapat diimplementasikan
khususnya bagi ibu yang mempunyai anak balita(Sofiyati Sofiyati, 2022).

B. Patofisiologi Poliomyelitis
Patofisiologi poliomielitis atau polio akibat masuknya virus polio ke dalam
tubuh terbagi dalam 2 fase, yaitu fase limfatik dan neurologis. Pada beberapa kasus
dapat mengalami sindrom postpolio setelah 15‒40 tahun, terutama bila terkena polio
akut pada usia sangat muda.

Fase Limfatik
Fase limfatik dimulai dengan masuknya virus polio ke dalam tubuh manusia
secara oral dan bermultiplikasi pada mukosa orofaring dan gastrointestinal. Dari fokus
primer tersebut, virus kemudian menyebar ke tonsil, plakat Peyer, dan masuk ke
dalam nodus-nodus limfatikus servikal dan mesenterika.
Pada fase limfatik ini, virus polio bereplikasi secara berlimpah lalu masuk ke
dalam aliran darah, menimbulkan viremia yang bersifat sementara, menuju organ-
organ internal dan nodus-nodus limfatikus regional. Kebanyakan infeksi virus polio
pada manusia berhenti pada fase viremia ini.
Berdasarkan gejala yang muncul pada fase ini, polio dibedakan menjadi polio
nonparalitik, polio abortif, dan meningitis aseptik non paralitik.

Polio Nonparalitik
Hampir 72% infeksi virus polio pada anak-anak merupakan kasus
asimtomatik. Masa inkubasi untuk polio nonparalitik ini berkisar 3‒6 hari. Satu
minggu setelah onset gejala, jumlah virus polio pada orofaring makin berkurang.
Namun, virus polio ini akan terus diekskresikan melalui feses hingga beberapa
minggu kemudian, sekitar 3‒6 minggu.

Polio Abortif
Sekitar 24% kasus infeksi virus polio pada anak-anak bermanifestasi tidak
spesifik, seperti demam ringan dan sakit tenggorokan. Kondisi ini disebut polio
abortif. Pada polio abortif terdapat kemungkinan terjadinya invasi virus ke dalam
sistem saraf pusat tanpa manifestasi klinis atau laboratorium. Ciri khas kasus ini
adalah terjadi kesembuhan total dalam waktu kurang dari satu minggu.
Meningitis Aseptik Nonparalitik
Sekitar 1‒5% infeksi virus polio pada anak-anak menimbulkan meningitis
aseptik nonparalitik setelah beberapa hari gejala prodromal. Gejala yang dialami
penderita berupa kekakuan leher, punggung, dan/atau tungkai, dengan durasi sekitar
2‒10 hari, kemudian sembuh total.

Fase Neurologis
Bila infeksi ini berlanjut, maka virus akan terus bereplikasi di luar sistem saraf
yang kemudian akan menginvasi ke dalam sistem saraf pusat. Kondisi ini dikenal
sebagai fase neurologis. Pada fase ini, virus polio akan melanjutkan replikasi pada
neuron motorik kornu anterior dan batang otak, sehingga terjadi kerusakan pada
lokasi tersebut.
Kerusakan sel-sel saraf motorik tersebut akan berdampak pada manifestasi
tipikal pada bagian tubuh yang dipersarafinya. Keadaan ini berakibat terjadinya
lumpuh layu akut, dikenal juga sebagai acute flaccid paralysis (AFP) sehingga polio
yang terjadi dikenal sebagai polio paralitik.
Polio paralitik terjadi <1% dari semua kasus infeksi virus polio pada anak-
anak. Gejala paralitik terjadi 1‒18 hari setelah prodromal, kemudian berlangsung
progresif selama 2‒3 hari. Umumnya, progresivitas paralisis akan berhenti setelah
suhu tubuh kembali normal.
Tanda dan gejala prodromal tambahan dapat berupa refleks superfisial
menurun hingga menghilang, refleks tendon dalam meningkat disertai nyeri otot berat
dan kejang pada tungkai atau punggung. Saat fase AFP, refleks tendon dalam akan
berkurang dan biasanya asimetris. Setelah gejala menetap selama beberapa hari atau
minggu, kekuatan kemudian mulai kembali dan pasien tidak mengalami kehilangan
sensorik atau perubahan kognisi.

C. Etiologi Poliomyelitis
Virus polio yang menyebabkan poliomielitis atau paralisis infantil terdiri dari 3 jenis
strain antigen atau serotipe virus polio liar (wild poliovirus / WPV), yaitu tipe 1, tipe
2, dan tipe 3. Hanya manusia yang diketahui sebagai reservoir virus polio. Orang
dengan defisiensi imun bisa menjadi carrier asimtomatik dari virus ini.

