Anda di halaman 1dari 5

POLIO

Faktor Risiko Kejadian Polio

1. Data cakupan imunisasi polio, di tingkat puskesmas, desa terjangkit dan desa sekitar beresiko
selama 3-5 tahun terakhir, dan tata laksana rantai dingin vaksin
2. Frekuensi pelayanan imunisasi masyarakat setempat
3. Ketenagaan, ketersediaan vaksin dan kualitas vaksin diantaranya penyimpanan vaksin dan
control suhu penyimpanan
4. Daerah kumuh atau padat atau daerah pengungsi
5. Mobilitas penduduk dari dan ke daerah endemis poliomyelitis
6. Kontak adalah anak usia < 5 tahun yang berinteraksi serumah atau sepermainan dengan kasus
sejak terjadi kelumpuhan sampai 3 bulan kemudian.

Faktor Risiko terhadap Kelumpuhan


Tidak ada yang tahu mengapa hanya sebagian kecil infeksi menyebabkan kelumpuhan. Beberapa
faktor risiko utama yang diidentifikasi  yang meningkatkan kemungkinan kelumpuhan pada
seseorang yang terinfeksi polio, seperti diantaranya defisiensi imun, kehamilan, pengangkatan
amandel (tonsilektomi), suntikan intramuscular misalnya obat-obatan, olahraga berat dan cedera.

- Pencegahan -

 Cara Pencegahan

Imunisasi merupakan tindakan yang paling efektif dalam mencegah penyakit polio. 


Vaksin polio yang diberikan berkali-kali dapat melindungi seorang anak seumur hidup.
Pencegahan penyakit polio dapat dilakukan dengan meningkatkan kesadaran masyarakat akan
pentingnya pemberian imunisasi polio pada anak-anak.
Pencegahan penularan ke orang lain melalui kontak langsung (droplet) dengan
menggunakan masker bagi yang sakit maupun yang sehat. Selain itu mencegah pencemaran
lingkungan (fecal-oral) dan pengendalian infeksi dengan menerapkan buang air besar di jamban
dan mengalirkannya ke septic tank.
 

 Pencegahan dengan Vaksin Polio


Ada 4 jenis vaksin Polio, yaitu :

1. Oral Polio Vaccine (OPV), untuk jenis vaksin ini aman, efektif dan memberikan
perlindungan jangka panjang sehingga sangat efektif dalam menghentikan penularan virus.
Vaksin ini diberikan secara oral. Setelah vaksin ini bereplikasi di usus dan diekskresikan,
dapat menyebar ke orang lain dalam kontak dekat.
2. Monovalent Oral Polio Vaccines (mOPV1 and mOPV3), sebelum pengembangan tOPV,
OPV Monovalen (mopVs) dikembangkan pada awal tahun 1950an. Vaksin polio ini
memberikan kekebalan hanya pada satu jenis dari tiga serotipe OPV, namun tidak
memberikan perlindungan terhadap dua jenis lainnya. OPV Monovalen untuk virus Polio tipe
1 (mopV1) dan tipe 3 (mOPV3) dilisensikan lagi pada tahun 2005 dan akhirnya mendapatkan
respon imun melawan serotipe yang lain.
3. Bivalent Oral Polio Vaccine (bOPV), setelah April 2016, vaksin virus Polio Oral Trivalen
diganti dengan vaksin virus Polio Oral Bivalen (bOPV). Bivalen OPV hanya mengandung
virus serotipe 1 dan 3 yang dilemahkan, dalam jumlah yang sama seperti pada vaksin trivalen.
Bivalen OPV menghasilkan respons imun yang lebih baik terhadap jenis virus Polio tipe 1
dan 3 dibandingkan dengan OPV trivalen, namun tidak memberikan kekebalan terhadap
serotipe 2.
4. Inactivated Polio Vaccine (IPV), sebelum bulan April 2016, vaksin virus Polio Oral Trival
(topV) adalah vaksin utama yang digunakan untuk imunisasi rutin terhadap virus Polio.
Dikembangkan pada tahun 1950 oleh Albert Sabin, tOPV terdiri dari campuran virus polio
hidup dan dilemahkan dari ketiga serotipe tersebut. tOPV tidak mahal, efektif dan
memberikan perlindungan jangka panjang untuk ketiga serotipe virus Polio. Vaksin Trivalen
ditarik pada bulan April 2016 dan diganti dengan vaksin virus Polio Oral Bivalen (bOPV),
yang hanya mengandung virus dilemahkan vaksin tipe 1 dan 3.