Virus Polio Tipe 1


Virus polio tipe 1 merupakan penyebab dari 85% kasus polio paralitik. Virus
ini memiliki sifat imunitas heterotipik minimal, yaitu imunitas terhadap satu tipe,
tidak melindungi tubuh terhadap infeksi tipe lainnya. Namun, imunitas yang timbul
dari tiap tipe adalah untuk jangka panjang, atau seumur hidup.

Virus Polio Tipe 2 dan Tipe 3


Virus polio tipe 2 secara resmi dideklarasikan dan disertifikasi pada bulan
September 2015, sebagai tipe yang telah dieradikasi secara global. Virus polio tipe 3
juga tidak terdeteksi sejak November 2012. Karenanya, diperkirakan hanya tipe 1
WPV yang masih bersirkulasi saat ini.

D. Klasifikasi Poliomyelitis
Virus polio ditularkan lewat jalur fekal-oral. Virus dapat diisolasi dari sistem
limfatik saluran cerna manusia, termasuk tonsil, Peyer's patch, dan kelenjar getah
bening usus, juga dalam feses. Replikasi awal virus pada sel yang rentan infeksi di
faring dan saluran cerna sebagian besar akan menimbulkan viremia minor dan
singkat, serta asimtomatik. Apabila infeksi berlanjut, virus akan menyebar lebih luas
pada jaringan retikuloendotelial lainnya. Dilaporkan 95% infeksi primer ini
asimtomatik, dan pada 4%-8% infeksi sekunder akan muncul sebagai gajala infeksi
virus non spesifik. Apabila infeksi tersebut sudah menginvasi sistem saraf, dapat
terjadi meningitis aseptik pada 1%-2% kasus, dan terjadi polio paralitik pada 0,1%-
1% kasus.

Berdasarkan manifestasi klinis spesifik, poliomieli- tis paralitik tanpa gejala sensoris
dan gangguan fungsi kognitif. Secara klinis, polio diklasifikasikan sebagai berikut, 6

1. Poliomielitis spinal, ditandai dengan acute flaccid paralysis (AFP) atau lumpuh
layu akut, sekunder akibat destruksi selektif dari motor neuron pada medula spinalis
dan sekuens denervasi dari struktur muskuloskeletal yang terlibat

2. Poliomielitis bulbar, terdapat paralisis otot pernafasan akibat serangan virus pada
neuron di batang otak yang mengontrol pernafasan

3. Poliomielitis bulbo-spinalis akibat kerusakan batang otak dan medula spinalis.

E. Manifestasi Poliomyelitis
Polio adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus. Ini menyerang
sistem saraf dan dapat menyebabkan kelumpuhan total dalam hitungan jam. Virus ini
ditularkan dari orang ke orang terutama melalui jalur fekal-oral atau, lebih jarang,
melalui media umum (misalnya, air atau makanan yang terkontaminasi) dan
berkembang biak di usus. Gejala awalnya adalah demam, kelelahan, sakit kepala,
muntah, leher kaku, dan nyeri pada anggota badan. Satu dari 200 infeksi
menyebabkan kelumpuhan permanen (biasanya pada kaki). Di antara mereka yang
mengalami kelumpuhan, 5–10% meninggal karena otot pernapasan mereka tidak
dapat bergerak.

Polio terutama menyerang anak-anak di bawah usia 5 tahun. Namun, siapa


pun dari segala usia yang tidak menerima vaksinasi dapat tertular penyakit ini.

Polio tidak ada obatnya, hanya bisa dicegah. Vaksin polio yang diberikan
berkali-kali dapat melindungi anak seumur hidup. Ada dua vaksin yang tersedia:
vaksin polio oral dan vaksin polio yang tidak aktif . Keduanya efektif dan aman, dan
keduanya digunakan dalam kombinasi berbeda di seluruh dunia, bergantung pada
kondisi epidemiologi dan program setempat, untuk memastikan perlindungan terbaik
bagi masyarakat dapat diberikan.

F. Komplikasi Poliomyelitis
Polio paralisis dapat menyebabkan sejumlah komplikasi, seperti:
• Cacat
• Kelainan bentuk tungkai dan pinggul
• Kelumpuhan, baik sementara maupun permanen
• Kesulitan bernapas akibat kelumpuhan otot saluran pernapasan
• Gagal napas
• Kematian
Selain itu, gejala polio berulang dapat dialami oleh orang yang pernah terkena polio.
Kondisi ini dikenal sebagai sindrom pascapolio. Gejala sindrom pascapolio baru
muncul 30 tahun atau lebih sejak penderita terinfeksi pertama kali.
Gejala sindrom pascapolio meliputi:
• Sulit bernapas dan menelan
• Gangguan ingatan
• Gangguan tidur
• Depresi
• Otot dan sendi makin lemah

G. Pemeriksaan Diagnostik Asma Bronkial

MenurutHuda (2016) pemeriksaan penunjang terdiri dari:

1. PemeriksaanLab:
-Pemeriksaandarahtepiperifer
-Cairanserebrospinal
-Pemeriksaanserologik
-Isolasiviruspolio

2. Pemeriksaan radiology

3. Pemeriksaan MRI dapat menunjukkan kerusakan didaerah kolumna anterior


4. Pemeriksaan likuor memberikan gambaran sel dan bahan mikia (kadar gula dan
protein)

5. Pemeriksaan Histologik corda spinalis dan batang otak untuk menentukkan


kerusakan yang terjadi pada sel neuron.

H. Penatalaksanaan Asma Bronkial


Menurut Reeves dalam Huda (2016) penatalaksanaan pengobatan pada penderita
poliomyelitis adalah simptomatis dan suportif. Adapunpenatalaksanaan menurut
klasifikasi poliomyelitis yaitu sebagai berikut:

1. Infeksi tanpa gejala istirahat total

2. Infeksi abortif istirahat sampai beberapa hari setelah temperatur norma. Kalau perlu
dapat diberikan analgetik, sedatif. Jangan melakukan aktivitas selama 2 minggu, 2
bulan kemudian dilakukan pemeriksaan neuromuskuloskeletal untuk mengetahui
adanya kelainan.

3. Non Paralitik sama dengan tipe abortif. Pemberian analgetik sangat efektif bila
diberikan bersamaan dengan pembalut hangat selama 15- 30 menit setiap 2-4 jam dan
kadang kadang mandi air panas juga dapat membantu. Sebaiknya diberikan foot
board, papan penahan pada telapak kaki, yaitu agar kaki terletak pada sudut yang
sesuai terhadap tungkai. Fisioterapi dilakukan 3-4 hari setelah demam hilang.
Fisioterapi bukan mencegah atrofi otot yang timbul sebagai akibat denervasi sel kornu
anterior, tetapi dapat mengurangi deformitas yang terjadi.

4. Paralitik: Harus di rawat di rumah sakit karena sewaktu - waktu dapat terjadi
paralisis pernafasan, dan untuk ini harus diberikan pernafasan mekanis. Bila rasa sakit
telah hilang dapat dilakukan fisioterapi pasif dengan menggerakkan kaki/tangan. Jika
terjadi paralisis kandung kemih maka diberikan stimulan parasimpatetik seperti
bethanechol (Urecholine) 5-10 mg oral atau 2,5-5mg/SK.
I. PATHWAY
Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, tenpat
lahir, asal dan suku bangsa, agama, nama orang tua, pekerjaan orang tua dan
penghasilan orang tua (Wong, 2009).
Biasanya anak yang sering terkena penyakit polio adalah yang berusia di bawah 15
tahun (Widoyono, 2011).
Biasanya anak yang terkena risiko virus poliomyelitis pada daerah endemis dan
kepadatan penduduk, tingkat higienis, kualitas air, dan fasilitas pengolahan limbah.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang :
Keluhan Utama : keluarga pasien biasanya mengeluh aktivitas anaknya terganggu
karena kelemahan, kelelahan, serta kelumpuhan yang sifatnya mendadak dan layuh.
Riwayat Keluhan Utama : Awalnya keluarga pasien mengeluh semakin hari berat
badan anaknya berkurang disertai dengan keluahan tidak nafsu makan, mual muntah,
kelemahan, kelelahan, serta kelumpuhan. Keluhan yang biasanya dikeluhkan pasien
pada saat pengkajian :
• Keluarga pasien mengatakan bahwa akhir-akhir ini anaknya rewel 3 disertai
sakit kepala.
• Keluarga mengatakan bahwa pasien demam sudah 3 hari yang lalu.
b. Riwayat Penyakit Terdahulu
Riwayat penyakit yang pernah diderita anak, biasanya sebelumnya anak belum pernah
mengalami penyakit poliomyelitis.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Apabila terdapat keluarga yang menderita polio, biasanya kemungkinan besar
keluarga yang lain dapat terserang polio dengan mudah.
3. Riwayat Imunisasi
Biasanya anak yang terkena polimyelitis, riwayat imunisasinya tidak lengkap.
4. Tumbuh Kembang Anak
Biasanya ketika anak terkena penyakit poliomyelitis tumbuh kembangnya terganggu,
terutama tumbuh kembang anak pada peningkatan ukuran tubuh yaitu, tinggii badan
dan berat badan.
5. Riwayat Nutrisi
Anak biasanya mengalami nafsu makan menurun, berat badan menurun, mual dan
muntah, dan kesulitan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia).
6. Pengkajian Sosial
Biasanya pada anak dengan poliomielitis akan mengalami gangguan konsep diri,
karena anak tidak bisa bermain dengan kondisi tubuh yang sedang dialaminya.
7. Riwayat Sirkulasi
Anak biasanya mengeluh nyeri punggung saat beraktifitas, perubahan pada tekanan
darah, serta perubahan pada frekuensi jantung.
8. Riwayat Eliminasi
Anak biasanya sering sembelit saat BAB. Usus mengalami gangguan fungsi. Urine
yang keluar sedikit (retensi urin).
9. Riwayat Neurosensori
Anak biasanya tampak kelemahan, kelelahan, serta kelumpuhan.
10. Riwayat Nyeri/Keamanan
Anak biasanya akan mengeluh nyeri dan kejang otot, sakit kepala, gatal (pruritus),
serta sensasi yang abnormal. Gejala : nyeri kepala dengan intensitas yang berbeda dan
biasanya lama. Tanda : wajah menyeringai, respon menarik dari rangsangan nyeri
yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat
/ tidur.