 Contoh Penanggulangan Polio di Papua

Dalam kaitan ini, Pemerintah RI telah mengambil langkah-langkah strategis penanganan KLB
Polio, antara lain:
a) Kementerian Kesehatan telah berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Papua dan pemangku
kepentingan terkait lainnya untuk penanganan KLB Polio.
b) Tim investigasi telah dikirimkan ke lokasi untuk melakukan investigasi epidemiologi.
c) Pelaksanaan segera Outbreak Response Immunization (ORI) untuk kelompok usia rentan di
wilayah terkena KLB Polio.
d) Penguatan surveilans Acute Flaccid Paralysis (AFP) di Puskesmas, Rumah Sakit dan fasilitas
kesehatan lainnya di seluruh kabupaten/kota Provinsi Papua dan pelaporan setiap minggu
melalui Early Warning Alert and Response System (EWARS).
e) Penyiapan sumber daya yang diperlukan untuk penanganan KLB Polio.
f) Penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat terkait pencegahan dan pengendalian Polio.
g) Penguatan surveilans di pintu pelabuhan keluar/masuk negara.
h) Penyampaian surat edaran No. SR.03.04/11/636/2019 tentang Kewaspadaan dan Respon
terhadap KLB Polio cVDPV tipe 1 kepada seluruh Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten dan
Kota serta Kantor Kesehatan Pelabuhan se-Indonesia (dokumen terlampir).

- Pengobatan -

Poliomielitis adalah penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin yang disebabkan
oleh virus polio. Virus ini sangat menular, menyebar dari orang ke orang terutama
melalui rute fekal-oral. Anak-anak di bawah usia 5 tahun paling sering terinfeksi. Tujuh
puluh dua persen anak yang terinfeksi akan tetap tanpa gejala tetapi terus menyebarkan
virus yang dapat menginfeksi orang lain. Terutama, invasi virus ke sistem saraf pusat
(SSP) dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan, termasuk kelumpuhan ekstremitas
atau diafragma. Tidak ada obat untuk polio, jadi pencegahan adalah kuncinya.

Hari ini CDC merekomendasikan seri vaksin polio di antara daftar vaksinasi rutin
anak-anak. Kegiatan ini menjelaskan cara kerja vaksin polio, termasuk cara pemberian,
formulasi, profil efek samping, populasi pasien yang memenuhi syarat, pemantauan, dan
menyoroti peran tim interprofesional dalam pengelolaan pasien ini.

Tidak ada obat untuk polio, yang ada hanya perawatan untuk meringankan gejala.
terapi fisik digunakan untuk merangsang otot dan obat antispasmodic diberikan untuk
mengendurkan otot-otot dan meningkatkan mobilitas. Meskipun ini dapat meningkatkan
mobilitas, tapi tidak dapat mengobati kelumpuhan polio permanen.
Apabila sudah terkena Polio, tindakan yang dilakukan yaitu tatalaksana kasus
lebih ditekankan pada tindakan suportif dan pencegahan terjadinya cacat, sehingga
anggota gerak diusahakan kembali berfungsi senormal mungkin dan penderita dirawat
inap selama minimal 7 hari atau sampai penderita melampaui masa akut.
Penemuan dini dan perawatan dini untuk mempercepat kesembuhan dan
mencegah bertambah beratnya cacat. Kasus polio dengan gejala klinis ringan di rumah,
bila gejala klinis berat diruju ke RS.
Daftar Pustaka
https://infeksiemerging.kemkes.go.id/penyakit-virus/poliomyelitis-penyakit-virus-polio/

https://polioeradication.org/polio-today/polio-now/this-week/ per tanggal 4 September 2018

https://www.kemkes.go.id/article/view/20061600003/who-akhiri-klb-polio-di-papua.html

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30252295/
Frequently Asked Questions

1. Apa itu Polio?

Poliomielitis (polio) adalah penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh virus polio. Ini
menyerang sistem saraf, dan dapat menyebabkan kelumpuhan atau bahkan kematian dalam
hitungan jam

2. Bagaimana polio dapat menular?

Virus polio memasuki tubuh melalui mulut, dalam air atau makanan yang telah terkontaminasi
dengan bahan feses dari orang yang terinfeksi. Virus berkembang biak di usus dan diekskresikan
oleh orang yang terinfeksi di faeses, yang dapat menularkan virus ke yang lain.

3. Apakah gejala polio?

Gejala awal polio adalah demam, kelelahan, sakit kepala, muntah, kekakuan di leher dan nyeri
pada anggota badan

4. Siapa yang beresiko terkena polio?

Yang berisiko terkena polio terutama menyerang anak-anak di bawah usia 5 tahun.

5. Apa efek dari polio?

Satu dari setiap 200 orang yang terinfeksi polio menyebabkan kelumpuhan ireversibel (biasanya
di kaki). Di antara mereka yang lumpuh, 5% -10% meninggal ketika otot-otot pernapasan
mereka tidak dapat digerakkan oleh virus.

6. Apakah ada obat untuk polio?

Tidak ada obat untuk polio. Polio hanya bisa dicegah dengan imunisasi. Vaksin aman dan efektif
ada – vaksin polio oral (OPV) dan vaksin polio yang tidak aktif (IPV).

Anda mungkin juga menyukai