11. Riwayat Pernafasan


Biasanya anak mengalami perubahan pola napas, irama napas meningkat, dispnea,
potensial obstruksi.

B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Biasanya keadaan umum anak dengan polio yaitu lemah.
2. Kesadaran : Biasanya kesadaran anak menurun.
3. Tanda – tanda vital :
a. Tekanan darah : Tekanan darah anak kemungkinan akan meningkat.
b. Denyut nadi : Denyut nadi anak kemungkinan akan meningkat.
c. Suhu : Biasanya anak mengalami hipertermi
4. Pernapasan : Pernapasan anak biasanya meningkat
5. Berat Badan : BB anak biasanya turun karena anoreksia.
6. Kepala
Bibir anak tampak pucat.
7. Ektermitas
Biasanya pada anak poliomyelitis terdapat kelumpuhan pada ektermitas bawah.

C. Pemeriksaan Diagnostik
Biasanya pasien poliomielitis hanya cukup dilakukan pemeriksaan fisik.

B. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan mobilitas fisik b.d ketidakbugaran fisik
2) Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
3) Defisit nutrisi b.d

C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan
.
1. Gangguan mobilitas fisik b.d Setelah dilakukan Tindakan Dukungan mobilisasi
Ketidakbugaran fisik keperawatan 3x24 jam (I.05173)
diharapkan mobilitas fisik
meningkat dengan kriteria Tindakan
hasil : Observasi
- Kekuatan otot meningkat -Identifikasi adanya nyeri
(1-5) atau keluhan fisik lainnya
- Gerakan terbatas menurun -Identifikasi toleransi fisik
(1-5) melakukan pergerakan
- Kelemahan fisik menurun -Monitor frekuensi jantung
(1-5) dan tekanan darah sebelum
memulai mobilisasi
-Monitor kondisi umum
selama melakukan
mobilisasi

Terapeutik
-Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu (mis. pagar tempat
tidur)
-Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
-Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan

Edukasi
-Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
-Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
-Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. duduk di
tempat tidur, duduk di
tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)
2. Nyeri akut b.d agen pencedera Setelah dilakukan Tindakan Manajemen nyeri
fisik keperawatan 3x24 jam (I.08238)
diharapkan tingkat nyeri
menurun dengan kriteria Tindakan
hasil : Observasi
- Keluhan nyeri menurun -Identifikasi lokasi,
(1-5) karakteristik, durasi,
- Meringis menurun (1-5) frekuensi, kualitas,
- Anoreksia menurun (1-5) Intensitas nyeri
-Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respons nyeri
non verbal
-Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
-Identifikasi pengetahuan
dan keyaninan tentang
nyeri
-Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri

-Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
-Monitor keberhasilan
terapi komplementer yang
sudah diberikan
-Monitor efek samping
penggunaan analgetik

Terapeutik
-Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hipnosis,
kupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain) Kontrol
lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
-Fasilitasi istirahat dan
tidur Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi
-Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
-Jelaskan strategi
meredakan nyeri
-Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
-Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
-Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
3. Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan Tindakan Manajemen nutrisi
Faktor psikologis keperawatan 3x24 jam (I.03119)
diharapkan status nutrisi
membaik dengan kriteria
hasil : Tindakan
- Porsi makanan yang Observasi
dihabiskan meningkat (1-5) -Identifikasi status nutrisi
- Berat badan membaik (1-5) -Identifikasi alergi dan
- Indeks masa tubuh (IMT) intoleransi makanan
membaik (1-5) -Identifikasi makanan
yang disukai
-Identifikasi kebutuhan
kalori dan jenis nutrien
-Identifikasi perlunya
penggunaan selang
nasogastrik
-Monitor asupan makanan
-Monitor berat badan
-Monitor hasil
pemeriksaan laboratorium

Terapeutik
-Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika pertu
-Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis
piramida makanan)
-Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesua
-Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
-Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
-Berkan suplemen
makanan, jika perlu
-Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasogatrik jika stupan oral
daper des

Edukasi
-Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
-Ajarkan diet yang
diprogramkon

Kolaborasi
-Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(s pereda nyen, antem
-Kolaborasi dengan ahil
gizi untuk menentukan
jumlah kas dan jika perlu

D. Implementasi Keperawatan

Menurut PPNI (2017) Tindakan keperawatan adalah prilaku atau aktivitas


spesifik yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Implementasi merupakan suatu tindakan keperawatan oleh perawat
yang sesuai dengan intervensi yang sudah direncanakan. Ada beberapa hal yang
harus diperhatiakn dalam melakukan implementasi kepada anak – anak, yaitu harus
adanya trans supaya si anak dapat kooperatif dan komunikasi efektif, dan libatkan
orangtua si anak dalam melakukan implementasi.

E. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk


menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana
keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana keperawatan
(Manurung, 2011).
Adapun evaluasi keperawatan dalam kasus polio pada anak, anak harus menunjukan
kriteria hasil sebagai berikut:

1. Anak meningkat nafsu makannya dan imun tubuh anak membaik.


2. Suhu badan anak sudah dalam rentang normal
3. Anak sudah dapat mengontrol rasa nyeri dan rasa terhadap nyeri sudah mulai
berkurang

4. Anak dapat melakukan pergerakan sehingga dapat mengikuti latihan yang


diberikan

5. Anak sudah merasa tenang dan dapat mengekspresikan perasaannya.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Poliomielitis adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh poliovirus (PV) pada anak
dibawah 15 tahun yang menyerang susunan saraf pusat dan ditandai dengan kelumpuhan.
Penularan virus polio terutama melalui jalur fekal-oral dan membutuhkan kontak yang
erat. Prevalensi infeksi tertinggi terjadi pada seseorang yang tinggal serumah dengan
penderita. Biasanya bila salah satu anggota keluarga terinfeksi, maka yang lain juga
terinfeksi. Kontaminasi tinja pada jari tangan, alat tulis, mainan anak, makanan dan
minuman, merupakan sumber utama infeksi (Afie, 2009).
Poliomielitis dapat dicegah dengan cara antara lain yaitu Jangan masuk daerah endemik,
Dalam daerah endemik jangan melakukan stres yang berat seperti tonsilektomi,
suntikan dan sebagainya, Mengurangi aktifitas jasmani yang berlebihan, Imunisasi aktif
(Staf Pengajar IKA FKUI, 2005).
B. Saran
Penting bagi perawat untuk mengetahui konsep dasar penyakit polio beserta konsep
asuhan keperawatannya. Perawat dapat berperan serta untuk mencegah dan mengobati
penyakit polio di Indonesia yang dapat meliputi beberapa upaya yang terdiri dari upaya
promotif untuk meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan dan cara pengobatan
penyakit polio melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan, penyebarluasan informasi,
peningkatan kebugaran jasmani, peningkatan gaya hidup sehat, dan peningkatan gizi;
upaya preventif untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang memperberat
penyakit polio; upaya kuratif dan rehabilitatif untuk menyembuhkan penderita, mencegah
kematian, dan menurunkan tingkat kejadian penyakit polio.
DAFTAR PUSTAKA

Sofiyati Sofiyati. (2022). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Polio
Dengan Waktu Pemberian Imunisasi Polio Di Wilayah Kerja Puskesmas Kedawung
Kecamatan Kedawung Kabupaten Cirebon. Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan
Indonesia, 2(2), 52–65. https://doi.org/10.55606/jikki.v2i2.483
Satari, H. I., Ibbibah, L. F., & Utoro, S. (2017). Eradikasi Polio. Sari Pediatri, 18(3), 245.
https://doi.org/10.14238/sp18.3.2016.245-50
Polio.(2023). Diakses pada 02 februari 2023 dari https://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/poliomyelitis
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Indikator
Diagnostik Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Tindakan
Keperawatan Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai